"Ini belum berakhir, Nayla. Aku akan terus berjuang, bukan hanya demi perusahaanku, tapi juga demi diriku sendiri. Aku akan menunjukkan padamu bahwa aku bisa bangkit dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya, aku akan memilikimu setelah ini, Nayla," gumam Zavier sambil memandang layar besar di hadapannya. Titik-titik merah yang menunjukkan letak 'green market' yang baru saja dibukanya dengan penuh kebanggaan.
Di tengah persaingan yang semakin ketat, Zavier dan Nayla tidak menyadari bahwa mereka saling merindukan.
Namun, untuk saat ini, Zavier dan Nayla masih harus berjuang dan membuktikan diri di dunia bisnis yang keras. Pertarungan ini belum berakhir, tetapi Zavier yakin bahwa dengan tekad dan kerja keras, ia bisa meraih kemenangan dan mencapai impian yang selama ini ia dambakan.
Nayla menerima laporan mengenai Green Mart dengan senyuman tipis di wajahnya. Di balik senyumnya, ada rasa kagum yang tak bisa ia pungkiri. "Zavier memang tidak pernah mudah dikalah
Anggota tim yang lebih fokus pada analisis, segera mencatat beberapa poin penting tentang strategi Green Mart. "Mereka benar-benar fokus pada produk lokal dan organik. Ini sesuai dengan tren pasar saat ini yang lebih peduli dengan kesehatan dan lingkungan. Kita harus mencari cara untuk bersaing dengan pendekatan yang serupa atau bahkan lebih baik," ujarnya, namun Nayla sama sekali tidak memperhatikan laporan apa pun. Dia hanya fokus untuk memperhatikan gerak gerik Zavier sedari tadi.Sesekali melihat pria itu tersenyum karena digoda oleh pelanggan yang merupakan gadis-gadis berpakaian seragam sekolah.Entah mengapa, Nayla merasa kesal dengan apa yang tampak di hadapannya."Mengapa pria yang menjadi atasan itu mau menyamar sebagai petugas counter? Dia hanya membuat kharismanya hilang!" geram Nayla sambil merengut.Dia tidak tahu alasan Zavier menyamar adalah untuk mengetahui permintaan pasar. Pria itu memang terlahir sebagai seorang jenius dalam urus
Michael buru-buru memberikan minuman dan duduk di samping Nayla untuk memberikan tepukan ringan di punggungnya.Nayla menghela napas panjang. "Aku hanya merasa... aku tidak tahu. Mungkin aku terlalu terobsesi untuk menang darinya. Kadang aku merasa dia adalah satu-satunya penghalang bagi kesuksesanku."Nayla menatap kosong ke arah lain, menghindari tatapan penuh selidik yang dilayangkan Michael."Dia harus merasakan penderitaan yang kualami!" Suara Nayla terdengar seperti tercekik di tenggorokannya.Michael menyodorkan piring nasi goreng ke arah Nayla. "Makanlah dulu. Kamu butuh energi."Nayla mengambil garpu dan mulai makan. Mereka berdua makan dalam diam sejenak, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.Kemudian, Michael melihat ada makanan bersisa di sudut bibir Nayla dan memungutnya lalu memakannya. Nayla kaget, "Eh, kenapa kamu makan sisaku?"Michael tersenyum dan menjawab, "Bibirmu selalu manis, makanan sisa pun akan te
Nayla tersenyum lemah. "Terima kasih, Michael. Kamu selalu tahu cara membuatku merasa lebih baik."Michael mengelus kepala Nayla dengan penuh kasih sayang, "makanlah, sudah mulai dingin. Tidak enak nanti."Nayla mengangguk. Mereka melanjutkan makan dalam keheningan, namun perasaan di antara mereka semakin jelas.Michael sangat menyayangi Nayla dengan tulus, tapi Nayla masih terjebak dalam perasaannya terhadap Zavier. Malam itu, Nayla merenung lebih dalam tentang apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidupnya.Setelah selesai makan, Michael mengantar Nayla pulang. Di perjalanan, mereka berdua lebih banyak diam. Nayla merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan Michael dengan tulus.Di depan pintu rumahnya, Nayla menatap Michael dengan mata penuh penyesalan. Wartawan tidak tahu mengenai rumah kecil milik Nayla karena dia memang ingin menghindar dari kejaran paparazi."Michael, aku..."Michael tersenyum dan menggeleng. "Tidak apa
Hari-hari berikutnya diisi dengan kerja keras dan inovasi dari kedua belah pihak. Almira Mini Market mulai mengimplementasikan strategi-strategi baru yang lebih kreatif dan menarik, sementara Green Mart terus meningkatkan pelayanan dan variasi produk mereka. Persaingan antara Zavier dan Nayla semakin memanas, namun di balik semua itu, ada perasaan yang belum terselesaikan di antara mereka.Hampir setiap hari, Zavier berada di kantor dan benar-benar bekerja keras. Dia hanya pulang untuk makan malam bersama Sefia dan Fernando, sesudahnya selalu kembali ke kantor bersama Cahyo dan Mando."Kita pulang untuk makan malam, namun sesudahnya aku akan kembali ke kantor dan menginap hari ini. Ada banyak hal yang ingin kukerjakan," perintah Zavier kepada Mando yang membawa mobil."Mengapa tidak makan malam di kantor aja?" tanya Cahyo penasaran."Aku ingin menepati janjiku kepada Fernando untuk memberikan sebuah keluarga utuh baginya. Hanya waktu makan malam saja, aku
Zavier terdiam sejenak lalu sesaat kemudian, dia menjawab, "mari kita bicarakan nanti saja setelah aku berhasil. Biaya ke Luar Negeri tidak sedikit. Saat ini, perusahaan Abraham sedang-""Mama, aku sudah selesai." Fernando bangkit dari kursinya tanpa berniat menunggu sang ayah menyelesaikan kalimatnya.Zavier meletakkan sendoknya dengan marah dan kedua mata melotot mengekori langkah Fernando yang berlari kecil menuju ke kamarnya kembali.Makanan di priing Fernando masih terlihat cukup banyak."A-anak itu! Apakah kamu mengajarinya sopan santun?"Menanggani perkataan Zavier, Sefia hanya mendengkus, "ada. Justru kamu yang tidak mengajarkannya bagaimana cara untuk menghormatimu."Sefia mengakhiri acara makannya dengan berdiri, mengangkat piringnya dan beranjak ke dapur untuk segera mencuci piring. Akhir-akhir ini, keuangan Zavier agak terkuras untuk menormalkan kondisi sahamnya sehingga Zavier mulai memecat beberapa pelayan di rumah yang b
Perkataan Kayla sebenarnya lebih ke arah melindungi diri dan masa depannya sendiri. Tidak ada keuntungan baginya bila Zavier kembali bersama Nayla. Dia mungkin saja diusir dari rumah mewah tersebut.Sefia akhirnya mengangguk setuju, meskipun hatinya masih merasa tidak nyaman. “Baiklah, Kayla. Apa rencana kita?”"Aku tidak mungkin hamil sekali lagi dari Bayu karena Zavier sama sekali tidak pernah menyentuhku. Dia bahkan mencurigai semua minuman yang kusajikan sehingga tidak pernah dicicipinya lagi. Dia tidak ingin mabuk dan merasa bersalah lagi."Sefia berkata-kata dengan lesu dan putus asa.Kayla menyeringai. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Nayla. Kita butuh informasi yang bisa kita gunakan untuk merusak reputasinya. Aku punya beberapa kenalan di dunia media online yang mungkin bisa membantu kita.”Sefia kembali bersemangat pada saat mendengarkan perkataan Kayla. "Iyakah?"Kayla mengangguk, "tapi yah, te
Awalnya dia merasa ini mungkin dilakukan oleh Zavier sebagai bagian dari rencana menyingkirkannya dari tender di hari Senin depan, namun tiba-tiba sebuah nama melintas di benaknya."Kayla!" serunya dengan panik.Sementara itu, Zavier juga mulai merasa terganggu dengan berita-berita tersebut. Dia tahu Nayla tidak mungkin melakukan hal-hal yang dituduhkan padanya. Rasa penasaran dan kekhawatiran tentang Nayla semakin mengganggu pikirannya.Dia sudah bisa mencium siapa dalang di balik penyebaran foto lama ini.Dugaannya adalah Kayla, ibu tirinya. Namun, wanita itu tidak mungkin bergerak sendiri. Zavier berharap bisa mencari tahu orang yang bekerjasama dengan ibu tirinya selama ini dengan cara pura-pura tidak peduli terhadap rumor yang melanda Nayla.Sefia juga demikian, meskipun merasa bersalah, tetap berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang rumor tersebut. Dia berharap bahwa dengan adanya skandal ini, Zavier akan semakin menjauh dari Nayla dan kembali
Zavier menatap ibu tirinya dengan kekecewaan mendalam. “Aku selalu bertanggung jawab terhadap Sefia, dan itu bukan urusanmu karena kamu bukan Ibu kandungku! Tapi aku tidak bisa membiarkan ketidakadilan ini terjadi. Aku akan membereskan semuanya, dan aku harap kamu bisa mengerti.”Dengan itu, Zavier meninggalkan rumah, meninggalkan Sefia dan Kayla dalam kebingungan. Sefia merasa hatinya hancur, sementara Kayla hanya bisa menatap kepergian putra tirinya dengan perasaan campur aduk. Rencana liciknya telah terbongkar, dan sekarang dia harus menghadapi konsekuensi dari tindakannya.Kayla tidak pernah merasa serapuh ini. Kemarahan dan rasa penghinaan menguasai dirinya setelah konfrontasi dengan Zavier. Dia tidak bisa membiarkan anak tirinya membela Nayla, dia membenci Nayla dari semenjak awal. Baginya, ini adalah masalah harga diri dan keluarga. Dia harus mengambil tindakan lebih jauh.Sefia duduk di kamarnya, merenung tentang apa yang baru saja terjadi. D
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu