Matari membantu Ayahnya menurunkan sisa-sisa furniture yang ringan. Furniture lama itu tampak bersih. Sepertinya sebelum di bawa, orang suruhan Ayah sudah membersihkannya secara detail. Dia memakai furniture bekas di kamar kakaknya dulu di rumah lama mereka. Sedangkan Bulan masih bertahan di lantai bawah, hanya mengeluarkan barang-barang milik Matari dan Sandra, kemudian pergi ke sekolah seperti biasanya.
Sandra tampak bergantian membantu Matari dan Ayahnya yang sengaja ambil cuti untuk kepindahan kamar anak keduanya. Saat itu hari Jumat di penghujung liburan Ujian Nasional. Wajah Sandra tampak berseri-seri dengan adanya kamar baru miliknya. Matari pun tampak senang dengan keadaan itu. Dia merasa memiliki dunianya sendiri yang tanpa perlu berbagi dengan orang lain.
Tante Dina yang ternyata juga cuti setengah hari di kantornya untuk mengurus perpanjangan kabel telepon dan membaginya dengan cara parallel
“Kayanya lagu kedua mesti diganti deh. Nggak cocok banget sama suara Matari, tahu nggak?” tanya Lisa akhirnya. “Kecuali, lo bikinnya akustik. Suara Matari tuh cocoknya di laguslowgitu loh.” Saat itu liburan Ujian Nasional sudah sepenuhnya usai. Masih tersisa beberapa hari menjelang pensi dan sekaligus pesta perpisahan anak kelas 3. Gilang menatap teman-temannya di ruang studio band milik Lisa. Hampir semuanya merasa sepakat dengan ucapan Lisa barusan. Gilang mengecek materi lagunya yang kedua. Lagu kedua yang direncanakan oleh mereka adalahMy SacrificedariCreed, namun jelas itu tak cocok dengan tipe suara Matari. Si kembar hanya berbisik-bisik di dekat Reza,drummerdari kelas mereka. “Kenapa bisik-bisik?” tanya Gilang kesal. “Menurut gue, coba lo tanya sama Matari aja, dia mau lagu apa. Nanti buat materinya, kita sama-sama cari. Kalau Matari suka, dia akanenjoy
Matari menatap lapangan sekolahnya yang telah disulap menjadi panggung pensi sekaligus perpisahan kelas 3. Saat itu begitu ramai. Runtutan acara berulang-ulang ditayangkan di layar proyektor yang dipasang di tengah panggung, dan beberapa titik yang cukup terjangkau untuk dapat dibaca oleh pengunjung. Acara belum mulai sepenuhnya. Sambutan pembukaan dari wakil wali kelas 3 telah berlalu satu jam yang lalu. Band Element masih bersiap di ruang VIP dadakan, yang terletak di dekat ruang Kepala Sekolah. Rencananya, Element hanya menyanyikan 3 buah lagu hitsnya. Sesuai yang sudah direncanakan panitia.Kali ini panitia dibantu EO besar, karena jika hanya mengandalkan panitia dari lingkungan sekolah tentu SDMnya tidak memadai. Apalagi memanggil band besar seperti Element. Keamanan harus diperhatikan. Mengingat acara dibuka untuk umum meskipun dikenakan HTM (Harga Tiket Masuk) yang murah dan terjangkau di kalangan pelajar SMP.“Nyokap lo dateng kan?” tanya Matari pad
Matari mengerjakan ujian demi ujian kenaikan kelas dengan baik, kecuali ujian IPS Akuntansi dan Matematika. Namun atas bantuan dari Mia, yang duduk di sebelahnya sesuai abjad, dia bisa mengerjakannya dengan baik. Sebagai gantinya, Matari memberikan jawaban Bahasa Inggris agar Mia dapat mengerjakannya dengan baik pula. Mia adalah rangking pertama di kelas. Disusul oleh Haidar, kemudian Matari. Mia dan Haidar sama-sama pintar namun Mia orangnya lebih serius. Selisih poin rangking mereka hanya 1 poin semester lalu. Poin matari berselang agak jauh sekitar 5 poin, namun tetap membuatnya ada di peringkat ketiga di antara teman-temannya.Saat ujian berakhir di hari Sabtu, secara mengagetkan, Bu Anita memanggilnya dan teman-temannya yang tergabung dalam satu band perwakilan kelas mereka kemarin.“Maaf, Ibu sibuk sekali sampai tidak tahu kalian membentuk band kelas yang penampilannya bagus untuk penutupan acara. Lagu-lagu kalian yang tidak terlalu keras dan mudah dipahami
Selama 13 tahun hidupnya, Matari bisa menghitung berapa kali dia pergi berlibur bersama keluarganya. Dulu, saat Ibunya masih ada, liburan akan diisi Matari dan Bulan secara bergantian di antar pergi ke Jakarta ke tempat Eyang atau ke tempat keluarga Ibu yang jauh di daerah Semarang. Namun itu pun hanya sesekali, karena berpergian ke Semarang membutuhkan biaya yang cukup lumayan. Paling sering dia akan menghabiskan waktu liburan di rumah Eyang saja. Sedangkan Kak Bulan akan berjalan-jalan sendiri tanpa dirinya keliling Jakarta bersama teman-teman barunya entah darimana. Bulan bisa dengan mudah mendapatkan teman di perpustakaan nasional, museum atau tempat-tempat seru lainnya. Berbeda dengan Matari, dia hanya akan bermain bersama Sandra jika sepupunya itu ikut datang juga. Sekarang, meskipun semuanya sudah berubah, Matari tetap sama. Akan menghabiskan waktu di kamar, menyewa buku novel dan komik sebanyak mungkin. Menghabiskan waktu liburannya hanya dengan membaca.
Mobil van besar yang disewa Tante Indira dan suaminya, Om Baskara, sekaligus membawa sopir pribadinya kali ini. Kata Iko, biasanya, Om Baskara yang menyetir jika hanya sekitar Anyer, Bandung atau Bogor. Namun, karena ingin benar-benar bersantai, Om Baskara pun akhirnya mengajak Pak Raden, sopir pribadi mereka, ikut serta. Tak lupa Kang Udin, salah satu ART laki-laki di rumah Om Baskara ikut menemani. Kang Udin dibawa karena mereka berencana untuk mengadakan pesta BBQ di malam terakhir diresortterbesar di kawasan Anyer tersebut.Matari sejujurnya malas satu kamar dengan Raline. Dia masih kurang cocok dengan gadis cantik itu karena berhasil menjadi pacar Iko. Walaupun sekarang Matari sudah tidak menyukai Iko seperti dulu, namun tetap ada yang mengganjal di hatinya.Raline sendiri tampak tak terlalu perduli dengan kehadiran Matari. Meskipun satu kamar, Raline lebih sering menelepon denganhandphone-nya. Raline yang dulu pertama kali dike
Matari membuka matanya lagi. Saat dilihatnya jam tangannya, sudah pukul 7 pagi. Dia ketiduran lagi. Samar-samar terdengar suara Iko dan Raline dari arah area dapur. Matari mendongakkan kepalanya. Tampak olehnya Iko dan Raline tengah memasak mie instan bersama sambil bersenda gurau. Matari menarik napas lega. Entah pikiran jelek apa yang merasukinya tadi pagi-pagi buta, namun dia senang melihat Iko dan Raline berada di sana.“Good morning, putri tidur. Enak bobo di sofa?” sapa Iko saat melihat Matari terbangun dan memperhatikan dirinya.“Hehehe. Maaf ketiduran…,” kata Matari sambil mengucek-ucek matanya.“Sorryya, semalam mau bangunin elo tu nggak enak, ya udah gue biarin aja di situ. Udah nyenyak banget kayanya,” sahut Iko sambil mengambil mangkok yang memang disediakan oleh fasilitas hotel. “Mau mie nggak? Sarapan baru dianter ke kamar sekitar jam 9 nan. Soalnya s
Malamnya, yang berarti malam kedua bagi Matari, setelah makan malam di restoran seafooddekat hotel, Matari kembali ke kamarnya bersama Dian. Matari cukup merasa beruntung ada Dian di sampingnya. Meski dia tak banyak mengobrol, setidaknya Matari merasa senasib dengan gadis kecil itu. Menumpang liburan dengan keluarga lain. Hal yang baru disadarinya, ternyata menumpang liburan, meski dengan hotel sebagus apapun, tidak terlalu membuatnya nyaman.Padahal, Tante Indira dan Om Baskara tidak terlalu ikut campur dengan urusan anak-anak yang ikut dengan mereka. Mereka benar-benar menikmati liburan dengan caranya sendiri. Anak-anak yang sudah dianggap lebih besar dan bisa bertanggungjawab, sama sekali tidak terlalu diatur ini-itu. Hal itu tentu berbeda dengan cara Eyang Putri atau Ayah Matari di rumah. Jika mereka ada di sini, pasti akan ada aturan-aturan tidak tertulis yang harus ditepati.Banyak hal yang dilakukan Matari bersa
Matari membuka matanya dan langsung merasa bersyukur. Dia benar-benar berada di dalam kamarnya sendiri sekarang. Liburan 4 hari 3 malam di Anyer terasa bagaikan mimpi. Dia masih agak linglung dan lelah setelah perjalanan jauh yang beberapa kali tersendat macet karena ada kecelakaan besar di tengah perjalanan pulang mereka kembali ke rumah. Sesampainya di rumah pun, Matari tak banyak bicara dan langsung tertidur di kamarnya hingga menjelang maghrib.“Neng, saya masuk ya?” suara Mbok Kalis mengagetkan lamunannya.Pintu kamarnya yang baru disadarinya tidak tertutup sepenuhnya, memperlihatkan siluet Mbok Kalis membawa nampan.“Iya, Mbok. Masuk aja. Aku udah bangun, kok!” sahut Matari.“Ini ada teh dicampur madu sama lemon. Kata Eyang Putri buat Neng. Soalnya tadi pas turun mobilnya Bu Indira mukanya pucet banget dan pandangan matanya kosong. Takutnya Eyang, ada yang nempel. Hehehe…,” sahut Mbok Kalis sambil tertawa k
Matari dan Sandra mengumpulkan formulir pendaftaran SMA Negeri B Tebet itu bersama calon pendaftar yang lain. Di dekat mereka, tampak Narita juga ikut serta. Meskipun Narita tak terlalu berharap banyak dan telah memiliki SMA Negeri dan swasta cadangan yang lain, dia tahu, dia tidak akan semudah itu diterima di SMA Negeri B Tebet yang syarat pendaftaran kelulusannya untuk anak-anak dengan Nilai Ujian Nasional yang lebih tinggi daripada miliknya. Perpindahannya di SMP saat kelas 2 serta keadaannya yang lumayan terseok-seok mengikuti pelajaran sekolah, membuatnya harus puas untuk bisa lulus dengan nilai yang cukup namun tidak terlalu memuaskan.Selentingan kabar sudah terdengar bahwa SMA Negeri B membuka jalur pendaftaran khusus bagi siswa-siswa dengan nilai yang tidak terlalu bagus namun memiliki materi berlebih untuk ikut menyumbang dalam dana pembangunan sekolah yang lebih tinggi dari standar yang seharusnya. Narita tak ingin masuk jalur itu. Lebih baik masuk ke SMA Negeri la
Kelulusan di SMP Matari, pengumumannya diberikan langsung ke orangtua murid. Beberapa anak lainnya, ada yang ikut datang dengan menunggu di mobil. Ada pula yang menunggu di sekitar area sekolah. Sedangkan Matari, yang saat itu diwakilkan oleh Kak Bulan menunggu dengan setia di rumah. Tante Dina pun sudah masuk terlebih dulu di kelas Sandra. Sesi yang tak sampai 2 jam itu menimbulkan suasana tegang di mana-mana. Bahkan, Matari dan Sandra yang menunggu di rumah dengan setia, terus berdoa bersama-sama. Bahkan Eyang Putri juga berdoa di dalam kamarnya berharap cucu-cucunya lulus dengan baik.Menjelang makan siang, suara mobil kijang lama Tante Dina masuk ke pekarangan rumah. Matari dan Sandra segera loncat dan turun ke lantai 1 dan menyambut dengan penuh antusias.Wajah Tante Dina sama sekali tidak bisa dibaca. Kak Bulan tampak tak ikut serta.“Kakakmu langsung balik ke kampus lagi, ngejar jadwal kereta. Untung tadi masih keburu kekejar. Tapi dia udah nitipin
Matari sedang mengecek rantai sepedanya saat Iko membuka pagar rumahnya. Saat itu dia tak sengaja berhenti di depan rumah Iko. Persis di dekat gerbang rumahnya yang besar.“Matariiiii! Long time no see!” seru Iko heboh.Matari menoleh, mendapati Iko sedang berdiri di dekat pagar rumahnya. Wajahnya berbinar karena senang. Rambut keritingnya yang biasanya tampak awut-awutan, kali ini tampak rapi.“Hai! Bentar ya, rantai gue kenapa ya? Kaya kendor gitu?” tanya Matari.Iko mendekat. “Gue cekin bentar deh, sambil kita ngobrol. Yuk, masuk! Gimana, udah pengumuman belom? Lulus kan?”Iko berjalan menuntun sepeda Matari dan Matari mengikutinya. Rumah Iko masih tak berubah. Wangi-wangian yang dari bunga-bunga kering yang dibuat Tante Indira dan memenuhi seluruh sudut rumah, menyeruak keluar. Bunga-bunga kering itu didengarnya adalah dari bunga-bunga yang rontok atau tidak laku di tokonya di Bandung.“Belum pen
Keesokan harinya, kado sudah dititipkan ke Umar melalui Sandra. Matari bahkan sudah lupa bagaimana nantinya karena hari itu banyak tugas-tugas sekolah yang menuntut pikiran dan tenaganya. Hingga akhirnya saat Gilang mengajaknya pergi ke ruang guru, Matari ikut dengan setengah hati. Tugasnya bahkan baru dikerjakan separuhnya. Namun Gilang bersikeras karena dia nggak mau pergi sendirian.Di tengah jalan, Matari berpapasan dengan Arga dan Umar.“Eciyeeee, udah ngucapin terimakasih belom? Nih orangnya!” seru Umar.Matari tersipu malu. Meskipun dia niat nggak niat, namun dia merasa malu juga harus berhadapan dengan Arga. Nggak seperti sebelumnya.“Eh, Kak, saya mau ngomong sebentar bisa?” tanya Arga to the point.“Hmm, bentar. Lang, lo ke ruang guru duluan, nanti gue nyusul,” jawab Matari pada Gilang.Gilang yang sejak tadi penuh tanda tanya akhirnya menurut masuk ke ruang guru.“Makasih, Kak, buat
Bagi idola baru anak kelas 2, tentu saja informasi hari ulang tahun Arga secepat kilat berhembus kesana-kemari. Bahkan, anak-anak basket semuanya tanpa terkecuali telah mengetahui informasi itu. Sudah menjadi budaya mereka, kalau nanti ada salah satu tim basket berulangtahun, mereka akan mengguyur dengan air dan kertas yang dipotong kecil-kecil. Tepung dan telur sudah lama dilarang untuk perayaan ulang tahun di sekolah. Tentu saja hal ini sudah sampai ke telinga Thea.“Ri, Arga mau ultah lho!” seru Thea sambil mendekati Matari yang sedang duduk santai di kursinya sendiri saat jam istirahat.“Argaaaa??? Siapa tuh?” sambung Gilang yang duduk di belakang Matari kepo.“Arga, anak basket. Elo mah nggak gaul, nggak usah tahu!” seru Thea kesal.“Hah? Emang ada anak basket namanya Arga? Don, anak basket ada yang namanya Arga?” tanya Gilang pada Dono, salah satu mantan tim basket inti kelas 2 di jaman Thea dulu, yang
Sandra terus menjodoh-jodohkan Matari dan Arga, yang tentu saja ditolak oleh Matari. Kedua sahabatnya yang lain, Thea dan Lisa sih mendukung aja, asalkan jangan ngeganggu masa-masa persiapan mereka menuju ujian demi ujian menjelang kelulusan.“Kayak lo belajar aja, Sa!” kata Sandra meledek.“Yeeee, gue belajar tahu. Kata Mama tuh yang penting dapet nilai minimal. Yang penting lulus. Jangan ada salah satu yang nilainya merah atau 5. Ya udah gue ngehapalin yang gue bisa aja. Kata Mama kan gitu,” timpal Lisa.“Ya bener kata Mama lo. Cuma kan soalnya banyak banget dan lo harus bisa minimal 60 % aja. Lo yakin, sanggup?” tanya Thea.“Harus sanggup. Lagian gue tuh SMA nggak di sini kan? Sebenernya gue ada back up plan. Jadi kalaupun gue nggak lulus, gue akan ikut kejar paket, dan abis gitu les buat ikut semacem tes atau sekolah persamaan. Gue bak
Tak banyak yang tahu kalau Matari suka banget kucing. Saat dulu masih tinggal di rumah lama, Matari memelihara beberapa kucing bersama Ibunya. Saat di rumah Eyang Putri pun, dia kerap memanggil kucing-kucing lewat dan memberikan makanan sisa rumah mereka. Mbok Kalis pun sering melakukan hal yang sama karena majikan kecilnya menyukainya.Suatu sore, dia sedang bermain bersama kucing liar di teras rumahnya. Hari itu hari Sabtu sore. Jadwal bimbel tidak ada. Sehingga Matari bebas untuk melakukan apapun di rumahnya. Eyang Putri sedang arisan. Mbok Kalis sedang mempersiapkan makan malam sekaligus memasak nasi. Hari ini, Kak Bulan akan pulang. Dan menginap sampai Senin pagi.“Kak Matari?” seseorang menyapanya dari luar pagar.Matari mendongak. Dan mendapati Arga di sana. Dia masih memakai seragam basket yang basah di bagian punggungnya. Tas gym mahalnya tampak penuh dengan bola dan
“Tahu nggak, di ekskul basket ada anak baru join. Ganteng. Bersiiiih banget, lalet nempel kepleset kayanya,” kata Thea disuatu hari saat mereka semua sedang makan di kantin saat jam istirahat.Tahu gue, anak kelas 2 F kan? Namanya Arga kan?” tebak Sandra sambil mencomot cimol dengan lahap.“Lahhhh, kok udah tahu duluan lo? Jangan-jangan udah ada yang ngincer ya, di antara kalian?” tanya Thea kaget.“Kaga ada yang ngincer. Kita baru sebatas cuma suka ngeliatin doang. Nyegerin mata ya nggak, Ri?” timpal Sandra sambil tertawa.“Seriusan lo? Ama adik kelas?” ledek Lisa. "Bukannya nyari level di atas kita, malah downgrade lo!”Matari terkekeh. “Anjir, kagak! Kita aja baru kenal! Lagian ngeliatin doang tuh bukan berarti suka beneran. Nggak semua-muanya itu dihubungin sama perasaan, Lis!”“Kalian kenal di mana? Baru join b
Persiapan UN bahkan udah dimulai sejak Matari menginjakkan kakinya di kelas 3. Setengah tahun berlalu, dia memutuskan untuk ikut bimbel di sekolah, karena biayanya jauh lebih murah dibanding di luar. Biaya itu dipakai untuk jasa yang diberikan kepada para guru honorer yang ikut serta membantu mereka. Setiap selesai kelas, pasti Matari dan Sandra udah nongkrong di kantin untuk makan siang sambil nungguin jadwal bimbel. Seperti hari itu.“Arah jam 11,” kata Sandra sambil berbisik pada Matari.“Apaan?” tanya Matari bingung.“Anak baru, seragamnya beda, mau pindahan sini kayanya. Perasaan sekolah ini banyak banget nerima anak baru,” jawab Sandra sambil menunjuk sebuah mobil yang datang dari arah gerbang.Matari menatap mobil kijang kapsul itu dengan lekat-lekat. Di samping mobil itu, ada seorang anak laki-laki seusia dengannya. Badannya tinggi, berkulit putih dan berkacamata. Rambutnya di