Nayla merasakan denyutan aneh di dalam dadanya saat tangan Michael menyentuhnya dengan kelembutan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Hatinya berdesir aneh, seakan-akan ada getaran yang mengalir di antara mereka. Tatapan lembut dari pria tampan itu juga semakin membuat pikirannya bercabang-cabang.
Terima kasih," ucap Nayla dengan suara serak, dia merasa tak bisa menyembunyikan perasaannya yang campur aduk.
Michael hanya tersenyum lembut sebagai balasannya, tetapi matanya memancarkan kehangatan yang membuat Nayla merasa lebih dekat dengannya.
Mereka berdua kemudian melanjutkan makan malam mereka, tetapi keintiman singkat itu membuat mereka berdua merasa seperti ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Meskipun tidak ada yang diucapkan, tetapi ada perasaan yang terpancar di antara mereka, sebuah keakraban yang semakin dalam dan akrab.
Saat mereka menghabiskan sisa makan malam mereka, suasana terasa semakin hangat dan penuh dengan kebersa
Saat Nayla dan Michael turun dari mobil di depan motel kecil yang berkedip-kedip, mereka tidak menyadari bahwa sang penguntit masih mengikuti mereka dari belakang, tetap menempel dari mobil yang lain. Mereka terlalu sibuk dengan perasaan kedinginan dan keinginan untuk segera mendapatkan tempat beristirahat yang nyaman.Tetapi di balik layar, pria penguntit itu merasa gembira melihat mereka berhenti di motel tersebut. Dia merasa seperti mendapat kesempatan emas untuk melancarkan rencananya."Ya ampun, bahkan cuaca pun sangat membantu kalian tenggelam dalam kekhilafan manusia," gumam pria itu dalam hati sambil memperhatikan Nayla dan Michael turun dari mobil.Sementara Nayla dan Michael masuk ke dalam motel dengan harapan akan menemukan tempat untuk beristirahat, sang penguntit menyelinap di belakang mereka dengan hati yang penuh niat jahat.Nayla dan Michael memasuki resepsionis motel dengan ekspresi lelah dan kedinginan di wajah mereka.Mereka sege
Zavier mengangguk, meskipun masih merasa agak pusing. "Aku akan baik-baik saja. Terima kasih, Sef," ucapnya dengan suara rendah.Sefia tersenyum lega mendengar jawaban Zavier. Meskipun keadaan bisa menjadi sedikit kacau, dia bersyukur bahwa semuanya berakhir dengan baik.Zavier sama sekali tidak ingin menanggapi pernyataan Sefia bahwa dia nakal. Dia merasa tidak perlu menanyakan lebih lanjut mengenai apa yang sudah mereka lakukan.Melalui penampakan ranjang yang berantakan dan dirinya yang sudah mengganti pakaian serta hanya memakai bathrobe, demikian juga Sefia. Sudah pasti dia mengalami hal menjijikan di matanya."A-aku butuh mandi," ucap Zavier lalu berdiri dan meninggalkan Sefia yang tersenyum puas atas langkah yang sudah dicapainya.Zavier berjalan menuju kamar mandi dengan langkah yang masih sedikit goyah, tetapi semakin lama semakin mantap. Dia tahu dia harus membersihkan diri setelah semalaman tidur dalam keadaan mabuk dan mungkin melakukan
Mereka berdua mulai berkeringat basah dan tidak bisa duduk diam. Mereka mengingat-ingat dengan susah payah, apa yang mereka konsumsi sebelumnya, mencoba mencari tahu apa yang bisa menjadi penyebab perasaan tidak enak di pada diri mereka."Mungkin itu minuman yang anak itu tawarkan di luar motel tadi?" saran Nayla, ekspresinya penuh pertimbangan.Michael mengangguk, mencoba untuk mengingat kembali. "Ya, mungkin itu," jawabnya, mengingat pembelian minuman dari anak kecil di tengah jalan menuju motel tadi."Mungkin minuman itu mengandung sesuatu yang merangsang ... "Namun, sebelum Michael bisa membicarakan lebih lanjut, dia merasa semakin tidak enak pada bagian sensitifnya yang sudah mulai bereaksi. Dia merasa sesak napas dan kepala mulai pusing.Dengan mata penuh nafsu, dan napas yang membuatnya terengah-engah, dia melihat ke arah Nayla yang juga terlihat semakin gelisah dengan keringat menetes dan wanita itu terlihat tidak nyaman dengan kondisi tub
Ucapan Sefia seperti sebuah pukulan tak terduga bagi Zavier. Wajahnya memucat, matanya mencari-cari jawaban dari Sefia yang berdiri di hadapannya."Apa yang kamu katakan? Jangan menuduh istriku tanpa bukti!" desak Zavier dengan suara gemetar, tetapi penuh dengan amarah yang tak terbendung.Sefia terdiam sejenak, menyadari bahwa kata-katanya telah menimbulkan ledakan emosi dari Zavier. Namun, dia tetap tegar dalam pendiriannya. "Kamu mau bukti?" katanya tegas."Baik!!!"Tanpa menunggu jawaban dari Zavier, Sefia segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto yang telah dikirimkan Kayla sebelumnya.Foto-foto itu menunjukkan Nayla dengan Michael, menggambarkan momen mesra di antara mereka.Zavier terkejut!Reaksi marah Zavier semakin menjadi-jadi. Kedua matanya membulat. Dia merasa seperti dunia di sekitarnya runtuh dalam sekejap. "Dari mana foto ini? Di mana mereka sekarang?" tanyanya dengan suara yang bergetar, matanya memandan
Namun, sebelum dia sempat membuka pintu mobil, Sefia menyusul dari belakang, tangannya menarik lengan Zavier dengan penuh keputusasaan."Zav, tunggu! Kita harus berpikir dulu, kamu tidak boleh membawa mobil dalam keadaan seperti ini!" pekik Sefia dengan suara yang hampir putus asa.Tetapi Zavier tidak mendengarkan. Pikirannya terpaku pada kebutuhan untuk menemukan Nayla, dan dia tidak bisa membiarkan kesempatan itu terlewat begitu saja.Dengan kasar, dia menepis tangan Sefia lalu masuk ke dalam mobil."Sefia, aku ingin bukti nyata dengan mataku sendiri," jawab Zavier tanpa menoleh.Sefia melihat raut wajah Zavier yang keras dan terfokus, dia tahu tidak akan bisa menghentikannya.Brmmmm ...Terdengar pedal gas yang ditekan dengan kuat dan mobil Zavier sudah melaju dengan cepat meninggalkan rumah Sefia.Dengan hati yang berat, dia menyadari bahwa dia tidak bisa membiarkan Zavier pergi sendirian. Meskipun dia merasa takut dan cema
Zavier menggelengkan kepala, mencoba memahami situasi yang rumit ini. "Aku tidak tahu. Tetapi kita harus mencari tahu, tuduhan Kayla mungkin tidak benar," ujarnya dengan tegas.Semua pernyataan memenuhi pikiran Zavier dan Sefia saat mereka berdiri di ambang pintu, berusaha memahami situasi yang rumit ini.Tiba-tiba, Nayla berguling di ranjangnya, matanya terbuka pelan. Dia meraba-raba di sekitarnya, masih dalam keadaan setengah sadar."Nayla..." bisik Zavier dengan lembut, langkahnya mendekati ranjang. Tidak ada raut kemarahan lagi di balik wajah dingin pria itu karena melihat istrinya yang tampak kelelahan.Nayla menggeliat kecil, memperhatikan kehadiran Zavier dan Sefia dengan rasa heran."Bagaimana kalian bisa sekamar di sini? Apa yang terjadi?" tanya Zavier dengan lembut.Nayla menggosok matanya, mencoba memahami situasi yang sedang terjadi. Dia merasa bingung, tetapi berusaha untuk fokus saat dia menyadari kehadiran Zavier dan Sefia di
Nayla iseng memainkan dan menggerakkan jari kakinya untuk menghabiskan waktu perjalanan yang membosankan selama hampir satu jam.Tidak lama kemudian, mobil masuk ke halaman rumah mereka. Nayla bersiap keluar dengan membuka tali pengaman yag melintang di tubuhnya."Tunggu sebentar." Suara Zavier menghilang seiring pria itu keluar dari mobil dan menuju ke arah sisi pintu mobil lainnyaDi luar dugaannya, Zavier tidak membiarkan Nayla berjalan sendiri, masuk ke dalam rumah begitu mereka sampai. Sebaliknya, dia menggendongnya dengan penuh kelembutan dari mobil dan membawanya ke dalam rumah, menuju ke kamar mereka.Nayla merasa sedikit terkejut dengan perlakuan Zavier yang tidak biasa ini, tetapi dalam hatinya, dia merasa hangat dan terharu oleh perhatian dan kelembutan suaminya. Dia merasa seperti ada sedikit cahaya harapan yang menyinari kegelapan yang telah meliputi pikirannya.Zavier menempatkan Nayla dengan lembut di atas tempat tidur, memastikan ba
Melihat kondisi Nayla yang menginginkan sebuah pelepasan, Zavier tersenyum. Mereka ada suami istri yang sah.Tentu saja dia akan senang hati membantu Nayla untuk mengeluarkan gairah yang terbentuk akibat obat yang sempat membuatnya uring-uringan.Zavier segera menyambut bibir merekah milik Nayla dan memberikan ciuman yang lembut. Nayla membalas dengan cepat, meraih sebanyak-banyaknya keadaan agar bisa memuaskan hasratnya yang tidak dapat dimengerti oleh kepalanya saat ini.Menyaksikan bagaimana wanita yang menjadi istrinya selama dua tahun terakhir itu beraksi di atasnya dan menjadi nahkoda di atas ranjang mereka, Zavier merasa sangat istimewa. Dia sangat menikmati setiap manuver yang diberikan oleh sang istri.Sebelumnya, Nayla selalu terlihat seperti patung di bawah kukungan Zavier. Malam ini terasa begitu hangat dan membara karena kedua insan itu melakukan adegan panas yang tidak pernah mereka alami sebelumnya.Setelah berjam-jam berlalu, Nayla
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu