Nayla terperanjat dan mematung seketika. Belum sempat dia mengatakan apa pun. Michael sudah merapatkan tubuhnya.
Dengan dorongan batin yang kuat, Michael akhirnya memaksa ciuman ke bibir Nayla. Ciuman itu penuh dengan emosi dan keputusasaan. Nayla, yang merasa tertekan dan bingung, tidak melawan; dia membiarkan Michael menciuminya dengan hati yang hancur.
Namun, saat ciuman itu berlangsung, Nayla merasa ketidakberdayaan di dalam dirinya. Suara napas yang beradu pelan tanpa gelora juga dapat dirasakan oleh Michael.
Michael menyadari bahwa ciuman tersebut tidak mendapatkan respon yang dia harapkan. Ada sesuatu dalam cara Nayla membalas yang menunjukkan betapa dia masih terikat pada Zavier.
Michael menarik diri, melepaskan Nayla dengan penuh rasa sakit. Dia menatap Nayla dengan mata yang penuh kesedihan. "Aku tidak bisa melanjutkan ini, Nayla. Aku tahu bahwa dalam hatimu hanya ada Zavier."
Nayla menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Michael, aku sa
Nayla memperhatikan dari dapur dengan campuran perasaan. Dia melihat bagaimana Zavier dengan sabar dan penuh perhatian menjelaskan mainan itu kepada Joen. Meskipun dia masih meragukan niat Zavier, dia tidak bisa mengabaikan kebahagiaan yang tampak di wajah Joen.Joen mulai bermain dengan puzzle itu, mencoba menyusun potongan-potongan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh perangkat lunak. Zavier duduk di sampingnya, memberikan dukungan dan bimbingan saat dibutuhkan."Bagus sekali, Joen! Kamu sangat pintar," puji Zavier ketika Joen berhasil menyelesaikan salah satu bagian puzzle lagi.Joen tersenyum lebar. "Ini menyenangkan. Terima kasih, Paman Zavier."Joen memeluk Zavier dengan erat sampai Zavier hampir tertimpa dan mereka rebahan di lantai. Suara tawa Ayah dan Anak itu terdengar nyaring.Nayla, yang sedang memasak di dapur, mendengar percakapan mereka dan merasa hatinya melunak sedikit. Dia masih meragukan niat Zavier, tetapi tidak bisa menga
Zavier menghela napas, mencoba meredakan amarahnya. "Aku hanya ingin melindungi kamu dan Joen. Aku tidak ingin ada orang lain yang menyakiti kamu lagi. Michael itu hanya pengecut, dia akan menyakitimu."Nayla tertawa mendengar semua perkataan Zavier, "justru Michael melindungiku dari kamu. Kamu lupa atas apa yang pernah kamu lakukan padaku?"Zavier menelan salivanya. "Nayla. Aku hanya takut kehilangan kamu lagi."Nayla mendekat, menyentuh lengan Zavier dengan lembut agar pria itu melepaskan daun pintu. "Zavier, aku tidak ingin ada konflik antara kamu dan Michael. Aku ingin kita bisa bekerja sama demi kebahagiaan Joen."Nayla mengerti bahwa keputusan untuk mengizinkan Zavier kembali ke dalam hidup mereka bukanlah hal yang mudah, tetapi dia bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi Joen.Dengan hati yang penuh harapan dan keyakinan, Nayla siap menghadapi apapun yang akan datang, demi kebahagiaan anaknya.Setelah percakapan yang mendalam, Nay
Kemarahan Zavier semakin memuncak seiring dengan rasa penolakan yang dia rasakan dari Nayla. Di balik senyum manis dan sikap tenangnya, Zavier menyimpan amarah yang membara. Dia merasa dipermalukan dan tidak dihargai, apalagi setelah tamparan emosional yang dia terima dari Nayla. Bagi Zavier, ini bukan sekadar masalah perasaan, tetapi soal harga diri yang telah diinjak-injak.Dia merasa butuh untuk menaklukkan wanita itu melalui bisnisnya. Agar Nayla kembali tidak berdaya dan mencarinya kembali.Sebagai seorang pengusaha cerdas dan ambisius, Zavier tahu bagaimana memanfaatkan kekuatan yang dia miliki. Dia telah lama membangun hubungan dengan para investor dan mitra bisnis yang kuat, dan kini dia memutuskan untuk menggunakan pengaruhnya untuk menghancurkan apa yang berharga bagi Nayla.Dengan perhitungan dingin, hanya dalam beberapa hari, Zavier mulai menyusun rencana untuk menyerang bisnis Nayla. Dengan serius, dia memanfaatkan kepercayaan yang sudah dia peroleh
"Baik, Nayla. Mari kita bicarakan semuanya," jawab Zavier dengan perasaan campur aduk. Pertemuan ini bisa menjadi titik balik dalam hubungan mereka, baik sebagai rival bisnis maupun sebagai dua orang yang pernah saling mencintai."Aku ke rumahmu? atau kamu ke rumahku?"Nayla mempertimbanglan reaksi Joen yang mungkin akan bertemu dengan Zavier lagi apa bila pria itu bertamu di rumahnya."Bagaimana bila di kafe saja?" saran Nayla."Aku akan mengirim lokasi pertemuan," sahut Zavier."B-baiklah."Dengan perasaan yang campur aduk, mereka pun bersiap untuk bertemu dan berbicara dari hati ke hati, mencari jalan untuk menyelesaikan segala perasaan dan konflik yang selama ini membelenggu mereka. Pertemuan ini bukan hanya tentang bisnis, tetapi juga tentang memulai kembali dengan hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih.Hari pertemuan yang telah lama dinanti tiba. Zavier sengaja memilih untuk bertemu di rumah lama mereka, tempat di
"Ya, mari bekerjasama sesuai kesepakatan awal," ucap Zavier dengan nada tegas.Nayla merasa lega karena Zavier akhirnya berjanji tidak akan saling serang lagi.Sebelum berpisah, Zavier mengulurkan tangannya kepada Nayla. "Mari kita mulai lagi, Nayla. Kali ini, tanpa dendam dan rasa sakit. Kita bisa membuat sesuatu yang hebat bersama-sama."Nayla menerima uluran tangan Zavier dengan senyum tulus. "Mari kita lakukan, Zavier. Untuk masa depan yang lebih baik."Di luar dugaan, Zavier tiba-tiba menarik Nayla ke dalam pelukan. Sentuhan hangatnya mengagetkan Nayla, namun ada sesuatu yang familier dan menghibur dalam pelukan itu.Sebelum ia sempat memproses apa yang terjadi, Zavier mencondongkan tubuhnya dan menciumnya dengan lembut. Bibir mereka bersatu dalam ciuman yang penuh perasaan, seolah-olah semua perasaan yang terpendam selama ini menemukan jalannya.Nayla tidak dapat menolak. Awalnya, ada rasa terkejut dan ragu, namun perlahan-lahan
Hari-hari berlalu sejak pertemuan terakhir mereka, dan Nayla merasa hatinya mulai melunak. Setiap kali dia melihat Joen bermain dengan puzzle AI dari Zavier, dia merasakan kehangatan yang berbeda. Meskipun Zavier telah menyakiti hatinya di masa lalu, Nayla tak bisa mengabaikan fakta bahwa Zavier mencoba untuk menjadi bagian dari kehidupan Joen.Suatu sore, Nayla menerima telepon dari Zavier. "Nayla, aku tahu ini tiba-tiba, tapi bisakah aku mengajak Joen ke taman? Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya."Nayla ragu sejenak sebelum akhirnya setuju. "Baiklah, Zavier. Tapi aku juga akan ikut. Aku ingin memastikan Joen baik-baik saja."Zavier tersenyum di ujung telepon. "Tentu, Nayla. Aku akan menjemput kalian."Di taman, Joen bermain dengan riang, berlari-lari di sekitar mereka. Nayla dan Zavier duduk di bangku, mengawasi Joen sambil berbicara. Percakapan mereka awalnya canggung, tetapi perlahan-lahan mereka mulai merasa lebih nyaman."Nayla," kata Za
Michael merasa hatinya hancur mendengar kata-kata Nayla. Dalam kebingungannya, dia mendekat dan mencoba mencium Nayla dengan paksa.Nayla yang pasrah hanya diam, membiarkan Michael menguasai tubuhnya seperti yang diharapkan oleh pria itu secara sepihak, tetapi Michael segera merasa tidak bergairah dan melepaskan ciumannya sekali lagi karena dia tidak menginginkan ciuman yang pasrah tanpa gairah.Michael duduk kembali di posisinya dan kembali mengancingkan kemeja Nayla yang sempat dibuka olehnya, lalu mengancingkan kemejanya sendiri."Ini salah, Nayla. Aku bukan menginginkan tubuhmu saja, tidak seperti Zavier. Kamu bukan tempat pelampiasan nafsu. Aku menghormatimu dan aku ingin status yang jelas di antara kita bila kita benar-benar ingin melakukannya, bukan penyerahan diri dan dirimu yang pasrah seperti patung, tidak membuatku bergairah," ucap Michael dengan tatapan dingin dan penuh kekecewaan.Nayla tidak mampu menahan air matanya saat mendengar semua per
Mando sendiri tidak percaya ketika pertama kali melihat hasil tes DNA tersebut. Namun, sebagai orang yang teliti, ia melakukan semua verifikasi yang diperlukan sebelum membawanya ke Zavier.Tiga laboratorium dan hasilnya 'sama'.Zavier berhenti berjalan dan menatap Mando, matanya penuh kemarahan dan kebingungan. "Mando, bagaimana ini bisa terjadi? Aku yakin Sefia tidak akan melakukan sesuatu seperti ini. Ada yang tidak beres!" suaranya bergetar dengan emosi yang sulit dikendalikan.Mando menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat."Tuan Zavier, aku tahu ini sulit dipercaya. Aku juga terkejut dengan hasil ini. Tapi kita sudah melakukan tes berulang kali, dan hasilnya tetap sama. Fernando bukan anak kandungmu, tapi Joen... Joen adalah anakmu."Ia menghela napas, "Aku paham, ini sangat rumit, tapi kita harus fokus pada kenyataan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Zavier membanting dokumen itu ke meja, suaranya b
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu