Sungguh, tidak pernah terlintas dibenak Ziya kepergiannya ke kamar Kienan akan membawanya pada kesialannya. Tidak pernah terpikir juga kalau itu hanya akal-akalan Kienan saja untuk menjebaknya.
“Jadi, apa yang akan kalian jelaskan sekarang?” tanya seorang wanita paruh baya dengan alis yang terangkat. Dia adalah Kiara Moreno, Mommy dari Kienan.
Kiara yang akan pergi ke salah satu pusat perbelanjaan, berniat untuk mengajak Ziya. Sebenarnya wanita yang sudah berumur di kepala 5 itu lebih menyukai Ziya daripada Zoya. Terlepas dari kejadian masa lalu, tapi Ziya orangnya apa adanya tidak dibuat-buat meski terlihat ketus. Berbeda dengan Zoya yang lebih lembut tapi dia punya hati yang jahat walaupun sama adiknya sendiri.
Kienan belum juga menjawab pertanyaan Kiara, tapi dia balas bertanya pada Mommy yang sudah geram itu. “Memang Mommy ada perlu apa ke sini?”
“Eh, Kien ... apa Mommy kalau mau ke sini harus punya tujuan dulu hah?
Apa yang dirasa Kienan saat ini tidak terbayangkan sebelumnya. Padahal dia jelas tahu bahwa Ziya sangat-sangat membencinya tapi kenapa gadis itu menyetujuinya. Kienan seakan menutup mata dan telinganya hanya karena mempercayai ucapan Ziya.Beberapa kali menghembuskan napas untuk bisa menghalau pikirannya, pikiran buruk yang mendadak datang. Memikirkan kalau saja Ziya merencanakan sesuatu yang buruk dengan pernikahannya nanti.“Ah, harusnya akau tidak boleh berpikiran buruk, siapa tahu itu hanya kekhawatiran menjelang hari pernikahan saja,” gumam Kienan. Memang Allah yang bisa membolak balik hati manusia, buktinya Kienan yang beberapa menit yang lalu cemas sekarang sudah bisa tersenyum lagi.Arman, sang asisten hanya mengulum senyum saja. Melihat atasannya itu hanya menopang wajah dengan kedua tangan dan menundukkan wajahnya ke bawah. Dia tahu bahwa seseorang yang selama ini dicari telah dia temukan kemungkinan hal itulah alasan kenapa a
Entah bagaimana caranya hingga Kienan bisa mendatangkan, seorang designer terkenal di rumah ini. Hanya untuk mengukur dan memberikan masukan baju kebaya yang terbaik untuk dikenakan Ziya.Buat sebagian orang mungkin tersanjung dengan tindakan itu, namun tidak bukan Ziya. Karena gadis itu hanya menganggap, kalau Kienan tidak mau memberikan Ziya kebebasan di luar rumahnya. Seorang Kienan tidak mau mencari masalah dengan mengajak Ziya keluar rumah, karena posisi Ziya sekarang ini layaknya sebagai seorang tawanan.“Kien ... dapat darimana sih, calon kamu ini cantik banget lho!”Larasati Gunawan, seorang designer yang sudah terkenal dan mempunyai beberapa butik yang tersebar di beberapa kota serta ada juga di beberapa luar negeri.Hubungan Larasati dengan Kienan cukup dekat, mengingat sang Mommy adalah pelangan tetap butik Larasati. Dari seringnya Kienan mengantar sang Mommy di butik tersebut mereka berkenalan. Larasati adalah wanita cantik dan suk
“Kak ...!”Panggil Ziya pada Kienan lembut, pertama kalinya Ziya memanggil dengan sebutan itu. Kienan yang sedang fokus dengan layar laptopnya, buyar seketika. Ruang kerja yang semua orang tidak bisa masuk, namun Ziya memilih nekat karena berhubungan dengan nyawa.“Apa?” balas Kienan dengan lembut juga. Rasanya dia tengah di kelilingi dengan kebahagiaan.Kali ini Ziya mengatakan dengan cepat seraya menatap ke mata Kienan dengan sendu. “Kak, Tegar demam. Tolong bawa ke rumah sakit!”Kienan langsung berdiri dan mendekat ke arah Ziya, namun hal tak terduga yang dilakukan Ziya adalah menarik tangan Kienan dan menepuk-nepuk punggung tangannya seolah memohon.“Tolong ... Tegar ... aku takut dia kenapa-kenapa!” tambah Ziya kali ini dengan mata berkaca-kaca.Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Kienan entah sudah berapa kali memberikan ancaman-ancaman agar Ziya tidak berniat kabur darinya.&ldqu
“Man, siapkan semua berkas yang harus saya tanda tangani dan kirim ke rumah sakit sekarang,” perintah Kienan pada Arman, asistennya.Semalam, Kienan sengaja tidak pulang karena ingin menemani Ziya menjaga Tegar yang harus di rawat. Senyum di bibirnya nampak jelas ketika melihat Ziya yang masih tidur di samping Tegar. Kienan bahkan belum tidur sama sekali karena matanya sulit dipejamkan. Entah rasanya dia takut kalau Ziya akan kabur. Padahal harusnya dia sadar, Ziya tidak bisa melakukan hal itu disaat kondisinya seperti ini.“Selamat pagi?” sapa seorang Dokter tersenyum ramah ketika memasuki ruangan VIP itu. Kienan sengaja memilih ruangan yang private itu untuk membuat Ziya dan Tegar nyaman karena tidak harus bercampur dengan orang lain.“Pagi, Dokter!” balas Kienan berbalas tersenyum ramah juga.“Wah, mamanya mungkin semalam tidak bisa tidur ya?” seloroh Dokter tampan tersebut melihat posisi Ziya yang sedang
“Makanlah, biar aku yang jaga Tegar,” ucap Kienan memberikan 2 kotak nasi yang dia beli di kantin rumah sakit.Ziya tampak malas menerima kotak makanan itu. Sebenarnya Ziya masih tidak bernafsu untuk makan, mengingat Tegar yang masih belum sehat. Tadi sore sudah keluar test darahnya. Tegar yang masih bayi itu di diagnosis terkena deman berdarah. “Ziya ...!” panggil Kienan lembut sambil menyentuh bahunya sebelum meletakkan nasi kotak tadi di nakas.Ziya mendongak menatap Kienan sebentar kemudian kembali menunduk. Dia tahu apa yang akan dilakukan Kienan, karena Ziya sudah meliriknya. Kienan menyendok nasi dan ikan dari kotak makan itu. Menyodorkannya di depan mulut Ziya.“Makanlah, aku suapi ya!”Perlahan Ziya menepis sendok itu dan menimbulkan decakan pada bibirnya. Melihat hal itu Kienan tidak sabar. Ziya yang sudah tidak bertenaga dan pastinya mungkin kelaparan. Semalam tidak makan dan harus menjaga Tegar
“Sudah lama saya mencari kamu, Ziya. Saya mendatangi rumah Zoya yang ternyata dia juga sudah bercerai dengan suaminya,” papar pria yang dulu dia kenal dengan baik sebagai orang kepercayaan keluarganya.“Iya, Pak. Kakak Zoya sudah bercerai.” Ziya membernarnya ucapan mantan pengacara keluarganya, yang bernama Pak Dirman.Sesaat Ziya sadar kalau meninggalkan Tegar makanya tidak bisa berlama-lama. “Maaf. Ada apa ya Bapak mencari saya?”“Ada yang ingin saya jelaskan sama kamu soal surat wasiat, tapi saya tidak bisa bicara di sini. Ah, ini ada kartu nama saya. Hubungi saya kapanpun kamu bisa, tapi secepatnya ya!” Pak Dirman memberikan sebuah kartu nama pada Ziya.Ziya menerima kartu nama tersebut dan langsung memasukkan ke dalam saku celananya meskipun banyak pertanyaan di pikirannya. “Baik, Pak.”“Tapi kalau bisa jangan sama Zoya ya! Karena ini antara saya dan kamu,” tambah Pak Dirm
“Ini permintaan kamu!” Suara tegas dan dingin Kienan. Menyodorkan map berwarna merah di hadapan Ziya.“Apaan?”“Terima, bukalah dan baca ... kalau mau tahu.”Ziya sengaja belum mau menerima map itu. Akhirnya Kienan hanya bisa meletakkan di hadapannya, di depan meja saat ini Ziya duduk.Tatapan mata Ziya seolah enggan bertemu dengan pemilik rumah itu. Mengingat kejadian semalam, yang membuat dia kesal dan marah. Dengan santainya Kienan melabuhkan bibirnya di semua sisi wajahnya. Kalau saja Tegar tidak terbangun mungkin pria itu akan meneruskan aksinya.“Kamu masih marah soal semalam?”Tanpa mau menjawab, sebenarnya Ziya tidak tertarik dengan yang Kienan tunjukan. Ziya lebih tertarik dengan pikirannya sendiri, bagaimana caranya agar dia bisa bertemu dengan Pak Dirman tanpa sepengetahuan Kienan. Kalau meminta waktu untuk keluar pasti tidak akan diijinkan.“Ayo, berpikirlah, Ziya! Mung
Ziya terbangun karena dering suara adzan dari ponselnya. Buru-buru dia raih supaya Tegar tidak terbagun, karena Ziya akan melakukan sholat Subuh dulu. 10 menit kemudian Ziya sudah selesai dengan kewajibannya sebagai umat muslim.Kakinya berjalan mondar-mandir untuk berpikir, mewujudkan rencananya. Dia mulai menuju balkon di luar kamarnya. Berdiri di sana yang menghubungkan dengan pemandangan luar rumah. Pemandangan yang harusnya indah, namun hanya di batas luar saja. Saat memasuki rumahnya, hanya dendam yang ada.Ziya menuju outdoor AC di kamarnya yang kebetulan terletak di samping balkonnya. Entah apa yang dia tarik hingga kabel di sana terlepas. Tak lupa dia menancapkan kembali tetapi dengan tidak benar. Setelah itu dia akan coba menyalakan AC-nya, alhasil suhunya tidak dingin sama sekali. Mungkin yang dia cabut tadi adalah yang membuat menjadi dingin.Senyum mengembang, setelah ini dia akan bilang pada Kienan kalau AC nya tidak dingin dan memanggil tukang AC.
“Ini surat wasiat yang saya bilang sama kamu, Ziya,” Pak Dirman memberikan map berwarna coklat di hadapan Ziya.“Isinya apa, Pak?”“Bukalah dulu, nanti kalau ada yang tidak jelas saya jelaskan!” perintah Pak Dirman.Ziya menoleh ke arah Kienan dan mendapatkan anggukan pelan dari suaminya tersebut. Gadis itu mulai membuka dan membaca dengan detail lalu tiba-tiba menutup mulutnya karena kaget. Kienan yang mulai binggung mengambil alih map tersebut. Setelahnya tersenyum tipis.“Kamu, koq gak kaget, Mas?”“Saya dan Pak Kienan sudah tahu penyebab Pak Zain melakukan itu,” sindir Pak Dirman dengan tersenyum.Ziya menatap aneh pada suaminya itu seakan meminta penjelasan.“Ziya, biar saya jelaskan saja!” ucap Pak Dirman yang langsung mengalihkan atensi Ziya.Lalu Pak Dirman mulai menjelaskan yang seperti dijelaskan suami tadi malam. Ziya mengangguk-anggukan kepalany
Sesuai pembicaraan dengan Kienan, Ziya akan mendatangi tempat mantan pengacara sang Papa. Sekedar ingin mengetahui apa yang belum dia tahu. Kienan sebenarnya akan ikut mengantarkan istrinya itu, namun karena ada meeting yang tidak bisa ditunda akhirnya Ziya batal pergi.“Mas, aku berangkat sendiri bisa koq!” rengek Ziya pada sambungan telepon pada Kienan. Rasa penasaran sudah membuncah begitu tahu suaminya membatalkannya dia sangat kecewa.“Mas, bilang jangan ya jangan. Kamu bandel amat sih!” jawab Kienan dengan sedikit teriak karena Ziya membantah ucapannya.“Mas, ih ... jahat banget sampai bentak-bentak aku. Ya sudah nanti kamu tidur di kamar tamu saja, aku lagi males ketemu kamu!” putus Ziya hendak menutup ponselnya.“Iya, iya deh!” sela Kienan cepat yang membuat Ziya menyungingkan senyum.“Kenapa? Takut ya, tidur sendiri,” cibir Ziya sembari tertawa terbahak.Kienan tidak menjaw
Ternyata tanpa disadari, waktu sudah menjelang Subuh mereka baru menyelesaikan acara mandinya. Yang pada akhirnya tidak tidur karena menunggu sholat Subuh sekalian. Kedua pasangan suami istri itu memanfaatkan waktu yang ada itu untuk mengobrol, duduk di atas ranjang sembari menyandarkan punggungnya.“Mas ...”“Hm.”“Memang sejak kapan kamu tahu kalau Kak Zoya selingkuh?” tanya Ziya tiba-tiba karena dia penasaran akan hal itu.Kienan menghela napas panjang, sebenarnya dia telah menutup masalah itu tapi kalau melihat Ziya seperti itu pasti dia tidak akan berhenti bertanya. Masih bertahan dengan diam membuat Ziya menoleh untuk melihat wajahnya.“Mas, koq gak dijawab sih?” tutur Ziya ketus sambil memalingkan wajahnya menjauh dari Kienan.Kienan memiringkan posisi duduknya agar bisa melihat wajah Ziya yang kesal itu. Sambil tersenyum pria itu berkata. “ Sebenarnya, sudah Mas tutup masalah itu,
Ziya beranjak turun dari atas meja tapi Kienan menahannya. “Hey, mau ke mana?” tanyanya dengan alis mengerut.“Mau bersihin beling itu, Mas.”“Udah, gak usah. Mas saja kamu makan saja,” ucap Kienan seraya menekan bahu Ziya untuk duduk kembali di bangku yang sudah dia siapkan.“Ta-”“Duduk atau kita lanjutan yang tadi di sini sekarang?” ancam Kienan tidak memberi kesempatan Ziya untuk menyelesaikan ucapannya.Ziya menghela napas lalu menuruti ucapan suaminya itu. Mulai menyendokkan nasi dan lauk sedangkan Kienan mulai mencari keberadaan alat kebersihan untuk membersihkan pecahan gelas itu.Kienan pasti tidak akan membiarkan Ziya melakukan pekerjaan itu karena sebentar lagi istrinya itu akan memberi kepuasan padanya. Lelaki itu sampai tersenyum sendiri mengingat kejadian yang sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Terlalu bersemangat ketika mendapatkan lampu hijau dari Ziya.Z
“Masuk, yuk!” ajak Kienan setelah mengurai pelukannya. Ziya memluk lengan suaminya itu mengikuti langkah Kienan untuk masuk dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Namun di sela-sela perjalananya Ziya masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban dari suaminya.“Mas ....”“Hmm.”“Maaf,” ucap Ziya dan menghentikan langkahnya ketika di depan pintu kamar.Kienan terlihat acuh dan tidak membahas permintaan maaf istrinya. “Mas, mandi dulu ya. Nanti bicara lagi,” sahut Kienan sambil menutup mulutnya setelah menguap. Rupanya rasa ngantuknya kembali datang.Sampai di dalam kamar, Kienan langsung masuk ke dalam kamar mandi sedangkan Ziya menuju lemari untuk mengambilkan baju tidur Kienan. Dia sengaja mengambil piyama yang sama dengan dirinya. Senyum mengembang dari bibirnya tidak sabar melihat Kienan mengenakan piyama couple dengannya.Setelah hampir sepuluh menit, pintu kamar mandi
Saat ini Ziya hanya menemani Tegar saja hingga kebosanan menderanya. Namun karena ada Mbak Lastri juga menemaninya, jadi tidak terasa sekali.Sambil menunggui Tegar yang sedang rebahan di lantai beralaskan karpet, Ziya dan Mbak Lastri saling bercerita. Tentang banyak hal. Dari masa kecil Mbak Lastri, kehidupannya di kampung dan sejak bekerja di rumah ini.Sedangkan Kiara sedang ada di luar rumah karena ada pertemuan dengan teman-temannya. Teman yang bagaimana juga Ziya tidak paham.Mbak Lastri mulai bercerita saat Ziya meninggalkan akad nikah waktu itu. Bagaimana perasaan dan semua kesedihan Kiara karena Lastri juga ikut menunggui di rumah sakit, apalagi saat Dokter berkata kalau detak jantung Kienan sempat menghilang. Kiara seperti orang gila yang tidak ingin kehilangan putranya.Seminggu setelah Kienan dinyatakan sehat dan keluar rumah sakit, masalah datang lagi di perusahaannya yang mengakibatkan Kienan harus masuk di ruang ICU lagi. Setahu Lastri masa
Sejak keluar dari rumah pagi-pagi dan memilih kantor untuk sekedar menenangkan dirinya yang sedang berkecambuk dalam kekesalan, Kienan belum juga melakukan apa-apa.Ya, Kienan sengaja berangkat ke kantor di pagi butanya, bahkan belum ada karyawan yang datang. Ketika di depan pintu masuk, seorang security juga terkesiap dengan kedatangan Bos nya yang tidak seperti biasanya. Setelah menyapa dan tersenyum, Arifin-security bersikap sewajarnya padahal dalam hatinya bertanya-tanya apa yang membuat sang Bos datang sepagi ini, jam menunjukkan masih pukul 06.00 dan jam kerja dimulai pukul 08.00.Kienan berjalan menuju ruangannya dengan tersenyum getir. Harusnya dia menikmati malam pengantinnya tapi belum-belum sudah ditolak oleh Ziya. “Mengenaskan!” batinnya sambil terus berjalan melewati pantry.Mendadak lelaki itu berhenti, memandang sebentar ruangan dengan pintu terbuka tersebut. Belum ada orang untuk di mintai tolong tapi dia ingin meminum yang hangat-han
“Nih, buat kamu!”Kienan menyodorkan amplop persegi panjang yang tadi ada di atas kasur, di sebelah taburan bunga.“Ini, apa, Mas?” tanyanya heran dengan alis terangkat.“Mau tahu? Buka dong!”Dengan ragu, Ziya membukanya dan saat matanya melihat isinya. Gadis itu terperangah sambil menutup mulutnya sendiri. Sungguh, ini adalah keinginannya sejak lama tapi belum bisa terwujud. Ini adalah kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.“Gimana, kamu suka?”“Mas, bagaimana aku harus membalas kebaikanmu ... aku tidak bisa membayar semua kebaikanmu!”Kienan tersenyum melihat Ziya bahagia membuatnya juga merasakan lebih kebahagiaannya. Kedua tangannya teralih untuk mengusap wajah Ziya. Menyapu sekilas bibir istrinya itu lalu mulai mendekatkan bibir keduanya sebelum berucap “Tetaplah di sampingku, apapun yang terjadi.”***Ziya terbangun oleh suara alarm di ponse
Ziya termenung, pandangannya hanya lurus ke depan. Memandang jalanan yang semakin ramai karena kondisi jam pulang kerja. Sementara Kienan yang sedang berada di sampingnya, hanya bisa sesekali melirik untuk melihat apa yang dilakukan istrinya itu tanpa mau menegur atau mengajaknya berbicara. Memberikan waktu sejenak untuk Ziya.Setelah drama tangis-tangisan itu, Kienan langsung membawa Ziya keluar, meninggalkan rumah sakit. Mengabaikan semua yang terjadi dan menganggapnya tidak terjadi apa-apa, itulah yang dilakukan suami dari Ziya dan menempatkan itu sebagai mimpi buruk saja.Kienan terhenyak, saat mendapati air mata istrinya itu jatuh di pipinya sedang Ziya sendiri seperti tidak peduli dengan hal itu. “Sayang, sudah ya, Mas jadi khawatir kalau kamu seperti ini.”Ziya menoleh pada Kienan dan menatapnya dengan sendu. Ada banyak yang dia rasa saat ini dan dia sendiri tidak tahu harus melakukan apa. “Mas, aku binggung ... bahkan kalau bisa aku min