Sejak saat itu juga, Zavier sering melampiaskan amarahnya melalui segala cara, termasuk pemaksaan bagi mereka untuk melakukan hubungan suami istri.
Walau sejak saat itu, Zavier selalu pulang setiap hari. Tidak seperti yang lalu-lalu. Zavier selalu pulang walau pekerjaannya sangat banyak dan Nayla mengira itu semua adalah sebuah perubahan ke arah yang baik.
Seperti semalam, pria itu tetap pulang walau hujan lebat dan dia juga berada dalam keadaan mabuk.
Beberapa saat kemudian, dokter tiba di rumah mereka bersama dengan seorang perawat, membawa tas dokter yang berisi perlengkapan medis.
Nayla segera membawa dokter ke kamar di mana Zavier terbaring, memperhatikan dengan khawatir setiap gerakan dokter saat dia memeriksa suaminya.
Dokter dengan cermat memeriksa suhu tubuh Zavier, memeriksa tekanan darahnya, dan mencatat segala gejala yang terlihat. Setelah menyelesaikan pemeriksaannya, dia mengambil beberapa suntikan infus dan obat dari tasnya.
"
"Tidak perlu berterima kasih, Nayla. Kesehatan dan kebahagiaanmu serta Zavier adalah yang terpenting," ucap Michael dengan suara penuh perhatian."Aku juga berhutang kepadamu mengenai Nadira, kamu sudah memperhatikannya dengan baik," lanjut Nayla."Tidak apa-apa, itu adalah kewajiban yang harus kulakukan untuk membuatmu merasa nyaman, Nayla."Setelah berbicara dengan Michael, Nayla merasa sedikit lega. Meskipun keadaan Zavier membuatnya cemas, tapi setidaknya dia merasa didukung oleh orang-orang terdekatnya. Dengan hati yang lebih tenang, dia kembali ke sisi tempat tidur Zavier.Sementara mendengar percakapan Nayla dengan Michael, Zavier merasa getaran aneh merambat di dalam dirinya. Mata Zavier yang masih setengah tertutup perlahan-lahan terbuka sedikit lebih lebar, namun ekspresinya tetap datar, tersembunyi di balik kelopak mata yang menatap tajam ke arah kekosongan.Setiap kata yang terdengar dari percakapan itu menusuk ke dalam hatinya seperti
Seorang pelayan memasuki kamar dengan sebuah nampan, membawa semangkuk bubur ayam yang hangat."Nyonya Nayla, saya membawa bubur untuk Tuan Zavier," ucap pelayan dengan suara lembut, menempatkan nampan di atas meja kecil di samping tempat tidur.Nayla mengangguk, menyadari bahwa Zavier membutuhkan makanan yang hangat untuk membantu meredakan gejalanya. Dia berterima kasih kepada pelayan dengan senyum lemah sebelum membalikkan pandangannya ke arah Zavier."Zavier, apakah kamu ingin mencoba makan sedikit?" tanyanya dengan suara yang lembut, mencoba untuk membawa kembali kehangatan di antara mereka.Zavier mengangguk pelan, menunjukkan bahwa dia setuju. Dengan hati-hati, Nayla membantu Zavier untuk duduk lebih nyaman di tempat tidur, kemudian membuka tutup semangkuk bubur ayam yang hangat.Meskipun suasana di dalam kamar masih terasa tegang, tapi momen kecil ini memberikan sedikit kelegaan bagi keduanya.Nayla tetap berusaha untuk menjalankan k
"Tapi aku tidak pernah berencana untuk menghabiskan waktu lama di sana. Bukankah aku sudah kembali ke sini walau hujan badai semalam?"Zavier menatap Nayla dengan tatapan tajam lalu melanjukan kalimatnya. "Mereka, teman yang lain juga datang untuk menjengguk Sefia. Lalu mereka membuka botol anggur baru untuk menggantikan botol yang sudah kamu pecahkan."Terdengar napas Zavier menderu-deru karena pria itu menahan amarah dalam dirinya."Aku ikut minum karena merasa harus menggantikan momen berharga Sefia. Momen yang sudah kamu rusak!""Aku mewakilimu meminta maaf kepadanya atas kelakuanmu yang memalukan dalam pestanya!" lanjut Zavier."Nayla! Kamu sungguh tidak bisa menghargai apa yang sudah kuperbuat, malah merencanakan untuk bertemu pria lain pada saat aku tidak ada di rumah!"Nayla terpaku di tempatnya berdiri. Zavier tidak pernah berkata-kata sebanyak ini sebelumnya.Dia menatap Zavier dengan harapan, berharap suaminya bisa melihat
Kata-kata Zavier membuat Nayla terdiam dalam keheranan. Hatinya berdebar kencang, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia menyaksikan Zavier yang tiba-tiba berubah, dari pria yang dingin dan terpisah menjadi suami yang penuh ketegasan.Dengan berat hati, Nayla mengangguk, mencoba menyesuaikan diri dengan situasi yang tak terduga ini. Dia merasakan kelegaan yang mendalam seiring dengan kenyataan bahwa Zavier masih memilih untuk berada di sampingnya.Zavier membuka pintu dan menghentikan langkahnya tanpa berbalik lalu menyampaikan dengan suara yang mantap, "Michael? Dia akan berada dalam masalah bila masih memberanikan diri untuk menganggumu!"Kata-kata itu meluncur dari bibir Zavier dengan nada yang tajam membuat Nayla semakin gemetar.Bam!Pintu ditutup dengan kasar oleh Zavier.Dalam keheningan yang menyelimuti kamar, Nayla duduk dengan berat di ranjang, membiarkan semua yang baru saja terjadi menyerap ke dalam pikirannya yang be
Dia mencoba untuk menahan ketidaknyamanan itu, tetapi terus merasa bahwa sesuatu tidak beres. Tetap saja, Zavier menutup mata rapat, fokus pada urusan bisnisnya, sambil berusaha menyingkirkan pikiran tentang kesehatannya yang semakin memburuk.Namun, semakin rapat rapat berlangsung, semakin sulit baginya untuk mengabaikan gejala-gejala yang mengganggunya. Setiap kata yang diucapkan, setiap keputusan yang diambil, terasa seperti terhalang oleh keadaannya yang semakin melemah.Tapi Zavier tetap bertahan, bertekad untuk menyelesaikan rapat dengan sukses meskipun dihadapkan pada tantangan yang tak terduga ini.Melihat wajah majikannya yang semakin memucat, asisten Zavier akhirnya memberanikan diri untuk bertanya dengan suara khawatir, "Maaf, Pak Zavier, apakah Anda merasa baik? Anda terlihat agak pucat."Zavier, yang sedang sibuk meninjau beberapa dokumen di meja rapat, sedikit terkejut oleh pertanyaan itu. Dia memandang asistennya dengan tatapan tajam, menco
Asisten Zavier, yang sebelumnya hanya diam mengamati situasi, segera menuruti perintah Sefia dengan langkah tergesa-gesa. Dia segera meninggalkan ruangan untuk menjalankan perintahnya, meninggalkan Zavier dan Sefia dalam keheningan yang tegang.Sementara itu, Sefia terus mengawasi Zavier dengan perhatian yang mendalam. Meskipun Zavier mencoba untuk menyangkalnya, tapi Sefia bisa melihat melalui kedoknya. Dia tahu bahwa kesehatan Zavier tidak bisa diabaikan, terutama di saat kondisinya yang sedang rapat dan intens."Tolong, jangan biarkan ego menghalangi keputusan yang tepat," ucap Sefia dengan suara yang lembut, tetapi tegas. "Kesehatanmu lebih penting daripada rapat ini."Zavier terdiam sejenak, terpancing oleh kata-kata Sefia yang bijaksana. Meskipun terdapat keengganan di dalam hatinya, dia tahu bahwa Sefia benar. Dia harus mengutamakan kesehatannya, terutama di saat kondisi yang sedang tidak baik seperti ini.Dengan langkah ragu, Zavier akhirnya menga
Zavier memang sedang memikirkan tentang Nayla tanpa sadar. Tapi Zavier segera menepis pikiran tersebut dari kepalanya. Dia tahu bahwa membanding-bandingkan Sefia dan Nayla tidak adil, mengingat kedua wanita itu memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Sefia di sini, di saat-saat yang sulit ini, memberikan sedikit kelegaan baginya.Zavier memalingkan pandangannya dari Sefia sejenak, membiarkan pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia mengingat momen-momen manis yang dia bagikan bersama Nayla, meskipun kadang-kadang itu hanya momen-momen kecil yang tidak terasa istimewa.Dia tersenyum kecil pada saat membayangkan Nayla masuk ke dalam kamar dengan wajah kusut berantakan karena baru selesai membersihkan rumah sesuai perintahnya. Lalu saat wanita itu dipenuhi buih sabun karena menyuci mobil. Zavier memang sengaja melakukannya.Dalam hatinya, Zavier berharap bahwa dia bisa menemukan keseimbangan antara
Dengan langkah gemetar, Nayla turun dari bus dan melangkah menuju pintu gerbang rumah keluarga Abraham. Dia mengetuk pintu dengan ragu, hatinya berdebar-debar dalam ketakutan.Tidak ada kata-kata yang bisa meredakan rasa sakitnya, tidak ada jawaban yang bisa dia temukan untuk mengapa semua ini terjadi.Dengan langkah gemetar, Nayla turun dari bus dan melangkah menuju pintu gerbang rumah keluarga Abraham. Dia mengetuk pintu pagar besi dengan ragu, hatinya berdebar-debar dalam ketakutan.Seorang petugas penjaga pintu membuka jendela kecil dan melihat Nayla, "Anda siapa dan sedang mencari siapa?"Nayla menelan salivanya yang terasa pahit, dia adalah seorang Nyona Muda yang tidak pernah dikenali oleh siapa pun dalam keluarga Abraham kecuali mertuanya karena Zavier tidak pernah membawanya ke sana sama sekali.Nayla, dengan hati-hati, meminta izin kepada petugas penjaga pintu untuk bertemu dengan Xander. Dia berbicara dengan suara yang lembut, berharap b
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu