Alunan musik disc jockey memekakan telinga Meira yang tengah duduk sembari menikmati vodka yang ia pesan. Duduk di bartender dengan suasana hati yang sedang kacau.
“Raffael gilak! Kalau emang udah gak mau sama gue, gak usah nikahi gue. Bangsat!”
“Woah!”
Meira terkejut kemudian menoleh ke samping kiri di mana seorang lelaki yang jauh lebih muda darinya duduk.
“Boleh duduk di sini?” tanya Daniel—pria berusia dua puluh empat tahun itu.
Meira mengangguk canggung. “Kamu sudah duduk.”
“Kenapa dengan Raffael?” tanyanya sembari meneguk vodka milik Meira. “Daniel. What’s your name?”
Meira menaikan kedua alisnya. “Kamu … ingin kenalan denganku? Tampangnya masih muda, tapi malah menggodaku.”
Daniel terkekeh pelan. “Gak masalah, kan? Gak ada yang larang pun. Dulu juga pernah heboh. Anak remaja menikahi nenek-nenek tua.”
Meira tertawa kemudian menyurai rambut panjang nan lebat miliknya itu. “Lucu juga,” ucapnya dengan pelan.
“Namanya siapa, Mbak?” tanyanya lagi sembari menerbitkan senyumnya.
Meira menoleh dan menatap lelaki itu. “Bisa temani aku malam ini?”
“Sure! Sampai pagi pun aku siap, Mbak cantik. Asalkan beri tahu dulu, nama kamu siapa.”
“Meira. Meira Maurent.”
“Nama yang indah, Mbak Meira.”
Meira mendehem pelan. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Daniel?”
Pria itu mengendikan bahunya. “Mumet, dengar orang tua berantem terus tiap hari. Tapi, gak pernah mau pisah. Dengan alasan anak. Padahal aku sendiri masa bodoh, mau mereka pisah pun itu bukan urusanku.”
Meira manggut-manggut dengan pelan. “Butuh penghiburan, dong?”
“Bisa jadi. Thanks, for your drink. Aku ambilkan yang baru.” Daniel lalu memanggil sang barista untuk mengambilkan satu botol vodka dan satu gelas untuknya.
“So! Siapa Raffael?” tanyanya ingin tahu.
Meira menuangkan minuman itu ke dalam gelas miliknya. “We are will married, but … dia menghamili wanita lain. Yang ternyata akulah, selingkuhannya.”
“Oh my God. It’s so hurt.”
“Ya. Aku harus menghadapi orang tuaku dan mengatakan yang sebenarnya. Pernikahan itu batal dan aku, jadi single lagi.”
Daniel menatap wajah Meira dengan lekat. “Tapi, raut wajahmu tidak memperlihatkan jika kamu menyesal, telah berpisah dengannya. Why?”
Meira mengusapi ceruk lehernya kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Bisa pesan kamar sekarang juga?” pintanya kemudian.
Daniel menaikan alisnya sebelah. Tampak dari raut wajahnya jika perempuan itu sudah terpengaruh oleh minuman.
“Okay!” ucapnya kemudian menyunggingkan senyum dan memesan kamar untuk membawa perempuan ini ke sana.
‘So funny. Maybe, dengan cara ini, dia bisa melupakan lelaki itu,’ ucapnya dalam hati.
“Di mana, Bro?” Ezra—sahabat dengan Daniel menghubunginya.
“Bar, dekat dance floor. Ada yang lagi butuh pelampiasan. Cantik, dan menggemaskan.”
“Hah? Gila lo! Mentang-mentang baru putus, udah dapat mangsa lagi aja. Gak usah ngadi-ngadi kalau cuma buat pelampiasan nafsu doang, Daniel.”
“No, no, no! Tentu saja bukan. Kali ini gue serius. She is so cute, and … beautiful. Dan umurnya kayaknya lebih tau dia. And i like a old women.”
Ezra tertawa di seberang sana. “Okay, okay. Dari dulu juga lo gak pernah pacarana sama yang lebih muda dari elo. Have fun. Jangan lupa besok main basket.”
Daniel menutup panggilan tersebut kemudian menatap Meira kembali. “Mei?” panggilnya kemudian.
Meira menoleh kemudian tersenyum miring. “I wanna play tonight. Kepalaku, ouugh! Pening sekali.” Meira memegang kepalanya kemudian mengembungkan pipinya.
“Aku ambil kunci kamarnya dulu,” bisik Daniel tepat di telinga Meira.
Ia kemudian beranjak dari duduknya dan pergi menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar yang sudah ia pesan.
Tak lama setelahnya, ia menarik tangan Meira dan membawanya ke dalam lift menuju lantai dua.
Di dalam club yang cukup gelap tak bisa melihat dengan jelas, wajah cantik wanita itu. Namun, akhirnya Daniel bisa melihat wajah Meira setelah masuk ke dalam lift.
“You look so beautiful, Meira. Kamu harus jadi milikku,” gumam Daniel sembari mengusapi bibir merah Meira.
Perempuan itu menoleh pelan. Wajah Daniel sudah berbayang ia lihat. Kepalanya sudah benar-benar pusing akibat alkohol yang ia minum tadi.
Sesampainya di dalam kamar. Daniel langsung meraup bibir perempuan itu dan menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
“Slow down,” pinta Meira kepada Daniel.
“No, Baby! Bukankah ini, yang kamu inginkan?” bisik Daniel dengan suara beratnya.
Meira mengatur napasnya yang terengah-engah. Daniel kembali meraup bibir perempuan itu dengan tangan meremas gundukan kenyal milik Meira.
Hingga membuat perempuan itu mengerang kenikmatan. Cumbuan itu semakin menjadi. Daniel semakin menginginkan Meira yang tengah berada di atas tubuhnya.
“Aku menginginkanmu setiap hari, Meira. Bisakah kita melakukan ini lagi?” Daniel sudah meracau tak jelas.
Sementara Meira tak kuat menahan desahan yang terus ia keluarkan bersamaan dengan tangan Daniel yang terus meremas gundukan kenyalnya itu.
“Do it! Ough!” Meira membuka mini dress yang ia kenakan. Pun dengan Daniel. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan.
Kesadaran Meira mulai pulih. Ia kemudian mengerutkan keningnya menatap Daniel yang tengah menyunggingkan senyum kepadanya.
“Daniel? Kamu … yang tadi kenalan di bar tadi, kan?” tanya Meira sembari menunjuk wajah Daniel.
Lelaki itu mengangguk. “Ya. Siapa lagi, kalau bukan aku? Kamu berharapnya siapa, hum?”
Meira menggeleng pelan. “Sorry. But, kenapa kamu melakukan ini? Oh! Sorry. Aku, kalau mabuk memang selalu melantur.”
“It’s okay, it’s okay. Aku juga menginginkanmu. Santai saja.”
Meira menelan salivanya. Bahkan keduanya sudah tidak mengenakan apa pun. Namun, Meira tampak canggung sebab lelaki yang ada di depannya ini baru ia kenal beberapa jam yang lalu.
Namun, sudah membuatnya sampai pada puncaknya. Meira sedikit malu, dan sangat menyesali prilaku mabuknya yang selalu mengajak bercinta. Begitulah Meira.
Daniel kemudian mengadahkan kepala Meira dengan memegang dagu lancip perempuan itu. Kembali meraup bibir itu dengan lembut, membiarkan Meira tahu, bila dirinya sangat menginginkan tubuh Meira.
“Come on! Kita sudah sama-sama tahu, right?” bisik Daniel sembari menatap dengan sangat dekat wajah wanita itu.
Meira mengangguk pelan. “Do it,” ucapnya dengan pelan.
Satu jam berlalu ….
Daniel menyelesaikan permainan itu kemudian mengeluarkan cairan putih itu di atas perut Meira sebab ia tak mengenakan pengaman.
Meira kemudian duduk di samping Daniel yang baru saja membersihkan bekas cairan itu dengan tissue yang tersedia di sana.
“Mau tidur di sini, atau pulang ke apartemenku?” tanya Daniel sembari menatap wajah perempuan itu.
“Boleh, memangnya?”
“Sure! Itu rumah keduaku, jika Mommy dan Daddy sedang bertengkar.”
“Kamu anak tunggal?” tanyanya ingin tahu.
“No! Anak sulung, aku punya dua adik. Dan mereka kembar. Vallery dan Viona, usianya baru dua puluh tahun dan masih kuliah di semester empat.”
Meira manggut-manggut dengan pelan. “Kalau begitu, pakai bajumu. Aku tidak pernah menginap di tempat seperti ini.”
“Okay!” Daniel lalu memunguti pakaiannya dan langsung memakainya kembali.
Setibanya di apartemen mewah itu. Meira mengedarkan matanya melihat betapa luasnya apartemen tersebut.
“Kamu, sendirian … tinggal di sini?” tanya Meira ingin tahu. “Dan permainanmu tadi sangat lihai. Itu artinya, bukan kali pertama, kamu lakukan itu dengan wanita?”
Daniel menghela napasnya dengan panjang. “Mau es jeruk?”
“Boleh. Dan jawab pertanyaanku.”
Daniel mengambil dua gelas dan juga es jeruk di dalam lemari esnya. Kemudian menatap wajah Meira yang ingin tahu tentang dirinya.“Aku punya pacar. Dan sudah putus beberapa hari yang lalu. Dia sering memintaku melakukan hubungan itu. Tapi, hanya kamu, yang baru aku bawa ke apartemenku.”“Why?” tanyanya sembari mengambil gelas yang diberikan oleh Daniel padanya.Daniel mengendikan bahunya. “Dia tidak pernah serius. Hanya ingin dipuaskan saja. Kemudian mendapatkan pria yang jauh lebih ganas dariku.”Meira geleng-geleng kepala kemudian meneguk es jeruk tersebut. Daniel menatap wajah perempuan itu dengan tatapan manisnya.“Orang yang sudah mengkhianatimu, suatu saat nanti akan menyesal. Wanita secantik kamu, dilepas begitu saja.”Meira menyunggingkan senyum kecil. “Mungkin dia jauh lebih cantik dariku.”“Bisa jadi, kalau itu.” Daniel lalu mengulas senyumnya. “Kamu kerja di mana? Atau punya usaha sendiri?”“Oh, no. Aku kerja sebagai staff biasa, di Global Perkasa.”Daniel menaikan kedua al
Meira menggelengkan kepalanya. “No! Bukan itu maksudnya, Daniel.”Daniel malah tertawa. “Hanya karena usiaku jauh lebih muda darimu, kamu ingin mengakhiri semuanya? Bahkan kita belum menjalin hubungan, dan kamu tidak ingin bertemu denganku. What happened, Meira?”“Daniel. Aku tidak pantas untukmu. Jangan ada kata jalin hubungan di antara kita. Itu sudah sangat melanggar aturan.”“Oh, shit! Mana ada pelanggaran seperti itu, Meira. Berhenti berucap yang tidak masuk akal. I will never let you go!” ucapnya dengan tegas.Meira terdiam. “Daniel. Usiaku … usiaku ….” Meira menghela napas kasar. “Tiga puluh lima tahun. Kamu yakin, masih ingin menemuiku?”Daniel menyunggingkan senyum kecil. “Aku suka wanita yang lebih dewasa dariku. Itu merupakan tantangan yang cukup menyenangkan bagiku.”“What? Agak lain memang kamu ini.” Meira melipat tangan di dadanya dan menatap Daniel yang tengah mengenakan pakaiannya.“Mandilah. Akan kubuatkan sarapan untukmu,” ucap Daniel lalu keluar dari kamarnya mening
Meira menggeleng kemudian membuka dress tipis yang ia kenakan itu kemudian masuk ke dalam kolam.Daniel lalu mengejarnya dan menghampiri perempuan itu yang tengah berdiri di tepi kolam. Bibirnya meraup bibir Meira dengan lembut.Suasana yang dingin itu tiba-tiba menjadi hangat setelah Daniel menggesekan tubuhnya pada tubuh Meira.Daniel lalu mendorong tubuhnya masuk ke di bawah sana. Melajukan temponya sembari mengerang kenikmatan.Lima belas menit kemudian, Daniel menyudahi permainan itu. Tampak lelah, sebab sudah berkali-kali ia melakukan hal ini dengan Meira.“Kamu … hanya usianya saja yang muda. Permainannya, seperti sudah berumur tiga puluh tahun.”Daniel terkekeh pelan. “Mau mandi lagi?” tanyanya kemudian.“Gak. Aku mau pulang. Sepertinya Feby sudah pulang.” Meira lalu mengambil pakaiannya dan masuk ke dalam kamar.Sementara Daniel masih duduk di tepi kolam sembari membayangkan bagaimana ganasnya ia kala bercinta dengan Meira.“Oh God! I can’t remember it.” Daniel berucap pelan
“No! Aku sendiri, yang mau ke sana. Tapi, bukan berarti aku mau, nerusin perusahaan itu.”Linda mengendikan bahunya. “Up to you. Mommy gak mau ikut campur, karena kamu paling tidak suka, Mommy ikut campur.”“Thats right. And thank you, karena udah ngertiin aku. Satu lagi, Mom. Aku ingin menikah.”“Menikahlah, Darling. Tapi, jangan semua perempuan yang masih kamu jajahi kamu nikahi.”Daniel tersenyum miring. “Nggak kok, Mom. Tenang aja,” ucapnya santai.Linda menatap wajah sang anak. “Bukan yang kemarin datang ke rumah mencari kamu, kan?”Daniel menggeleng. “Bukan. Kenapa? Gak suka, sama dia?”“Sedikit. Tapi, jika memang bukan dia, Mommy lega.”Daniel terkekeh pelan. “Jangan dulu lega, Mom. Karena usia dia jauh lebih tua dariku.”Linda mengerutkan keningnya. “Why? Bukannya kamu pernah bilang, kalau kamu lebih suka perempuan yang lebih tua dari kamu? Berapa, usianya? Dua delapan? Dua sembilan?”Daniel hanya diam sembari menyantap sarapannya itu. Sementara Linda masih menunggu jawaban da
“Oh! Okay. Aku tunggu di dalam saja. Masih lama?” “Mungkin sekitar lima belas menit lagi, Tuan.” Daniel mengangguk kemudian mengedipkan sebelah matanya kepada Meira yang tengah memegang erat baju Feby. “Kenapa sih, lo?” tanya Feby kesal karena bajunya ditarik kencang oleh Meira. “I—itu orang … itu … anaknya Pak Reymond?” tanyanya gugup. Feby mengangguk. “Lo baru tahu? Padahal masih satu divisi. Tapi baru tahu, kalau itu anaknya Pak Reymond.” “Gue gak pernah mau tahu, Feby. Bahkan sama Pak Reymond-nya aja gue jarang ketemu. Apalagi sama anaknya,” ucap Meira kemudian memegang kedua sisian kepalanya sembari menunduk. “Jangan bilang … cowok bujang yang elo ceritain kemarin itu ….” Meira mengangguk dengan pelan. “Yang udah bikin gue panas dingin kalau ingat permainan dia,” ucapnya lemas. Feby menganga. Terjatuh lemas di kursinya sembari menatap wajah Meira. “Pewaris yang disebut oleh Pak Reymond adalah dia. Daniel? Astaga, Tuhan.” Meira menghela napasnya. “Nggak. Itu hanya teman
Daniel memiringkan kepalanya menatap wajah tegang Meira. Bukannya menjauh, Daniel malah meraup bibir Meira hingga berhasil membuat perempuan itu membolakan matanya.“Daniel, don’t!” ucap Meira setelah berhasil lepas dari ciuman yang dibuat oleh lelaki itu.Daniel terkekeh sembari mengusap bibirnya dengan pelan. “Jika makan siang tidak ingin, aku tunggu nanti malam. Jangan banyak alasan. Karena aku tahu kamu tidak punya kegiatan apa pun selain bermalam denganku.”Daniel lalu mengedipkan sebelah matanya kembali dan pergi dari tempat itu. membuat Meira sedikit lega. Akan tetapi, ia harus bersiap-siap untuk nanti malam yang mana seorang Daniel tidak mudah menyerah.Sudah pasti akan menjemputnya di rumahnya. Meira kemudian keluar dari toilet setelah merapikan blouse dan juga rambutnya yang sempat berantakan karena berontak tadi.Di kantin. Meira menghentikan langkahnya usai melihat Daniel yang tengah berbincang dengan beberapa direksi di sana.Feby menoleh menatap Meira. “Daniel gak seneka
Setibanya di sana. Ezra menghela napas kasar melihat Daniel yang tengah duduk di kursi depan kolam renang sembari menikmati wine dan redvelvet cake di sana.“Galau lo? Kenapa? Disuruh nikah sama Cheryl?” tanyanya kemudian duduk di samping Daniel.“Disuruh nikah sama Cheryl bukan masalah besar, buat gue. Kali ini gue lagi nyari cara biar dia mau, sama gue,” ucapnya dengan pelan.Ezra menaikan kedua alisnya. “Yang elo bawa kemarin ke sini?” tanyanya kemudian.Daniel mengangguk pelan. “Tapi, dia nolak gue. Sialan. Cowok seganteng dan setajir gue ditolak mentah-mentah sama dia. Ck!” Daniel geleng-geleng kemudian menghela napas kasar.“Tumben bener, gak mau sama elo. Gara-gara apa?”“Umur.”Ezra mengatup bibirnya menahan tawa kemudian menepuk pundak Daniel sembari menatapnya dengan lekat.“Bro! Kalau cuma karena umur—”“Usianya tiga puluh lima tahun, Ezra. For me, itu gak masalah. Tapi, bagi dia, itu sangatlah bermasalah.” Daniel menyela ucapan Ezra.Lelaki itu menganga. Terkejut mendengar
“Iya. Habis pulang kantor saja tapi, ya. Aku juga ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.”“Oke, Tante. Nanti kabari aja kalau udah mau ketemu. See you, my beautiful aunty.” Ezra menutup panggilan tersebut.Meira kembali menaruh ponselnya dan mengembuskan napas panjang,“Ezra?” tebak Feby.Meira mengangguk pelan. “Dia udah tahu semuanya, kayaknya.”“Kayaknya? Kalau emang dia sahabat dekat Daniel, udah pasti tahu semuanya, Meira.” Feby memutar bola matanya pelan.Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Dikarenakan hari ini ada kelas di jam delapan pagi, terpaksa Daniel bangun lebih awal. Ia lalu mengambil ponselnya, berharap ada pesan masuk dari Meira.Namun, nyatanya tidak ada satu pun pesan masuk dari wanita itu. Daniel kemudian mengacak belakang kepalanya.“Gak! Gue gak bisa, kalau lama-lama diemin Meira. Yang ada nanti dia nyari duda tajir. Gak boleh!”Daniel kemudian mengirim pesan kepada Meira. Berharap wanita itu meresponnya. Meskipun tidak, setidaknya pesan yang dia kirim dibaca
Di sebuah hotel yang tak jauh dari rumah Meira. Keduanya berada di dalam kamar tersebut sebab Daniel yang ingin menikmati malam itu dengan Meira yang sudah sangat ia rindukan. Daniel kemudian memeluk tubuh Meira yang tengah berdiri memandang pemandangan di balik jendela. Meira menoleh dan mengulas senyum kecil. "I miss you, Mei," ucap Daniel pelan. Meira mengulas senyum kembali. "Aku masih nggak nyangka, kamu bisa nemuin aku di sini." Daniel tersenyum miring. "Mudah bagiku untuk mencari tahu kamu di mana, Mei. Kamu juga jangan lupa, Ezra, keponakan kamu itu sahabat aku."Meira terkekeh pelan. "Iya juga sih." Wanita itu kemudian membalikan tubuhnya dan kini menatap wajah Daniel dengan lekat. "Apa yang kamu cari dariku, Daniel?" tanyanya dengan pelan.Daniel kemudian mengusapi sisian wajah Meira dengan lembut. "Banyak. Aku melihat ada masa depan yang akan kita bangun sama-sama, Mei.""Bisa aja. Raja gombal mah beda!" ucap Meira kemudian menghela napasnya dengan panjang. "Kamu ting
“Ngapain kamu ke si—” Belum selesai bicara, Daniel sudah memeluk Meira. Ia lega, sebab tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan Meira di sana. “Kenapa kamu pergi, Mei? Kenapa?” tanya Daniel masih memeluk perempuan itu. Meira kemudian melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Daniel. “Kamu sendiri, kenapa ke sini? Kamu masih sakit, Daniel.” “Akan semakin sakit jika aku tidak langsung menghampiri kamu ke sini, Meira.” Meira menelan salivanya seraya menatap wajah Daniel. “Tidak seharusnya kamu datang, Daniel.” Daniel menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku sudah izin ke Mommy untuk menemui kamu ke sini, Mei. Kamu sendiri yang sudah janji padaku akan menikah denganku asalkan aku mau sembuh.” Meira tersenyum lirih. Ia kemudian mengusapi sisian wajah Daniel dengan lembut. Orang yang selama ini selalu ia pikirkan kini ada di depan matanya. “Maafkan aku, Daniel.” Daniel menggelengkan kepalanya. Ia kembali memeluk wanita itu lalu menghela napasnya dengan panjang. Malam har
Linda tersenyum miring. “Apa dengan kamu menikahi Daniel dengan Cheryl akan membuatnya bahagia? Kamu, yang tidak memikirkan masa depan Daniel. Yang kamu pikirkan hanyalah uang, uang dan uang saja!”Linda kemudian keluar dari ruangan suaminya itu dengan membawa kekecewaan yang cukup besar dalam dirinya.Kemudian berhenti di depan Feby yang tengah berdiri sembari mengulas senyum kepadanya.“Feby. Kamu masih ingin bertahan jadi simpanan suami saya? Ingat, Feby. Hukum karma tetap berlaku. Entah kapan kamu akan menuainya, saya pastikan hidupmu tidak akan baik-baik saja!”Feby menelan salivanya mendengar ucapan Linda yang cukup menyeramkan. Tangannya mengepal, tidak terima dengan ucapan wanita itu.Feby kemudian tersenyum miring. “Emangnya lo Tuhan? Bisa atur hidup gue dan karma yang gue dapatkan? Suami lo aja yang gila,” ucapnya dengan pelan.Di Bali.Meira menghampiri sang papa yang tengah membersihkan sepatunya. Lelaki itu kemudian menoleh dan mengulas senyum kecil.“Tidak usah dipikirka
Daniel memijat keningnya. Tidak paham dengan Meira yang memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya padahal tidak ada masalah yang datang kepada mereka.“Kasih alamat rumah Meira di Bali,” titah Daniel kepada Ezra.Lelaki itu menoleh. “Lo mau nyusul dia ke sana?” tanyanya kemudian.Daniel mengangguk. “Gue gak akan tinggal diam gitu aja karena Meira udah pergi, Ezra. Gue gak punya masalah sama dia. Gue berhak tahu, kenapa dia pergi ke Bali tanpa sepengetahuan gue.”Ezra menganggukkan kepalanya. “Iya, sih. Nanti gue kirim alamatnya ke elo. Tapi, kondisi lo baru pulih, Daniel. Nanti pingsan di jalan kalau lo maksain diri buat ke Bali.”Daniel menghela napas kasar. “Kondisi gue bakalan makin buruk, kalau gak ke sana.”Ezra mengembungkan pipinya. Jika Daniel sudah berkehendak, ia pun tidak dapat melakukan apa pun.Keesokan harinya. Daniel bangun dari tidurnya setelah lima jam lamanya tertidur meski gelisah.“Daniel?”Daniel menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat sang mama ada di
Di rumah sakit ….Daniel mencoba terus menghubungi Meira. Namun, nomornya sudah tidak aktif.“Ck! Ke mana lagi ini si Meira? Kenapa selalu bikin gue cemas, coba.” Daniel menggerutu kemudian menghubungi Ezra.“Di mana lo?” tanya Daniel kemudian.“Di kampus, bangke. Ngapa sih?”“Balik dari kampus, langsung ke rumah sakit. Elo tadi ada telepon Meira, gak?”“Nggak. Cuma chat dia doang. Dan dibales juga. Itu pun waktu tadi pagi. Sekarang udah jam tiga sore. Mungkin lagi sibuk, di kantor. Gak aktif, nomornya?”“Iya. Ya udah.” Daniel menutup panggilan tersebut lalu menoleh ke arah pintu di mana Cheryl berada di sana.Daniel memutar bola matanya sembari memalingkan wajahnya. Bahkan melihatnya saja sudah malas. Dan sekarang wanita itu muncul di hadapannya.“Mau ngapain lo ke sini?” tanyanya datar.“Daniel. Gak boleh ngomong begitu. Sebentar lagi kita mau menikah, lho.”Daniel tersenyum miring. “Nikah? Nikah sama bokap gue aja sana. Gue gak pernah mengiyakan perjodohan ini! Jadi, gak usah keped
Feby hanya mengendikan bahunya. Tampak biasa saja bahkan seolah tengah merendahkan Meira, terlihat dari raut wajahnya yang memandang seperti itu kepada Meira.Walau malas, Meira harus tetap menghampiri Reymond yang katanya ingin bertemu dengannya dan berbicara tentang apa itu, Meira hanya bisa menunggunya.Tok tok!"Masuk!" titah Reymond di dalam sana.Meira menghela napasnya dengan panjang dan masuk ke dalam ruangan lelaki itu."Bapak manggil saya?" tanya Meira kemudian.Reymond memutar kursinya dan menatap datar wajah Meira. "Kamu, wanita yang menjalin hubungan dengan anak saya, Daniel?" tanyanya dengan suara datarnya.Meira menghela napas kasar kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya. Betul, Pak Reymond. Saya, orangnya. Ada yang ingin Bapak tanyakan?"Reymond mendecih pelan. "Baru jadi kekasihnya saja sudah membuatmu sombong!"Meira mengerutkan keningnya. "Maksud Bapak? Saya tidak paham dengan ucapan Bapak."Bahkan menatap wajah Meira pun seperti tidak senang. Namun, ia harus menyele
Linda menggeleng pelan. “Tidak, Nak. Meskipun kamu sangat keras, Mommy tidak pernah menyesal, mempertahankan kamu.”Daniel tersenyum tipis. “Mommy hebat. Masih tetap bertahan meskipun sudah dikhianati.”Linda kemudian duduk di depan Daniel dan menatapnya. “Boleh, Mommy beri kamu nasihat sebelum menikahi Meira?”“Dengan senang hati,” jawab Daniel.Linda mengulas senyumnya. “Pernikahan Mommy dan Daddy, jadikan pelajaran untukmu, Nak. Jangan memulai cinta, jika pada akhirnya menyesal, telah menikah dengan istrimu kelak.“Mommy yang salah, karena lemah dan tidak bisa melawan. Sampai akhirnya orang tua Reymond tahu, kemudian kami dinikahkan.“Dia hanya berubah sesaat saja. Saat usia Vallery dan Viola enam belas tahun, dia mulai gila. Main perempuan dan sebagainya. Jadi, Mommy harap kamu bisa memikirkan hal ini kembali jika memang ingin menikah cukup hanya sekali.”Daniel menelan salivanya dengan pelan. Ia kemudian menarik tangan sang mama dan menggenggamnya.“Aku akan belajar, Mom. Aku aka
Meira mengulas senyum kemudian pamit pergi dari ruangan Daniel karena harus pulang ke rumah untuk menemui Feby dan menasihati wanita itu agar berhenti menjadi simpanan Reymond.“Kenapa tiba-tiba?” tanya Feby setelah Meira sampai ke rumah dan meminta Feby agar berhenti melakukan hal itu. “Karena lo bakalan jadi menantu Pak Reymond, makanya lo nyuruh gue buat berhenti?” kata Feby lagi.“Gue gak peduli ya, Feb. Elo mau jualan ke siapa aja, gue gak peduli. Itu terserah elo. Bu Linda udah tahu, elo sering jalan sama Pak Reymond. Dia gak akan tinggal diam, dan suatu saat nanti dia pasti akan menemui elo.” Meira berucap dengan pelan dan santai agar Feby dapat menerima semua ucapannya itu.“Sorry banget, Mei. Lo bakalan jadi istri dari Daniel yang udah kelihatan kaya raya banget. Dan gue, hanya akan menikah sama cowok yang masih jadi karyawan. Selama lo diam, gak banyak omong atau ngadu ke dia, semuanya bakal baik-baik aja.”Meira menghela napasnya. Menatap wajah Feby yang menolak untuk ber
Meira menggeleng pelan. “Aku, yang harusnya minta maaf, Daniel. Aku benar-benar tidak tahu, kalau yang ditabrak oleh Papa itu kamu.”“Aku juga yang salah. Karena mabuk sambil bawa motor. Papa kamu gak salah, kok.” Daniel mengusap sisian wajah Meira dan mengulas senyumnya.Meira membalas senyum itu dengan tipis. Ia kembali menyuapi Daniel setelah melihat mulut lelaki itu sudah kosong.“Operasinya lancar. Dan Dokter Fahri meminta agar kamu berhenti mabuk dan merokok. Kamu mau menikah denganku, kan?”Daniel mengangguk antusias. “Banget. Mau banget.”“Kalau begitu, turuti perintah dokter. Berhenti minum alkohol dan merokok, kalau ingin menata masa depan denganku.”Daniel menghela napasnya dengan panjang. “Kamu tahu, alasan aku tetap mengonsumsi minuman alkohol dan merokok padahal sudah tahu, kepalaku penyek?”“Kenapa?” tanya Meira pelan.“Karena aku tidak menemukan wanita yang buat aku berniat untuk meneruskan hidup aku, Mei. Aku ingin mati saja, daripada harus tersiksa dalam kehidupan ya