"Please, Michael," Nadira memotong dengan suara lembut namun penuh harapan.
"Aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi ini adalah satu-satunya keinginan yang aku punya. Aku ingin meninggalkan dunia ini dengan perasaan bahwa aku telah mencintai dan dicintai."
Michael merasa hatinya hancur. Dia tahu bahwa dia tidak bisa memenuhi permintaan Nadira dengan sepenuh hati karena cintanya masih untuk Nayla. Namun, dia tidak ingin mengecewakan Nadira di saat-saat terakhir hidupnya. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk memberikan jawabannya.
"Baiklah, Nadira," kata Michael dengan suara penuh kesedihan. "Jika itu yang kamu inginkan, aku akan melakukannya. Aku akan menikah denganmu."
Nadira tersenyum lemah, merasakan sedikit kedamaian di tengah rasa sakit yang dia alami. "Terima kasih, Michael. Itu berarti banyak bagiku."
Michael memeluk Nadira dengan lembut, mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah penderitaan yang dialaminya. Dia tahu bahwa keputusa
Kata-kata Zavier menggema di telinga Nayla, menghantamnya seperti badai yang tak terduga. Seluruh tubuhnya membeku, dan matanya melebar dalam ketidakpercayaan. "Bagaimana… bagaimana kamu bisa tahu?" bisiknya dengan suara hampir tak terdengar.Zavier menunduk, seolah-olah berusaha menahan emosinya sendiri. "Aku mendapat petunjuk dari laboratorium DNA. Sejak sifat Fernando dan Joen yang selalu berputar dalam kepalaku, aku merasa ada sesuatu yang tidak benar. Banyak hal yang tidak masuk akal, dan akhirnya aku memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Setelah aku menelusuri lebih dalam, aku menemukan bahwa laporan DNA Joen telah dimanipulasi. Sebenarnya, DNA Joen cocok denganmu dan denganku, bukan dengan siapa pun yang selama ini disebutkan."Nayla merasa seluruh tubuhnya melemah, seolah-olah dunia di sekelilingnya mulai runtuh. Semua rahasia yang ia sembunyikan begitu rapat tiba-tiba terungkap, dan rasa takut yang selama ini ia pendam mengalir bebas, membuatnya merasa
Zavier mengangguk pelan lalu merangkul Nayla dalam pelukan, seolah-olah menegaskan bahwa bersama-sama, mereka akan berjuang untuk melindungi Joen, untuk memastikan bahwa anak itu tidak perlu menderita lebih dari apa yang sudah ia alami.Setelah beberapa saat hening, Nayla akhirnya bersuara, suaranya masih terdengar serak karena menangis. "Terima kasih, Zavier. Aku… aku benar-benar menghargai apa yang kamu lakukan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk Joen. Aku tidak bisa mengubah masa lalu, tapi aku bisa mencoba membuat masa depan yang lebih baik untuknya."Zavier tersenyum lembut, menatap Nayla dengan penuh keyakinan. "Kita akan membuat masa depan yang lebih baik untuknya, Nayla. Dan tidak hanya untuk Joen, tapi juga untuk kita semua. Kita telah melalui banyak hal, dan sekarang saatnya untuk membangun kembali, dengan fondasi kebenaran dan cinta.""Aku masih mencintaimu. Nayla."Nayla merasaka
Zavier mengangguk dan mengikuti dokter menuju ruang donor, sementara Nayla berdiri di sana, merasa terombang-ambing antara harapan dan ketakutan. Dia tahu bahwa hidup Joen sekarang tergantung pada seberapa cepat dan seberapa kuat mereka bisa bertindak.Nayla mengikuti mereka dengan langkah ragu, hatinya dipenuhi dengan doa-doa yang tak terucapkan, berharap bahwa tindakan Zavier akan berhasil menyelamatkan Joen. Meskipun rasa takut dan cemas terus menghantuinya, Nayla tidak bisa mengabaikan perasaan hangat yang menyelusup dalam dirinya saat melihat Zavier berkorban demi anak mereka. Bagaimanapun, cinta seorang ayah yang begitu besar pada anaknya kini terlihat begitu nyata di depan matanya.Bagaimana dia bisa menolak Zavier?Di ruang donor, Zavier duduk dengan tenang meskipun kelelahan terlihat jelas di wajahnya. Ketika jarum mulai menusuk kulitnya, ia hanya menatap lurus ke depan, memfokuskan dirinya pada satu hal: menyelamatkan Joen. Sementara darahnya mengalir
Dokter yang baru saja keluar langsung bereaksi, memeriksa keadaan Zavier dengan cepat. Wajahnya berubah serius ketika dia menyadari bahwa Zavier mengalami pingsan, kemungkinan besar akibat cedera otak yang dideritanya di masa lalu"Kita butuh tandu di sini, sekarang!" perintah dokter kepada staf medis yang segera datang berlari.Nayla merasa kepanikan yang sama sekali berbeda dari yang dia rasakan sebelumnya. Jika tadi dia cemas akan kondisi Joen, kini kecemasan itu beralih pada Zavier. "Apa yang terjadi padanya, Dokter? Apa dia akan baik-baik saja?"Dokter tetap tenang meskipun situasinya genting. "Beberapa hari ini, Tuan Zavier memang sedang berada dalam perawatan terhadap gejala cedera otak yang mulai kambuh karena faktor kelelahan dan kurang menjaga kesehatannya."Cedera otak? Di masa lalu?" tanya Nayla dengan panik, dia teringat tentang masa lalu mereka di mana dia merawat Zavier yang koma."Zavier memang mengalami cedera otak yang cukup seriu
Hatinya terasa nyeri karena takdir yang mempersatukan mereka kembali, namun dengan kondisi yang sama, Zavier akan koma dan dia harus merawat pria yang memiliki tempat di hatinya itu.Beberapa hari setelah pertemuan mereka di rumah sakit, persiapan pernikahan Nadira dan Michael dimulai. Proses ini dilakukan dengan sangat terbatas, hanya melibatkan keluarga terdekat dan beberapa teman dekat. Michael merasa tertekan dan terpecah antara cintanya kepada Nayla dan tanggung jawabnya terhadap Nadira.Nayla mengetahui tentang pernikahan mendatang antara Michael dan Nadira. Meskipun dia merasa hancur dan bingung, dia berusaha untuk bersikap dewasa dan mendukung keputusan Michael. Dia merasa bahwa ini adalah bagian dari hidupnya yang harus diterima, meskipun hatinya merasa sangat sakit.Setidaknya Michael bertanggungjawab atas kehormatan adiknya yang sudah direnggut paksa olehnya dengan alasan apa pun.Tapi, Nayla merasa terkejut karena pernikahan akan dilangsungkan
Hari pernikahan akhirnya tiba, dan acara tersebut berlangsung dengan penuh kesedihan dan kepedihan. Michael merasa hatinya hancur saat melihat Nadira, yang tampaknya semakin lemah, mengenakan gaun pengantin. Meskipun dia berusaha tersenyum, dia tidak bisa menahan perasaan bersalah dan duka yang mendalam.Nadira memakai gaun putih yang terlihat sederhana dengan riasan yang cukup membantu sehingga wajahnya tidak terlihat pucat. Dia terpaksa duduk di kursi roda dengan jarum infus yang tetap melekat di tangannya.Ketika upacara pernikahan dimulai, Michael berdiri di samping Nadira dengan perasaan campur aduk. Dia mengingat kembali semua kenangan indah yang dia miliki dengan Nayla dan menyadari betapa sulitnya situasi ini. Meskipun dia tahu bahwa pernikahan ini adalah bentuk tanggung jawabnya terhadap Nadira, hatinya tetap ada untuk Nayla.Betapa dia menginginkan untuk menikahi Nayla dan keinginan itu sudah ada sejak mereka kecil.Michael menoleh ke arah Nadir
Namun, saat Michael mencoba mendekati Nadira, ia merasa kesedihan yang mendalam. Setiap sentuhan, setiap ciuman, terasa seperti upaya untuk menebus semua penyesalan dan kesalahan yang telah terjadi di masa lalu.Nadira merasakan setiap perasaan yang disampaikan Michael dan mencoba untuk menikmati malam ini. Meskipun dia tahu bahwa perasaan Michael tidak sepenuhnya untuknya, dia berusaha untuk fokus pada kebahagiaan yang masih bisa dia rasakan."Michael," kata Nadira dengan lembut, "Aku tahu kau merasa terpaksa, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku benar-benar mencintaimu. Malam ini adalah yang paling berharga bagiku."Michael memandang Nadira dengan penuh rasa kasihan. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa sangat hancur dan bersalah. Aku tidak ingin kau merasa bahwa pernikahan ini hanya karena rasa terpaksa."Michael naik ke atas ranjang dan membawa Nadira dalam pelukannya lalu memegang tangannya dengan penuh kelembutan.Ranjang besar yang sen
Saat Michael membungkuk dan menempelkan bibirnya pada kening Nadira, dia merasakan kehangatan tubuh Nadira, meskipun dingin mulai merayap. Mencium keningnya dengan lembut, dia tidak hanya memberikan kasih sayang tetapi juga mencoba untuk menyampaikan seluruh perasaannya dalam ciuman itu.Ciuman di kening adalah ungkapan cinta darinya yang tidak hanya menyentuh fisik tetapi juga meresap ke dalam hati dan jiwa Nadira sehingga wanita itu langsung meneteskan air mata."Aku mencintaimu, Michael."Setelah ciuman lembut di kening, Michael bergerak lebih dekat, matanya tidak pernah meninggalkan mata Nadira. Dia memegang tangan Nadira dengan lembut dan mencium telapak tangannya. Setiap ciuman pada tangan Nadira seolah-olah mengirimkan rasa hangat dan perhatian yang mendalam.Nadira menutup matanya sejenak, merasakan setiap sentuhan dengan seluruh keberadaannya. "Michael," bisiknya, "Aku merasa sangat ingin dicintai. Ini adalah malam yang paling indah dalam hidupku
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu