Hari ini Faris merasa sepi sekali. Intan tidak masuk, tidak enak badan katanya. Selama beberapa tahun, baru kali ini Intan tidak masuk karena tidak enak badan. Dan anehnya, Faris merasa sepi.
Padahal di kantor banyak orang tapi ketidakhadiran Anita membuat Faris baru menyadari bahwa setiap hari, setiap pekerjaan, setiap saat dirinya selalu diurus oleh Anita.“Laper, makan dulu deh. Duh biasanya si Anita yang nanyain nih makan siang mau apa,” pikir Faris.Faris keluar dari ruangannya, bahkan hari ini semua meeting ia undur sampai Anita bisa masuk kembali ke kantor, ia tidak akan bisa membuat notulen sendiri. Faris masuk ke mobilnya, kali ini ia ingin makan sesuatu yang ringan, simple tapi mengenyangkan.Di tengah jalan, Faris melihat ada mekdi, sebuah gerai tempat makan ayam goreng, kentang dan banyak menu lain kesukaannya dari kecil. Tanpa pikir panjang ia memasuki gerai tersebut.Faris menghampiri kasir dan memesan 2 beef burger, 1 porsi kSesuai janji, malam ini sepulang kerja, Valerie meminta Risko untuk mengantar Intan terlebih dahulu kerumahnya. Saat ini mereka bertiga sudah ada di dalam mobil dengan Risko yang menyetir, Valerie di samping Risko dan Intan di kursi belakang.“Pak Risko, maaf ya jadi ngerepotin. Anterin saya dulu,” ujar Intan.“Ya ampun Tan, gue sampe lupa loh Risko klien kita, makanya masih lo panggil Pak hahaha,” Valerie yang sudah dekat dengan Risko belakangan sampai lupa jika mereka dimulai dari rekan kerja.“Hahaha, panggil Risko aja lah, gue aneh banget dipanggil begitu kalo diluar jam kerja,” ujar Risko.“Iyaaa,” ujar Intan.“Eh Tan, lo ada acara atau urusan nih pulang?” tanya Risko.“Enggak ada, mau pulang tidur istirahat.”“Ikut aja yuk ke toko, sekalian bantuan Valerie apa kek. Nanti pulangnya gue anterin,” ajak Risko.“Bener ya tapi dianterin,” pinta Inta
Dengan sigap, Valerie menuju ke dapur.“Satu porsi pake berapa gram selada?” tanya Valerie kepada Siti, head kitchen di KS burger. Siti menunjukan semua takaran yang digunakan dalam 1 porsi burger. Valerie menghitung dan mencocokan apakah perkiraan yang Bimo sampaikan cocok dengan yang Valerie hitung.Selama Valerie menghitung baha, Risko bertugas untuk mengecek kelengkapan peralatan dan ketersediaan piring, gelas dan lain-lain. Sedangkan Intan bertugas mengecek semua pelaatan masih bisa digunakan dengan baik.Kerjasama mereka bertiga bisa dibilang oke. Dan Kerjasama mereka dengan staff KS Burger juga sangat oke. Akhirnya semua selesai dan besok bisa langsung berjalan. Valerie, Intan dan Risko pamit dari toko.“Guys, makasih banyak ya kalian masih mau nunggu kita. Sekarang udah lewat dari jam 12. Gue, Val sama Intan mau pulang. Besok gue sama Val akan dateng lagi buat buka toko. See you tomorrow guys,” pamit Risko pada karyawannya.
Tepat jam 5 pagi, Valerie dan Risko sudah standby di KS burger. Mereka memastikan bahwa semua vendor yang dihubungi oleh Valerie sudah mengantar pesanan dengan kuantity sesuai yang ia pesan.“Ris, mau sarapan dulu?”Biasanya Valerie dan Risko akan sarapan di rumah, namun karena mereka berangkat terlalu pagi dari rumah, jadi tidak sempat untuk sarapan.“Nanti aja, aku lagi mau makan lontong sayur lagi,” ujar Risko.“Emang di sini yang jual lontong sayur dimana?” tanya Valerie.“Nanti kamu minta anterin aja sama Bino. Sekalian beliin tuh Bimo,” ujar Rsko.Valerie dan Risko masuk ke dalam ruang kerja Valerie, vendor yang ditunggu masih belum datang juga.“Kalo kamu masih ngantuk, tidur aja dulu Ris,” ujar Valerie.“Enggak, aku enggak ngantuk,” mereka sedang duduk di sebuah sofa yang kemarin Risko beli. Valerie yang tidak tahu apa-apa sempat kaget tiba-tiba d
Risko muda adalah seorang yang abisius, tidak berfikir bahwa wanita adalah sesuatu yang sangat penting. Ia merasa, cinta tidak aka nada gunanya untuk dirinya apalagi dalam masa sekolah. Sejak sekolah di sekolah menengah pertama, yang Risko kejar adalah prestasi. Ditambah, orangtuanya struggle luar biasa untuk dirinya dan kakaknya sekolah.Setiap hari, Risko belajar dan belajar, sepulang sekolah Risko membantu orangtua nya di kedai burger yang mereka rintis sama-sama.Risko SMA menjadi seorang anak yang banyak menarik perhatian kaum hawa, perawakan Risko yang tinggi dengan wajah tampan pada masanya, banyak membuat wanita jatuh hati. Namun betapa Risko cuek terhadap wanita, justru membuat wanita-wanita semakin tertarik.Banyak yang memberi Risko perhatian, mulai dari membawa makan siang, memberinya coklat, menyelipkan surat cinta di tasnya dan masih banyak lagi. Tidak pernah ada wanita yang berhasil memebuat Risko sekedar menoleh.Suatu hari, Risko yang biasa
“Tapi apa Ya?” tanya Risko.“Tapi gue enggak ngerti pacaran tuh gimana Risko, gue belom pernah. Emang lo pernah?” tanya Tia.“Hehe sama gue juga belom pernah,” ujar Risko.“Yahhh hahaha.”“Y akita kayak gini aja, biasa. Statusnya aja yang berubah jadi pacaran. Enggak usah ikutin yang lain,” ujar Risko.“Iya bener juga ya.”Sejak saat itu, Risko dan Tia ‘berpacaran’. Tidak seperti teman seusianya, pacaran ala Risko dan Tia adalah bermain gitar sambil bernyanyi, belajar bersama dan akhir pekan seringkali pergi ke museum.Risko dan Tia juga sering menonton film horror di rumah Tia dengan laptop yang dipinjam dari Ayah Tia. Risko beberapa kali ke rumah Tia, mengobrol dengan orangtua Tia. Mereka adalah orangtua yang sangat supportive.Risko dan Tia juga tidak pernah berantem seperti anak-anak seusianya pacaran. No drama, no debat. Risko dan Tia sama-sama
“Sejak saat itu, aku enggak pernah lagi pacaran Val. Aku bukan takut sebenernya, Cuma aku nyari yang bisa kayak Tia. Yang bisa kasih aku support, bisa kasih energi positive ke aku. Dan kalo bisa, aku dapetin dia bukan karena aku cari, Tia kan dateng sendiri, sama kayak kamu.”Valerie benar-benar tersentuh mendengar kisah Risko. Ia tidak tahu betapa sakitnya ditinggalkan dalam kondisi sedang sayang-sayangnya, tanpa pamit dan tidak bisa lagi bertemu walau hanya sesaat.“Tia itu nyadarin aku Val, dia nyadarin aku kalo sekuat apapun aku dan dia mau bersama, pada akhirnya Tuhan yang punya kuasa.”Risko berbicara sambil matanya menerawang. Terlihat jelas rasa sakit masih begitu membekas.“Tia tuh sama aku udah yakin Val kalo kita akan sama-sama terus. Enggak ada satupun dari kita yang berfikir kalo hubungan kita akan berakhir.”“Dan Tia tuh bikin aku jadi lebih menghargai semua orang yang deket dan aku sayang.
“Val.. Aku..”Rania kembali menangis. Ia sudah hampir tidak kuat untuk berbicara, padahal banyak sekali yang ingin ia sampaikan pada sahabat lamanya ini.“Minum dulu Rania,” ujar Valerie sambil menyerahkan segelas ice lemon tea.“Minum dingin dan manis semoga bisa bikin kamu lebih tenang.”Rania meminum lemon tea yang diberikan Valerie. Ia menarik nafas, mencoba mengumpulkan tenaga untuk mulai berbicara.“Val, pertama aku mau minta maaf,” ujar Rania.“Maaf?” tanya Valerie.“Iya aku mau minta maaf Val. Aku pernah nikah sama Faris,” ujar Rania dengan wajah tertunduk, ia seperti menyembunyikan kesakitan dan rasa bersalah dalam waktu yang sama.“Aku udah tau Rania,” ujar Valerie tenang.“Val, aku bener-bener enggak tahu kalo orang yang dijodohin sama aku itu Faris,” ujar Rania.“It’s oke Rania, udah lewat juga,” ujar Valerie.
Esok harinya, Adrian datang dengan kepercayaan diri yang sudah hampir terkikis habis. Adrian tahu, sebagai orang yang tidak memiliki uang banyak, melawan Pak Cakra adalah mustahil. Namun, ia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan apapun yang ada dalam hidupnya sampai sejauh ia mampu. Sisanya, ia serahkan pada semesta.Adrian datang dengan mengendarai jazz berwarna hitam hasil dari jerih payahnya sendiri. Uang membeli mobil ia dapat ketika pameran lukisannya 2 tahun silam mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari penikmat karyanya.“Permisi, selamat pagi,” ujar Adrian di depan rumah keluarga Pak Cakra.“Eh Den Adrian, masuk Den, udah ditungguin daritadi sama Tuan Cakra dan yang lain,” Surti, asisten rumah tangga keluarga Pak Adrian yang sudah mengabdi sejak masih muda mempersilahkan Adrian untuk masuk.“Makasih ya Bi,” ujar Cakra pada wanita berperawakan ramah tersebut.Adrian masuk ke ruang k
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha