Beranda / Romansa / Cinta di Kursi Roda / Bab 94: Di Bawah Tekanan Impian

Share

Bab 94: Di Bawah Tekanan Impian

Penulis: Restu Bumi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 10:21:13

Pagi itu, sinar matahari baru saja muncul dari balik cakrawala ketika Raka melangkah masuk ke kantornya dengan semangat yang membara. Wajahnya tampak cerah, bayang-bayang masa depan bersama Laila terus terpatri di benaknya. Pernikahan mereka tinggal menghitung minggu, dan persiapan hampir rampung. Ia hanya perlu menyelesaikan proyek besar di kantor, sebuah tugas terakhir sebelum ia bisa sepenuhnya menikmati momen pernikahan dengan hati yang tenang. Namun, ia tak pernah menyangka bahwa ujian akan datang lebih cepat daripada perkiraannya.

Siang itu, langit mulai mendung, seakan menyiratkan pertanda. Raka baru saja duduk di kursinya ketika panggilan darurat dari manajer proyek masuk ke ponselnya. Dengan nada serius, manajernya memberitahu bahwa ada masalah besar dalam proyek yang selama ini ia pimpin. Sistem baru yang mereka rancang untuk klien utama tiba-tiba menunjukkan malfungsi yang cukup parah. Mereka harus segera mencari solusi, atau proyek itu bisa terancam gagal dan berdampak bur
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 95: Kemenangan di Tengah Badai

    Pagi itu, langit terlihat cerah, seakan turut merayakan keberhasilan Raka yang baru saja menyelesaikan salah satu tantangan terbesarnya. Setelah berminggu-minggu menghadapi masalah yang terasa tiada akhir, akhirnya ia berhasil mengatasi setiap kendala yang membelit proyeknya. Di kantor, suasana terasa berbeda. Rekan-rekan kerjanya menyambutnya dengan senyuman hangat, penuh penghargaan atas dedikasi dan ketekunan yang telah ia tunjukkan.Dengan langkah mantap, Raka menuju ruangan atasannya. Sebenarnya, ada secuil keraguan yang masih mengganjal di hatinya—meski ia sudah melakukan yang terbaik, masih ada ketakutan akan keputusan yang mungkin tidak sejalan dengan ekspektasinya. Namun, wajah Laila kembali muncul dalam benaknya, mengingatkan pada dukungan tulus yang ia berikan malam sebelumnya. Senyum Laila, yang selalu memberikan rasa aman, menguatkan hati Raka untuk percaya bahwa ia telah melakukan semua yang ia bisa.Di ruangan atasannya, Raka disambut dengan anggukan dan senyum puas. “K

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 96: Bisikan Keraguan di Ambang Pernikahan

    Semakin mendekati hari pernikahan, persiapan yang awalnya terasa menggembirakan kini menyisakan ruang kecil di hati Raka yang dipenuhi keraguan. Pagi itu, ia duduk sendiri di balkon, menatap langit yang masih kelabu dengan embun tipis di dedaunan yang berkilau diterpa sinar matahari pagi. Keheningan menyelimuti, namun dalam dadanya ada gelombang kecemasan yang semakin membuncah. Pertanyaan-pertanyaan mulai berbisik di benaknya, mengguncang kepercayaannya pada diri sendiri."Apakah aku akan sanggup menjadi suami yang bisa diandalkan?" tanyanya dalam hati, membiarkan angin pagi menjadi satu-satunya saksi keresahannya.Raka memandang tangannya, merasakan sedikit gemetar yang biasanya tak begitu diperhatikan. Beban pekerjaan yang menumpuk, tuntutan yang terus meningkat, dan persiapan pernikahan yang kian mendekat membuat tubuhnya terasa lebih lelah dari biasanya. Kekhawatiran itu semakin tumbuh seiring waktu; kekhawatiran yang ia pendam dan simpan, takut jika terbuka, ia justru akan membu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 97: Momen Terindah: Menjelang Hari Bahagia

    Hari pernikahan Raka dan Laila semakin dekat, dan rumah mereka telah dipenuhi dengan tawa, canda, dan kehangatan orang-orang terdekat yang datang untuk membantu persiapan. Keluarga, sahabat, dan teman-teman dekat berkumpul, masing-masing memberikan sentuhan kecil mereka untuk memastikan bahwa hari yang istimewa ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi kedua mempelai.Di ruang tamu yang telah didekorasi dengan ornamen-ornamen sederhana namun elegan, Laila duduk bersama ibunya, menyusun bunga-bunga mawar yang akan digunakan untuk dekorasi pernikahan. Setiap kelopak bunga yang dipilih dan dirangkai dengan hati-hati seolah menggambarkan cinta dan pengabdian yang tulus dari seorang ibu kepada putrinya. Pandangan ibunya penuh kasih saat memperhatikan Laila yang tampak larut dalam kegembiraan persiapan pernikahan ini.“Laila, kamu tampak semakin bersinar akhir-akhir ini,” ujar ibunya dengan suara lembut, menatap Laila dengan mata yang berbinar. “Aku bahagia melihatmu menemukan keba

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 98: Terbebani oleh Sempurnanya Harapan

    Hari-hari menjelang pernikahan semakin dekat, dan persiapan pun semakin intens. Bersama Raka, Laila duduk di sebuah kafe elegan, tempat mereka bertemu dengan wedding planner yang telah mereka pilih untuk membantu memastikan segalanya berjalan sempurna. Di depan mereka terhampar dokumen-dokumen, daftar pilihan dekorasi, menu makanan, hingga daftar tamu yang panjang. Laila menatap semua itu dengan pandangan yang perlahan memudar dari semangat, digantikan oleh rasa lelah yang kian menghimpit.Raka menatap Laila dengan penuh perhatian, menangkap perubahan di wajahnya yang tampak letih dan terbebani. Ia mengulurkan tangan, menggenggam jemari Laila dengan lembut. “Laila, kau baik-baik saja?”Laila menghela napas panjang, lalu memaksakan senyum. “Aku baik-baik saja, hanya… mungkin terlalu banyak yang harus dipikirkan. Kadang-kadang aku merasa seperti tenggelam dalam semua rincian ini. Aku ingin semuanya sempurna, tapi di sisi lain, ada banyak hal yang tak bisa kukendalikan. Aku takut, Rak… t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 99: Di Bawah Bayang-bayang Tekanan

    Pagi itu, Raka duduk di meja kerjanya dengan kepala tertunduk, matanya tertuju pada layar komputer yang dipenuhi angka-angka dan laporan yang terus berdatangan. Senyum lembut yang biasa terlihat di wajahnya kini menghilang, tergantikan oleh ekspresi tegang dan cemas. Sejak pagi, ia merasa terperangkap dalam pusaran masalah yang tak ada habisnya. Setiap pesan yang masuk, setiap rapat yang harus dihadiri, dan setiap keputusan yang dituntut untuk segera diambil seperti menambah beban yang menekan pundaknya.Di sela-sela kesibukannya, pikirannya melayang ke momen-momen bersama Laila di taman kecil itu. Ia ingat senyumnya, tenangnya udara sore yang menyelimuti mereka, dan janji mereka untuk menghadapi segala sesuatu bersama. Tetapi kini, janji itu terasa goyah ketika beban di tempat kerja ini mengancam mengguncang ketenangan yang baru saja mereka temukan. Raka menarik napas dalam, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.Namun, beban tanggung jawab ini bukan sesuatu yang bisa ia abaikan.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 100: Bayang-bayang Masa Lalu

    Di pagi yang tenang, Laila dan Raka duduk berdampingan di ruang tamu, di hadapan mereka terdapat tumpukan undangan pernikahan yang siap dikirimkan kepada para kerabat dan sahabat. Keheningan melingkupi ruangan, hanya suara lembut gesekan kertas dan detik jarum jam yang terdengar. Mereka sedang berada di fase akhir dari persiapan pernikahan, dan untuk sesaat, suasana ini memberikan kehangatan yang mengikat hati mereka dalam harapan akan kebahagiaan yang segera tiba.Laila, dengan senyum lembut di wajahnya, membolak-balik daftar nama yang sudah mereka siapkan. Setiap nama terasa membawa kenangan, setiap nama memiliki kisahnya sendiri yang pernah mewarnai hidup mereka. Namun, di balik senyum hangat itu, Raka terlihat agak gelisah. Tangannya menggenggam erat pena di jemarinya, sementara matanya sesekali melirik daftar nama yang terbentang di hadapannya.“Kamu baik-baik saja, Raka?” Laila bertanya lembut, menyadari perubahan kecil di ekspresi wajah tunangannya.Raka terdiam sejenak, seolah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 101: Di Balik Senyum Laila

    Pagi itu, Laila berangkat ke kantor dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya, menyembunyikan kelelahan yang perlahan menggerogoti hatinya. Ia mencoba menata pikirannya agar tetap tenang. Proyek besar yang tengah ia tangani tiba-tiba menghadapi masalah serius. Kritik dari klien datang bertubi-tubi, seakan membebani langkah Laila yang biasanya mantap dan percaya diri. Sebagai seorang pemimpin tim, ia tahu harus kuat dan tetap tegar, tetapi hari-hari penuh tekanan ini mulai membuatnya merasa terjebak dalam pusaran yang tak berujung.Saat tiba di kantor, suasana ruangan terasa tegang. Rekan-rekan kerjanya menatap layar komputer dengan wajah penuh kecemasan, dan beberapa dari mereka saling berbisik dengan nada kekhawatiran. Laila tahu, proyek ini bukan hanya tentang reputasinya, tetapi juga menyangkut seluruh tim yang telah bekerja keras bersamanya selama berbulan-bulan. Pikirannya mulai mengabur oleh rasa bersalah yang perlahan-lahan menghantui. Ia merasa telah mengecewakan semua oran

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 102: Luka yang Kembali Terasa

    Di tengah hiruk-pikuk persiapan yang semakin menuntut perhatian, ada sesuatu yang diam-diam menggulung dalam benak Raka. Ia mencoba menepis perasaan itu, menguburnya di antara lembaran undangan yang belum terkirim, daftar tamu yang terus bertambah, dan keputusan warna dekorasi yang belum selesai. Namun, seiring waktu, rasa sakit itu justru semakin kuat, mengusik ketenangan yang susah payah ia bangun bersama Laila.Raka memegang sisi tubuhnya, tepat di tempat luka lamanya berada. Rasa nyeri itu datang bagai kenangan yang menggores kembali, sebuah ingatan yang tak ia ingin ingat. Luka itu sudah ia lupakan sejak lama—setidaknya, itulah yang ia yakini. Tapi kini, tubuhnya seakan mengingatkan kembali, sebuah peringatan bahwa ia pernah mengalami rasa sakit yang lebih dari sekadar fisik. Ada luka batin yang sepertinya ikut berdenyut bersama rasa nyeri itu.Dengan napas yang berat, Raka meraba daerah yang terasa sakit, mendapati dirinya diliputi kecemasan. Bukan hanya rasa sakit itu yang meri

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20

Bab terbaru

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 107: Hal Bahagia yang Telah Dijanjikan—END

    Pagi itu, matahari terbit dengan keindahan yang seakan dirancang khusus untuk mereka, memberikan pancaran lembut ke seluruh penjuru. Di dalam ruangan yang dipenuhi dengan wangi bunga melati dan mawar, suasana terasa sakral, seolah alam semesta turut memberi restu atas persatuan dua jiwa yang telah melalui perjalanan panjang penuh suka dan duka. Hari ini adalah hari yang telah lama mereka nantikan, hari yang ditetapkan oleh cinta dan keteguhan mereka.Laila berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana namun anggun yang menjuntai hingga ke lantai. Ia memandang dirinya, melihat pantulan wajah yang penuh dengan kebahagiaan dan keteguhan hati. Ada kilatan air mata di sudut matanya, tetapi ia berusaha menahannya, takut merusak riasan yang telah dipersiapkan dengan cermat. Namun, ini bukanlah air mata sedih, melainkan air mata syukur, air mata dari perasaan yang begitu penuh dan meluap-luap di hatinya.Saat pintu diketuk, Laila berbalik, mendapati ayahnya berdiri di sana dengan s

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 106: Refleksi Sebelum Janji Suci

    Malam itu, gemerlap bintang tampak lebih terang, seakan alam semesta turut merayakan keheningan yang menyelimuti hati Laila dan Raka. Mereka duduk terpisah, Laila bersama keluarganya dan sahabat-sahabatnya, sementara Raka menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekatnya. Meski berjarak, hati mereka seakan saling terhubung, seiring pikiran yang merenung tentang perjalanan yang telah mereka tempuh hingga sampai di malam ini.Di kamar yang dihiasi oleh kilau cahaya lilin lembut, Laila duduk bersandar di ranjang sambil menatap gaun pernikahan yang tergantung di sudut ruangan. Gaun putih yang anggun itu seperti simbol murni dari segala harapan yang ia miliki, tentang cinta, tentang kebersamaan, dan tentang kehidupan baru yang akan dimulai besok. Jemarinya menyusuri kain lembut itu, seolah ingin meresapi setiap benang yang tersulam di sana—benang-benang harapan yang telah ia bangun bersama Raka.Sahabat-sahabat Laila duduk di sekitarnya, wajah mereka memancarkan kebahagiaan yang tulus. Mer

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 105: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Pagi itu, udara terasa sejuk, sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, memancarkan cahaya lembut yang menenangkan hati. Laila, yang duduk di teras rumahnya, merasakan kebahagiaan mengalir dalam dadanya. Hari-hari menuju pernikahan begitu dekat, dan setiap saat terasa seperti mimpi yang indah. Namun, di tengah kedamaian pagi itu, ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ketika membuka pesan itu, senyum di wajah Laila perlahan memudar. Pesan dari nomor yang tidak dikenalnya, sebuah pesan singkat namun mengganggu: “Aku tahu masa lalu Raka. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, hubungi aku. Jika tidak, kebahagiaanmu mungkin hanya sementara.” Pesan itu membuatnya terdiam. Ada keanehan dalam kata-katanya, seperti sebuah ancaman tersembunyi, namun juga seperti tawaran untuk membuka tabir yang mungkin selama ini tertutup. Laila menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi perasaannya terlanjur bergejolak. Di hatinya, ia percaya pada Raka. Namun, bisikan ketakutan muncul,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 104: Janji di Tengah Ketidakpastian

    Malam mulai menyelimuti kota dengan kedamaiannya, seolah ikut memahami perjuangan hati sepasang kekasih yang duduk di taman kecil, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Di sana, di bawah rembulan yang memancarkan sinarnya yang lembut, Raka dan Laila saling menatap dengan mata yang penuh tekad. Keputusan yang akan mereka ambil bukanlah hal mudah, namun mereka tahu bahwa cinta mereka mampu menjadi pelita di tengah ketidakpastian.Laila menghela napas dalam, mencoba mengendapkan perasaan yang bergemuruh di dalam hatinya. Meski kecemasan masih terselip, ia merasa keyakinan yang mendalam bahwa cintanya pada Raka tidak goyah. Ia tahu bahwa hidup tak selalu berjalan seperti yang mereka rencanakan, tetapi dalam hatinya, ia percaya bahwa cinta mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi segala rintangan."Raka," ucap Laila dengan suara lembut, memecah kesunyian di antara mereka. "Aku tahu kondisimu mungkin belum stabil, tapi… apakah kamu yakin kita tidak akan menunda pernikahan ini?"Raka tersenyum tipis,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 103: Di Ujung Ketabahan

    Hari itu kembali dipenuhi dengan keheningan yang sarat beban. Raka dan Laila duduk di ruang konsultasi dokter, dan meski kehangatan sinar matahari pagi menembus jendela, suasana di dalam ruangan terasa dingin, sunyi, seperti terkurung di antara dinding ketidakpastian. Laila duduk di samping Raka, menggenggam tangannya erat seolah-olah mengalirkan kekuatan yang tak terlihat. Raka hanya bisa diam, menatap lurus ke depan, mencoba menahan perasaan cemas yang perlahan merambat ke dalam hatinya.Dokter memandang mereka dengan tatapan lembut namun tegas, seolah memahami beratnya kabar yang hendak ia sampaikan. Dengan suara rendah, ia mulai menjelaskan, “Pak Raka, dari hasil pemeriksaan terakhir, kami menemukan bahwa kondisi jaringan di sekitar luka lama Anda memburuk. Hal ini memerlukan perawatan khusus dan waktu pemulihan yang mungkin tidak singkat. Kami perlu memastikan bahwa peradangan tidak menyebar lebih luas, karena itu dapat berdampak serius pada kesehatan Anda.”Kata-kata dokter tera

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 102: Luka yang Kembali Terasa

    Di tengah hiruk-pikuk persiapan yang semakin menuntut perhatian, ada sesuatu yang diam-diam menggulung dalam benak Raka. Ia mencoba menepis perasaan itu, menguburnya di antara lembaran undangan yang belum terkirim, daftar tamu yang terus bertambah, dan keputusan warna dekorasi yang belum selesai. Namun, seiring waktu, rasa sakit itu justru semakin kuat, mengusik ketenangan yang susah payah ia bangun bersama Laila.Raka memegang sisi tubuhnya, tepat di tempat luka lamanya berada. Rasa nyeri itu datang bagai kenangan yang menggores kembali, sebuah ingatan yang tak ia ingin ingat. Luka itu sudah ia lupakan sejak lama—setidaknya, itulah yang ia yakini. Tapi kini, tubuhnya seakan mengingatkan kembali, sebuah peringatan bahwa ia pernah mengalami rasa sakit yang lebih dari sekadar fisik. Ada luka batin yang sepertinya ikut berdenyut bersama rasa nyeri itu.Dengan napas yang berat, Raka meraba daerah yang terasa sakit, mendapati dirinya diliputi kecemasan. Bukan hanya rasa sakit itu yang meri

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 101: Di Balik Senyum Laila

    Pagi itu, Laila berangkat ke kantor dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya, menyembunyikan kelelahan yang perlahan menggerogoti hatinya. Ia mencoba menata pikirannya agar tetap tenang. Proyek besar yang tengah ia tangani tiba-tiba menghadapi masalah serius. Kritik dari klien datang bertubi-tubi, seakan membebani langkah Laila yang biasanya mantap dan percaya diri. Sebagai seorang pemimpin tim, ia tahu harus kuat dan tetap tegar, tetapi hari-hari penuh tekanan ini mulai membuatnya merasa terjebak dalam pusaran yang tak berujung.Saat tiba di kantor, suasana ruangan terasa tegang. Rekan-rekan kerjanya menatap layar komputer dengan wajah penuh kecemasan, dan beberapa dari mereka saling berbisik dengan nada kekhawatiran. Laila tahu, proyek ini bukan hanya tentang reputasinya, tetapi juga menyangkut seluruh tim yang telah bekerja keras bersamanya selama berbulan-bulan. Pikirannya mulai mengabur oleh rasa bersalah yang perlahan-lahan menghantui. Ia merasa telah mengecewakan semua oran

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 100: Bayang-bayang Masa Lalu

    Di pagi yang tenang, Laila dan Raka duduk berdampingan di ruang tamu, di hadapan mereka terdapat tumpukan undangan pernikahan yang siap dikirimkan kepada para kerabat dan sahabat. Keheningan melingkupi ruangan, hanya suara lembut gesekan kertas dan detik jarum jam yang terdengar. Mereka sedang berada di fase akhir dari persiapan pernikahan, dan untuk sesaat, suasana ini memberikan kehangatan yang mengikat hati mereka dalam harapan akan kebahagiaan yang segera tiba.Laila, dengan senyum lembut di wajahnya, membolak-balik daftar nama yang sudah mereka siapkan. Setiap nama terasa membawa kenangan, setiap nama memiliki kisahnya sendiri yang pernah mewarnai hidup mereka. Namun, di balik senyum hangat itu, Raka terlihat agak gelisah. Tangannya menggenggam erat pena di jemarinya, sementara matanya sesekali melirik daftar nama yang terbentang di hadapannya.“Kamu baik-baik saja, Raka?” Laila bertanya lembut, menyadari perubahan kecil di ekspresi wajah tunangannya.Raka terdiam sejenak, seolah

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 99: Di Bawah Bayang-bayang Tekanan

    Pagi itu, Raka duduk di meja kerjanya dengan kepala tertunduk, matanya tertuju pada layar komputer yang dipenuhi angka-angka dan laporan yang terus berdatangan. Senyum lembut yang biasa terlihat di wajahnya kini menghilang, tergantikan oleh ekspresi tegang dan cemas. Sejak pagi, ia merasa terperangkap dalam pusaran masalah yang tak ada habisnya. Setiap pesan yang masuk, setiap rapat yang harus dihadiri, dan setiap keputusan yang dituntut untuk segera diambil seperti menambah beban yang menekan pundaknya.Di sela-sela kesibukannya, pikirannya melayang ke momen-momen bersama Laila di taman kecil itu. Ia ingat senyumnya, tenangnya udara sore yang menyelimuti mereka, dan janji mereka untuk menghadapi segala sesuatu bersama. Tetapi kini, janji itu terasa goyah ketika beban di tempat kerja ini mengancam mengguncang ketenangan yang baru saja mereka temukan. Raka menarik napas dalam, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.Namun, beban tanggung jawab ini bukan sesuatu yang bisa ia abaikan.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status