"Bilang! Siapa dia? Jangan pernah bohong sama aku atau kamu tahu akibatnya Alex."
Baru saja duduk, Lian langsung mengintrograsi Alex. Ia tidak ingin berbasa basi. Lebih cepat mengetahuinya lebih baik bukan. Ini yang Lian inginkan jangan pernah ada dusta. Jika memang Alex hanya ingin main-main, Lian tidak suka.
Dengan suara yang penuh penekanan dan melengking tinggi. Lian bilang padanya.
"Aku bukan wanita yang bisa di ajak main-main Alex. Aku bukan wanita seperti itu. Jika kamu mau main-main jangan sama aku. Lebih baik kamu cari wanita lain. Dan yang pasti lebih bisa memberikan kamu kepuasan. Bukan aku."
Alex melihatnya dengan wajah datar dan dingin. Dia kelihatan tidak merasa punya salah sama sekali. Padahal kalau ada laki-laki yang merasa bersalah. Dia pasti akan terlihat ketakutan. Tapi Axel tidak begitu. Dia terlihat percaya diri seolah ini bukan suatu masalah.
"Kenapa diam s
Hembusan angin masuk ke dalam kamar yang kini kami tempati. Angin itu masuk melalui sela-sela tirai yang jendelanya sedikit terbuka menerbangkan hordeng yang menutupi jendela. Di luar sana, langit masih gelap. Namun, sudah mau menjelang pagi. Alex melihat jam di nakas yang menunjukkan sudah pukul 5 pagi. Matanya melirik dimana seseorang tertidur teramat pulas di sampingnya. Hembusan nafasnya begitu teratur. Ia bermimpi indah. Alex bergerak untuk mengamati bagaimana wajah dari seorang Lian bisa hadir di dalam kehidupannya. Beberapa bulan ia bersama dan merasa ia tidak cukup waktu melewati kebersamaan mereka berdua. Tangannya terulur ingin menyentuh wajah yang terlelap itu. Alex kira sentuhannya tidak akan membuat Lian terbangun. Namun kenyataannya tidak begitu. Kelopak mata dengan bulu mata yang indah terbuka dan matanya melihat satu titik dimana Alex sedang melihatnya juga.
Hari ini Lian mendapat kerja shift pagi. Ada dua shift di cafe ini, shift pagi dan sore. Shift pagi dari jam setengah 7 pagi sampai jam 2 siang sementara shift sore dari jam 2 siang sampai jam 11 malam. Dan hari ini Lian kebagian shift pagi. Pagi-pagi begini pelanggan yang datang tidak menentu, kadang banyak tapi kadang juga sedikit. Mungkin itu juga tergantung dari cuaca. Jika cuacanya cerah banyak juga yang datang untuk memakan sarapan. Tapi kalau hujan kadang yang datang sedikit dan itu juga nggak tentu sih. Lian tahu bahwa Alex membuat cafe yang bernama My Deli Food ini menyuguhkan makanan anak muda seperti warung-warung di pinggir jalan. Karena bertempat di kawasan yang terkenal dengan banyaknya apartemen dan perkantoran harga yang ditawarkan juga relatif terjangkau bagi mereka yang suka makan di luar. Ketukan jari di pintu membuat Lian terbangun dari lamunannya yang panjang. "Hm kayaknya ada yang
"Mahesa lepas! Sudah ku bilang setelah ini aku itu masih ada kuliah. Kalau kamu mau mengajak aku pergi nanti, setelah aku selesai kuliah. Aku nggak mau membolos. Kamu ngerti nggak sih?" "Diamlah! Kamu menyebalkan sekali. Kamu itu tidak cocok kalau merengek begitu. Ikuti saja kemauan aku. Toh kuliah tadi juga nggak penting-penting amat. Aku tahu pasti kamu bisa dapat nilai bagus di mata kuliah itu. Lagipula aku juga nggak ada waktu buat menunggu kamu sampai selesai kuliah. Aku mau pergi sama kamu. Sekarang! Nggak ada alasan." Mahesa menarik Lian dari keluar kelas, membawanya entah kemana yang membuat ia setengah berlari mengikutinya sampai Lian menyerah tidak bisa menolak. Kakinya tak cukup lebar untuk mengikuti langkah Mahesa yang lebar-lebar itu sehingga membuatnya terenggah-enggah seperti orang berlari cukup jauh. Menyamai langkahnya seperti mimpi buruk saja. Ia tidak bisa seperti ini terus. "Mahesa ... bisa nggak sih kamu mengajak aku pelan sedikit
Bruk ... "Kak ... Kak Lian, Kak Lian ini aku Raisa. Buka dong pintunya." Baru saja Lian mau merebahkan tubuhnya di tempat tidur, Raisa berteriak-teriak ingin dibukakan pintu kamarnya. "Ada apa sih. Kakak mau tidur nih." "Kak aku dapat telepon katanya Kak Mahesa sama Kak Axel berkelahi Kak. Ayo Kak kita temui mereka. Aku takut mereka terluka parah. Aku nggak mau hal itu terjadi." "Kamu dapat telepon dari siapa. Bisa jadi itu orang iseng yang telepon kamu. Jangan percaya. Lagian ini udah malam mana mungkin Mama mau kasih izin keluar. Tuh lihat jam berapa sekarang? Jam 10 malam. Nggak mau. Kakak nggak mau ikut campur. Kalau mereka berantem. Kakak nggak mau terlibat. Bodo amat." "Kakak kok begitu. Ini yang berantem nggak cuma Kak Mahesa tapi Kak Axel juga berantem. Kakak jangan egois begitu. Kita harus melerai mereka. Raisa takut terjadi apa-apa." "Mereka udah dewasa Raisa. Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Kamu jangan terlalu k
Dengan bercucuran airmata Lian mengatakan semua yang pernah terjadi antara Lian dan Mahesa biar Raisa tahu dan ia bisa berpikir harus bagaimana setelah semuanya terjawab. "Dulu memang aku dan Mahesa punya hubungan. Kami berpacaran. Hubungan kami bisa dibilang serius. Kami mempunyai keinginan untuk menikah nantinya. Namun kenyataannya semua itu tidak bisa terjadi karna keinginan keluarga yang ingin menjodohkan kamu dan Mahesa. Setelah mengetahui Mahesa di jodohkan, aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami." "Jadi, demi Raisa Kakak mengakhiri hubungan Kakak sama Kak Mahesa? Kenapa? Kenapa Kakak memilih untuk mengorbankan cinta Kakak?" "Aku sudah berniat untuk tidak menjalin hubungan Raisa. Kamu tidak usah merasa bersalah. Kamu akan tetap menjalani hubungan kamu sama Mahesa sampai kalian menikah nanti. Aku sudah mengikhlaskan." "Tidak mungkin. Raisa nggak percaya. Aku yak
Pukul 6 pagi Lian terbangun. Lian kesiangan, tadi setelah beribadah Lian ketiduran dan menjadikan Lian kesiangan bangun pagi ini. Kemarin malam Lian merasakan lelahnya tubuh ini dan juga pikiran yang menghantuinya banyak sekali sampai-sampai Lian kesulitan untuk tidur. Baru bisa tidur nyenyak itu mungkin sekitar jam 1 pagi sampai waktu shubuh. Lian menggerakkan badan ke kanan dan ke kiri sebentar lalu beranjak dari tempat tidur. Hufh ... Lian pejamkan matanya untuk sejenak lalu membukanya, menghirup udara pagi itu lalu membuangnya dengan kasar. Setelahnya Lian kembali masuk ke kamar mandi dan bergegas untuk mandi lalu pergi ke kampus. Meskipun Lian tidak ingin bertemu dengan Mahesa tapi Lian tidak boleh egois. Lian harus kuliah dan menyelesaikan secepatnya. Setelah selesai semua persiapan untuk pergi ke kampus. Lian keluar dari kamar dan sempat melir
Selesai kuliah Lian langsung pergi ke cafe Axel untuk menemui laki-laki itu. Bagaimana pun ia butuh pendapat dari laki-laki itu tentang masalah Mahesa. Namun setelah berada di cafe ternyata Axel tidak datang dan tidak ada di sana. Lian meneleponnya untuk menemukan dimana ia ada dimana sekarang. Namun teleponnya tidak terhubung. Lian menjadi cemas sendiri. Apalagi mengingat kemarin ia berkelahi sama Mahesa. Menjadi tak bisa tenang sendiri. "Aku rasa bos ada di rumahnya deh. Biasanya begitu atau kalau nggak dia pergi buat meninjau cafe yang lain. Itu sih yang biasanya ia lakukan kalau ada waktu senggang." Abel mendekati Lian yang daritadi terlihat gelisah tidak bisa tenang itu. Tanganya menggenggam ponsel tapi pikirannya entah kemana. "Oh gitu ya. Kalau gitu aku pergi ke rumahnya aja deh. Mungkin nanti aku ketemu dia di sana. Makasih ya Abel udah kasih tahu." Abel tersenyum. "Sama-sama semoga cepat ketemu bos ya. Lian keluar dari caf
Tok ... Tok ... Tok ...Lian membuka pintu kamar Raisa dan melihat ke dalamnya. Raisa terlihat tiduran di tempat tidurnya dengan mata terpejam. Ia sedang mendengarkan headset yang dipasang di telinganya.Lian bergerak maju dan mendekati tempat tidur Raisa lalu duduk di sisi tempat tidurnya."Raisa ... Kakak bawakan sesuatu buat kamu. Kamu pasti suka. Bunga Lily dan donut kesukaan kamu.""Kak ... kenapa hati Raisa masih terasa sakit ya?""Jangan bilang kamu masih marah sama Kakak?""Aku udah nggak marah cuma aku merasa udah bikin hubungan Kakak sama Kak Mahesa putus gara-gara aku. Tadi aku kembali menemui Kak Mahesa Kak dan dia bilang sama aku kalau dia nggak cinta sama aku. Soal perjodohan itu ia terpaksa melakukannya karna demi keluarga, ia rela melakukannya. Kak apa sebaiknya perjodohan ini dibatalkan saja ya?"Aku rasa itu nggak akan mungkin, keluarga kita dan dia udah sepakat. Mama dan Papa pasti nggak akan setuju. Raisa sejujurny
Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da
Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca
Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.Setelah Raisa tahu kalau Alex t
Lian membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sedikit pun. Rasa pusing menyerang kepalanya. Namun dia abaikan. Semua itu penyebabnya adalah rasa lelah yang dia derita dan airmata yang ia tumpahkan sejak semalam. Pertemuannya dengan Mahesa menyisakan sebuah pertanyaan dan duka yang masih ada, dia tidak bisa menjawabnya tapi rasanya ia yakin kalau memang itu yang terbaik untuk mereka berdua.Tatapan terakhir dari sorot matanya itu mengisyaratkan betapa dia sangat mencintainya. Sungguh, hatiku berkata demikian. Tak mungkin kalau hanya sekedarnya saja dan bodohnya lagi, sentuhan yang diberi olehnya juga tak bisa membuat tubuhku menolak sedikit pun. Sangat memalukan. Jelas-jelas aku menerimanya dan tak berdusta ketika aku juga menginginkan hal yang sama.Tapi lagi-lagi aku berpikir, aku tak mau jatuh ke titik yang sama seperti dulu meskipun dengan satu alasan yang sama, Mahesa mencintaiku, aku tidak berbalik arah.Aku
Malam itu Raisa ingin memberi kejutan pada Mahesa. Dia sudah membuat sebuah coklat spesial untuknya. Mahesa pasti suka dengan coklat buatannya. Dulu dia bilang rasa coklat yang Raisa buat tergolong unik dan enak. Mahesa menyukainya dan sekarang Raisa akan memberinya lagi untuknya dengan tujuan supaya dia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu.Raisa tak sabar ingin mengetahui bagaimana reaksinya saat Raisa membawakan coklat ini untuknya. Raisa tersenyum begitu mengingat wajah Mahesa yang tampak terkejut mengetahui Raisa yang begitu perhatian.Taksi pun berhenti di depan rumah Mahesa dan tanpa ragu kakinya melangkah mendekati rumah Mahesa membuka pintu gerbang yang tidak terkunci lalu mengetuk pelan pintu depan rumahnya.Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka dengan penampilan Mahesa yang sedikit berantakan. Raisa mengernyit memandang laki-laki itu yang tidak rapi seperti biasanya. Namun berbeda dengan Mahesa. Dia malah tampak terkejut mendapati Raisa berdiri di
Merasa istirahatku sudah cukup, aku pun membuka mata dan merenggangkan tanganku. Setelah tidur panjang dan meminum obat yang di beri Lian, pusingku sudah menghilang. Aku melihat ke sekeliling dan sempat merasa tak sadar aku dimana. Kini aku mendapati aku berada di dalam kosong dan tak berpenghuni.Aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku lalu keluar untuk mengganti pakaianku yang terasa lembab dan sudah berbau keringat. Pendingin ruangan yang menyala tidak membuat suhu tubuhku menjadi dingin malah membuatku berkeringat. Mungkin efek dari aku meminum obat itu yang membuat aku merasakan sedikit lebih berkeringat.Kakiku melangkah keluar dan mencari dimana keberadaan Lian. Dia berjanji menungguku dan ku pastikan dia masih berada di rumah ini.Ternyata Lian sedang memasak sesuatu di dapur. Baunya harum dan sepertinya dia lumayan jago memasak. Mahesa berdeham dan Lian pun menoleh untuk melihat. Mahesa berdiri di depan pintu su
"Aku tahu kamu semalam sama siapa Mahesa."Lian pagi itu datang ke rumah Mahesa dengan sengaja karna dia tahu harus melakukan sesuatu. Lian butuh penjelasan dan Mahesa harus memberitahunya kalau tidak dia harus melakukan sesuatu menekannya agar menjauh dari hidup mereka."Masuk!" Mahesa berucap tegas dan memerintah. Mahesa menyingkir memberi jalan untuk Lian masuk ke dalamnya."Aku tidak mau berlama-lama di sini Mahesa. Aku harus kerja dan aku butuh penjelasanmu sekarang. Aku tidak mau berbohong jawablah jujur dan aku segera pergi.""Aku salah apalagi?""Kamu yang mengantar Raisa tadi malam? Mama khawatir saat tahu Raisa tidak ada di rumah tadi malam. Dia meneleponku dan menanyakan apakah Raisa ada di tempatku atau tidak dan jawabannya siapa lagi kalau bukan ada di rumahmu. Kamu menyuruhnya untuk ke rumahmu? Malam-malam begitu?""Duduk lah aku sedang pusing terlalu banyak alkohol yang ku minum semalam."Lian tetap berdiri di san
Aku merasa sedang bermimpi saat ini. Sesuatu yang mustahil aku lakukan dan itu demi satu nama Mahesa. Ya karna dia aku berada di sini. Di suatu club yang tidak pernah aku injak dimana pun itu.Suara alunan musik terdengar begitu keras dari luar dan itu membuat telinga yang tidak terbiasa mendengar suara musik ini ingin menutup telinga namun rasanya sangat bodoh, orang lain terbiasa lalu mengapa aku harus menutup telinga demi semua itu. Aku biarkan semua itu dan bersikap sewajarnya.Seperti dugaanku tidak hanya musik yang mengalun begitu keras aroma pekat dari alkohol bercampur dengan nikotin tercium ke dalam indera penciumanku."Oh yang benar saja, aku tak menyukai bau ini, mengapa dia membiarkanku masuk dan mencium aroma ini," gerutuku dalam hati.Mahesa meneleponku dan aku terpaksa menemuinya karna ku tahu dari suaranya dia terdengar sangat membutuhkanku. Nekat aku pun datang ke sini untuk mencarinya.Begitu berada di dalam aku
Bugg ...Satu pukulan mengenai mata Mahesa, Alex ingin memukulnya kembali namun langsung di tangkis oleh Mahesa. Mahesa waspada dan tak lupa menahan diri agar tak tersulut emosi. Tadinya dia tidak tahu kalau Alex akan memukulnya. Setelah pukulan menyentuh wajahnya baru dia sadar kalau dia dalam bahaya.Mahesa menyeringai, memandang satu arah dimana lawannya saat ini sedang berdiri tegak memandang sengit ke arahnya.Mahesa memang tak belajar beladiri tapi dia tahu harus bertindak bagaimana saat ini. Mengalah tak akan pernah membuat lawannya tahu kalau yang sebenarnya dari satu pukulan itu tidak akan baik untuk ke depannya. Memukul memang tidak sulit tapi tak kan bisa menyelesaikan masalah. Itu yang sebenarnya dia inginkan untuk Alex sendiri. Kalau dia suka memukul pasti ke depannya juga sikapnya tak jauh berbeda. Bagaimana dengan Lian nantinya kalau mereka bersama?Mahesa mengusap hidungnya dengan cepat lalu memasang kuda-kuda dan segera