“Wah!” komentar Jonathan terkejut.
Karin lalu bercerita terus terang mengenai perselingkuhan yang dilakukan mantan pacarnya itu. Juga kenyataan bahwa janin yang dikandung wanita selingkuhannya ternyata bukan darah daging Eric.
“Tragis sekali nasib mantan pacarmu itu, Rin. Karena kekhilafan sesaat, akhirnya kehilangan gadis yang dicintainya. Apakah kamu tidak terpikir untuk memaafkan dan kembali padanya?”
“Saya sudah lama memaafkannya, Pak. Tapi untuk kembali menjalin hubungan dengannya sudah nggak mungkin.”
“Kenapa?”
“Saya sudah tidak mempercayainya lagi.”
 
Aku tadi sempat beberapa kali menunjukkan perasaanku padanya. Apakah dia menyadarinya, ya? pikirnya gadis itu kalut. Aduh, padahal aku bukan gadis bau kencur yang baru pertama kali jatuh cinta. Kenapa masih belum mahir menyembunyikan perasaan di depan orang yang kutaksir, ya? batin Karin membodoh-bodohkan dirinya sendiri. “Besok kalau belum ada kabar dari karyawati pengelola apartemen itu sebelum jam dua belas siang, aku akan diajak Pak Jon lagi keliling mencari-cari apartemen lain. Senang, sih. Tapi kalau aku keceplosan lagi gimana, ya?” tanya Karin pada dirinya sendiri. Aduh, bingung aku. Diajak pergi takut sikapku menunjukkan rasa sukaku padanya. Nggak diajak pergi hatiku ingin selalu bersamanya. “Pusing, pusing!” pekik gadis itu seraya memegang kepalanya dan menggeleng-gelengkannya kuat-kuat. &nb
Takutnya nanti di kantor timbul desas-desus yang tak mengenakkan. Sekretaris baru kok setiap hari diajak pergi bersama. Padahal sang bos mau bercerai dari istrinya! “Ah, cueklah,” putusnya acuh tak acuh. “Toh, minggu depan aku sudah nggak ada hubungan dengan kantor ini lagi.” Jonathan lalu menelepon sekretaris yang telah memikat hatinya itu untuk bersiap-siap pergi makan siang. *** “Selamat ya, Pak Jon, akhirnya berhasil menyewa apartemen yang Bapak suka kemarin,” ucap Karin sambil tersenyum manis. Ia dan atasannya sedang menikmati makan siang di sebuah restoran masakan Cina. “Aku juga sudah menghubungi pengacara yang dulu mengurus perceraian Mimin. Namanya Lusia. Tapi chat W
“Sebaiknya semua dokumen itu diberikan bersamaan, Pak. Supaya tidak ada yang tercecer dan mempercepat proses perceraian.” “Baiklah kalau begitu. Saya usahakan dalam minggu ini semuanya sudah lengkap dan saya serahkan pada Ibu. Terima kasih banyak.” “Sama-sama, Pak Jonathan. Silakan menghubungi saya lewat WA sewaktu-waktu kalau ada pertanyaan.” Jonathan mengangguk mengiyakan. Ia lalu bangkit berdiri dan menyalami tangan pengacara cantik namun kelihatan tomboy itu. Ketika ia hampir membalikkan tubuhnya untuk melangkah keluar ruangan, tiba-tiba Lusia bertanya, “Oya, apakah Bapak sering bertemu dengan Mina?” Jonathan terkejut. Ia lalu berpaling pada wanita itu lagi. Dijawabnya pertanya
Sekretarisnya itu menghela napas panjang. Pandangannya masih lurus ke depan. Lalu dia mulai membuka mulutnya, “Besok saya akan mengajukan surat pengunduran diri. Menurut Bapak, apakah kepala HRD bersedia menerima pengunduran diri saya bersamaan dengan Bapak minggu depan?” Jonathan terhenyak. Dia tiba-tiba merasa tak sanggup lagi melanjutkan mengemudi. Pelan-pelan dia membelokkan mobilnya memasuki parkiran sebuah supermarket. “Kita mau ke mana, Pak?” tanya Karin kaget. “Aku butuh tempat parkir, Rin. Supaya bisa konsentrasi bicara denganmu,” jawab laki-laki itu lugas. “Oh,” cetus gadis itu singkat.  
Lalu dituangkannya air panas ke dalam teko pada masing-masing mie instan tersebut. Dia memang rajin merebus air panas di dalam teko elektrik yang disediakan hotel agar sewaktu-waktu dapat langsung digunakan jika membutuhkan.Sambil menunggu kedua mie instannya matang, lelaki itu memeriksa pesan-pesan dalam ponselnya. Tiba-tiba perangkat komunikasinya itu berbunyi. Tertera nama Mimin pada layarnya. “Lho, tumben Mimin nelepon aku di malam hari?” tanyanya pada diri sendiri. Diterimanya telepon sahabat perempuannya yang nyentrik itu dan berkata riang, “Halo, Min. Tumben jam segini nelepon?”Terdengar suara di seberang sana terkekeh geli. Jujur Jonathan bersyukur sekali mempunyai sahabat seperti Mina. Teman SMA-nya itu selalu membuat suasana menjadi ceria. Sejak dulu selalu begitu. Untung kami bisa
“Mau nggak mau harus siap, Min. Aku udah nggak mungkin balikan sama There. Jadi buat apa tetap bekerja di perusahaan itu? Nggak pantaslah.”“Terus kamu mau kerja apa, Jon?”“Belum tahu. Aku belum mikir, sih. Masih menyelesaikan tanggung jawabku dulu di perusahaan-perusahaan itu. By the way, aku udah nemu apartemen yang cocok untuk kutinggali. Udah deal. Tinggal nunggu transaksi di notaris saja.”“Wow, cepat banget milihnya? Apartemen di mana?”“Di atas D-Mall. Jadi praktis kalau mau nge-gym sama cari makan. Aku sama Karin baru melihatnya kemarin dan hari ini deal untuk s
“Jadi begitulah, Pa,” pungkas sang menantu mengakhiri laporannya. “Semua kewajiban saya sudah selesai. Untuk sementara Karin dapat membantu Papa ataupun There kalau ada yang kurang dimengerti.”Dahi Simon berkerut seketika. “Untuk sementara?”Lawan bicaranya mengangguk. “Karin juga mengajukan pengunduran diri. Tapi kepala HRD memintanya untuk bertahan selama tiga bulan ke depan, Pa. Karena departemen HRD masih harus mencari penggantinya terlebih dahulu. Karin tidak keberatan menunggu.”“Kenapa dia mau berhenti juga? Bukankah belum lama bekerja di sini? Dia keponakan Rosa, kan?”“Betul, Pa. Karin kepo
Simon melotot marah. Dibentaknya menantunya dengan kasar, “Apakah kau tidak mendengar ucapan sekretarismu itu barusan? Dia sudah menyebutkan nama orang yang tepat untuk menggantikannya. Sudahlah, aku tak mau mempertahankan orang yang hatinya sudah tidak berada di perusahaan ini. Pergilah kau dengan sekretaris tercintamu itu, Jon. Enyahlah kalian berdua dari kantor ini!” Karin segera pergi meninggalkan tempat itu untuk mencari calon pengganti yang disebutnya tadi di departemen akunting. Sementara Jonathan masih bersitegang dengan ayah mertuanya. “Maafkan Jonathan, Pa. Tapi terus terang Jon tidak mengerti maksud ucapan Papa barusan.” Mata Simon berkilat-kilat marah. Ia berkata garang, “Aku ini sudah banyak makan asam garam kehidupan, Jon. K
"Terima kasih, Min," sahut Jonathan sembari menerima uluran tangan sahabatnya. Suasana mulai diliputi keharuan."Kudoakan Valentina segera memperoleh kesembuhan,Bro," kata Bastian sembari menepuk-nepuk bahu kawan baiknya itu. "Jadi kalian sekeluarga bisa cepat kembali ke negeri ini dan kita bersama-sama mengembangkan kantor ini lagi.""Thanks a lot, Bro."Begitulah ketiga orang itu kemudian saling berpelukan. Hati mereka terenyuh sekali. Mina sampai menitikkan air mata. Dia sangat menyayangi Jonathan layaknya saudara sendiri. Kepergiannya kali ini yang entah sampai kapan membuatnya merasa sangat kehilangan.Keesokkan harinya Bastian dan Mina mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan di kantor. Mereka memesan sejumlah hidangan prasmanan untuk disantap bersama. Jonathan berpidato singkat di hadapan segenap anak buahnya. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja keras mereka
"Aku senang sekali bertemu Karin, Mas. Terima kasih sudah membawanya padaku," ucap Theresia lirih. Seulas senyum bahagia tersungging di bibirnya. Sorot matanya tampak teduh, menenangkan hati Jonathan yang memandanginya."Apa lagi yang kau inginkan, Sayang? Akan berusaha kupenuhi," kata pria itu sepenuh hati. Dirinya benar-benar hendak membahagiakan istrinya ini di sisa-sisa hidupnya.Tangan Theresia menyentuh wajah suaminya. Terasa rambut-rambut kasar di sekeliling mulut laki-laki itu. "Dulu kamu rajin sekali bercukur, Mas. Kenapa sekarang malas?" tanyanya ingin tahu.Jonathan mendesah. Dia memang sudah tak memperhatikan penampilannya lagi semenjak dokter berkata umur istrinya tinggal menunggu waktu. Kesedihan dalam hatinya begitu besar sehingga tak ingin apapun selain menemani Theresia sepanjang waktu. Pekerjaannya pun ditinggalkannya untuk sementara. Untungnya Bastian dan Mina tak keberatan. Mereka memahami sang
"Aku tahu apa saja permintaan Theresia padamu, Karin. Dia ingin kamu menikah denganku sepeninggal dirinya. Lalu kita dan Valentina pergi menyusuri klinik-klinik di Tiongkok sesuai data yang dikumpulkannya. Aku yakin kau takkan sanggup menolaknya. Kondisi istriku yang mengenaskan membuat siapapun yang masih punya hati nurani pasti mengabulkan apapun permintaannya. Aku mengerti jika kamu pun demikian. Tapi jika kau keberatan menjadi istriku, tak usah memaksakan diri. Cukup di depan There saja kau berjanji. Tak perlu kau korbankan masa depanmu demi menikah dengan laki-laki tua seperti diriku." "Cukup!" sela gadis itu seraya menutup mulut Jonathan dengan telapak tangannya. "Aku memang berjanji pada Mbak There. Tapi bukan karena terpaksa. Aku...aku...bersedia melakukannya dengan setulus hati." "Benarkah itu?" tanya laki-laki itu memastikan. Ekspresi wajahnya mulai melembut. Karin mengangguk. "Aku bukan sedang berbahagia
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar dibuka. Karin terperanjat. Di depan pintu muncullah seorang gadis kecil yang... ya, Tuhan. Mirip sekali dengan dirinya semasa kecil! Bedanya anak perempuan itu duduk di atas kursi roda yang didorong ayahnya. Sedangkan si Karin kecil dulu bebas berjalan dan berlarian kemana pun dia suka."Mama, kenapa menangis? Tante ini juga. Apa yang membuat kalian sedih?" tanya anak itu polos. Dia memandang kedua wanita itu bergantian. Tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang besar.Anak ini kritis sekali, puji Karin dalam hati. Dia juga mempunyai empati yang tinggi terhadap orang lain. Dia adalah...anak kandungku!Theresia langsung meminta Jonathan agar menaruh anak mereka di atas ranjang, supaya dekat dengan dirinya dan Karin. Suaminya menyanggupi. Diangkatnya sang putri dari atas kursi roda dan didudukkannya di depan dua wanita tersebut."Valen, kenalkan ini...Mama K
Tak lama kemudian mobilMercedes Benz berwarna hitam itu sampai di depan pintu gerbang berwarna hitam yang berdiri kokoh. Seorang petugas sekuriti mengangguk dan memberi hormat pada Jonathan yang membuka kaca jendela. Tak lama kemudian laki-laki berkumis tebal dan berbadan tegap itu menghubungi seseorang melalui walkie-talkie. Beberapa saat kemudian pintu gerbang terbuka lebar secara otomatis. Mobil Jonathan langsung meluncur masuk ke dalam. Pintu gerbang otomatis menutup kembali. Dada Karin mulai berdebar-debar. Akhirnya aku sampai juga ke rumah ini, batinnya gundah. Untuk bertemu dengan musuh bebuyutanku. Tapi kali ini dia tak bisa bersikap arogan dan sewenang-wenang lagi. Sebaliknya dia justru akan memohon ampun atas dosa-dosanya. Sontak Karin menggigit bibirnya. Tapi...bukankah aku sendiri juga bersalah kepadanya? batinnya pilu. *** "There, lihat siapa yang da
Sang pimpinan yang mengetahui bahwa Karin berasal dari kota buaya menawarinya pertama kali dibandingkan guru-guru lainnya. Gadis itu tak mampu menolak karena merasa sungkan dengan kebaikan dan bimbingan orang itu selama dia bekerja. Akhirnya diterimanya tawaran tersebut dengan berdoa dalam hati semoga dia tidak diusik oleh masa lalunya kembali.Gadis itu berusaha menghibur diri dengan berpikir tak ada salahnya kembali ke kampung halaman. Dia bisa berkumpul kembali dengan Rosa bibinya dan Mina sahabat baiknya. Jonathan dan Theresia selama ini tak pernah terdengar kabarnya. Tak mungkin mereka tiba-tiba datang mengusiknya.Berbulan-bulan dia hidup tenang di kota kelahirannya ini. Kalaupun berjalan-jalan ke mal, tak pernah sekalipun dia kebetulan bertatap muka dengan orang-orang dari masa lalu yang tak ingin ditemuinya kembali. Hidupnya benar-benar tenteram. Pekerjaannya menyenangkan. Sesekali dia berkunjung ke rumah Rosa dan Mina untuk se
Jonathan terperangah. Benar kata Mimin, cetusnya dalam hati. Karin sudah bukan gadis lugu seperti dulu. Penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun telah mengasahnya sedemikian rupa sehingga menjadi seorang wanita dewasa yang tegas dan berkarakter kuat.Sorot mata tajam gadis itu membuat hati Jonathan menciut. Dia menghela napas panjang lalu berkata, "Aku minta maaf sudah mengganggumu, Rin. Seandainya bukan karena terpaksa sekali, aku pun takkan datang menemuimu...."Jonathan menelan ludahnya. Dia merasa tak percaya diri berhadapan dengan gadis yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Pria itu menunduk, tak berani menatap wajah Karin.Rupanya gadis itu tersentuh dengan perkataan mantan kekasihnya. Sikapnya mulai melunak. "Duduklah, Mas," katanya datar. "Ceritakan maksud dan tujuanmu datang kemari."Pria tersebut mengangguk. Dia lalu duduk di salah satu bangku. Sementara itu Karin menarik sal
"Sudahlah, Sayang," hibur Jonathan seraya memeluk istrinya yang histeris. "Tenangkanlah dirimu. Apappun yang terjadi kita akan selalu bersama-sama. Hentikan menghujat Tuhan. Kita sekarang belum tahu apa rencanaNya. Tapi aku yakin, segala sesuatu akan indah pada waktuNya.""Kurang apa aku selama ini, Mas? Apa kesalahanku sehingga aku diberi penyakit mematikan seperti ini? Apa dosaku?" isak wanita itu tak henti-hentinya. Tiba-tiba dia terperangah mendengar perkataannya sendiri. Tangannya sampai menutup mulutnya saking terkejutnya. Ya, Tuhan! jeritnya dalam hati. Inikah hukuman atas dosaku pada Karin?Ingatannya melayang pada gadis yang beberapa tahun lalu diancamnya sampai menangis histeris seperti dirinya saat ini. Karin, gadis yang waktu itu tengah mengandung Valentina, buah cintanya bersama Jonathan."Ini karma akibat dosaku pada Karin, Mas," ucapnya lirih. Dia sudah tidak histeris lagi. Tapi air matanya masih mengucur
Dia lalu duduk di samping istrinya. Diraihnya tangan wanita itu. Diciuminya punggung tangannya dengan penuh kasih sayang."Kita pulang ke Indonesia saja, yuk. Menenangkan diri sejenak sembari mencari-cari informasi lagi tentang pengobatan buat Valentina," ajaknya sembari tersenyum lembut pada Theresia."Kamu capek ya, Mas, bolak-balik Surabaya-Singapore terus?" tanya istrinya seraya mengusap pipi Jonathan mesra."Nggak juga. Udah biasa, kok. Cuma aku menguatirkan kesehatanmu, Sayang. Aku mau mengajakmu berlibur mencari udara segar di pegunungan seperti Batu atau Tretes gitu. Setelah refreshing selama beberapa hari, pikiranmu pasti akan lebih rileks. Tubuh juga menjadi lebih segar. Kamu nggak akan terus-terusan pusing seperti ini. Bagaimana?"Sang istri mengangguk pasrah. Dia lalu bergelayut manja pada pundak suaminya. "Kupikir-pikir aku juga kangen sama rumah kita di Surabaya, Ma