“Begitu saja? Kamu merelakanku begitu saja?” Pertanyaan Leonhard itu di luar dugaan Aruna.“Lalu aku harus bagaimana? Jadi simpanan kamu? Sampai kapan? Aku bukan perempuan hina seperti itu, Leon!” Aruna kembali naik pitam.“Tapi aku enggak mencintai Nova dan kamu bukan simpanan aku, tahta kamu lebih tinggi dari Nova … kamu adalah wanita yang aku cintai.”Demi apa Aruna tersanjung, tapi tidak bisa memperlihatkan kalau hatinya luluh sebab dia bukan wanita biasa.Dia Aruna Bramanthi Gunadhya, dalam kasus ini dia butuh kejelasan, dia butuh pengakuan dan dia buka wanita perebut suami orang.“Cinta aja enggak cukup, Leon … dan enggak ada masa depan untuk kita.” “Kasih aku waktu … aku akan cari jalan keluar dari masalah kita.” “Sampai kapan? Satu bulan, satu tahun, satu windu? Atau satu abad? Sampai kapan? Hum? Harus sampai kapan aku menunggu? Harus sampai kapan kita bersembunyi untuk bertemu? Sampai kapan, Leon?” Aruna menaikkan intonasi suaranya diakhir kalimat.“Please … jangan
Aruna menatap kosong ke arah luar dinding kaca di samping kananya.Entah sudah berapa lama dia duduk termenung bukannya menyelesaikan pekerjaan.Hembusan nafas terdengar kencang Aruna keluarkan.Mengusap wajah kemudian menggeram pelan.“Kenapa sih kemarin aku keras banget sama Leon? Dia ‘kan lagi banyak masalah ….” Aruna bergumam.“Pake acara ngusir dia, nyuruh dia ninggalin aku, minta dia lepasin aku … apa coba? Jadi dianya enggak chat aku lagi,” gerutu Aruna sambil meraih ponselnya lalu membuka ruang pesan dengan Leonhard di aplikasi pesan instan.Tidak ada satu pun pesan dikirim Leonhard sejak kemarin terakhir bertemu Aruna padahal katanya pria itu mencintai Aruna dan tidak akan meninggalkannya.Cinta Aruna yang terlalu dalam kepada Leonhard membuatnya seperti ini dan di saat yang sama dia juga harus mempertahankan harga dirinya.Sungguh pelik hidup Aruna saat menginjak dewasa padahal dulu masalah tersulit baginya hanya PR Matematika.Nada panggil disertai getaran di ponse
“Dia suami orang ….” Aruna bergumam setelah tawa Enzo mereda.Enzo menoleh lagi kali ini lebih lama karena dia tidak percaya dengan indra pendengarannya namun melihat raut wajah Aruna dan sorot matanya yang sendu membuat pria itu akhirnya percaya.“Kenapa kamu bisa mencintai suami orang? Kamu bukan gadis seperti itu, Aruna ….” Enzo mengatakannya dengan nada rendah penuh kehati-hatian.“Awalnya aku tidak tahu kalau dia sudah menikah tapi kemudian aku tahu dia terpaksa menikah karena bisnis jadi tidak mencintai istrinya ….” Aruna menggantung kalimatnya karena mendengar Enzo tertawa.“Kamu dibohongi, Aruna … tidak ada yang seperti itu, bayangkan saja … mereka menikah, tinggal bersama, bercinta setiap malam ya tentu mereka akan mudah untuk saling mencintai,” timpal Enzo dengan nada meledek.“Mereka tidak tinggal bersama … Leon di Jakarta dan Nova di Surabaya.” Tanpa segan Aruna menyebut nama karena yakin Enzo tidak akan mengkhianatinya.Enzo tidak bodoh, sekali saja dia buka mulut m
Selanjutnya MC mempersilahkan untuk para tamu undangan menikmati hidangan yang disediakan, biasanya momen ini digunakan untuk mengobrol dengan sesama tamu undangan lain.“Ada satu pengusaha lagi yang ingin aku temui,” kata Leonhard bermaksud ijin meninggalkan Nova seraya bangkit dari kursi.“Aku ikut, sekalian aku mau cari minum.” Nova bangkit dari kursi.Leonhard tidak menolak karena hanya akan menimbulkan perdebatan jadi dia membawa Nova bertemu calon kliennya.Namun nahas, Leonhard salah jalan sehingga bertemu Aruna yang sedang bersama Enzo.Mau tidak mau mereka harus berpapasan, dari jauh Leonhard dan Aruna sudah mengunci tatap sementara Enzo tampak terkejut berulang kali dia menoleh ke samping melihat reaksi Aruna yang terlihat dingin menatap Leonhard dan Nova yang tidak tahu apa-apa menjadi yang paling santai, matanya jelalatan membaca nama makanan di stand yang menggiurkan untuk disantap.Entah siapa yang mulai, langkah mereka berhenti saat jarak
Setelah dirasa Aruna kehabisan nafas akhirnya Leonhard mengurai pagutan, menempelkan keningnya dengan kening Aruna dengan nafas memburu lantara jantungnya berdetak kencang sekali disebabkan oleh bergejolaknya berbagai macam emosi di dalam dada.“Aku cemburu, Aruna ….” Leonhard mengakui tanpa segan.“Kamu pikir aku enggak? Kamu memamerkan wanita itu sebagai istri kamu sedangkan aku, untuk menciumku saja kamu harus menyeretku ke luar venue … ini yang aku maksud, Leon … aku enggak menginginkan ini.” Aruna tidak membentak, sorot matanya malah tampak memelas.Leonhard melapisi satu pipi Aruna menggunakan telapak tangannya yang besar kemudian mengusap lembut ibu jarinya di sana.“Aku minta maaf … aku minta kamu sabar, aku akan cari jalan keluarnya … kasih aku waktu sampai aku bisa menjadi CEO Asia Sinergy di Korea.” Leonhard terus meminta waktu tanpa tahu sampai kapan Aruna harus menunggu.Aruna menggelengkan kepalanya. “Aku enggak mau jadi simpanan, Leon.” Air ma
”Kamu dari mana?” Nova bertanya dengan nada tinggi saat langkah Leonhard sampai di meja itu.Beberapa orang yang duduk di sana sampai menoleh dan menyaksikan kekurangajaran Nova sebagai istri kepada Leonhard.Nova terhenyak, sadar telah menjadi pusat perhatian.“Tadi aku menemui pak Kevin,” jawab Leonhard santai kemudian menenggak air di dalam gelas miliknya hingga tandas berusaha tenang agar tidak membuat Nova semakin curiga. Nova tidak berkomentar namun raut masam di wajahnya dan tatapan skeptis masih menunjukkan kalau wanita itu tidak mempercayai alasan Leonhard.Tidak jauh berbeda dengan Leonhard, Aruna juga mendapat cecaran Enzo saat akhirnya pria itu menemukan Aruna keluar dari toilet wanita usai membersihkan cairan cinta Leonhard yang tertinggal di bagian intinya.“Dari mana saja kamu? Di mana Leonhard? Apa yang kalian lakukan? Apa kamu tidak bisa menghargai aku, Aruna? Aku tidak menyangka gadis Gunadh—“Plak! Aruna menampar Enzo sebe
Aruna tidak berhenti menangis dalam perjalanan pulang menggunakan taksi.Apa yang dia lakukan tadi bersama Leonhard dan hinaan Enzo sangat berbanding lurus.Dia memang wanita murahan, perebut suami orang, mencoreng nama baik keluarga dan Aruna tidak terima dengan penghinaan tersebut meski dia memang melakukannya.Ponselnya berdering, awalnya Aruna tidak mau mencari tahu siapa yang melakukan panggilan namun sang driver meliriknya melalui kaca spion tengah mungkin dering panggilan tersebut mengganggu konsentrasi mengemudi.Terpaksa Aruna merogoh clutch mencari ponsel lalu menemukan nama Arumi tertera di layarnya.“Hallo, Arumi?” Aruna menjawab dengan suara parau. “Kamu kenapa?” Arumi bertanya cemas.“Enggak … ada apa?”“Aku lagi di Jakarta … abis ikut seminar, ini lagi di apartemen mas Reynand tapi mas Reynandnya enggak ada lagi bussines trip ke Jogja … ‘kan bete aku sendirian—““Ke apartemen aku sekarang, aku kasih alamatnya,” sambar Arun
Leonhard bukan remaja yang menuntut komunikasi intens tapi setiap pertemuan selalu berkualitas seperti yang terjadi di ruangan sempit janitor saat charity party beberapa malam lalu karena sampai hari ini tidak ada pesan maupun telepon dari pria itu.Aruna yang sedang duduk di kursi kebesarannya di ruangan dengan namanya sendiri di bagian pintu-mengembuskan nafas berat lantas menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan tatkala bayangan tentang momen bercinta kilat penuh ketegangan di ruang janitor tempo hari melintas terus di benaknya seperti kaset rusak.Tok …Tok …Ceklek …“Permisi Bu, mau minta tanda tangan.” Tezaar menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang terbuka.“Masuk,” gumam Aruna dengan ekspresi sendu.Aruna membaca berkas yang Tezaar berikan sebelum menandatanganinya.“Kamu bisa cari tahu keberadaan Leon di mana?” Aruna bertanya saat mengembalikan berkas kepada Tezaar.Sesaat Tezaar menatap bosnya yang sedang mengalami jatuh cinta penuh intrik dan konflik.“
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka
Arumi membuka matanya perlahan, cahaya matahari yang menembus melalui jendela kaca begitu menyilaukan.Dia menutup kelopak matanya kembali lalu terdengar suara dari rel yang ditempel di dinding pertanda seseorang menutup tirai dan seketika suasana tidak terang benderang seperti tadi.“Arumi?” Suara parau berlogat Italia terdengar.Arumi kenal betul suara itu tapi dia merasa masih sedang bermimpi jadi Arumi enggan membuka mata.Terasa keberadaan sosok bertubuh atletis di sisi ranjangnya lalu tubuh Arumi yang lemah direngkuh oleh lengan kekar bertato sampai sisi wajah Arumi menempel di dada yang bidang.“Bangunlah Arumi, kamu sudah seminggu tidak sadarkan diri … aku mohon bangunlah, aku akan melakukan apapun permintaanmu tapi jangan meminta aku meninggalkanmu ….” Enzo berbisik kemudian mengecup kepala Arumi.“Enzo.” Arumi melirih.Enzo memberi jeda pada tubuh mereka untuk bisa menatap wajah cantik yang begitu lemah dalam dekapannya.“Arumi ….” Enzo menangkup wajah Arumi.Arumi
Sekretaris om Kaivan tampak gelisah setelah mendapat panggilan telepon.Masalahnya saat ini om Kaivan sedang berada di tengah-tengah meeting online dengan Enzo dan beberapa petinggi perusahaan yang terlibat proyek terbaru mereka sehingga sekretaris om Kaivan segan untuk memberitahu kabar buruk yang baru saja diterimanya.Melangkah perlahan, sekretaris om Kaivan yang bernama Gega itu mencoba menarik perhatian om Kaivan dengan berdiri di tempat yang bisa dijangkau pandangan mata beliau.Dia sudah bekerja cukup lama dengan om Kaivan jadi bosnya itu dapat mengerti hanya dengan satu kedipan mata Gega saja.Saat giliran presentasi dari pihak om Kaivan berlangsung, beliau memanggil Gega untuk mendekat dengan cara mengangkat tangannya.Ternyata om Kaivan telah menangkap sinyal yang diberikan oleh Gega.Gega bergerak cepat mendekat lalu membungkuk setelah berada di samping om Kaivan kemudian membisikan kabar buruk yang baru saja diterimanya.“Lalu di mana Arumi sekarang?” tanya om Kaiva
Leonhard : Kamu di apartemen?Aruna mengerucutkan wajah membaca pesan Leonhard.Aruna : Aku di rumah, mami sama papi enggak mengijinkan aku tinggal di apartemen lagi.Leonhard tersenyum membaca pesan Aruna, membayangkan wajah cantik itu mengerucut menggemaskan.Leonhard : Apa besok siang kita bisa ketemu?Aruna : Bisa.“Aku usahain.” Tapi dia bergumam demikian.Semenjak hubungannya dengan Leonhard terbongkar, Aruna jadi sulit bertemu Leonhard.Gerak-gerik Aruna terus dipantau papi dan keempat kakak laki-lakinya.Leonhard : See u tomorrow, Miss u.Aruna menghela nafas panjang lalu menyimpan ponsel di atas sofa, gerak-geriknya tertangkap oleh Narashima yang juga sedang duduk di sofa lain living room.“Kenapa?” tanya pria muda itu penuh selidik.“Susah banget sekarang ingin ketemu Leon, selalu dikintilin papi … tadi aja papi ngajak pulang bareng tahunya cuma anter Aruna ke rumah udah gitu jemput mami untuk makan malam di luar.
Leonhard masuk ke dalam sebuah butik milik istrinya.Banyak karyawan muda menatap pria itu penuh minat, mereka tidak tahu kalau Leonhard adalah suami dari pemilik butik karena memang Leonhard jarang sekali terlihat apalagi mengunjungi tempat itu.“Nova ada?” Leonhard bertanya kepada Manager toko yang mengenalnya.“Ada Pak, ibu sedang beristirahat di dalam.” Tanti menjawab.Leonhard langsung masuk ke bagian belakang area butik, dia tentu mengetahui denah butik tersebut karena dirinya yang mewujudkan butik semegah ini sebagai hadiah pernikahan untuk Nova setelah perusahaan kedua orang tua mereka bersatu dan Leonhard yang mengelolanya sendiri.Tidak perlu mengetuk pintu, Leonhard langsung membuka pintu ruangan Nova.Di dalam sana Nova yang tengah berbaring di sofa langsung terhenyak menatap terkejut ke arah pintu.“Leon ….” Dia mendesah lega.“Kenapa? Kamu lagi menghindari siapa?” Leonhard bertanya usai melihat ekspresi tidak biasa di wajah Nova.Pria itu duduk di sofa panjang d
“Maaaaa,” teriak Arumi dari dalam kamarnya.“Iyaaaa, kenapa?” Mama yang kebetulan baru keluar dari kamar hendak pergi ke dapur untuk memasak makan malam usai mengganti pakaian dengan pakaian rumahan segera saja menghampiri sang putri guna memeriksa keadaannya yang terdengar panik.“Ini apa?” Arumi menunjuk kumpulan buket bunga yang memenuhi sebagian kamar dengan luas delapan kali empat belas meter.“Itu bunga.” Mama menjawab polos.“Arumi tahu itu bunga, tapi maksud Arumi kenapa ada banyak bunga di kamar Arumi?” Arumi kesal sekali.“Dibaca donk dari siapa, jangan main nyolot aja.” Mama Zhafira lantas melengos pergi meninggalkan sang putri di kamarnya.“Itu dari Enzo, kalau kak Arumi enggak mau buat Gaya aja ya bunganya.” Tiba-tiba Gayatri muncul dan masuk ke dalam kamar.Dalam sekejap saja gadis muda itu berhasil memeluk banyak buket kemudian pergi.Arumi mengembuskan nafas panjang sembari menoleh saat sosok Gayatri kembali muncul.“Kak … kalau enggak mau sama Enzo enggak apa
Leonhard : Sayang, aku jemput ya?Rasa bahagia menggelitik hati Aruna membuat sistem otak bekerja maksimal mengirim sinyal pada syaraf bibir untuk membentuk sebuah lengkung senyum.Aruna : Oke sayang.Tanpa Aruna ketahui, Leonhard juga tersenyum tapi kemudian menyimpan ponselnya di atas meja dan kembali melanjutkan pekerjaanya.Duh, Aruna jadi tidak sabar menunggu sore hari tiba karena dia akan bertemu Leonhard dan mungkin kekasih gelapnya itu akan menginap di apartemen.Aruna segera menyelesaikan pekerjaan hingga akhirnya waktu masuk ke jam pulang kerja.Dia nyaris menyelesaikan pekerjaannya sebelum bersiap-siap memoles kembali bibir menggunakan lipstik karena harus tampil menawan di depan Leonhard.“Sayang?” Suara papi terdengar saat Aruna sedang berada di dalam toilet.“Papi? Ada apa Pi?” Aruna berteriak disusul sosoknya keluar dari toilet.“Yuk, pulang bareng! Kerjaan kamu udah selesai ‘kan?” ajak papi Arkana tidak biasanya.“Heu? Itu ….” Aruna melirik komputernya yang s
“Bro! Kenapa muka lo?” Reynaldi yang bertemu Leonhard di lobby kantor Asia Sinergy pagi ini bertanya keheranan.Masih banyak memar di wajah Leonhard, dia tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya hanya tahu cara mengobati dan salep yang diresepkan dokter malah membuat warna memar semakin kentara.Tapi kebetulan dia ketemu Reynaldi lobby karena sejak bertolak dari Jerman pulang ke Indonesia, kepalan tangannya berkedut terus ingin segera menghajar Reynaldi.Jadi tanpa aba-aba, Leonhard langsung melayangkan tinjunya.Bugh!Sekali pukulan saja berhasil membuat Reynaldi mundur tiga langkah kemudian tersungkur ke belakang.Jangan lupakan kalau Leonhard jago bela diri, dia masih menahan tenaga dalamnya karena belum puas menghajar Reynaldi sebab apabila menggunakan seluruh tenaganya bisa dipastikan kalau Reynaldi langsung pingsan.“Bro! Apa-apaan ini!” seru Reynaldi di antara sakit di rahang dan bokong.Leonhard memburu Reynaldi, menarik kerah kemeja pria itu menggunakan kedua tangan
“Mentang-mentang udah punya cowok jadi ngejauh dari aku … padahal dulu kamu sering minta anter jemput,” sindir Tezaar sesaat setelah Ricko yang mengantar Tasya membawa motornya menjauh dari lobby AG Group.“Looooh, tumben enggak bawa motor.” Alih-alih menjawab, Tasya malah membahas hal lain membuat Tezaar merotasi bola matanya.“Motornya dijual buat bantuin Marisa bayar sewa apartemen.” Tezaar menjawab membuat Tasya mengerutkan kening.“Loh, memangnya kossannya kenapa?” Tasya seperti tidak terima.Kini mereka berdua sudah berada di depan lift.“Kossan yang dulu enggak nyaman, katanya.” Tezaar menjawab lagi dengan ekspresi wajah murung yang kentara.“Kamu lagi dimanfaatin Marisa itu, Tezaar … lagian bego banget sih mau aja dimanfaatin.” Dengan santai Tasya melontarkan tuduhan tersebut.“Kamu tuh, enggak bisa ngasih solusi banget sih … udah mah menjauh sekarang nyalah-nyalahin.” Tezaar menggerutu.“Ya kamunya ‘kan punya pacar, masa aku mau kaya dulu … deket-deket sama kamu, mint