“KAMU AKAN MERASAKAN PENDERITAAN!”Bisma terbangun dari tidurnya, tepat setelah sosok yang Bisma yakini Raya mengucapkan kalimat tersebut. Entah sudah yang keberapa kali. Namun, akhir-akhir ini Bisma kerap bermimpi buruk.“Kenapa Lo selalu datang di mimpi gue, Ra?” tanya Bisma yang merasa lemas, dia akhirnya memutuskan untuk ke kamar mandi. Sekedar untuk membasuh muka, dan setelah itu dia memilih untuk keluar menuju balkon kamarnya.“Kita udha putus hubungan, dan Lo yang memilih untuk akhiri hidup Lo. Seharusnya Lo jangan ganggu hidup gue.” Bisma mengacak rambutnya, setelah itu dia mengambil rokok dan menyalakan nya.Huft.Kepulan asap mulai berterbangan, berpencar dan menyatu dengan dinginnya malam, seiringan dengan Bisma yang terus-menerus mengisap rokok.“Gue gak bakal percaya sama omongan Lo, penderitaan. Hidup gue selama ini juga sudah menderita.”Bisma memilih tidak percaya dengan sumpah yang Raya ucapkan, tentang dirinya yang akan merasakan penderitaan. Namun, ada satu hal yang
Hari ini, semua siswa-siswi SMA Bintang berkumpul di lapangan utama. Upacara serah terima jabatan dari pengurus OSIS baru dan lama sedang berlangsung.Dan sekarang, tiba saatnya mandat dari Ketua OSIS sebelumnya. Maudi naik keatas podium, memberikan sambutan dan pesan-pesan kepada jajaran baru yang akan bertugas.“Ganteng banget!” teriak salah satu teman yang ada di sebelah Melati. Gadis itu hanya tersenyum simpul, tidaklah mereka menyadari bahwa Maudi sebenarnya lebih tampan dari pada Bintang Sekolah yang selalu mereka agung-agung kan.Setelah lima menit, Maudi menuruni podium dan digantikan dengan sambutan dari ketua OSIS yang baru. Melati pun segera keluar dari barisan, mencari sosok yang baru saja meninggalkan lapangan.“Perasaan tadi kesini!” Melati berjongkok, sambil memijat kakinya yang pegal. Efek terlalu lama berdiri saat upacara tadi.“Kamu nyari aku, Mel?”Sebuah suara mengagetkan Melati, bagaimana bisa lelaki itu ada dibelakangnya sekarang. Gadis itu pun menoleh, menatap k
“Sial!” Bisma memukul kemudi mobilnya saat telah membuka pesan dari Sinta. Kenapa dia malah mengabaikan pesan penting ini dari tadi, padahal Bisma bisa langsung menghampiri orang yang di foto tersebut saat itu juga.Tepat pulang sekolah, Bisma menunggu-nunggu Melati. Dia ingin menanyakan kejelasan hubungan antara keduanya, dia masih belum ikhlas untuk melepas Melati begitu saja.“Hai, Bis! Gimana? Udah lihat foto dari aku,” tanya Sinta. Dia menghampiri Bisma yang saat itu sedang menyandarkan atau tangannya diatas jendela mobil. Gadis itu sedikit mencolek dagu Bisma. Yang memang, kaca mobilnya dibiarkan terbuka.“Apaan sih, Lo!” Bisma menyingkirkan tangan Sinta yang mulai berani membelai wajahnya.“Gimana rasanya diacuhkan?” tanya Sinta setengah mengejek.“Itu yang Gue rasain, saat Lo abai sama Gue!”“Berisik!” hardik Bisma.“Uw! Buy the way … gue udah sebarin foto itu sama temen sekelas gue.” Sinta berkacak pinggang.“Lo tahu kan, dalam waktu singkat foto itu bakal menyebar.”Bisma me
“Jadi, kapan kamu mau cerita?” tanya Raka.“A–ku, A—”“Apa Bisma pelakunya?” tanya Raka hati-hati, dan saat itu juga laju mobil melambat.Melati terdiam, bagaimana tebakan Raka bisa benar.“Ok!” Raka menepikan mobilnya di pinggir jalan.“Sebagai paman, aku janji gak bakal cerita ke Kak Dewi atau Kak Anton.” Seolah mengerti Raka memberikan kejelasan sebagai balasan dari pertanyaan yang diajukan.“Sebagai sesama anak basket. Tentu, kabar tentang kami akan bertukar seiring dengan persaingan yang terus berlanjut.” Raka mulai membuka obrolan.“Termasuk Bisma, Aku sudah tahu semua tentang dia.”Melati menatap ke arah Raka, benarkah?“Dulu, pacar dia dimana-mana, bahkan di SMA Angkasa juga ada. Minuman Keras adalah teman nongkrong dia, Rokok apalagi, tinggal satu yang belum di dengar dari dia.” Raka menghentikan ucapannya, membuat Melati ingin bertanya.“Apa dia pecandu bukan. Kamu ngerti kan?”Melati mengangguk, didepannya Bisma terlihat seperti bukan pecandu obat-obatan terlarang. Hanya sa
Hari demi hari berlalu, tidak terasa sudah Satu Minggu para siswa-siswi SMA Bintang melaksanakan ujian semester 1. Kini mereka masuk sekolah hanya sekedar mengisi kekosongan, sembari menunggu penilaian selesai.Para Siswa pun menghabiskan waktu dengan berbagai perlombaan yang diadakan para pengurus OSIS. Tetapi, bagi Melati semua itu tidak menarik. Gadis itu memilih menghabiskan waktu kosongnya di perpustakaan, berharap bisa bertemu dengan Maudi, sekedar untuk berbagi kisah sebelum mereka benar-benar berpisah.“Kenapa akhir-akhir ini aku jarang melihat Kak Maudi, ya?” tanya Melati kepada dirinya sendiri. Selama masa ujian, Maudi seperti menghindar, dia datang bertepatan dengan waktu dimulainya ujian, lalu pulang setelah selesai.Apa Maudi merasa dirugikan gara-gara foto yang disebabkan oleh Sinta? Setidaknya, itulah yang Mati pikirkan saat ini. Gadis itu pun sedari tadi hanya membuka-buka halaman demi halaman saja, tanpa membaca isi buku dengan teliti.Keesokan harinya, Melati kembali
“Kita perlu bicara dulu, Tante.” Maudi meminta izin untuk membawa Malati keluar sebentar. Dan diiyakan oleh Fatmawati.“Kenapa kamu gak jujur soal ini?” tanya Melati. Apa Maudi lupa, Melati tidak bisa bertemu dengan Bisma secepat ini.“Maaf!”Maudi menunduk, dia menatap Melati lagi, “Bisma butuh kamu.”“Maksud kamu apa?”“Dia kecelakaan dia Minggu yang lalu, tepat beberapa hari sebelum ujian dimulai.”“Lalu apa hubungannya sama aku?”“Selama koma, hanya nama kamu yang dia panggil, Mel. Alam bawah sadarnya memanggil kamu, sebagai orang yang bisa membawa Bisma kembali.”“Ngaco!” Melati berlalu pergi.Dasar, Melati kira pemuda di depannya akan mengajaknya jalan-jalan. Tapi, dia malah meminta Melati untuk kembali menemui Lelaki yang paling tidak ingin Melati temui lagi.“Mel!” Maudi mengejar Melati yang hampir menuju lift. Dia menatap perempuan di depannya dengan penuh harap.“Aku gak bisa ketemu dia!” tolak Melati. Maudi pun tidak bisa berbuat apa-apa.“Aku antar kamu pulang,” ujarnya sa
“Aku turun dulu, makasih sudah nganterin aku,” pamit Melati, saat mobil Maudi sudah berada di depan halaman rumahnya. Tanpa menunggu jawaban Maudi, gadis itu langsung keluar dan beranjak.Sedangkan Maudi tidak banyak bicara, dia ikut menyusul Melati turun dan menghampiri Anton yang sudah menunggu diteras. Hari ini adalah hari Sabtu dan Anton tidak sedang bekerja.“Selamat siang, Om!” sapa Maudi. Refleks membuat Melati mengurungkan niatnya untuk memasuki rumah.Anton hanya mengangguk dan tetap menerima uluran tangan Maudi untuk menyalaminya. “Silahkan duduk!”Melati Yang mihay itu semua buru-buru memasuki rumah, dan berniat mendengar pembicaraan mereka dari dekat jendela yang terhubung dengan ruang tengah.“Sebelumnya saya mohon maaf sama, Om. Karena, saya lancang membawa Melati untuk pergi bersama saya.”Anton hanya menyimak, menunggu pemuda di depannya selesai berbicara.“Saya membawa Melati untuk menjenguk saudara saya yang sedang sakit akibat kecelakaan, keluarganya meminta saya unt
Keesokan harinya, Maudi telah menjemput Melati tepat pukul 10 pagi. Setelah pamit kepada Anton dan Dewi. Keduanya memutuskan untuk segera pergi.Selama perjalanan, kebisuan lebih mendominasi. Tidak ada lagi kehangatan yang selalu mereka idam-idamkan.“Ayo!” Maudi mengajak Melati untuk segera turun saat mereka telah sampai di Rumah Sakit. Keduanya pun langsung menuju ruangan dimana Bisma dirawat.“AKU SUDAH BILANG, JANGAN MANJAKAN DIA!”Maudi dan Melati mengurung niat mereka untuk memasuki ruang rawat Bisma. Di dalam seperti ada dua orang yang sedang bertikai.“Aku memanjakannya, itu karena kamu. Karena kamu yang selalu mengabaikannya.”Melati bisa mendengar jelas, bahwa suara kedua yang dia dengar adalah teriakan dari Fatmawati.“Aku abai kepadanya. Karena dia telah menghilangkan nyawa anak kesayanganku.”“Kamu? Dia bukan anakmu!”“Dia anakku! Dia menuruni sifatku yang tegas, rajin dan disiplin. Tidak seperti anak Badung itu, kerjaannya hanya buat onar setiap hari.”“Berhenti memojokk
“Lo pernah sadar gak sih. Gak seharusnya kita berdua hadir dikehidupan Melati. Yang berujung membawa dia ke penderitaan.”“Maksud Lo?”Maudi memejamkan matanya, “dia masuk Rumah Sakit lagi hari ini.”“Apa yang terjadi?” Bisma menoleh ke arah Maudi.“Sinta, dia bully Melati hari ini sama Geng nya saat dia ambil berkas-berkas kepindahan.”Bisma mengepalkan tangannya, “cewek itu!”“Dan yang lebih parah lagi, Doni ada diantara mereka! Dia melakukan kekerasan yang berlebihan sama Melati.”“Doni?” tanya Bisma tidak percaya.“Ya! Doni, dia suka sama Melati.” Maudi terkekeh, “bukan hanya kita yang suka dia.”“Lalu, kenapa dia melakukan kekerasan?”“Entahlah! Dia bilang kalau selama ini dia gak suka sama Lo. Jadi, begitu dia tahu Melati adalah perempuan yang bisa buat Lo jatuh cinta dengan tulus. Dia ingin balas dendam lewat Melati, bahkan dia tadi hampir ngelecehin Melati.”Bisma membulat
“Lit, aku pulang dulu, ya,” pamit Maudi kepada Lita yang sedang berjaga.Lita tampak bimbang, tidak mungkin ia menghadapi keluarga Melati sendirian.“Ada sesuatu yang harus aku urus, setelah keluarga Melati datang. Kamu bisa pulang.”Seolah paham dengan apa yang terjadi, Maudi pun menambahkan. “BIlang yang sebenarnya terjadi. Katakan juga, aku akan kesini lagi nanti sekitar jam delapan,” jelasnya, sambil melirik ke jam tangan yang sudah menunjukan pukul enam sore lebih.Lita mengangguk, pemuda dihadapannya terlihat sudah sangat kelelahan. Sedari tadi Maudi yang sibuk mengurus administrasi dan juga sibuk meyakinkan pihak keamanan sekolah agar mau menahan para pelaku.“Jaga Melati, ya!” Maudi segera meninggalkan ruang perawatan Melati. Ada beberapa hal yang memang perlu dia urus.Siapa disangka, saat Maudi pergi keluar pintu rumah sakit lewat koridor kiri. Dewi dan Raka datang dari koridor kanan. Mereka segera menuju ruang rawat Me
Doni semakin naik fitam, melihat Melati yang hanya berdiam tanpa mengikuti perintahnya. Dia pun teringat salah satu film yang pernah dia tonton, bagaimana pemeran utama pria terlihat sangat menikmati permainan setelah menyiksa lawan mainnya terlebih dahulu.“Lo emang ditakdirkan untuk balas rasa sakit Gue!” Doni melepaskan cengkramannya, lalu kembali mencambuk paha putih Melati dengan ikat pinggang.Kini, perut dan kakinya sudah memerah.“Buka semua kain yang masih melekat ditubuh, Lo!” ancam Doni sambil mengayunkan kembali ikat pinggangnya. Melati menggeleng, jika harus mati hari ini. Dia tidak akan menyesalinya.'Bugh!'Kembali dia mencambukan ikat pinggang itu ke kaki sang gadis. Membuat Melati meringis menahan nyeri diseluruh tubuhnya.“Lo gak bisa ngelawan setelah ini!” Doni melemparkan ikat pinggang itu lalu melepaskan semua kain yang menutupi tubuhnya.Sinta tersenyum penuh kemenangan, saat yang ia tunggu akhirnya tiba. Doni telah sepakat dan
Tubuh Melati bergerak seketika, terlebih saat dia melihat Sinta menyalakan handphone dan mengarahkan kepada dirinya.Vanya tersenyum sinis, dia pun segera mengambil sebotol sirup yang sudah mereka siapkan.'Kayaknya tuh cowok punya fantasi liar,' batin Vanya melirik kearah lelaki bertopi dan bermasker yang ada di samping Sinta.Olla segera mengambil gunting, sedangkan Lidya memegangi tubuh Melati. Jikalau gadis itu berontak.Dengan tersenyum mengejek, dia segera menggunting cardigan yang melekat ditubuh Melati. Sehingga, Melati hanya menggunakan kaos putih berlengan pendek dan juga rok selututnya.Vanya pun menyiramkan sirup berwarna merah itu di atas kepala Melati. Sehingga, airnya bisa sampai ke bawah dan mengenai kaos putih sang gadis malang itu.'Glek.' Lelaki di samping Sinta hanya bisa menelan salivanya, saat dia bisa melihat jelas bagian tubuh Melati yang tercetak dan transparan akibat kebasahan. “Santai kali, Br
Tepat di hari Sabtu, Melati berniat untuk pergi ke Sekolah. Mengurus berkas-berkas untuk proses kepindahannya.Dia baru sempat melakukan ini karena sebelumnya masih harus menemani Bisma di Rumah Sakit. Sampai akhirnya, mantan kekasihnya dipulangkan pada hari Jum'at.“Terimakasih, kamu sudah mau menjaga Bisma selama di Rumah Sakit.” Fatma memeluk Melati erat, merasa terharu dengan apa yang dilakukan anak gadis yang disukai oleh putranya.“Sama-sama, Tan.” Malati tersenyum, “aku juga minta maaf. Kalau setelah ini, mungkin aku gak akan bisa menemui Bisma lagi. Aku sudah harus full di Rumah.”Fatma mengangguk, dikarenakan Maudi telah menjelaskan tentang keputusan keluarga Melati, yang memintanya agar mengikuti Homeschooling.“Kamu bisa kesini kapanpun kamu mau.” Fatma memeluk menggenggam tangan Melati. Gadis itu pun akhirnya berpamitan kepada Fatma dan Adi Prasetyo, setelah itu dia akan berangkat ke SMA Bintang.“Jangan terlalu dipikirkan. Kalau dia memang p
Januari, 2015.Tepat dihari Senin pertama bulan Januari, seluruh siswa sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik.Begitupun dengan Nayla, dia sudah mulai memasuki Sekolah. Meski sedikit berbeda, tidak ada Elvano yang akan mengganggunya saat jam istirahat berlangsung.“Padahal Lo bisa ikut Ujian Nasional dulu di sini Van. Kenapa harus dari sekarang perginya.”Sebuah perpisahan yang tiba-tiba, membuat Nayla merasakan kehampaan. Dia tidak tahu dengan perasaannya kepada Elvano, meski sebelum pergi, dia telah membalas cintanya. Tapi, hatinya berkata lain.Baginya, Elvano adalah sosok Kakak yang menjadi pengganti Melati.“Nay! Gue pergi dulu, jaga diri Lo baik-baik ya!” Elvano mengusap lembut puncak kepala Nayla. Dia sengaja menemui Nayla terlebih dahulu, sementara keluarga lainnya sudah mulai melakukan check in.“Iya, pasti.” Nayla mengangguk.Elvano tersenyum, dia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Lalu memberikannya kepada Nayla. “Ini untuk Lo. Sorry,
“Apa yang terjadi?” tanya Maudi panik. Melati menggeleng, dia langsung memeluk Maudi.Takut. Itu yang dia rasakan saat ini. Entah mengapa, selain wajah Bisma yang selalu memenuhi pikirannya akhir-akhir ini. Selalu ada sosok lain yang datang, namun tidak terlihat jelas.Dan dia … terlihat menakutkan.“Kamu capek?” tanya Maudi yang langsung menduduki Melati. Dia segera melepas jaketnya dan memakaikan kepada Melati.“Aku selalu bilang dari awal kita sering jalan. Kamu itu cantik, jangan sering pakai pakaian pendek gini.” Maudi mencubit hidung Melati gemas.Melati hanya menanggapi dengan senyuman. Entah kenapa Maudi selalu mengira bahwa pakaian yang dipakai pendek. Padahal ini lumrah bagi gadis seusianya. Lagipula pakaian yang Melati pakai hanya selutut tidak pernah lebih atas.“Agak panjangan dikit. Aku gak mau ada yang memandang kamu dengan tatapan gak biasa.”Malati mengangguk, “Ia. Maaf!”“Apa yang terjadi? Kamu tadi kaya takut banget?”“Kaki ku digigit sesuatu tadi. Tapi, udah gak ke
“Mel! Apa kamu melakukan ini terpaksa?” tanya Bisma serius, saat ini Melati sedang membantunya untuk memberi makan siang.Melati menggeleng, “Nggak! Kalau terpaksa gak bakal sampai dua Minggu aku disini.”Bisma lega mendengarnya, “Aku takut kamu terpaksa. Sampai saat ini aku merasa kamu belum memaafkan aku.”Melati meletakan mangkuk yang tadi dia pegang, “Jangan bahas yang sudah berlalu. Aku mohon sama kamu.”“Maaf! Mel.” Bisma menatap Melati. “Aku merasa berdosa sama kamu.”“Bis, kita sekarang teman. Kita sudah janji, untuk memulai semua dari awal. Aku sudah maafkan kamu, aku juga sudah melupakan apa yang terjadi sebelumnya,” jelasnya sambil membuang muka.“Iya, Mel! Aku janji gak akan bahas itu lagi. Sebelumnya aku juga sudah janji sama Maudi untuk menghapus semua yang menjadi penyebab permasalahan kita. Aku gak akan inget itu lagi.” Bisma meraih tangan Melati.“Sudah jam satu siang. Aku harus pulang.” Melati melepaska
Hari ini, kondisi Bisma mulai membaik. Dia sudah makan makanan yang lebih enak menurutnya. Seperti saat ini, dia diizinkan untuk makan nasi tim. terdengar sederhana memang, tetapi itu makanan terenak yang dia makan semenjak sadar.Seperti sebelumnya, dia memilih menikmati pemandangan di luar rumah sakit. Sambil melihat rerumputan hijau, dan melihat anak-anak yang sedang bermain di taman bermain yang dibuat khusus oleh pihak rumah sakit. Karena, anak-anak tidak diperkenankan masuk Rumah Sakit, maka agar tidak bosan, disediakanlah taman dengan segala fasilitasnya.“Kenapa nangis?” Fatma menyimpan wadah yang berisi makanan dan menghapus air mata yang keluar dari sudut mata anaknya.“Bisma hanya ingat masa-masa Bisma kecil dulu, Mom!” Bisma menunjuk anak-anak yang sedang bermain. “Bebas dan tanpa beban.”“Semua orang itu akan tumbuh dan berkembang. Jadikan semua itu sebagai kenangan!”“Bisma jadi ingat Kak Willy. Kalau Kakak masih ada, pasti