“Ziya, aku ada meeting penting pagi ini,” seru Bian membangunkan Ziya yang kembali tidur, padahal sejak Subuh dia sempat bangun tadi.
Ziya terperangah lalu menatap Bian cepat, “Ya sudah berangkat saja,” jawab Ziya sambil mengerutkan kening, binggung sudah terlambat koq masih terlihat santai begitu.
Bian menatap aneh pada Ziya. Kenapa Ziya seolah cuek saja padahal bisanya Ziya yang sedikit manja akan kesal karena Bian meninggalkannya tiba-tiba. Semalam setelah mengatakan tentang kondisi Kienan, tidak terlihat keterkejutan di mata Ziya dan membuat Bian menyimpulkan bahwa Ziya tidak mendengar ucapannya dengan Taka.
Bian kembali melihat perubahan Ziya sekarang, seolah Ziya yang malas menanggapinya.
“Sayang, kamu gak lagi sakit kan? Koq aku merasa dari tadi malam kamu aneh ya, apa ada sesuatu yang aku tidak tahu?” tanya Bian sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Ziya mendongak hanya untuk melihat reaksi a
“Mommy!” desis Ziya seraya tertegun.Secara tidak sengaja tadi di lobi rumah sakit, Kiara melihat seseorang yang sedang menyeret tangan Ziya. Kiara yang hendak menolongnya tidak bisa karena jarak mereka terlalu jauh. Merasa penasaran, akhirnya Kiara mengikuti dan hingga sekarang berhasil menemukan Ziya.Kiara yakin seseorang tadi memang berniat jahat, buktinya sekarang Ziya seperti ketakutan dikejar seseorang. Kienan tidak tahu rencana sang Mommy untuk mengikuti Ziya. Jika tahu pasti pria itu tidak akan setuju karena dia sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Ziya.Kienan yang duduk di bangku belakang, matanya tidak mampu mengalihkan pandangan dari wajah cantik Ziya yang sekarang terlihat dari kaca jendela taxi yang sedang terbuka. Hatinya berdebar kencang, meski bibirnya mengatakan tidak tapi hatinya merasa bahagia bisa melihat orang yang dicintainya ada di depan mata. Bisa saja dia ke luar untuk menghadang taxi tersebut agar Ziya mau masuk dimobil
“Ini,” Kienan memberikan botol susu yang siap minum.Ziya mengambil botol itu sambil mengangguk ragu. Segera dia berikan pada Tegar yang sudah menunggunya dari tadi.“Sabar, sayang!” panggil Ziya pada Tegar karena isapan bayi itu yang terlalu kencang. Ziya takut saja kalau Tegar akan tersedak.“Dia sudah terlalu haus, Ziya!” sahut Kiara tiba-tiba yang memperhatikan dari depan sedangkan Kienan sampai sekarang masih bergeming saja.“Iya, Mom,” jawab Ziya seadanya.“Panggil Nyonya! Sadarilah batasanmu,” ujar Kienan, melirik Ziya dengan tatapan sinis.Refleks Ziya langsung menoleh Kienan yang langsung mengalihkan pandangannya karena tidak mau memandangnya. Ada rasa nyeri di hati Ziya ketika Kienan bicara mengenai batasan. Ziya pernah meninggalkan Kienan harusnya mereka tidak bertemu lagi. Ziya berjanji setelah ini dia tidak akan mengusik Kienan dan Kiara lagi apapun alasannya. Han
“Umi, apa saya bisa tinggal di sini untuk beberapa hari saja bersama Tegar?” tanya Ziya pada Umi Diana. Ucapan Ziya terjeda, lalu kembali bibirnya mulai bergerak. “Selama saya belum punya tempat tinggal.”Wanita bernama Diana itu, alisnya terangkat menjadi tanya baginya. “Kenapa begitu? Kamu dan Tegar bebas di sini selama kamu mau.”Ziya tersenyum ragu, dia pikir wanita itu akan keberatan dengan keberadaannya. Sungguh Ziya juga tidak tahu apa yang membuatnya nyaman sekali di tempat yang baru aja ia singgahi ini. Mungkin karena penghuni di tempat ini statusnya sama dengannya, yatim pistu. Ah, entahlah dia tidak yakin itu. Namun yang jelas di sini tidak ada dendam seperti dalam hatinya.“Tapi saya tidak enak kalau membebani Umi dan pengurus di sini karena kehadiran saya!” kembali Ziya menyampaikan apa yang ada di dalam hatinya.“Kamu lihat!” Umi Diana menunjuk di mana ada beberapa anak sedang berse
Hari ini Ziya akan diajak oleh Umi Diana mengunjungi usaha yang sudah dirintisnya sejak lama, tepatnya sejak masih muda. Butik baju muslimah, semua baju-bajunya dirancang sendiri oleh beliau. Sebenarnya dia tidak punya bakat untuk menjadi desainer, namun karena rasa penasarannya hingga bisa menciptakan baju-baju muslim tersebut.Sebelum hijrah, Umi Diana adalah seorang pengguna baju-baju terbuka dan bisa dikatakan baju yang kurang bahan tapi karena hidayah sekarang penampilannya berubah dratis.Kehidupan Umi Diana dulu adalah seorang yang tidak patut ditiru. Kehidupan malam dan mabuk adalah kesehariannya. Memiliki harta yang berlimpah pemberian orang tuanya membuatnya lalai bahwa seorang muslim harus meninggalkan menjauhi yang dilarang Allah.Sampai kejadian itu menyadarkannya dan harus segera meninggalkannya.Kala itu dirinya yang baru pulang dari club karena sedikit mabuk, ada beberapa pemuda mengodanya. Penampilannya yang terbuka dan kesadarannya tidak
“Mommy Kiara atau Pak Kienan, Pak?” tanya Ziya sopan namun penuh penekanan disetiap kata-katanya.Setelah mengetahui kalau Ziya mengenal salah satu orang yang berada di sana, Umi Diana memutuskan untuk menerimanya. Karena dia berpikir ini adalah rejeki dari Allah dan tidak boleh ditolak.“Maaf, saya tidak berani menjawab, Non Ziya!” sesal pria itu yang sudah mengabdi pada keluarga Moreno sejak bertahun-tahun yang lalu.Ziya mengangguk cepat, seakan mengerti dengan jawaban itu. Siapa lagi kalau bukan Kienan yang akan membuat seseorang tertekan hingga tidak mau jujur seperti itu. Kalau Mommy Kiara tidak seperti itu. “Oke, saya paham. Dan anggap saja Bapak tidak bertemu saya, karena saya juga akan melakukan hal yang sama agar Bapak tidak mendapatkan masalah dari Kienan,” sahut Ziya kemudian, menekankan nama Kienan seolah tahu kalau semua ini ulah pria tersebut.Tatapan aneh langsung terlihat pada pria paruh baya tersebut,
2 bulan kemudian.“Gimana, Ziya sudah siap?” tanya Umi Diana yang melihat Ziya sudah mengemasi barang-barang Tegar ke dalam tas.Ya, hari ini semua penghuni panti akan melakukan kunjungan wisata ke kebun teh. Sekarang usia Tegar sudah 3 bulan, diusia itu Tegar sudah banyak perkembangannya. Sudah bisa ngoceh-ngoceh, sudah bisa tengkurap tetapi terkadang masih kesulitan untuk kembali dan kebiasaan barunya adalah suka memasukkan tangannya ke dalam mulut.Selama ini selain Ziya, Umi Diana juga memberi perhatian lebih pada Tegar. Serta anak-anak panti yang kadang disuruh Ziya untuk menjaga sebentar ketika dirinya harus pergi ke kamar mandi untuk tujuan tertentu.Acara hari ini sebenarnya Ziya tidak ingin ikut, dia lebih nyaman di rumah saja. “Ikutlah, itung-itung refresing. Kamu juga butuh hiburan jangan hanya mengurusi Tegar saja!” itulah ucapan Umi Diana ketika Ziya menolak ajakan wanita cantik tersebut.Semua orang sudah bersi
Bus seketika berhenti karena melihat kejadian di depannya. Dari kejauhan Umi Diana langsung berlari menghampiri, mengendong dan mendekap Tegar. Tidak peduli panasnya aspal wanita itu terduduk di sana. Butuh beberapa detik hingga Ziya sadar, harusnya dia bisa lebih cepat menolong Tegar nyatanya tidak dia lakukan.“Tolong panggilan ambulans,” teriak Umi Diana dengan suara seraknya. Ziya juga sudah sampai di sebelah Umi Diana berniat mengambil Tegar, namun dicegah oleh wanita itu. “Ziya, biar Umi saja, ya?” Pasalnya dia tahu Ziya pasti terguncang dengan kejadian itu takutnya nanti dia tidak akan sanggup melihat keponakannya ini.Benar saja, Ziya tidak berkata-kata hanya terduduk di sebelah Umi Diana, mematung diri tapi pandangannya terus menatap Tegar hingga airmatanya sudah mengucur deras tak tertahankan. Melihat banyaknya darah yang keluar itu, tak berselang lama, pandangannya buram. Tiba-tiba dia ambruk dan semua menjadi gelap.“Ziy
“Kenapa? Benar kan yang aku ucapkan!” tuduh Ziya dengan seringainya.Kienan cukup memberi bentakan tadi, sepertinya kalau dibiarkan Ziya akan semakin kurang ajar padanya. Lebih baik dia pergi dari sana.“Terserah apa pemikiranmu, aku tidak peduli!” jawab Kienan tegas sebelum pergi meninggalkan Ziya yang masih dengan kekesalannya. Dalam situasi seperti ini, dia tidak akan bisa berpikir normal jadi meninggalkannya itu lebih baik.“Andai kamu tahu, apa yang sudah dilakukan Zoya! Apa kamu masih menyalahkanku juga seperti ini, Ziya!” batin Kienan.“Mas, aku belum selesai bicara! Mau ke mana kamu?” teriak Ziya yang tidak ditanggapi Kienan. Pria itu lebih memilih melanjutkan langkahnya menjauh.“Kamu bahkan tidak bisa menjawabnyanya, Mas!” gumam Ziya seketika tubuhnya merosot ke bawah dan wajahnya tertunduk sembari memeluk lututnya. Tangis yang ditahannya tadi pecah dan tampak bahunya berge
“Ini surat wasiat yang saya bilang sama kamu, Ziya,” Pak Dirman memberikan map berwarna coklat di hadapan Ziya.“Isinya apa, Pak?”“Bukalah dulu, nanti kalau ada yang tidak jelas saya jelaskan!” perintah Pak Dirman.Ziya menoleh ke arah Kienan dan mendapatkan anggukan pelan dari suaminya tersebut. Gadis itu mulai membuka dan membaca dengan detail lalu tiba-tiba menutup mulutnya karena kaget. Kienan yang mulai binggung mengambil alih map tersebut. Setelahnya tersenyum tipis.“Kamu, koq gak kaget, Mas?”“Saya dan Pak Kienan sudah tahu penyebab Pak Zain melakukan itu,” sindir Pak Dirman dengan tersenyum.Ziya menatap aneh pada suaminya itu seakan meminta penjelasan.“Ziya, biar saya jelaskan saja!” ucap Pak Dirman yang langsung mengalihkan atensi Ziya.Lalu Pak Dirman mulai menjelaskan yang seperti dijelaskan suami tadi malam. Ziya mengangguk-anggukan kepalany
Sesuai pembicaraan dengan Kienan, Ziya akan mendatangi tempat mantan pengacara sang Papa. Sekedar ingin mengetahui apa yang belum dia tahu. Kienan sebenarnya akan ikut mengantarkan istrinya itu, namun karena ada meeting yang tidak bisa ditunda akhirnya Ziya batal pergi.“Mas, aku berangkat sendiri bisa koq!” rengek Ziya pada sambungan telepon pada Kienan. Rasa penasaran sudah membuncah begitu tahu suaminya membatalkannya dia sangat kecewa.“Mas, bilang jangan ya jangan. Kamu bandel amat sih!” jawab Kienan dengan sedikit teriak karena Ziya membantah ucapannya.“Mas, ih ... jahat banget sampai bentak-bentak aku. Ya sudah nanti kamu tidur di kamar tamu saja, aku lagi males ketemu kamu!” putus Ziya hendak menutup ponselnya.“Iya, iya deh!” sela Kienan cepat yang membuat Ziya menyungingkan senyum.“Kenapa? Takut ya, tidur sendiri,” cibir Ziya sembari tertawa terbahak.Kienan tidak menjaw
Ternyata tanpa disadari, waktu sudah menjelang Subuh mereka baru menyelesaikan acara mandinya. Yang pada akhirnya tidak tidur karena menunggu sholat Subuh sekalian. Kedua pasangan suami istri itu memanfaatkan waktu yang ada itu untuk mengobrol, duduk di atas ranjang sembari menyandarkan punggungnya.“Mas ...”“Hm.”“Memang sejak kapan kamu tahu kalau Kak Zoya selingkuh?” tanya Ziya tiba-tiba karena dia penasaran akan hal itu.Kienan menghela napas panjang, sebenarnya dia telah menutup masalah itu tapi kalau melihat Ziya seperti itu pasti dia tidak akan berhenti bertanya. Masih bertahan dengan diam membuat Ziya menoleh untuk melihat wajahnya.“Mas, koq gak dijawab sih?” tutur Ziya ketus sambil memalingkan wajahnya menjauh dari Kienan.Kienan memiringkan posisi duduknya agar bisa melihat wajah Ziya yang kesal itu. Sambil tersenyum pria itu berkata. “ Sebenarnya, sudah Mas tutup masalah itu,
Ziya beranjak turun dari atas meja tapi Kienan menahannya. “Hey, mau ke mana?” tanyanya dengan alis mengerut.“Mau bersihin beling itu, Mas.”“Udah, gak usah. Mas saja kamu makan saja,” ucap Kienan seraya menekan bahu Ziya untuk duduk kembali di bangku yang sudah dia siapkan.“Ta-”“Duduk atau kita lanjutan yang tadi di sini sekarang?” ancam Kienan tidak memberi kesempatan Ziya untuk menyelesaikan ucapannya.Ziya menghela napas lalu menuruti ucapan suaminya itu. Mulai menyendokkan nasi dan lauk sedangkan Kienan mulai mencari keberadaan alat kebersihan untuk membersihkan pecahan gelas itu.Kienan pasti tidak akan membiarkan Ziya melakukan pekerjaan itu karena sebentar lagi istrinya itu akan memberi kepuasan padanya. Lelaki itu sampai tersenyum sendiri mengingat kejadian yang sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Terlalu bersemangat ketika mendapatkan lampu hijau dari Ziya.Z
“Masuk, yuk!” ajak Kienan setelah mengurai pelukannya. Ziya memluk lengan suaminya itu mengikuti langkah Kienan untuk masuk dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Namun di sela-sela perjalananya Ziya masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban dari suaminya.“Mas ....”“Hmm.”“Maaf,” ucap Ziya dan menghentikan langkahnya ketika di depan pintu kamar.Kienan terlihat acuh dan tidak membahas permintaan maaf istrinya. “Mas, mandi dulu ya. Nanti bicara lagi,” sahut Kienan sambil menutup mulutnya setelah menguap. Rupanya rasa ngantuknya kembali datang.Sampai di dalam kamar, Kienan langsung masuk ke dalam kamar mandi sedangkan Ziya menuju lemari untuk mengambilkan baju tidur Kienan. Dia sengaja mengambil piyama yang sama dengan dirinya. Senyum mengembang dari bibirnya tidak sabar melihat Kienan mengenakan piyama couple dengannya.Setelah hampir sepuluh menit, pintu kamar mandi
Saat ini Ziya hanya menemani Tegar saja hingga kebosanan menderanya. Namun karena ada Mbak Lastri juga menemaninya, jadi tidak terasa sekali.Sambil menunggui Tegar yang sedang rebahan di lantai beralaskan karpet, Ziya dan Mbak Lastri saling bercerita. Tentang banyak hal. Dari masa kecil Mbak Lastri, kehidupannya di kampung dan sejak bekerja di rumah ini.Sedangkan Kiara sedang ada di luar rumah karena ada pertemuan dengan teman-temannya. Teman yang bagaimana juga Ziya tidak paham.Mbak Lastri mulai bercerita saat Ziya meninggalkan akad nikah waktu itu. Bagaimana perasaan dan semua kesedihan Kiara karena Lastri juga ikut menunggui di rumah sakit, apalagi saat Dokter berkata kalau detak jantung Kienan sempat menghilang. Kiara seperti orang gila yang tidak ingin kehilangan putranya.Seminggu setelah Kienan dinyatakan sehat dan keluar rumah sakit, masalah datang lagi di perusahaannya yang mengakibatkan Kienan harus masuk di ruang ICU lagi. Setahu Lastri masa
Sejak keluar dari rumah pagi-pagi dan memilih kantor untuk sekedar menenangkan dirinya yang sedang berkecambuk dalam kekesalan, Kienan belum juga melakukan apa-apa.Ya, Kienan sengaja berangkat ke kantor di pagi butanya, bahkan belum ada karyawan yang datang. Ketika di depan pintu masuk, seorang security juga terkesiap dengan kedatangan Bos nya yang tidak seperti biasanya. Setelah menyapa dan tersenyum, Arifin-security bersikap sewajarnya padahal dalam hatinya bertanya-tanya apa yang membuat sang Bos datang sepagi ini, jam menunjukkan masih pukul 06.00 dan jam kerja dimulai pukul 08.00.Kienan berjalan menuju ruangannya dengan tersenyum getir. Harusnya dia menikmati malam pengantinnya tapi belum-belum sudah ditolak oleh Ziya. “Mengenaskan!” batinnya sambil terus berjalan melewati pantry.Mendadak lelaki itu berhenti, memandang sebentar ruangan dengan pintu terbuka tersebut. Belum ada orang untuk di mintai tolong tapi dia ingin meminum yang hangat-han
“Nih, buat kamu!”Kienan menyodorkan amplop persegi panjang yang tadi ada di atas kasur, di sebelah taburan bunga.“Ini, apa, Mas?” tanyanya heran dengan alis terangkat.“Mau tahu? Buka dong!”Dengan ragu, Ziya membukanya dan saat matanya melihat isinya. Gadis itu terperangah sambil menutup mulutnya sendiri. Sungguh, ini adalah keinginannya sejak lama tapi belum bisa terwujud. Ini adalah kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.“Gimana, kamu suka?”“Mas, bagaimana aku harus membalas kebaikanmu ... aku tidak bisa membayar semua kebaikanmu!”Kienan tersenyum melihat Ziya bahagia membuatnya juga merasakan lebih kebahagiaannya. Kedua tangannya teralih untuk mengusap wajah Ziya. Menyapu sekilas bibir istrinya itu lalu mulai mendekatkan bibir keduanya sebelum berucap “Tetaplah di sampingku, apapun yang terjadi.”***Ziya terbangun oleh suara alarm di ponse
Ziya termenung, pandangannya hanya lurus ke depan. Memandang jalanan yang semakin ramai karena kondisi jam pulang kerja. Sementara Kienan yang sedang berada di sampingnya, hanya bisa sesekali melirik untuk melihat apa yang dilakukan istrinya itu tanpa mau menegur atau mengajaknya berbicara. Memberikan waktu sejenak untuk Ziya.Setelah drama tangis-tangisan itu, Kienan langsung membawa Ziya keluar, meninggalkan rumah sakit. Mengabaikan semua yang terjadi dan menganggapnya tidak terjadi apa-apa, itulah yang dilakukan suami dari Ziya dan menempatkan itu sebagai mimpi buruk saja.Kienan terhenyak, saat mendapati air mata istrinya itu jatuh di pipinya sedang Ziya sendiri seperti tidak peduli dengan hal itu. “Sayang, sudah ya, Mas jadi khawatir kalau kamu seperti ini.”Ziya menoleh pada Kienan dan menatapnya dengan sendu. Ada banyak yang dia rasa saat ini dan dia sendiri tidak tahu harus melakukan apa. “Mas, aku binggung ... bahkan kalau bisa aku min