Angga kehabisan kata-kata. Angga? Siapa orang yang dipanggil Wenny? Siapa yang bernama Angga? Memang benar namanya adalah Angga, tetapi mana boleh Wenny memanggil namanya secara langsung?Angga sebenarnya ingin bicara, tetapi Wenny langsung berbalik dan pergi begitu saja setelah melirik sekilas ke arah kerumunan orang."Pfft." Yuvi tidak tahan dan langsung tertawa. Kemudian, dia melirik Angga sejenak sebelum buru-buru mengejar Wenny. Dia berseru, "Wenny, tunggu aku!"Susan dan Stella sama-sama tercengang. "Pak Angga, barusan Wenny memanggilmu apa? Dia bisa-bisanya memanggil namamu secara langsung? Dia pasti sudah gila!" Kedua wanita itu benar-benar terkejut.Angga hanya diam. Sebenarnya, ini sudah yang kedua kalinya. Dia juga bingung kenapa Wenny berani menyebut namanya secara langsung. Sungguh tidak tahu sopan santun. Apa Wenny tidak paham etika menghormati guru dan orang yang lebih tua?Satu-satunya orang yang boleh memanggil namanya langsung seperti itu hanyalah gurunya sendir
Bu Lisa langsung paham. Dia membalas, "Baguslah. Kalau gitu, Nenek jadi tenang."Wenny senang bukan main. Dia menggandeng lengan Bu Lisa dengan manja, lalu mengajak, "Nek, mumpung sudah keluar rumah, aku ajak Nenek jalan-jalan ya."Bu Lisa tertawa bahagia sambil membalas, "Wah, bagus sekali! Nenek memang paling suka jalan-jalan."....Wenny dan Yuvi membawa Bu Lisa ke jalan raya. Saat itu, mereka melewati sebuah toko boba.Yuvi berkata, "Wenny, kita beli boba yuk. Toko ini baru mengeluarkan varian moci talas buatan tangan. Rasanya enak banget!""Boleh," balas Wenny sambil mengangguk.Tiba-tiba Bu Lisa bertanya, "Wenny, Yuvi, kalian mau minum boba?"Wenny tahu bahwa di keluarga kaya raya seperti Keluarga Jamil, biasanya para orang tua melarang anak-anaknya minum minuman seperti itu. Dia pun buru-buru menjelaskan, "Nek, sebenarnya sesekali minum boba itu nggak membahayakan kesehatan kok ...."Bu Lisa tiba-tiba bertanya, "Bisa belikan Nenek satu? Nenek juga pengen minum."Wenny langsung t
Bu Lisa menatap tulisan besar "Spa Kaki Lucea" di depan toko itu, lalu menyesap bobanya sambil bertanya penasaran, "Wenny, ini tempat apa ya?"Wenny menaikkan alisnya yang rapi, lalu menjawab sambil tersenyum usil, "Orang dewasa nyamannya bukan di cinta, tapi di pijat refleksi. Nenek, Yuvi, aku traktir kalian pijat kaki!"Ketiganya pun masuk ke dalam dengan gaya santai dan penuh percaya diri. Begitu mereka masuk, bos di sana langsung menyambut mereka dengan hangat.Wenny memberi tahu, "Bos, kami pesan tiga terapis pria ya. Tolong pilihkan yang paling tinggi, ganteng, dan yang jadi favorit di sini!"Bos itu membalas sambil tersenyum, "Oke, siap. Mari, silakan ke sini."Sementara itu di restoran ala Franca, Hendro dan Hana sedang menikmati makan malam romantis diiringi cahaya lilin dan musik piano lembut. Tiba-tiba ponsel Hendro bergetar karena ada panggilan masuk. Ternyata itu panggilan dari rumah lama Keluarga Jamil.Hendro langsung mengangkatnya. Suara cemas Pak Yudi terdengar di seb
Bu Lisa memeluk gelas bobanya dan menyesap lagi satu tegukan, lalu berkata dengan puas, "Enak banget."Sambil berkata begitu, Bu Lisa melirik ke arah terapis pria tampan yang sedang memijat kakinya. Dia bertanya, "Kamu umur berapa sekarang?"Terapis itu menjawab, "Aku 18 tahun."Bu Lisa tertawa sebelum merespons, "Pantas saja pria umur 80 tahun masih suka sama yang 18 tahun. Ternyata aku yang sudah umur 80 tahun pun masih suka sama yang umur 18.""Hahaha!" Wenny dan Yuvi langsung tertawa terbahak-bahak. Suasana ruangan dipenuhi tawa ceria tiga wanita yang begitu santai dan bahagia.Sebenarnya, Sutinah sempat ingin masuk untuk mengingatkan Wenny. Namun setelah mendengar obrolan mereka, dia langsung membalikkan badan dan keluar. Sudahlah, setiap orang punya keberuntungannya sendiri. Semoga Wenny bisa menjaga dirinya baik-baik.Hendro berdiri di depan pintu. Urat di pelipisnya sudah terlihat menegang. Dulu, mana pernah dia membayangkan neneknya akan keluar rumah sambil minum boba, bahkan
Memang benar belum diizinkan.Tapi Wenny sangat ingin pergi. Dia coba menarik kembali pergelangan tangannya yang ramping dan putihTapi jari-jari panjang dan kuat milik Hendro mencengkeramnya erat dan menyeretnya pergi begitu saja.Wenny bertanya, "Hendro, apa yang kamu lakukan ... Lepaskan aku! Kamu mau bawa aku ke mana ..."Langkah Hendro besar-besar sehingga Wenny hanya bisa terhuyung saat mengejar dari belakang. Pria itu menariknya keluar dari tempat pijat Spa Kaki Lucea, lalu memaksanya masuk ke dalam mobil mewah Rolls-Royce Phantom miliknya. Setengah jam kemudian, mobil itu berhenti di depan Grup Jamil. Tanpa memberi kesempatan bicara, dia langsung menarik Wenny masuk ke dalam kantor.Malam ini, beberapa staf dari Departemen Teknologi sedang lembur. Saat hendak menyeduh kopi, tiba-tiba mereka melihat Pak Hendro yang terkenal galak itu masuk sambil menarik tangan Wenny yang cantiknya bak bidadari.Rasa kantuk para staf seketika lenyap tanpa jejak. Mereka segera menyapa, "Malam, P
Hendro sendiri bahkan sudah lupa kapan terakhir kali dia berciuman dengannya. Dia hanya tahu bahwa sekarang saat dicium olehnya, seluruh tubuhnya kesemutan seperti dialiri listrik.Pada saat ini, Wenny dengan berani mulai memperdalam ciuman. Dia seperti anak kucing yang iseng menggaruk-garuk ke sana kemari, lalu tiba-tiba mengait dan mengisapnya dengan kuat.Hendro merasa sensasi itu menjalar dari tulang belakang langsung ke otaknya, seolah-olah jiwanya akan tersedot keluar olehnya.Pria itu mulai terengah-engah, sementara tubuhnya yang berat pun sepenuhnya menekan tubuh Wenny. Sungguh menyebalkan, tubuhnya sepertinya mengingat sensasi yang diberikan wanita ini.Hendro tidak pernah menyentuh Hana. Di usianya sekarang, secara fisik sebenarnya dia juga membutuhkan keintiman. Hanya saja karena sifatnya memang cenderung dingin dan cuek, selama ini dia tidak pernah merasa perlu.Akan tetapi sejak bertemu dengan Wenny, terutama pada malam hujan deras disertai petir itu, wanita itu pernah "m
Ternyata, kelima set soal ujian itu sudah dikerjakan semua. Hendro langsung mengambilnya dan memeriksa dengan cepat. Tulisan tangan Wenny yang rapi memenuhi kertas dan semua jawabannya benar. Gimana mungkin?Hendro merasa ini sungguh tidak masuk akal. Dia menyelesaikan lima set soal dalam satu jam dan bahkan benar semua? Bagaimana bisa?Dengan penuh kecurigaan, Hendro menatap Wenny yang masih tertidur lelap lalu memanggil, "Sutinah."Tak lama kemudian, pintu kantor terbuka. Sutinah masuk sambil bertanya, "Pak Hendro, ada yang bisa aku bantu?"Suara Hendro dingin dan tajam ketika berucap, "Sutinah, aku nggak sangka kamu berani melakukan hal seperti ini di depan mataku!"Sutinah terlihat kebingungan. Dia akhirnya bertanya, "Pak Hendro, apa yang kulakukan?"Hendro melemparkan tumpukan soal itu ke atas meja, lalu memarahi, "Kamu bisa-bisanya diam-diam kasih jawaban ke Wenny untuk disalin!"Sutinah kehabisan kata-kata. ‘Anda salah paham! Aku nggak gitu!’ Namun, Hendro tidak tertarik unt
Hanya saja, Hendro memang harus bangun sekarang. Dengan hati-hati, dia menarik kembali lengannya dan turun dari ranjang.Hendro masuk ke kamar mandi dan mandi menggunakan air dingin. Setelah itu dia mengenakan kemeja hitam dan celana bahan hitam, lalu keluar menuju ruang kantornya.Begitu sampai, Hendro langsung tertegun. Sebab di kantornya, sudah ada satu sosok wanita anggun dan cantik. Hana ternyata sudah datang.Hana menoleh ke arahnya. Dia mengangkat sudut bibir merahnya, lalu berucap, "Hendro, jangan bilang kamu baru bangun tidur?"Sekarang, sudah pukul 8 pagi dan Hana sendiri sudah sampai. Dia belum pernah melihat Hendro bangun begitu telat sebelumnya. Hendro sendiri sempat terdiam. Dia tidak menyangka bahwa Hana akan datang sepagi ini.Pada saat yang sama, Sutinah masuk terburu-buru sambil menjelaskan, "Pak Hendro, tadi aku pergi ke Departemen Pemasaran sebentar. Aku nggak tahu kalau Nona Hana datang ..."Sutinah tahu bahwa tadi malam Hendro dan Wenny tidur bersama di ruang is
Kemeja dan celana formal Hendro telah diduduki oleh Wenny, alhasil pakaiannya menjadi agak kusut. Namun lantaran berada di bar, justru memberikan kesan liar dan tidak terkendali.Hendro tidak memberi jawaban, dia tidak mengatakan dirinya lebih menyukai yang mana, dia hanya mengambil sebotol alkohol dan mulai meneguknya.Mona merasa marah hingga hampir kehilangan kewarasannya. Entah dari mana asal cewek cantik itu, begitu dia menampakkan diri, Mona pun langsung dilupakan orang-orang, dianggap sebagai udara saja.Selama beberapa saat ini, Mona telah terbiasa jadi selebritas yang dikerumuni banyak orang. Sekarang wanita cantik itu seolah-olah telah mengembalikan Mona ke posisi semula. Dia sangat tidak suka perasaan seperti ini.Mona segera duduk kembali ke sisi Hendro. “Pak Hendro, aku ….”Sebelum menunggu Mona menyelesaikan omongannya, Hendro meletakkan botol alkohol kosong di atas meja, langsung berdiri dan meninggalkan tempat.Hendro telah pergi.Dia meninggalkan Mona sendirian di sini
Kedua mata indah Wenny duluan melihat ke sisi Mona. “Nona yang satu ini, bisa nggak kamu minggir sebentar? Kamu sudah ganggu aku untuk tari sensual dengan Pak Hendro.”Wenny melakukan provokasi dengan terang-terangan, langsung menyuruh Mona untuk minggir.Mona merasa marah hingga mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin minggir.Hanya saja, pada saat ini, anak orang kaya di samping mulai bersorak, “Nona Mona, ayo minggir.”Mona memelototi Wenny sekilas, lalu meminggirkan tubuhnya dengan tidak bersedia.Wenny diam-diam tersenyum sinis. Dia sudah tahu sifat asli Mona. Inilah pembalasannya!Pembalasan Wenny baru saja dimulai!Wenny melihat ke sisi Hendro. Meski Hendro terus menatapnya, dia juga tidak merasa takut. Bibir delima Wenny melengkung ke atas, langsung melebarkan kedua kakinya di bawah tatapan Hendro, kemudian dengan berani langsung memanjat ke atas tubuh Hendro, duduk di atas pinggang kokohnya.Wah.Semua orang di dalam bar langsung bersorak.“Cewek cantik, kamu itu orang pertama
Begitu wanita itu keluar, orang-orang di bawah pentas langsung menjadi ricuh.Pada saat ini, musik berbunyi. Orang di atas pentas langsung menari mengikuti irama musik.Dengan satu lompatan, tubuhnya yang lentur bagai ular itu melilit tiang, dia berputar dan melompat.Tubuhnya yang lentur seperti ranting willow dengan mudah membentuk berbagai pose, menciptakan efek visual yang memukau dan memicu teriakan histeris dari para penonton di bawah pentas.Seorang anak orang kaya yang duduk di tempat duduk VIP menarik lengan Alex dengan penuh semangat. “Tuan Alex, sejak kapan barmu kedatangan cewek cantik seperti ini? Kamu nggak asik banget, kenapa nggak beri tahu kami?”Alex menatap sosok di atas pentas dengan bingung. Dia sendiri juga terkejut. Dengan penampilan seperti itu, wanita secantik ini jelas bisa jadi bintang utama di tempat hiburan seperti bar ini. Kenapa dia belum pernah melihatnya sebelumnya?Siapa cewek cantik ini?Pada saat ini, tangan Hendro yang memegang botol alkohol tertegu
Hendro memiringkan tatapannya melihat ke sisi Mona.Sekarang Mona menekan tangan Hendro, dia sudah bisa merasakan tulang-tulangnya yang tegas dan indah. Selain itu, Mona juga menyentuh jam tangan mewah di pergelangan tangan Hendro yang kokoh, dingin, dan mewah, seperti dirinya, membuat orang enggan menyentuh, tapi juga ingin menyentuhnya.Wajah mungil Mona yang polos itu merona. “Pak Hendro, malam itu … aku melakukannya dengan keinginanku sendiri. Malam itu juga adalah … pertama kaliku. Apa kamu masih ingat dengan malam kita?”Alex merasa ada yang aneh dengan situasi ini. Dia berkata, “Kak Hendro ….”Hanya saja, anak orang kaya di sampingnya menekannya, lalu merendahkan nada bicaranya untuk mengingatkan, “Tuan Alex, aku rasa ada sesuatu antara Pak Hendro dengan wanita cantik ini. Siapa yang disayang Pak Hendro, dialah yang bakal jadi kakak iparmu.”Alex tidak beranggapan seperti itu. Dia hanya mengakui Hana sebagai kakak iparnya.Hendro menatap sosok Mona yang malu dan imut itu. Sebena
“Pak Hendro, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu ….”“Nggak ada waktu,” tolak Hendro dengan mentah-mentah, “Kalau ada apa-apa, kamu bisa cari sekretarisku. Antre untuk bikin janji.”Usai berbicara, Hendro langsung memutuskan panggilan.Tut, tut. Terdengar suara sibuk dari ujung telepon.Demi Fany, Wenny terpaksa pergi cari Hendro. “Pak Jimmy, kamu tunggu kabar dariku.”…Wenny pun pergi ke Taman Baloi. Pelayan wanita membuka pintu. “Nyonya.”“Apa Hendro di rumah? Kamu lapor sama dia, aku mau ketemu dia.”“Baik, Nyonya. Kamu tunggu sebentar.”Wenny berdiri menunggu di luar. Tidak lama kemudian, pelayan wanita kembali. “Nyonya, Pak Hendro ada di ruang kerja, tapi kata Pak Hendro, dia nggak mau ketemu Nyonya.”Hendro tidak ingin bertemu dengannya.Wenny berkata, “Kalau gitu, aku akan berdiri tunggu di sini. Aku akan tunggu sampai dia bersedia ketemu sama aku.”Pada saat ini, sebuah mobil van mewah berhenti. Mona menuruni mobil dengan sepatu kristal hak tingginya.Mona melihat Wenny dan
Wenny melangkahkan kakinya hendak berjalan ke depan.Hanya saja, pada saat ini, terdengar suara dering ponsel. Pengacara Jimmy sedang meneleponnya.“Halo, Nona Wenny, ada sedikit masalah di kantor polisi. Kamu segera kemari!”Hati Wenny langsung berdetak kencang. Apa yang terjadi dengan Fany?Wenny langsung membalikkan tubuhnya dan berlari pergi.…Saat Wenny bergegas ke kantor polisi, Jimmy segera menghampirinya. “Nona Wenny.”“Ada apa dengan Fany?”Suara Wenny berhenti karena dia melihat sesosok bayangan tubuh yang familier baginya. Mona telah datang.Hari ini Mona juga mengenakan pakaian bermerek. Selebritas terkenal keluar dengan membawa sekelompok orang. Hari ini bertambah lagi dua orang pengacara di belakangnya.Mona berjalan ke hadapan Wenny, lalu berkata dengan tersenyum, “Wenny, dengar-dengar kamu datang buat jamin Fany. Jangan harap kamu bisa jamin dia. Sahabat baikmu akan tinggal di dalam sana selamanya. Dia nggak akan keluar lagi untuk selamanya.”Jimmy berkata dengan suara
“Cukup! Jangan bicara lagi!” sela Wenny. Dia tidak ingin mendengarnya.Sedikit pun Wenny tidak ingin mendengarnya.Hendro tersenyum dingin. Dia malah ingin Wenny mendengarnya. Dia ingin Wenny ingat semua itu karena Wenny yang menolaknya.Wenny menolaknya, jadi Hendro pun memberikannya pada teman kampusnya!Hendro melepaskan Wenny, lalu berkata dengan suara dingin, “Oke, kalau mau cerai, kita cerai saja. Kita cerai saja besok. Kalau bukan karena Nenek, sudah lama aku ingin campakkan kamu dari status istriku. Ada begitu banyak wanita antre di luar sana!”Hati Wenny terasa sangat sakit. Dia mengepal jari tangan putihnya, lalu berkata dengan mata merah, “Kalau gitu, kita ketemu di kantor catatan sipil jam sembilan pagi besok.”Usai berbicara, Wenny langsung meninggalkan tempat tanpa menoleh sama sekali.Hendro melirik bayangan tubuh langsing Wenny dengan raut dingin. Kalau gitu, cerai saja.Hendro memang ingin putus hubungan dengannya.Pernikahannya dengan Wenny memang sudah seharusnya ber
Wajah tampan Hendro langsung berubah dingin. Dia masih ingat masalah Wenny mengonsumsi pil kontrasepsi demi Steve. Selama ini, dia tidak menghubungi Wenny karena ingin menjauh dari Wenny dan memutuskan hubungan. Namun, hari ini Wenny berinisiatif untuk makan di rumah lama. Hendro mengira dia ingin melembutkan sikapnya, alhasil apa yang dia katakan? Dia berkata, Hendro, aku mau cerai sama kamu.Dia bahkan berkata, sehari pun dia tidak bisa menunggu lagi.Apa Wenny merasa Hendro terlalu baik padanya?Hendro menatap Wenny dengan tatapan dingin. Dia mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Wenny. “Wenny, apa malam ini kamu pulang buat pancing emosiku ya?”Wenny spontan mencampakkan tangan Hendro. “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!”‘Apa katanya?’Wenny menengadah wajah kecilnya untuk bertatapan dengan tatapan dingin Hendro, lalu berkata dengan tegas, “Hendro, kamu benar-benar kotor!”Saking kotornya, Wenny tidak sanggup untuk menerimanya.Urat hijau di kening Hendro mulai menonjo
Hendro melirik Mona yang berada di sisinya sekilas. “Turun.”Hendro menyuruh Mona untuk menuruni mobil.Dia hendak meninggalkan Mona di tengah jalan.Begitu Mona menuruni mobil, mobil mewah langsung melaju pergi, meninggalkan asap knalpot mobil di wajahnya.Mona merasa marah hingga mengentakkan kakinya.…Wenny sudah tiba di rumah lama Keluarga Jamil. Dia sedang duduk di ruang tamu sembari menemani Bu Lisa mengobrol.Tidak lama kemudian, pintu rumah lama terbuka. Angin dingin di luar sana membaluti tubuh anggun dan tegak yang berjalan ke dalam rumah. Hendro telah pulang. Pelayan wanita menyapa dengan hormat, “Tuan.”Hendro mengganti sepatunya di depan rak, lalu melangkah ke dalam ruang tamu. Dia pun melihat Wenny.Setelah di UKS waktu itu, mereka berdua tidak bertemu lagi. Wenny semakin kurus dan lemah saja. Wajah mungilnya yang secantik dewi, kini terlihat semakin dingin dan anggun.Wenny baru saja keluar dari kampus. Dia masih mengenakan seragam kuliahnya dengan kemeja putih, rok ko