Nayla tersenyum lemah, "Tidak apa-apa, Nadira. Hanya banyak yang harus aku pikirkan."
"Kak, kamu selalu ada untukku. Aku ingin kamu tahu bahwa aku ada untukmu juga. Kamu bisa ceritakan semuanya padaku."
Nayla merasa tersentuh oleh perhatian adiknya. Dia memutuskan untuk menceritakan sebagian dari apa yang terjadi.
"Aku akan berhenti dalam proyek bersama Michael. Aku harus membuat keputusan sulit demi kebaikan kita berdua. Tapi terkadang, aku merasa keputusan itu menghancurkan hatiku sendiri."
"Mengapa? Ada masalah dengan proyeknya? Bukankah itu menghasilakan uang yang cukup banyak?"
Nayla terdiam dan semakin merasa terpuruk atas perkataan sang adik, mereka memang membutuhkan uang yang cukup banyak pada saat ini. Cek yang diberikan ibunda Michael hanya cukup untuk biaya perawatan Nadira satu bulan ke depannya.
Melihat diamnya sang kakak, Nadira akhirnya melanjutkan kalimatnya, "Kak, apapun yang terjadi, kamu harus tetap kuat. Aku percaya pada
Sementara itu, Nayla duduk di samping tempat tidur Nadira, masih merasa tertekan oleh peristiwa kemarin. Dia memandangi adiknya yang tertidur, mencoba menemukan ketenangan dalam pikirannya yang kacau.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Nayla melihat layar dan melihat pesan dari salah satu rekan kerjanya dalam tim produksi yang memberitahu bahwa dia mendengar kabar tentang pernikahan Michael dan Liza."Nayla, aku dengar Michael dan Liza akan segera menikah. Kamu baik-baik saja?"Nayla merasa hatinya hancur sekali lagi. Dia tahu bahwa ini mungkin adalah keputusan terbaik untuk Michael, tetapi dia merasa sangat terpuruk karena tidak bisa berada di sisi orang yang dia cintai."Tidak masalah. Aku akan mengucapkan selamat untuknya," jawab Nayla dengan suara datar."Kukira kamu dan dia adalah pasangan, kalian terlihat sangat dekat.""Hmm, kami hanya sekedar teman. Bagaimana kabar produksi?""Itulah, Nay. Pekerjaan kami mungkin terhenti sementara
"Aku mundur karena aku tahu, hidupku tidak akan lama. Aku juga tahu Nayla lebih berarti bagimu. Aku menanam sakit hati ini dalam-dalam karena aku pikir itu yang terbaik untuk semua orang. Tapi sekarang, kamu bahkan tidak bersama Nayla dan malah menikahi orang lain?"Michael merasa dadanya sesak mendengar pengakuan Nadira. Dia tidak pernah menyadari perasaan Nadira yang sebenarnya."Nadira, aku benar-benar tidak tahu. Aku tidak pernah bermaksud menyakiti perasaanmu. Aku... aku minta maaf.""Maaf? Michael, maaf tidak bisa menghapus perasaan ini. Aku melihat kamu setiap hari, menginginkanmu, tapi kamu selalu melihat Nayla. Dan sekarang, semuanya berantakan. Kamu meninggalkan Nayla dan memilih seseorang yang bahkan tidak kamu cintai.""Apa arti semua ini? Apakah perasaan kami hanya sebuah mainan bagimu?"Michael merasa sangat bersalah dan tak tahu harus berkata apa lagi. Dia menundukkan kepalanya, merasa hancur oleh semua kenyataan ini."Aku...
Dia sangat ingin tahu perasaan Nayla terhadapnya karena selama ini, Nayla hanya selalu mengatakan bahwa dia menyayangi dan menyukainya tetapi tidak pernah mengatakan cinta."Nay?"Nayla membalas tatapan Michael dan mulai merasa canggung. Dengan perlahan, dia menepis tangan Michael yang menggenggamnya. "Aku mencintai Zavier dan dia satu-satunya pria yang merebut hatiku," ucap Nayla pada akhirnya.Walau dia merasa hatinya sendiri hancur, tetapi dia membenarkan dirinya yang memang hanya pernah mencintai Zavier seorang."Kamu seharusnya akan bahagia bersama Liza. Dia adalah wanita yang bisa menjadi pendamping sempurna untukmu," lanjut Nayla untuk mengatasi keheningan yang mulai tercipta."Nayla, mungkin semuanya masih terlalu cepat, walau aku yakin, kamu memiliki perasaan yang sama untukku. Namun, jangan pernah ragu bahwa aku selalu mencintaimu. Jika suatu hari keadaan berubah, aku harap kita bisa menemukan jalan kembali.""Aku juga berharap beg
Zavier mencium Nayla dengan lembut dan mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu."Aku mendengar dengan jelas tadi bahwa kamu mengatakan mencintaiku seorang," ucap Zavier sambil bergerilya di tubuh istrinya dengan lihai.Nayla merasa malu karena pengakuannya, wanita itu tersenyum lemah dan mulai membalas pelukan Zavier, merasa lega meskipun hatinya masih diliputi oleh banyak pertanyaan dan kekhawatiran.Mereka melakukan hubungan suami istri tanpa ada paksaan. Ranjang pasien yang berderit membuat Nayla merasa malu, namun dia sangat mencintai pria itu.Walau dia tahu, Zavier akan menikah lagi dan mungkin dia akan menjalani perceraian, namun biarlah hari ini menjadi penyatuan terakhir untuknya karena dia juga merindukan Zavier selama ini.Sentuhan dari pria yang menjadi suaminya itu terasa lembut dan hangat membungkus dirinya dengan gairah cinta yang rumit. Penyatuan yang dalam membuat semua tenaganya habis, namun kali ini, dia mendapatkan benih
"Tidak, ini bukan karena Michael. Ini tentang kita. Kita sudah lama tidak saling memahami. Aku butuh kebebasan untuk menemukan diriku sendiri.""Nayla, aku mencintaimu! Aku telah berusaha keras untuk menjaga pernikahan ini. Tidak! Aku tidak akan bercerai!""Aku tahu, Zav. Aku tahu kamu telah berusaha. Tapi kita tidak bisa memaksakan perasaan ini. Aku juga mencintaimu, tapi sebagai sahabat. Bukan sebagai suami. Bukankah kamu akan menikah? Kamu akan menjadi suami Sefia."Zavier menghela napas panjang, menahan amarah yang mendidih dalam dirinya. Dia menatap Nayla dengan mata yang penuh rasa sakit."Aku tidak bisa menerima ini, Nayla. Aku tidak bisa begitu saja menyerah.""Aku tidak meminta kamu untuk menyerah, Zav. Aku hanya meminta kamu untuk mengerti. Ini yang terbaik untuk kita berdua."Zavier bangkit dari duduknya, berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Akhirnya, dia berhenti dan menatap Nayla dengan tatapan penuh determinasi."Aku ti
Saat matahari mulai terbit, sinar matahari masuk ke dalam kamar melalui jendela. Nayla terbangun lebih dulu dan melihat Zavier yang masih tertidur di sampingnya. Dia menatap wajah Zavier yang terlihat begitu damai dalam tidurnya, dan merasa terharu dengan semua yang telah mereka lalui bersama.Pria itu selalu menjadi sosok yang dia inginkan selama ini, sementara Michael hanya seseorang yang akrab dan hadir dalam kehidupannya yang sedang terpuruk di saat yang salah.Nayla bangkit dengan hati-hati agar tidak membangunkan Zavier,namun tangan Zavier segera menahannya."Aku belum senam pagi, hmmm ... ini tidur ternyenyak yang pernah kumiliki," ucap Zavier sambil menahan tubuh mungil milik Nayla dalam pelukannya."Zav, kamu harus segera kembali ke Jakarta. Jangan lupa, kamu menikah hari ini," cegah Nayla, berusaha menyadarkan Zavier yang mulai terlihat bergerilya di atas tubuhnya."Zav ... ""Aku menginginkanmu, Nay. Tetaplah menjadi istriku," uca
Kata-kata Zavier menggema di kepala Nayla, mengejutkannya. Dia hanya bisa mengangguk pelan, tidak tahu harus berkata apa.Zavier berbalik lagi dan berjalan pergi, meninggalkan Nayla dengan perasaan campur aduk dan hati yang semakin berat. Nayla menutup pintu dengan perasaan campur aduk, kehangatan dan sentuhan dari pria yang menjadi suaminya itu masih hangat dalam pikirannya, namun situasinya terasa begitu dingin dan mengigit seluruh relung pikirannya.Nayla memutuskan untuk singgah ke rumah sakit sebelum pergi ke Jakarta untuk menghadiri acara pernikahan Zavier dan Sefia yang tentu saja akan menimbulkan luka besar dalam hatinya.Dia membutuhkan kekuatan untuk menghadiri dua undangan dari dua pria yang pernah singgah dalam hari-harinya. Pernikahan Zavier dan pernikahan Michael.Kembali di rumah sakit, Nayla duduk di samping tempat tidur Nadira, merasa lega dan hancur sekaligus. Pertemuan dengan Zavier mengingatkannya pada cinta yang mereka miliki, tetapi
"Kami akan mencari cara untuk mengurus ini secepat mungkin. Anda harus tetap kuat,"hibur Pengacara Michael.Sementara di dalam rumah keluarga Liza, percakapan serius sedang berlangsung. Ayah Liza dengan tegas menyatakan pendiriannya."Aku tidak akan membiarkan anakku menikah dengan pria yang memiliki catatan kriminal." Ayah Liza memukul meja yang berada di depannya. Pikirannya bercabang-cabang setelah mendengar kasus yang menimpa Michael.Ibu Liza berusaha membela Michael sementara Liza terduduk lesu di sofa, "tapi Michael bukan orang jahat. Ini hanya situasi yang tidak terduga."Melihat Liza sudah terlihat hampir menangis, ibunya segera menyuruhnya keluar. "Kamu pergi istirahat dulu, Ibu akan membicarakan ini dengan Ayahmu, Nak."Liza pamit dengan patuh lalu melangkah menuju ke kamarnya, sementara ibunda Liza menarik suaminya agar membahas di kamar mereka."Tidak peduli. Nama baik keluarga kita dipertaruhkan. Pernikahan ini batal." Ayah Liz
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu