Azril tidak menyangka kalau kekonyolan juga kejahilannya hari ini membuat sang bunda yang biasanya sabar menghadapinya menjadi kesal dan marah padanya. Bahkan sang Abi yang selalu membela dan memanjakannya tidak bisa berbuat apa-apa.Siang ini Azril melakukan kesalahan lagi karena kejahilannya."Dek, sudah Bunda bilang enggak usah jahilin Kang Adnan yang sedang memasak, lihat! Karena ulah adek masakan Kang Adnan sampai tumpah." Arni memarahi putra keduanya yang saat ini berusia 16 tahun."Maaf, Bun. Adek enggak sengaja menyenggolnya.""Selalu saja minta maaf, tapi selalu diulangi lagi dan lagi, tetap enggak mau berubah." Arni masih kesal. Ia membantu Kang Adnan membersihkan lantai yang terkena tumpahan kuah karena ulah sang putra."Maaf ya, Kang. Gara-gara Azril kalian harus masak dua kali," ucapnya penuh penyesalan."Enggak apa, Neng Arni. Biar kami saja yang membersihkan," ucap Kang Adnan dan Kang Ma'ruf.Azril memilih pergi. Lebih baik menghindar untuk saat ini. Ia tahu saat ini sa
Satu minggu sudah kejadian jatuhnya Imam dari pohon. Azril menyesal. Namun, tetap tidak bisa menghindari hukumannya. Apa yang sudah diputuskan Afnan tidak akan bisa diganggu gugat. Afnan hanya mencoba menjadi pemimpin yang adil, tidak peduli itu anak kesayangannya sendiri. Ia hanya berharap kejadian seperti ini membuat Azril menyadari kesalahannya, tidak ceroboh lagi dan bertindak konyol.Tak hentinya Azril merengek pada sang Abi. Ia tidak mau di pondokkan di pesantren Kiyai Latief. Apalagi bulan Ramadhan, ia lebih suka berada di rumah ini, ikut mengaji di pondok sang kakek bersama santri lain seperti Ramadhan tahun-tahun yang lalu. Bisa bebas bermain sebelum magrib datang. Bisa bukber bersama sahabat dan keluarganya juga sepupu-sepupunya, kini hal itu semua hanya menjadi khayalannya saja. Ramadhan tahun ini dirinya bak di penjara. Karena dirinya akan tinggal di pondok yang selama ini ia hindari. Membayangkannya saja dirinya sudah frustasi, tapi benar apa yang dikatakan Abinya. Ia har
Abi dan bunda itu layaknya pelita sebagai penerang hidupku. Ibarat cahaya lilin yang selalu setia menerangi setiap sudut jalan. Dan sebagai semangat yang menjadi motivasi untuk tetap kuat untuk terus melangkah maju. Aku akan lakukan semua itu demi kebahagiaan keduanya.(Azril – Gus Badung~Ramadhan di Penjara Suci)***Azril melihat kepergian sang bunda dari kamarnya. Ia merasa bersalah pada sang bunda karena sudah membuat wanita yang teramat ia sayangi itu menangis lagi. Ia sudah banyak membuat sang bunda menangis. Namun, dirinya butuh peralihan supaya sang bunda tetap menyayanginya dengan membuat kekonyolan yang menyita perhatian sang bunda.Azril tahu kalau sang bunda sudah cukup banyak berjuang untuk dirinya dan sang abang, Arza. Dirinya juga sudah tahu sejarah panjang perjalanan cinta sang bunda dengan almarhum ayahnya juga dengan Abinya.Kiyai Laqief dan Ummi Syarifah lah yang menceritakannya, bukan mereka berdua saja, bahkan Yulia dan Hambali juga menceritakan perjuangan Arni h
Mobil Afnan sudah sampai di halaman pondok pesantren Kiyai Latief. Suasana perdesaan sangat kentara. Suasananya sangat asri. Bahkan santri putra biasa mandi di sungai yang airnya masih jernih.Afnan melihat ke arah ndalem, melihat Abah dan Ummi temu kangen dengan sahabatnya itu. Di sana juga ada Hambali, Yulia dan Syafaah yang ikut membaur bersama. Ikut merasakan nostalgia ke empat orang itu.Afnan teringat saat itu untuk mempererat persahabatan abahnya dan kiyai Latief. Ia sempat dijodohkan dengan putri kiyai Latief, Neng Latifah. Namun, ia menolaknya karena belum siap dan harus mengejar cita-citanya melanjutkan S2nya ke Mekkah. Sebenarnya saat itu Afnan juga tertarik dengan kecantikan dan kepintaran Neng Latifah. Namun, ia lebih memilih melanjutkan cita-citanya dan akan meminang gadis itu setelah dirinya kembali dari Mekkah. Namun, sayang satu tahun di Mekkah, ia mendapat kabar kalau Neng Latifah sudah menikah dengan putra kiyai Usman. Afnan sempat patah hati, Namun, hanya sesaa
Setelah berbincang banyak dengan Kiyai Latief. Afnan izin pada semuanya untuk mengajak Azril jalan-jalan di area pondok pesantren. Tujuannya untuk mengenalkan lingkungan pondok, Afnan tidak sendiri dirinya bersama Kang Muis, salah satu kang ndalem kepercayaan Kiyai Latief.“Selama Ramadhan kegiatan Diniyah diliburkan dan diganti kegiatan Ramadhan seperti di pesantren-pesantren lain, Kiyai,” ujar Kang Muis pada Afnan.“Iya, Kang. Boleh saya tahu apa saja kitab yang diajarkan di sini selama Ramadhan, Kang?”“Tentu, Kiyai. Monggo nanti ikut saya di kantor sekretariat pesantren ini untuk melihat langsung jadwal di pesantren ini selama di pondok.”Azril hanya diam saja tak bersemangat. Ia mengerti dan sangat mengerti apa yang dibahas sang Abi sejak tadi, dan hal itu hanya membuatnya bosan. Di pesantren keluarganya saja dirinya sudah jenuh dengan seabrek kegiatan yang ada di sana yang sering tidak dirinya ikuti, malah sekarang dirinya harus mengikuti kegiatan di pesantren kilat ini.Saat in
Afnan dan sang putra kembali ke ndalem setelah selesai melihat jadwal kitab kuning yang akan dipelajari sang putra selama satu bulan ini di pesantren.Azril melihat beberapa santri yang sudah mulai berdatangan ke pesantren ini diantar keluarga mereka.“Bi, katanya ngajak Abang ke sungai. Ayo, Bi!” rengeknya ternyata Azril menagih janjinya tadi. Anak itu memang cerdas sekali selalu mengingat setiap apa yang diucapkan seseorang padanya.“Iya, Sayang. Kita temui Bunda dulu ya, sekalian ngajak Bunda ke sungainya. Pasti dia sangat suka.”Afnan teringat 25 tahun yang lalu saat pertama kali mondok Ramadhan di sini sebelum di pondokkan ke pesantren Kiyai Umar mertua Gus Achmad, kakaknya Azzam.Dirinya sering bermain di sungai bersama Neng Latifah yang masih berusia 12 tahun sedangkan dirinya sama seperti Azril berusia 16 tahun saat itu.“Bi, Ayo temui Bunda! Abang sudah enggak sabar main ke sungai.”“Astaghfirullahal Adziim, kenapa aku malah nostalgia waktu kecil,” batin Afnan. Azril berhasil
Masalah terbesar wanita adalah mengingat terlalu banyak, sedangkan masalah terbesar pria adalah melupakan terlalu cepat.(Cinta dalam Balutan Doa)Azril masih menangis sesenggukan. Pemuda itu akan terus berlari mengejar mobil sang Abi kalau saja Kang Muis tidak mencegahnya. Kang Muis langsung mendekapnya lembut supaya pemuda itu sedikit tenang.“Aku mau pulang, aku enggak mau di sini!” tangisnya.“Gus Azril harus di sini, hanya satu bulan kok. Di sini banyak temannya juga, nanti Gus Azril bisa bermain dan sharing bersama mereka. Jangan takut ... Gus Azril di sini tidak sendiri banyak santri lain, seperti halnya di pesantren keluarganya jenengan di sini juga banyak santri yang berasal dari luar jawa dan luar kota, kok.”“Aku mau pulang, hiks ... hiks ... hiks ...,” lirihnya masih berurai air mata.“Nanti malam tarawih bersama, saya jamin Gus Azril akan suka suasananya, nanti pukul 2 juga ada kentongan keliling desa dengan para santri putra lainnya, jadi Gus Azril harus bisa bangun jam
“Abi tahu Bunda belum tidur, Abi hanya ingin Bunda tahu kalau Abi sangat mencintai Bunda. Tidak ada wanita lain di hati Abi, atau pun niat untuk menduakan Bunda. Kalau Bunda berpikir Abi memondokkan Azril ke tempat Kiyai Latief karena ingin dekat dengan Neng Latifah itu salah besar. Abi tidak suka Bunda menilai buruk Neng Latifah, karena yang Abi tahu, Neng Latifah itu wanita Sholehah tidak mungkin ia merendahkan dirinya hanya untuk memiliki Abi. Abi lebih mengenalnya, bahkan Abi yakin di tangan Kiyai Latief dan Neng Latifah Azril akan bisa berubah,” ucap Afnan lembut, tapi menyakitkan untuk Arni.Dadanya semakin sesak mendengar itu. Tatapan memuja dari Neng Latifah pada Afnan terpampang jelas di netranya. Bahkan sang suami memuji dan mengagungkan wanita itu. Dan dengan kata lain menuduh Arni suudzon dan berpikiran buruk pada wanita itu. Dan apa itu ucapan Afnan yang seperti itu sama saja Afnan menganggap Arni salah didikan dalam mendidik putra dan putrinya.Arni hanya bisa terisak.
Bersabarlah dalam segala hal, tetapi yang terpenting adalah bersabar dengan emosi yang ada di dalam dirimu sendiri. Karena Meskipun seribu orang memilih untuk mencemooh dan meremehkanmu. Maka hal terbaik adalah menjadikan cemoohan mereka menjadi penyemangat dalam mengarungi hidupmu. (Fathiyah) *** “Mohon maaf, Mas tampan. Aku mau ambil motorku,” ucapnya yang berhasil membuat dua laki-laki tampan dan satu wanita cantik menoleh ke arahnya sambil memindai penampilan lusuh Fathiyah. Polisi wanita berparas cantik itu langsung menertawakan Fathiyah dengan senyuman yang terkesan mengejek. “Ternyata Briptu Arza ada penggemar baru ya?” ucap polisi wanita berparas cantik yang tertulis di tag namenya bernama Luna itu, terlihat jelas ia mengejek Fathiyah sambil masih melihat penampilan lusuh gadis itu. “Ternyata Briptu Arza yang tampan bukan saja menjadi idola anak pejabat, dan anak kaum borjuis ternyata anak pank seperti dia juga mengidolakannya,” ucapnya lagi semak
Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan. (Fathiyah) *** Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi. “Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang. “Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah. Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi. “Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal. “Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.” “Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya. “Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.” “Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil kembali k
Sebuah harapan akan tercapai dengan adanya semangat yang tak pernah pudar. Dengan keyakinan dan sebuah kesabaran pasti akan berbuah indah saat waktunya tiba. (Fathiyah) *** Fathiyah sudah meletakkan lamaran kerja di beberapa toko, kafe dan restoran. Namun, hingga kini ia belum dapat panggilan. Dirinya sadar kalau hanya lulusan SMA, bahkan ia belum punya pengalaman kerja. Hanya berbekal ijazah SMA dan keahlian memasak yang diajarkan oleh sang ibu dulu semasa hidup, ia pun melamar pekerjaan ke kafe dan restoran sebagai koki. Kebetulan sang ibu dulu adalah seorang koki di rumah makan mewah. Dua tahun sudah Kedua orang tuanya meninggal dunia. Saat itu juga sang bibi dan sang paman memutuskan tinggal di rumah Fathiyah, karena rumah yang disewa mereka sudah habis masa kontraknya. Rika, sang bibi selalu memperlakukan Fathiyah seperti pembantu di rumahnya sendiri, semua pekerjaan rumah di kerjakan gadis itu. Bahkan tak jarang Fathiyah harus rela kelaparan karena sang bibi tidak memberi
Tiga bulan sudah Arza pulang ke rumah kedua orang tuanya, di pesantren. Meskipun ia harus berangkat pagi sekali. Namun, di sini hatinya sedikit tenang karena di sini dirinya banyak teman dan bisa berkumpul dengan kedua adiknya yang selalu ada saja tingkah kocaknya, sehingga bisa membuatnya terhibur.“Bang, kenalin aku sama Kak Luna dong,” ucap Azril yang saat ini berada di kamar sang abang.“Apaan sih, Dek. Enggak enak ngomongin Luna, nanti Bunda dan Abi dengar tau,” ucapnya berbisik.“Terus kenapa kalau Bunda dan Abi tau? Abang ‘kan bisa langsung mengkhitbahnya? Secara Abang ‘kan sudah mengenalnya sejak lama. Jadi enggak usah pakai proses taaruf.”“Enggak semudah itu, Dek.”“Kenapa emangnya?”“Luna belum mau berhijab, menurut pandangannya, orang berhijab itu ribet. Apalagi kalau ada yang berhijab panjang dan lebar, pasti dia enggak suka.”“Astaghfirullahal Adziim ... terus Abang kok bisa suka perempuan yang berpikiran sempit seperti itu sih?” ucap Azril tidak suka. Padahal tadi diri
Putra sulung Arni dan almarhum Azzam bernama Arza sudah menjadi seorang perwira polisi. Abdi negara seperti apa yang diamanahkan oleh Azzam. Afnan sudah memberi peluang itu pada putra sambungnya. Ia mengarahkan semua tanpa harus memaksa, meskipun itu adalah sebuah amanah. Sebagai ayah sambung, Afnan tidak hanya menyayangi dan mengayomi Arza dan Azril. Ia sudah berperan lebih dari seorang ayah sambung. Afnan bahagia bila Arza berhasil memenuhi amanah almarhum Azzam menjadi seorang polisi yang jujur dan tetap mengedepankan norma agama *** Setelah pulang dari tempatnya bekerja siang ini, Arza pamit pada Hambali dan Yulia untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bahkan Arza izin pada komandannya untuk tidak mengikuti apel besok pagi. Setelah berkendara cukup jauh Arza pun sampai di pesantren milik sang abi. Ia segera masuk ke ndalem mencari keberadaan kedua orang tuanya. Arza segera menemui sang bunda dan sang abi yang berada di kebun belakang. Arni dan Afnan sering menghabiskan wak
Dengan senang hati Azril melakukan tugasnya, setiap harinya ia lewati dengan senyuman. Bahkan dirinya bisa istiqomah menjalankan sholat berjamaah, yang paling dirinya banggakan ia bisa mengerjakan sholat malam bersama Kiyai Bisri dengan khusyuk. Kiyai Bisri selalu membangunkannya sebelum sahur tiba. Ia juga ikut berbuka dan sahur bersama Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh. Awalnya dirinya menolak dengan lembut. Namun, Ummi Roudhoh dan Kiyai Bisri sedikit memaksa. Ummi Roudhoh juga sudah sedikit akrab dengan pemuda tampan itu, beliau sering menceritakan cucu-cucunya pada AzrilKecerdasan yang dimiliki Azril membuat pemuda tampan itu dengan mudah menyerap ilmu yang dirinya peroleh. Bahkan di luar batas kemampuannya.Pernah Kiyai Bisri mencoba mengetes ilmu pemuda tampan itu dengan menanyakan beberapa hadits yang dirinya ajarkan pada Azril di perpustakaan pribadinya dan Azril dengan mudah menjawab, bahkan dengan cepat beserta penjabarannya dan penjelasannya. Kiyai Bisri sampai geleng kepala.P
Kang Abduh mulai mencurigai Kang Fajar dan Kang Khaidir setelah ada gelagat berbeda yang ditunjukkan keduanya. Ia harus bisa memecahkan masalah ini dan mencari bukti supaya nama baik Neng Arsyi dan juga Gus Azril tidak jelek di mata santri lain, meskipun mereka berdua ada perasaan, tapi tidak begini caranya. Apalagi mereka calon pewaris pesantren.“Gus Azril bisa membuktikan kalau ini benar-benar fitnah?” tanya Kang Abduh.“Insya Allah aku bisa membuktikannya. Aku tau mereka tidak menyukaiku. Itu tidak masalah buatku, tapi ini tidak menyangkut diriku saja karena Neng Arsyi diikut campurkan dan aku tidak mau itu terjadi,” ujar Azril yakin. Meskipun Arsya kecewa pada keduanya, tapi melihat kesungguhan Azril yang membela sang adik membuat dirinya tersenyum tipis.“Halah, paling memang ini disengaja. Azril saja yang memang tidak bisa menahan diri dan tidak bisa menjaga kehormatan pesantren dengan mengajak ketemuan Neng Arsyi, dasar biang kerok. Sejak dia datang kan selalu ada saja tingkah
Azril mengantar kepulangan keluarganya di pintu aula. Setelah beberapa wejangan diberikan oleh Abi, Bunda dan Neneknya.Azril ingin di sisa waktunya di pesantren ini bisa lebih dekat dengan Kiyai Bisri. Menyerap ilmu beliau lebih sempurna, dan mungkin dengan melakukan beberapa kesalahan akan membuatnya di takzir dan di serahkan langsung pada Abah Yai, itu pemikirannya.Azril kembali ke kamarnya dan membawa beberapa bingkisan yang dibawakan sang bunda tadi. Ia langsung membagikan beberapa makanan untuk santri lain termasuk Arsya.“Sesuai janjiku padamu dulu, Sya. Aku habis disambang keluargaku. Ini, aku kasih bolu kelapa kesukaanku khusus buat kamu, semoga kita satu selera dan kamu juga menyukainya,” ujarnya.Arsya sangat senang dan langsung menerima bolu kelapa dan ayam geprek kesukaan Azril.“Makasih banyak ya, Ril. Aku juga pasti menyukainya. Makanan ini pasti juga enak banget,” ujarnya.Azril tersenyum menanggapinya. Memang bagi Azril masakan sang bunda paling enak, tiada tandingan
Hubungan Arsya dan Azril sedikit merenggang, tidak lagi seperti dulu. Azril lebih menghindari Arsya. Meskipun Arsya ingin selalu dekat dengan Azril seperti yang dulu. Namun, Azril membatasinya. Sungguh suasana seperti ini Arsya tidak menyukainya.Sudah 17 hari Azril berada di pesantren itu. Banyak pelajaran yang ia dapatkan, mulai dari persahabatan yang ia dapatkan dari Arsya dan beberapa teman yang lainnya, desir aneh yang ia rasakan pada Arsyi, saudara kembar Arsya. Sikap tak bersahabat yang ditunjukkan oleh Kang Khaidir dan Kang Fajar yang semakin membencinya, serta kajian kitab kuning dan penjelasan dari Abah Yai yang selalu membekas di hatinya. Bahkan dirinya sangat mrn8kmsti takziran yang diberikan oleh pengurus yang mengajarkan padanya sebuah tanggung jawab. Ada alasan lain yang membuat Azril bertindak semaunya sendiri. Alasan yang cukup aneh yaitu mengabdi secara langsung pada Abah Yai dan dengan melakukan kesalahan terus menerus dirinya yakin setelah ini hukumannya akan diam