Michael tidak mengunjungi Nayla sama sekali, apalagi menghubunginya. Dia benar-benar menghilang dari Nayla untuk sementara. Semua perhatiannya dn waktu senggang yang dia miliki mulai teralihkan kepada Nadira.
Nadira perlahan mulai merasa lebih baik. Dia tahu bahwa Michael tidak bisa membalas cintanya dengan cara yang dia inginkan, tapi dia juga tahu bahwa Michael peduli padanya dengan tulus. Itu sudah cukup baginya untuk terus maju dan mencari kebahagiaan dalam hidupnya.
Michael, di sisi lain, merasa lebih tenang setelah melihat Nadira mulai pulih. Dia tahu bahwa dia harus tetap kuat untuk Nayla dan Joen, tapi dia juga tidak akan meninggalkan Nadira. Dia akan selalu ada untuk mendukungnya, sebagai teman yang setia.
***
Nayla merasa sedikit aneh karena kedua orang dekatnya seperti menghilang ditelan bumi. Nayla memutuskan untuk mengundang Michael dan Nadira ke rumahnya untuk makan malam. Dia ingin menghabiskan waktu bersama adiknya dan sahabatnya, serta me
"Itu bagus. Michael, kamu selalu peduli pada orang-orang di sekitarmu. Terima kasih sudah selalu ada untuk Nadira."Michael merasakan hatinya tersentuh oleh kata-kata Nayla. "Terima kasih, Nayla. Kalian semua sangat berarti bagiku.""Kenapa Joen tidak makan bersama kita?" tanya Nadira dengan curiga."Dia di kamarnya, tunggu sebentar, akan kupanggil." Nayla berdiri dan melangkah menuju ke kamar Joen.Beberapa saat kemudian, Nayla mengeluarkan semua bujuk rayu agar Joen keluar untuk makan malam bersama. Dengan kesal, gadis kecil itu duduk di antara Nadira dan Michael, memandangi mereka dengan penuh rasa ingin tahu. "Mama, kapan kita semua bisa pergi ke taman bermain lagi? Aku ingin Paman Puzzle ikut."Nayla tersenyum dan mengusap kepala Joen dengan lembut. "Tentu saja, sayang. Kita bisa merencanakan untuk pergi bersama-sama. Michael, kamu mau ikut?"Michael mengangguk dengan senyum. "Tentu, Joen. Aku akan senang ikut ke taman bermain den
Michael menundukkan kepalanya, merasa malu dan bersalah. "Aku mengira Nadira adalah kamu. Aku sangat mabuk, dan aku mencium Nadira. Malam itu, kami... kami menghabiskan malam bersama."Nayla merasakan dadanya sesak mendengar pengakuan Michael. Dia menoleh ke arah Nadira, matanya penuh dengan pertanyaan."Nadira, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Nayla dengan suara yang gemetar.Nadira mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. "Kak, aku... aku tahu itu salah. Tapi aku sangat mencintai Michael. Aku selalu mencintainya. Malam itu, aku hanya ingin merasakan cintanya, meskipun hanya sesaat."Nayla terdiam sejenak, mencoba mencerna semua yang baru saja dia dengar. Setelah beberapa saat, dia menatap Michael dengan mata penuh kesedihan. "Michael, kamu tahu bahwa ini adalah masalah yang sangat serius. Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang telah kamu lakukan.""Adikku, bukan seorang wanita yang sehat, kamu tidak mempunyai, uhm, untuk me-" Nayla kehil
Michael mengangguk, merasakan beban yang sangat berat di dadanya. "Aku akan selalu mendukung Nadira, apapun yang terjadi. Tapi aku tidak bisa menikahinya hanya karena kesalahan ini. Aku mencintaimu, Nayla, dan aku akan selalu mencintaimu."Nadira menutup telinganya dengan kedua tangannya karena tidak tahan lagi mendengar perkataan cinta dari Michael untuk kakaknya. Pria itu bukan hanya mengatakan sekali, tetapi berulang kali dan terdengar seperti alunan lagu yang rusak.Michael menyadari keterpurukkan Nadira, sehingga dia memutuskan untuk pergi."Sepertinya kita semua membutuhkan ruang," ucapnya sambil berdiri.Dengan hati yang hancur, Michael melangkah menuju ke pintu keluar. Dia tahu bahwa perasaannya tidak akan berubah, tapi dia harus memberikan ruang bagi Nayla dan Nadira untuk menyembuhkan luka-luka mereka. Sebelum pergi, dia menatap Nayla untuk terakhir kalinya, berharap bahwa suatu hari nanti, mereka bisa menemukan jalan kembali satu sama lain.
Nayla mengangguk, lalu menghela napas panjang. "Iya, Michael sedang mendonorkan darahnya di dalam. Aku... aku merasa sangat tak berdaya. Aku ingin membantu, tapi..."Zavier menatap Nayla dengan penuh perhatian. "Kamu sudah melakukan yang terbaik. Bukankah kamu melakukan segalanya untuk dia selama ini?"Nayla tersadar, pernikahannya juga berawal dari kebutuhan Nadira untuk berobat. Selain dari hutang Ayahnya dan semua cerita bersinambungan."Terkadang kita harus menerima bahwa tidak semuanya bisa kita kendalikan." Perkataan Zavier terdengar datar.Nayla menunduk, menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. "Aku hanya takut kehilangan dia, Zavier. Setelah semua yang terjadi, aku nggak sanggup kalau harus kehilangan orang yang aku sayangi lagi. Aku hanya memiliki seorang adik dan aku sudah memberikan semua hidupku hanya untuknya."Zavier duduk di sampingnya dan menggenggam tangan Nayla dengan lembut. "Kita tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Nayla berusaha menolak, tetapi Michael dengan cepat mengangkat tubuh Nayla dan membawanya ke kamar.Dengan kasar, Nayla dihempaskan ke atas ranjang dan Michael membuka kemejanya sendiri, "seharusnya malam itu adalah kamu, Nayla. Aku sangat menginginkanmu.""Tapi, Michael, aku sedang halangan, ini sal-""Hmmmpt! Hmmmpt!"Kemeja Nayla dikoyak dengan kasar, dan Michael berada dalam kondisi sadar. Tidak ada minuman yang dia konsumsi. Pria sedang ingin menguasai Nayla sepenuhnya."Lepaskan, Michael!"Plak!Plak! Plak!"Aargh!"Joen, yang baru saja mendengar suara Ibunya meronta di kamar sebelah, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dengan kekhawatiran di matanya, Joen segera mengambil ponsel ibunya yang diletakkan di meja dan mencari nama Zavier lalu menekan tombol hijau untuk menelepon Zavier, berharap bahwa Paman Puzzle bisa membantu ibunya."Paman Puzzle, Paman Michael ada di rumah Mama!" suara Joen bergetar di pons
"Satu pesanku, pria ini, akan menyakitimu lagi. Pada saat itu, aku mungkin tidak akan berada di sana untuk melindungimu seperti yang sudah kulakukan dengan bodoh selama enam tahun terakhir.""Cuih!" Michael membuang salivanya yang bercampur dengan dar*h ke lantai.Nayla menatap Michael dengan mata penuh air mata, merasa hancur oleh situasi yang terjadi. "Michael, aku... aku hanya ingin kamu bahagia, tapi aku juga harus melindungi Joen dan diriku sendiri."Michael mengangguk dan melangkah keluar dari kamar. Begitu dia keluar dari rumah, Zavier menutup pintu kamar dengan lembut dan menoleh ke Nayla. "Apakah kamu baik-baik saja?"Nayla mengangguk, meskipun wajahnya terlihat penuh luka dan lembam. "Ya, aku baik-baik saja. Tapi ini semua sangat sulit."Zavier mendekati Nayla dan memeluknya dengan lembut, mencoba memberikan dukungan yang dia butuhkan. "Aku akan selalu ada di sini untukmu. Kita akan melewati ini bersama-sama."Zavier merasa marah,
"Please, Michael," Nadira memotong dengan suara lembut namun penuh harapan."Aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi ini adalah satu-satunya keinginan yang aku punya. Aku ingin meninggalkan dunia ini dengan perasaan bahwa aku telah mencintai dan dicintai."Michael merasa hatinya hancur. Dia tahu bahwa dia tidak bisa memenuhi permintaan Nadira dengan sepenuh hati karena cintanya masih untuk Nayla. Namun, dia tidak ingin mengecewakan Nadira di saat-saat terakhir hidupnya. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk memberikan jawabannya."Baiklah, Nadira," kata Michael dengan suara penuh kesedihan. "Jika itu yang kamu inginkan, aku akan melakukannya. Aku akan menikah denganmu."Nadira tersenyum lemah, merasakan sedikit kedamaian di tengah rasa sakit yang dia alami. "Terima kasih, Michael. Itu berarti banyak bagiku."Michael memeluk Nadira dengan lembut, mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah penderitaan yang dialaminya. Dia tahu bahwa keputusa
Kata-kata Zavier menggema di telinga Nayla, menghantamnya seperti badai yang tak terduga. Seluruh tubuhnya membeku, dan matanya melebar dalam ketidakpercayaan. "Bagaimana… bagaimana kamu bisa tahu?" bisiknya dengan suara hampir tak terdengar.Zavier menunduk, seolah-olah berusaha menahan emosinya sendiri. "Aku mendapat petunjuk dari laboratorium DNA. Sejak sifat Fernando dan Joen yang selalu berputar dalam kepalaku, aku merasa ada sesuatu yang tidak benar. Banyak hal yang tidak masuk akal, dan akhirnya aku memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Setelah aku menelusuri lebih dalam, aku menemukan bahwa laporan DNA Joen telah dimanipulasi. Sebenarnya, DNA Joen cocok denganmu dan denganku, bukan dengan siapa pun yang selama ini disebutkan."Nayla merasa seluruh tubuhnya melemah, seolah-olah dunia di sekelilingnya mulai runtuh. Semua rahasia yang ia sembunyikan begitu rapat tiba-tiba terungkap, dan rasa takut yang selama ini ia pendam mengalir bebas, membuatnya merasa
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu