Roni yang mengetahui kebingungan Marco, lalu menjelaskan kepada saudara sepupunya itu jika Louisa belum resmi menikah. “ Marc, mereka baru bertunangan. Coba kamu perhatikan lagi foto ini.”
Marco memperhatikan foto itu lagi secara seksama, tapi pemuda itu tidak menemukan perbedaan. “ Bagaimana kamu tahu, Ron, jika dia belum resmi menikah?” ucap Marco lalu meletakkan handphone-Nya ke atas meja.
“ Aku pernah menghadiri pernikahan teman aku. Termasuk saat mereka bertunangan, jadi aku tahu perbedaan keduanya,” Marc, jika kamu butuh kepastian yang lebih, kamu temui dia di London,” lanjut Roni.
Marco terdiam sejenak lalu memperhatikan kembali foto yang di kirim ke Louisa. Lama dia menatap foto itu dengan tatapan kosong, pikirannya kembali teringat saat terakhir dia berbicara dengan Louisa.
“ Tapi, dia menginginkan sebuah pernikahan, sedangkan aku masih ragu untuk menikah,” ucap Marco yang tertunduk.
“ Apa yang membuatmu ragu? Marc, kamu sekarang seorang Direktur. “ Kalau kamu benar-benar takut kehilangan dia, kamu harus berani mengambil keputusan, nikahi dia. Beres!”
Roni mengambil rokok yang ada di meja, menyalahkan pematik dan menghisap rokok tersebut. Dia memberikan saran kepada Marco bukan tanpa alasan, dulu mantan kekasihnya Lola juga begitu, meminta Roni segera menikahi gadis itu.
Namun, Roni yang kala itu masih muda dengan tegas menolak menikahi Lola. Sehingga bisa di tebak, wanita itu meminta putus dan tanpa pikir panjang Roni pun mengiyakan perpisahan dengan Lola.
Roni kala itu tidak menyesali perpisahannya dengan Lola karena dalam pikirannya dia masih ingin senang-senang dengan masa mudanya. Terlebih, dia waktu itu belum seriuas bekerja. Akan tetapi, setahun yang lalu ketika dia sedang berada di luar negeri dalam rangka perjalanan bisnis tanpa sengaja dia bertemu lagi dengan Lola.
Lola yang dia temui setahun lalu telah memiliki seorang putra, dia tampak bahagia dengan suaminya. Melihat hal itu, ada sedikit penyesalan di benak Roni yang sampai detik ini belum menemukan wanita yang cocok untuk dijadikan teman hidupnya.
“ Ron, aku akan ke London.”
Ucapan Marco itu telah membangunkan Roni dari lamunannya. Roni sadar sang waktu tidak akan pernah terulang lagi, yang dia inginkan Marco tidak merasakan penyesalan yang sama seperti dirinya.
“ Keputusan yang tepat, Marc, kapan?
“ Secepatnya. Ron, kamu atur kepergian aku sekaligus menemui mitra bisnis kita di sana.”
Roni hanya mengangguk dia sangat mengerti tujuan Marco tersebut. Marco sebagai Direktur baru di perusahaan King Mansion Grup, tentu tidak ingin para karyawannya berpikir jika dia seorang atasan yang sibuk dengan urusan pribadinya, sungguh tindakan yang tidak profesional.
Keduanya diam sambil menikmati sebatang rokok yang asapnya terus mengepul keluar dari lubang hidung mereka. Tiba-tiba telepon Marco berdering yang membuat perhatian mereka berdua beralih ke handphone Marco yang ada di atas meja.
Marco secepat mungkin mengambil handphone itu terus mematikannya. Namun, Roni yang telah melihat nama si penelepon bertanya pada pemuda itu.
“ Anna, kenapa tidak di angkat, Marc?”
Marco hanya diam, dirinya belum siap menceritakan tentang cinta semalamnya dengan Anna. Marco tidak tahu juga harus bagaimana bersikap jika dia bertemu dengan Anna.
Tapi yang paling utama dia harus bertemu dengan Louisa, agar dia mendapat sebuah kepastian dari ucapan Roni yang mengatakan jika Louisa belum menikah.
Roni yang melihat tidak ada tanggapan dari pertanyaannya itu, tidak ingin membahasnya lebih jauh lagi karena dia tahu Marco pasti sedang memikirkan masalahnya dengan kekasihnya Louisa.“ Marc, aku pergi dulu, semuanya akan aku atur secepat mungkin.” Roni mematikan puntung rokoknya dan melangkah keluar dari kamar Marco.
“ Thanks, Ron.”
Marco mengikuti langkah Roni dari belakang, dia ingin mengantar Roni ke depan pintu rumah. Mereka yang telah sampai di halaman depan, tepatnya tempat Roni memarkirkan mobilnya.
Roni yang baru masuk ke dalam mobilnya heran melihat mobil Marco baru memasuki gerbang rumah itu. Tapi, dia tidak ingin mempertanyakannya. Dia segera menghidupkan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan Marco yang segera berpaling masuk kedalam rumah.
**
Di tempat lain yang berjarak beberapa kilo meter dari kediaman keluarga Chan, seorang wanita yang tidak lain adalah Anna. Dirinya merasa sangat kesal. Bagaimana tidak? Setelah semalaman dia menghabiskan waktu bersama pria yang dicintainya bahkan dengan rela memberikan kesuciannya.Ketika dia terbangun dari tidurnya, dia mendapati pria itu telah pergi tanpa sepatah kata pun. Lebih menjengkelkan lagi, saat Anna yang menelepon Marco, pemuda itu tidak mengangkat teleponnya bahkan mematikan ponselnya.
Anna yang masih memakai baju piamanya membaringkan badannya, dia tidak tahu nomor telepon rumah Marco. Saat dia memejamkan matanya sejenak, dia teringat Roni.
Anna tersenyum, senyum harapan itu segera terukir di wajahnya yang cantik. Dia segera mengambil ponselnya dan mencari kontak Roni. Baru juga dia ingin menelepon, sebuah telepon masuk.
Anna yang masih mengukir senyum di wajahnya dengan cepat mengangkat telepon itu, Anna dengan suaranya yang lembut menyapa si penelepon.“ Ya, aku akan datang jam delapan malam,” ucap Anna.
Tuutt ...
Telepon itu terputus. Tidak banyak perbincangan di antara mereka berdua, namun berhasil membuat Anna lupa untuk menghubungi Roni. Anna dengan sangat bersemangat segera melihat isi lemari bajunya, dia mengambil beberapa gaun yang menurutnya bagus.
Setelah sekian lama memilih dan mencoba, akhirnya dia menemukan sebuah gaun yang pas di badannya yang membuat hatinya sangat puas. Setelah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Anna yang ingin tampil secantik mungkin memutuskan untuk pergi ke salon langganannya.
***Waktu kian berlalu sang mentari telah bersembunyi di balik awan yang hitam. Gemerlap cahaya lampu yang memancar di setiap sudut kota telah membuat orang-orang tidak takut untuk keluar rumah pada malam hari.Anna yang telah tampil cantik dengan gaun berwarna navynya segera menuju meja yang telah di pesannya. Anna yang datang lebih awal 10 menit menggunakan kesempatan itu untuk memastikan dandanan di wajahnya tidak pudar, dia mengambil sebuah kaca dan lipstik di dalam tas kecilnya.
Anna mempoles ulang lipstik berwarna merah muda di bibir tipisnya, dengan telunjuknya yang lentik dia meratakan lipstik itu keseluruh area bibirnya. Sepuluh menit telah berlalu, orang yang di tunggu Anna belum juga datang. Dia lalu mempoles ulang lagi hiasan yang ada di wajahnya.
Dilihatnya jam yang ada di restoran itu telah menunjukkan angka delapan lewat tiga puluh menit. Anna tampak gelisah namun dia bertekad akan menunggu. Waktu kian berlalu, Anna melihat jam di ponselnya telah menunjukkan sudah jam 9 lewat. Ketika Anna ingin beranjak dari tempat duduknya, seseorang berdiri di depannya.
“ Sorry, Ann, aku datang terlambat,” ucap seorang pemuda.
Seorang pemuda berdiri tepat di depan Anna, pria itu berpakaian kasual, namun sangat modis. Di batang hidungnya yang mancung bertengger kacamata putih, yang cocok untuk mukanya yang lancip dan tampak berwibawa. Anna yang mulai jengkel karena sudah lama menunggu berniat meninggalkan pemuda itu.Pemuda itu mencegah Anna pergi, dia menjelaskan alasannya kepada Anna kenapa dia bisa datang terlambat. Namun, Anna terlanjur jengkel sehingga dia tidak mau mendengar penjelasannya. Pemuda itu segera membujuk Anna, dia mengeluarkan sebuah bingkisan kecil dari saku celananya.“ Happy birthday, Anna. Aku sudah sampai kesini tadi, tapi aku melupakan ini makanya aku pulang lagi.”“ Oh, Peter. Lama kamu di luar negeri ternyata kamu tidak pernah berubah.” Muka Anna seketika berubah menjadi merah muda.Sebelumnya, Peter yang baru tiba di rumahnya segera menelepon Anna. Dia juga mengutarakan ingin bertemu dengan gadis itu, Ann
Namun, Sinta mendapati bahwa Peter telah pergi pergi masuk ke dalam rumahnya. Hatinya sedikit kecewa, Sinta menghela napas yang terdengar berat. Sekali-kali dia menggelingkan kepalanya., tak kala dia teringat sosok wanita cantik, yang sedang tidur di dalam mobil Peter."Wanita itu, pasti kekasihnya," gumam Sinta dalam hati.Ah, entahlah Sinta tidak ingin terlalu jauh memikirkan siapa wanita tersebut. Lagi pula, pertemuannya dengan Peter merupakan suatu ketidaksengajaan. Sinta berpikir mungkin dia tidak akan bertemu lagi dengan Peter.
Marco yang melihat sosok wanita yang tak asing lagi, menerobos masuk ke ruang kerjanya, sontak membuat pemuda itu hampir memuntahkan air kopi yang baru masuk ke dalam mulutnya.“ Maaf, Pak, wanita ini memaksa untuk masuk. Pada hal, sudah saya larang,” ucap salah seorang security.“ Anna, kamu ada masalah apa?”Roni mendekati Anna, dan menyuruh security itu keluar. Anna hanya memandang Roni sekilas, matanya terus menatap Marco yang tampak bingung dengan kehadirannya.“ Ron, aku ingin bicara empat mata dengan, Marco!”Roni melongo dengan ucapan Anna yang to the point kepadanya. Roni melihat kearah Marco, pemuda itu memberi isyarat kepada Roni untuk meninggalkan mereka berdua. Roni mengerti dia pun keluar dari ruangan kerja Marco, walaupun di hatinya bertanya-tanya apa yang terjadi di antara mereka berdua.Roni tahu persis, Marco dan Anna belum lama saling mengenal. Perkenalan mereka i
Ketika Anna membuka pintu dia tidak melihat siapa pun, Anna menjadi sangat sedih mendapati Peter yang telah pergi. Namun yang Anna tidak ketahui, Peter sedari tadi masih menunggu di samping kamarnya.
“Sinta, wajahmu kenapa?” ucap Peter.
Mendengar ajakan Peter untuk pulang bersama membuat Sinta terdiam, dia tidak percaya Peter akan mengajaknya pulang bersama. Namun, Sinta teringat dia telah setuju jika Aldi mengantarnya pulang.Sinta yang sesaat terbesit untuk menerima ajakan Peter untuk pulang bersama, pada akhirnya dia mengatakan kepada Peter yang sesungguhnya bahwa dia telah memiliki janji." Tidak apa- apa, Sin. Hmm kalau begitu aku jalan dulu."Peter berlalu dari hadapan Sinta, yang tidak berapa lama kemudian Sinta juga pergi meninggalkan ruangan tersebut. Sinta yang sedang berjalan keluar mengambil ponselnya yang terus berdering.{ Sin, aku sudah ada di depan. }{ Ya, Aldi. Aku lagi jalan keluar ni }Sinta menutup telepon tersebut, dia segera berjalan keluar dari bangunan rumah sakit itu. Aldi yang telah melihat Sinta, dengan segera mendekatkan mobilnya kearah gadis itu berdiri.Secara bersamaan Sinta yang baru masuk kedalam mobil Aldi, melihat Peter
Sinta sedikit terperanjat ketika ada sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya, yang tidak berapa lama dia melihat seorang sopir keluar dari mobil itu. Si sopir dengan sedikit tergopoh-gopoh menghampiri Sinta, dia mengatakan jika mobilnya tiba-tiba mogok dan bertanya kepada Sinta di mana letak bengkel mobil terdekat.Sinta yang sering melewati tempat itu mengatakan jika bengkel di sekitar mereka hanya ada satu dan letaknya tidak begitu jauh. Namun gadis itu menambahkan di jam seperti ini, sering terjadi kemacetan yang bisa menyebabkan sampainya lebih lama dari yang seharusnya. Si sopir yang mendengar penjelasan Sinta tampak bingung lalu dia menjelaskan lagi, jika dia hanya menggantikan pamannya yang sakit sehingga dia tidak terlalu paham dengan kota itu. Terlebih lagi, dia harus segera sampai ketempat tujuan.
Sinta berpikir sejenak syarat apa yang akan dia berikan kepada Marco. Sebenarnya, jika bukan sikap Marco yang angkuh dia akan memberikan nomor itu tanpa syarat. Marco yang tidak sabar ingin mendengar syarat tersebut, menatap tajam gadis itu.
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,