Yara melirik hasil karya Melanie dan tak kuasa menahan diri mengeluh dalam hatinya. "Yudha, kamu buta sekali!"Saat meninggalkan kantor Melanie, Anita menoleh ke arah Yara. "Apa yang kamu sukai dari pria itu?""Hah?" Yara sejenak bingung diberi pertanyaan tiba-tiba."Dasar estetikanya saja nggak ada. Jiwa senimu sudah habis dimakan cinta?"Yara tertawa dan menggelengkan kepalanya.Anita menggandeng Yara ke dalam kantor dan menyerahkan sebuah formulir pendaftaran."Ini salah satu kompetisi desain terbaik di negeri ini. Perusahaan kita cuma bisa mengirim satu orang. Aku berhasil memenangkan posisi itu untukmu."Yara merasa terharu. "Kak Anita ....""Nggak usah terima kasih." Anita kembali menampilkan sikap sok-nya. "Pulang sebagai juara satu lebih berarti daripada kata-kata apa pun."Dia menatap Yara lekat-lekat. "Yara, aku tahu kamu punya cukup kekuatan untuk melakukannya.""Ya." Yara mengangguk tegas. "Kak Anita, jangan khawatir. Aku janji akan memberikan yang terbaik.""Yang mau diiku
Tangan Yara gemetaran memegang ponselnya. Jatuh dalam keputusasaan seolah jatuh ke dalam gua es yang sangat dingin.Melanie melanjutkan, "Rara, aku barusan mendapat beberapa sketsa bagus. Kamu tertarik mau lihat sebagai referensi?"Yara menggertakkan giginya. "Melanie, kamu benar-benar membuatku muak!""Rara, aku cuma ingin membantu."Suara Melanie berubah panik.Samar-samar Yara mendengarnya berkata, "Yudha, beneran, aku cuma niat membantu dia."Panggilan itu segera ditutup. Dia tidak menyangka Melanie sengaja menelepon di depan Yudha. Sungguh licik."Nyonya?" Yunita tampak khawatir."Mulai sekarang, jangan bukakan pintunya kalau Silvia datang."Yara hanya mengucapkan kata-kata itu dan naik ke lantai atas.Dia sedang menunggu. Menunggu Melanie menghubunginya lagi.Benar saja. Satu jam kemudian, Melanie mengirimkan alamat yang ternyata adalah tempat pemandian air panas.Yara segera menyadari bahwa Melanie takut dia akan merekam bukti.Dia sekali lagi dibuat takjub akan kemampuan wanita
"Apa yang terjadi?" Anita bertanya langsung ke intinya.Yara dilanda bimbang sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kak Anita, aku ... nggak jadi ikut kompetisi desain itu."Anita mengernyitkan dahinya. "Ada masalah apa?"Yara memandang ke sungai dan menghela napas dalam-dalam. "Melanie mengambil rancangan desainku."Dia dan Anita bekerja keras selama sepuluh hari dan penyerahannya harus dilakukan besok pukul delapan. Mereka tidak mungkin bisa mulai dari awal lagi.Anita tidak berkata apa-apa. Dia juga menatap ke sungai di kejauhan.Keduanya terdiam. Hanya terdengar suara desiran angin sungai.Beberapa saat kemudian, Anita berkata perlahan, "Nggak apa-apa, keputusanmu sudah benar."Yara menatapnya, terkejut.Anita melanjutkan, "Melanie pasti mengancammu dengan desain itu, tapi kamu nggak mau kompromi. Begitu?""Kak Anita, maafkan aku."Suara Yara tercekat."Rara." Anita memandangnya dengan wajah sangat serius. "Keputusanmu sudah benar.""Tapi ...."Anita menepuk pelan bahu Yara. "Rara, kes
Hari itu Yara jalani dengan kebingungan dan kehampaan.Saat waktu pulang kerja tiba, Safira menepuk lengannya dan berkata, "Rara, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri."Sebelum Anita pergi, dia menjelaskan banyak hal kepada semua orang tentang Yara. Safira serta yang lainnya tidak bermaksud menyalahkan Yara.Namun, semakin mereka seperti ini, Yara semakin merasa tidak nyaman, merasa tidak bisa membantu Anita."Rara, kamu bisa pergi ke Mistique nggak malam ini? Kak Pram yang traktir!"Pesan Siska datang di waktu yang tepat."Oke."Yara saat ini benar-benar ingin mabuk.Sesampainya di Mistique, Siska hari ini jelas berdandan secara khusus.Penampilannya memang sudah diberkati dari sananya, dengan kulit putih dan lembut. Kecantikan bawaannya tetap terpancar meski tanpa riasan.Hari ini dia mengenakan kaus pendek berwarna hijau muda yang dipadukan dengan celana denim berwarna terang. Dia tampak seperti anak kuliahan. Orang yang melihatnya pasti tidak ingin mengalihkan pandangan."Sisk
Yara sudah punya niat mabuk-mabukan malam ini. Namun, dia tidak menyangka. Saat dia benar-benar menginginkannya, dia justru tidak bisa mabuk."Siska, aku nggak berguna." Dia meraih tangan Siska. "Kamu tahu? Gara-gara aku, Kak Anita mengundurkan diri."Siska ikut merasa pilu. "Rara, jangan sedih. Aku nggak tahu persis apa yang terjadi. Tapi, Kak Anita pasti melakukan ini karena dia merasa itu sepadan demi kamu."Yara tertegun sejenak dan merasa perkataan Siska masuk akal juga.Yang harus dia lakukan sekarang bukanlah menyerah dan mabuk-mabukan, tetapi menyemangati diri dan menstabilkan posisinya di Baruy.Mungkin suatu saat nanti, dia bisa mengundang Anita kembali dengan identitas lain."Aku mengerti, Siska." Tadinya dia minum banyak karena ingin mabuk, jadi sekarang dia sangat ingin ke kamar mandi."Rara, aku temani." Siska mengikutinya berdiri."Nggak usah, aku nggak mabuk."Yara memberinya tatapan yang mengisyaratkan padanya agar memanfaatkan kesempatan berduaan dengan Pramudya.Sisk
Yudha berdiri di pintu masuk koridor.Dia melihat Yara dan Pramudya berturut-turut memasuki kamar mandi, jadi dia entah kenapa mengikuti mereka.Di belakangnya ada musik yang bergemuruh keras dan di depannya ada pemandangan pria dan wanita dengan tubuh saling berdekatan.Dia tahu seharusnya dia segera pergi, tetapi kakinya terasa seperti dipaku."Yudha, tolong aku! Tolong aku!"Yara masih berteriak sekuat tenaga. Cahaya yang tidak jauh darinya bersinar terlalu terang, membuatnya tidak bisa melihat ekspresi Yudha dengan jelas."Tolong ... aku?"Yudha merasa ada yang tidak beres. Begitu dia melangkah maju, ada yang menarik lengannya."Yudha, kenapa kamu di sini?"Melanie melirik ke lorong seakan tidak sengaja, lalu cepat-cepat menutup matanya."Yudha, ayo kembali. Jangan lihat."Yara menyaksikan tanpa daya saat Yudha ditarik pergi.Air mata menggenang di matanya dan seketika dia berubah menjadi boneka yang tak berdaya di bawah kendali orang lain.Yudha pergi.Yudha pergi begitu saja.Sek
Melanie tidak berkata apa-apa dan mengajak orang itu ke pojokan di belakang Mistique."Itu sih gara-gara kamu nggak berguna. Kalau Yara tertarik padamu, mana mungkin dia menolak begitu keras?"Pramudya tersenyum sinis dan berkata dengan nada menghina, "Sisa uangnya bisa dikirim kapan?""Besok." Melanie akhirnya memberi peringatan. "Ingat, kamu nggak boleh datang kepadaku di masa depan. Kalau sampai masalah ini terungkap, aku punya banyak cara untuk membunuhmu."Pramudya memandangi kepergiannya, lalu mendengus.Beberapa hari yang lalu, wanita yang dulunya mahasiswi tercantik di kampus tiba-tiba datang padanya dan memintanya untuk mendekati Yara. Wanita itu berjanji akan memberinya satu miliar.Merayu wanita adalah keahliannya, tak terkecuali istri Yudha Lastana.Pada hari dia bertemu kembali dengan Yara dan Siska, dia tahu bahwa Siska tertarik padanya. Jadi, dia memanfaatkan Siska untuk mengajak Yara berkencan lagi dan lagi.Setiap kali bertemu Yara, dia akan memberitahu Melanie.Puncak
Keesokan harinya, kondisi Yara tampak baik.Ternyata, ketika dia benar-benar melepaskan yang ada di lubuk hati, seluruh tubuhnya terasa jauh lebih ringan.Dalam perjalanan ke tempat kerja, dia mengirimkan pesan pada Yudha."Aku setuju dengan perceraian kita. Kalau mau kasih uang silakan, kalau nggak ya terserah. Aku nggak mau vila itu. Barang-barang aku ambil setelah pulang kerja malam ini. "Tempat yang menyimpan kenangan mereka berdua hanyalah penjara baginya seorang."Kamu buat perjanjiannya dan bawa langsung ke kantor catatan sipil. Nanti kutanda tangani, lalu kita bisa langsung menyelesaikan prosedurnya"Tersirat nada benar-benar sudah tidak sabar.Saat Yudha melihat pesan itu, amarah di dadanya hampir meledak.Wanita ini pergi keluar bermalam bersama pria lain, lalu tidak sabar ingin keluar dari pernikahan ini?Cinta apa? Rasa bersalah apa? Semuanya omong kosong!Setelah Yara tiba di kantor, dia mendengar dua berita besar.Pertama, tim mereka sementara akan dipimpin Melanie sampa