Zavier terkejut mendengar itu. Ia tidak menyangka Alia akan mengundurkan diri tiba-tiba.
"Alia, kenapa? Apakah ada sesuatu yang salah? Apakah ini karena kejadian semalam?"
"Sebagian besar, ya. Tuan Zavier, aku tidak bisa bekerja dalam lingkungan di mana aku merasa direndahkan dan disalahpahami. Pertengkaran antara Anda dan Nyonya Sefia tadi malam membuatku merasa tidak nyaman dan aku merasa sudah tidak bisa bekerja dengan efektif di sini."
Zavier merasa bersalah. Ia tahu bahwa Alia adalah aset berharga bagi perusahaan, dan kehilangan dia akan menjadi kerugian besar.
"Alia, aku minta maaf atas kejadian semalam. Sefia hanya merasa cemburu, itu bukan salahmu. Aku yang seharusnya bertanggung jawab untuk menjelaskan situasi ini dengan lebih baik."
"Tuan Zavier, ini bukan hanya tentang semalam. Ini tentang bagaimana aku merasa di tempat ini. Aku merasa selalu ada kecurigaan dan ketidaknyamanan. Aku tidak bisa bekerja dengan baik dalam kondisi seperti ini
Michael tersenyum lebar, "aku merasa kita semakin dekat. Aku senang bisa meluangkan waktu bersamamu."Liza mengangkat gelasnya lalu mendentingkan gelas itu ke gelas Michael, "aku juga, Michael. Aku sangat menikmati waktu kita bersama."Hubungan mereka berkembang dengan cepat, didukung oleh kecocokan yang mereka rasakan satu sama lain. Setiap kali mereka bertemu, percakapan mereka selalu mengalir dengan lancar, penuh dengan tawa dan kebahagiaan.Suatu sore, mereka memutuskan untuk bertemu di taman kota. Suasana sore yang sejuk dan pemandangan yang indah menambah kenyamanan dalam percakapan mereka."Michael, terima kasih telah selalu meluangkan waktu untuk bertemu denganku. Aku merasa sangat dihargai.""Tentu saja, Liza. Aku juga sangat menikmati waktu kita bersama. Kamu membawa kebahagiaan dan keceriaan dalam hidupku."Liza tersenyum, "Begitu juga denganmu, Michael. Aku merasa sangat beruntung bisa mengenalmu lebih dekat."Mereka berja
Michael terlihat gugup. Dengan canggung dia langsung menjawab, "Oh, hanya dengan seorang kolega. Ada beberapa hal yang harus kami bahas mengenai proyek.""Dan itu mengenai proyek kita? Kenapa aku tidak boleh tahu?"Michael berusaha menghindar. "Bukan begitu, Nyla. Ini hanya urusan kecil, tidak perlu kamu khawatirkan."Nayla merasa ada yang disembunyikan oleh Michael. Meskipun ia mempercayai Michael, perasaan curiga tetap menghantuinya."Michael, kamu tahu kita selalu bekerja sama dengan jujur. Jika ada sesuatu yang penting, aku harap kamu bisa membicarakannya denganku."Michael menghela napas dengan berat. "Aku mengerti, Nayla. Aku hanya tidak ingin kamu terbebani dengan hal-hal yang tidak perlu.""Tapi aku ingin tahu. Kita tim, Michael. Apa pun yang terjadi, kita harus menghadapi bersama."Michael tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk."Baiklah, Nayla. Aku akan memberitahumu semuanya, tapi tidak sekarang. Beri aku se
"Aku ingin mengambil semua gaji yang menjadi bagianku, sekarang juga!" seru Nayla sambil terisak."Tapi, itu jumlah yang banyak, maksudku, aku tidak mempunyai uang tunai saat ini. Lagipula gaji hanya akan diberikan setelah semuanya selesai."Nayla kembali menatap Michael dengan tatapan kesal. "Aku merasa semua sudah selesai, berikan saja gajiku dan semua akan saya lupakan."Michael memikirkan sejenak sebelum akhirnya menyerah, "Baiklah, tunggulah di sini sebentar. Saya akan ke ATM bawah untuk menarik uang tunai."Nayla baru saja hendak duduk sambil menunggu Michael dan dia membereskan sedikit sampah di dalam ruangan rekaman yang kedap suara. Namun, sebelum dia selesai, pintu studio terbuka dan tiba-tiba Mr. Smith masuk dengan senyum licik di wajahnya. Nayla merasa ada sesuatu yang tidak beres dan hatinya mulai berdegup kencang."Smith!""Nayla, sudah lama sekali sejak pertemuan terakhir kita," ucap Smith sambil menutup pintu dan menguncinya
Dengan tekad baru, Nayla berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan kejadian ini menghancurkan semangatnya. Dia tahu bahwa dia memiliki talenta dan dedikasi yang bisa membawanya ke tempat yang lebih baik, dengan atau tanpa Michael.Baru saya dia hendak bergerak mandi, sebuah panggilan berdering lewat ponselnya. Layar yang berkedip menampilkan nama 'Rumah Sakit'Dengan khawatir, Nayla mengangkat panggilan tersebut, "ya?""Nadira membutuhkan dua kantong dar*h lagi. Keadaannya tidak baik dan kami sedang berusaha menyelamatkannya. Kami butuh tanda tangan dari Anda dan juga pembayaran biaya sementara.""B-baik, saya akan segera ke sana," sahut Nayla dengan suara bergetar dan parau. Sebelah tangannya mengenggam erat amplop yang berisi gajinya. Hinaan yang dia alami tidak sebesar tekanan yang harus dia jalani saat ini.Nayla bergegas menuju ke lemari dan menukar pakaiannya. Dia segera memesan taksi online untuk pergi ke rumah sakit, namun
Beberapa jam kemudian, mereka tiba di Singapura dan langsung menuju rumah sakit. Xander menjalani serangkaian pemeriksaan intensif.Dokter yang menangani Xander, Dr. Lim, memberikan penjelasan detail mengenai kondisi dan langkah-langkah perawatan yang harus diambil."Xander, dari hasil pemeriksaan awal, kami menemukan bahwa kondisi jantung Anda memerlukan perhatian segera. Kami akan melakukan beberapa tes tambahan untuk memastikan langkah perawatan yang tepat.""Baik, Dokter. Saya siap menjalani semua tes yang diperlukan."Kayla memegang tangan Xander dengan erat. "Kita akan mengikuti semua yang dikatakan dokter. Kamu akan mendapatkan perawatan terbaik di sini." Dalam hati, wanita itu bermonolog, "kau tidak boleh mati dulu karena belum ada harta yang berada dalam kekuasaanku sama sekali."Dr. Lim tersenyum dan membalasnya. "Anda berada di tangan yang baik, Ny. Kayla. Kami akan melakukan yang terbaik untuk Xander."Setelah serangkaian tes, Xa
"Michael perlu menikah dengan seseorang yang berasal dari keluarga yang baik dan bisa membantunya membangun masa depan yang lebih baik. Aku memilih Liza. Keluarganya adalah keluarga terhormat. Gadis itu juga terlihat sangat cantik dan mereka sudah berkencan beberapa kali.""Aku setuju. Bagaimana kalau kita mulai mencoba membicarakan tanggal pernikahan dengan Keluarga Liza? Dia gadis yang baik dan keluarganya sangat terhormat, seharusnya tidak ada halangan khusus, bukan?" Ayah Michael meletakkan korannya dan melihat ke arah sang istri dengan tatapan serius."Itu ide yang bagus. Tapi ada satu masalah: Nayla. Aku yakin Michael sangat terikat pada janda itu.""Kamu harus melakukan sesuatu. Buat Nayla menjauh dari Michael.""Tapi, apa yang harus saya lakukan, Pa?" Ibu Nayla menatap wajah suaminya dengan raut bingung."Ha ha, gampang. Memangnya apa yang bisa diinginkan wanita dengan status janda seperti dia? Bila dia ingin uang maka berikan dia uang, bil
Nadira yang mulai sadar, membuka matanya perlahan dan melihat kakaknya menangis."Kak Nayla, ada apa? Kenapa kamu menangis?"Nayla mengusap air matanya, "Tidak ada apa-apa, hanya berpikir keras.""Kak, apapun yang terjadi, kamu harus bahagia. Jangan mengorbankan kebahagiaanmu untukku."Nayla tersenyum dengan sedih, mencium kening adiknya, "aku akan melakukan apa yang terbaik untuk kita berdua, Nadira. Aku janji."Dengan berat hati, Nayla menyadari bahwa dia harus membuat keputusan yang sangat sulit. Dia memegang cek itu erat-erat, tahu bahwa masa depan adiknya sangat bergantung pada keputusannya."Kakak akan ke ruang depan untuk menyelesaikan tagihan yang tersisa. Kamu istirahat dulu ya," ucap Nayla lalu beranjak keluar dari kamar pasien.Nayla menghubungi Michael sambil melangkah menuju ke ruang administrasi. Dengan air mata dan hati yang berat, dia menguatkan diri untuk melakukan apa yang dia pikir adalah yang terbaik."Micha
Nayla tersenyum lemah, "Tidak apa-apa, Nadira. Hanya banyak yang harus aku pikirkan.""Kak, kamu selalu ada untukku. Aku ingin kamu tahu bahwa aku ada untukmu juga. Kamu bisa ceritakan semuanya padaku."Nayla merasa tersentuh oleh perhatian adiknya. Dia memutuskan untuk menceritakan sebagian dari apa yang terjadi."Aku akan berhenti dalam proyek bersama Michael. Aku harus membuat keputusan sulit demi kebaikan kita berdua. Tapi terkadang, aku merasa keputusan itu menghancurkan hatiku sendiri.""Mengapa? Ada masalah dengan proyeknya? Bukankah itu menghasilakan uang yang cukup banyak?"Nayla terdiam dan semakin merasa terpuruk atas perkataan sang adik, mereka memang membutuhkan uang yang cukup banyak pada saat ini. Cek yang diberikan ibunda Michael hanya cukup untuk biaya perawatan Nadira satu bulan ke depannya.Melihat diamnya sang kakak, Nadira akhirnya melanjutkan kalimatnya, "Kak, apapun yang terjadi, kamu harus tetap kuat. Aku percaya pada
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu