Bellia tidak bisa menikmati sarapan dengan tenang, dia mengunyah nasi gorengnya dengan enggan, sementara kedua matanya terus mencuri pandang ke arah Daniel yang duduk di hadapannya.Bellia tidak pernah menyangka dia akan kembali berciuman dengan Daniel. Dia bahkan mengalungkan kedua lengannya di leher lelaki itu dan membalas ciumannya tidak kalah panas.Entah setan apa yang sudah merasuki pikirannya. Dia mendadak berubah menjadi lebih liar jika bersama dengan Daniel. Lelaki itu mempunyai pesona dan daya tarik yang sangat kuat dan sulit sekali untuk ditolak.Untung saja Marvell tadi memanggilnya. Jika tidak, dia dan Daniel pasti sudah berakhir di ranjang."Kenapa kamu makan cuma sedikit? Apa kamu tidak berselera?"Pertanyaan Daniel barusan sukses membuat Bellia tergagap. "Em, tidak. Nasi goreng ini enak, kok."Daniel menatap Bellia dengan alis terangkat sebelah. Biasanya Bellia mengajak Marvell bicara saat makan, tapi ibu dari anaknya itu sekarang lebih banyak diam."Kenapa kamu dari t
Bellia lupa kapan terakhir kali dia bisa bernapas dengan lega seperti ini. Selama lima tahun terakhir kehidupan yang dia jalani terasa begitu berat, hingga membuatnya kesulitan untuk sekadar menarik napas.Kejadian malam itu masih membekas di ingatan Bellia sampai sekarang. Dia tidak akan pernah lupa ketika Daniel merenggut mahkota paling berharga di hidupnya dengan tidak sengaja.Saat dia ingin memberi tahu Daniel tentang kehamilannya dan kejadian yang sebenarnya, dia malah melihat Daniel berciuman dengan wanita lain di ruangannya.Akhirnya Bellia memutuskan untuk pergi dari kehidupan Daniel dan mencoba menjalani hidup tanpa bayang-bayang lelaki itu. Awalnya tentu saja tidak mudah, apa lagi kondisi Nenek Amira semakin hari semakin memburuk.Namun, Bellia tidak menyerah begitu saja karena dia memiliki tekad yang begitu kuat demi kesembuhan Nenek Amira serta bayi yang berada di dalam kandungannya.Kehidupan Bellia pun berangsur-angsur membaik setelah Marvell lahir. Kehadiran anak itu m
Bellia sudah terbiasa hidup sendiri, bahkan sebelum bertemu dengan Daniel. Seharusnya, Bellia tidak perlu khawatir ketika Daniel pergi ke luar kota selama tiga hari. Seharusnya, Bellia bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa, sama seperti ketika dia belum bertemu dengan lelaki itu.Namun, entah mengapa Bellia merasa ada sesuatu yang hilang hidupnya. Seperti bulan yang sendirian di langit malam tanpa bintang. Bellia yang biasanya mandiri, kini merasa sedikit kesulitan, mungkin karena dia sudah terbiasa dengan kehadiran Daniel.Bellia akui, beberapa hari ini hubungan mereka menjadi semakin dekat dan hangat. Dia bahkan tidak lagi memakai 'saya' ketika bicara dengan lelaki itu. Selama dua hari ini pun Daniel tidak pernah lupa memberi kabar. Dimulai dengan mengirim ucapan selamat pagi, mengingatkan dirinya dan Marvell agar tidak lupa makan, dan ditutup dengan ucapan selamat malam. Daniel bahkan tidak lupa menyelipkan doa agar dirinya dan Marvell mimpi indah.Manis sekali bukan?Sampai se
Ucapan Dita terus terngiang-ngiang di telinga Bellia. Apa yang dikatakan Dita tadi memang benar, hubungan yang baik pasti diimbangi dengan komunikasi yang baik pula. Selama ini dia memang jarang mengirim pesan pada Daniel lebih dulu, bahkan mungkin tidak pernah. Selama ini Daniel yang selalu memulai komunikasi di antara mereka.Bellia sebenarnya ingin mengirim pesan pada Daniel tanpa perlu menunggu inisiatif dari lelaki itu. Namun, entah mengapa Bellia selalu merasa takut dan cemas, bahkan sebelum memulainya. Perasaan insecure itu terkadang sering muncul, hingga membuatnya merasa tidak pantas dekat dengan Daniel. Lelaki itu ... terlihat begitu sempurna di matanya, sedangkan dirinya hanya orang biasa.Bellia sering berpikir kalau Daniel ingin dekat dengannya karena ada Marvell di antara mereka. Andai saja Marvell tidak ada, apa Daniel masih ingin dekat dengannya?Bellia menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang tiba-tiba menyelip di dalam dadanya. Hilangnya Daniel membuat
"Mas Daniel?!" Bellia bergeming di tempat, sepasang iris hezel miliknya terpaku pada lelaki yang seharian ini mengisi seluruh pikirannya.Waktu seolah-olah berhenti bergerak, dunia seolah-olah berhenti berputar. Suara di sekitarnya pun mendadak lenyap. Selama tiga puluh detik yang Bellia lakukan hanya diam memandangi Daniel yang sedang memeluk Marvell dengan erat.Beberapa menit yang lalu dia merasa sangat cemas lantaran Daniel tidak memberi kabar. Namun, lelaki itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya seolah-olah tidak terjadi apa pun di antara mereka.Perasaan marah, sedih, sekaligus lega bercampur menjadi satu di dalam diri Bellia. Rasanya Bellia ingin sekali memarahi Daniel yang tidak memberinya kabar hingga membuat perasaannya tidak bisa bernapas dengan tenang. Namun, dia berusaha keras menahannya karena mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa meskipun sedang dekat.Dua hari tidak bertemu membuat Daniel sangat rindu dengan Marvell dan Bellia. Padahal mereka sudah melakukan video c
Bangunan mewah berlantai empat itu lebih pantas disebut mansion dari pada rumah. Sebuah air mancur dengan patung Dewi Yunani di bagian tengah semakin menambah kemewahan mansion tersebut. Lantainya terbuat dari marmer yang terlihat berkilau jika terkena cahaya lampu. Dindingnya dilapisi cat berwarna beige yang memberi kesan mewah sekaligus elegan.Beberapa pelayan terlihat sibuk dengan tugas mereka. Ada yang menyiapkan sarapan, membersihkan halaman, memotong rumput, dan membersihkan kolam renang.Seorang anak laki-laki berjalan dengan lesu menuruni tangga lalu duduk di meja makan. Di hadapannya sudah terasaji beraneka masakan, tapi tidak ada satu pun yang menggugah seleranya."Selamat pagi, Tuan Daniel. Anda mau susu?" Seorang pelayan mendekat, menawarkan segelas susu yang dijawab gelengan pelan oleh Daniel."Papa sama Mama di mana, Bik?"Pelayan tersebut melirik temannya sesama pelayan yang berdiri tidak jauh darinya, berkomunikasi lewat mata sebentar sebelum menjawab pertanyaan Danie
Marcedes Benz AMG G65 itu melaju sedikit kencang membelah jalanan yang ramai lancar. Daniel terlihat fokus mengendarai mobilnya sambil sesekali menimpali cerita Marvell yang duduk di kursi khusus untuk anak-anak di belakang.Bellia tanpa sadar tersenyum melihat interaksi di antara Marvell dan Daniel. Meski terlambat, Daniel berusaha keras menjadi sosok ayah yang baik untuk Marvell. Lelaki itu bahkan membeli kursi khusus untuk anak-anak tanpa sepengetahuan dirinya demi keselamatan Marvell.Perhatian sekali, 'kan?"Papa, Papa ....""Iya, Sayang?" Daniel melirik Marvell melalui kaca sepion yang ada di depan sekilas."Marvell tadi dapat bintang lima waktu pelajaran menggambar.""Benarkah?" Kedua mata Daniel terlihat berbinar. Dia merasa begitu bangga dengan putranya."Iya." Marvell mengangguk penuh semangat."Wah, selamat. Anak papa hebat sekali.""Terima kasih banyak, Pa. Apa Marvell akan mendapat hadiah?""Hadiah?" tanya Daniel tidak mengerti."Iya, Marvell ingin lego dan buku cerita ba
Mata Bellia refleks mencari sosok yang dipanggil oleh Marvell. Ternyata Mahes berdiri di tempat yang berada tidak jauh dari mereka.Lelaki itu memakai kemeja putih dengan lengan yang tergulung rapi hingga sebatas siku. Rambutnya yang hitam tampak sedikit berantakan. Rahang yang biasanya halus kini ditumbuhi jambang tipis. Penampilan Mahes memang sederhana, tapi tetap terlihat tampan.Jujur saja Bellia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan Mahes di tempat ini. Lelaki itu tidak pernah menghubunginya sejak mengungkapkan perasaan pada dirinya. Dia pun tidak pernah berusaha untuk menghubungi Mahes lebih dulu.Perasaan bersalah kembali menyelip di dalam diri Bellia, membuat dadanya terasa sedikit sesak untuk bernapas. Bellia sadar Mahes pasti kecewa sekaligus sakit hati pada dirinya karena dia tidak bisa membalas perasaan lelaki itu. Namun, Bellia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau bukan Mahes lelaki yang dia inginkan untuk mendampingi hidupnya. Bukan Mahes lelaki yang na
Sudah lewat dari tiga hari semenjak toko bunga milik Bellia mendapat supplier baru. Para pelanggan mulai banyak yang berdatangan, bahkan bertambah. Mereka selalu kembali ke D'Marvell Florist karena bunga yang dijual di toko tersebut selalu bagus dan segar. Selain itu pelayanannya juga baik dan ramah."Terima kasih sudah membeli bunga di toko kami." Bellia mengulurkan seikat bunga lili yang baru saja selesai dirangkai ke seorang pelanggan yang berdiri di hadapannya."Sama-sama, Nona," balas pelanggan tersebut sambil tersenyum ramah.Bellia merapikan mejanya yang sedikit berantakan, setelah itu membuang beberapa tangkai bunga yang rusak ke tempat sampah."Akhirnya toko kita bisa kembali normal ya, Bell."Bellia melirik Dita yang berdiri tepat di sebelahnya sekilas setelah itu mengangguk pelan. Jika diingat apa yang terjadi ke belakang, D'Marvell Florist mustahil bisa diselamatkan jika Daniel tidak membantunya.Berkat koneksi dan kekuasaan yang dimilikinya membuat Daniel bisa mendapatkan
Kamar itu terlihat temaram. Lampu tidur yang berada di sisi ranjang tidak mampu menerangi seluruh ruangan hingga membuat sebagian terlihat gelap. Sepasang insan yang berada di atas ranjang bergumul mesra, saling berbagi peluh serta kehangatan.Erangan dan desahan berulang kali lolos dari bibir si wanita setiap kali sang kekasih bergerak di dalamnya. Menghasilkan gelenyar aneh yang menjalari seluruh tubuhnya. Namun, entah mengapa kali ini terasa ada yang berbeda meskipun dia sudah berusaha keras menikmatinya."Bisa lebih cepat, Vin?""Anything for you, Babe."Wanita itu menyambut bibir sang kekasih dengan senang hati. Saling melumat dan bertukar saliva demi mencapai puncak kenikmatan seperti yang dia inginkan."Erngh ...." Erangan halus keluar begitu saja dari bibirnya ketika Kevin berhasil menumbuk titiknya yang paling dalam. Kedua tangannya meremas rambut Kevin dengan erat, meminta lelaki itu agar memperdalam ciuman mereka. Sedangkan kedua kakinya melingkar di pinggang Kevin dengan
Beberapa hari ini terasa sangat panjang dan melelahkan bagi Bellia. Seluruh waktunya hampir dia habiskan untuk mencari supplier. Dia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan nasib toko bunganya jika tidak kunjung mendapatkan supplier baru.Namun, Bellia bisa bernapas sedikit lega sekarang. Kekhawatiran yang sempat menggelayuti pikirannya perlahan-lahan sirna. Toko bunganya yang terancam tutup karena masalah supplier kini kembali berjalan normal seperti biasanya, bahkan lebih ramai dari biasanya.Semua karena Daniel. Lelaki itu tidak hanya membantu dirinya mendapatkan supplier baru, akan tetapi juga ikut membantunya di toko.Seharusnya Daniel kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaannya seperti biasa setelah memastikan toko bunganya sudah mendapat supplier baru. Namun, lelaki itu malah membantunya dan Dita melayani pelanggan yang datang, padahal dia sudah melarang."Mas Daniel kenapa repot-repot bantuin aku, sih? Aku 'kan masih bisa ngerjain sendiri.""Tidak apa-apa,
"M-Mas Daniel?" Bellia tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat Daniel.Sejak kapan Daniel berdiri di belakangnya? Apa lelaki itu mendengar semua pembicaraannya dengan Dita?Bellia tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya dengan cemas. Dalam hati dia berharap semoga Daniel tidak mendengar pembicaraannya dan Dita karena dia tidak ingin merepotkan lelaki itu lagi."Kenapa kamu terkejut ketika melihatku? Dan apa maksudmu dengan merepotkan? Apa terjadi sesuatu?" Daniel menatap Bellia yang berdiri gugup di hadapannya dengan lekat.Dia sengaja datang ke D'Marvell Florist karena ingin mengajak Bellia dan Marvell makan siang bersama. Selain itu dia ingin meminta penjelasan mengapa Bellia selama beberapa hari ini sulit sekali dihubungi. Wanita itu bahkan tidak mengirim bekal makan siang untuknya lagi."Ti-tidak ada apa-apa kok, Mas. Semua baik-baik saja.""Sungguh?" Alis Daniel terangkat sebelah. Entah mengapa dia merasa kalau Bellia sedang menyembuyikan sesuatu darinya.Be
Bellia berdiri di tengah toko bunganya, menatap pot-pot kosong yang berjejer rapi di rak kayu. Aroma bunga yang biasanya memenuhi ruangan kini tinggal sisa samar, digantikan hawa sepi yang menusuk.Sudah lima hari Bellia berusaha mencari supplier baru, menelepon satu per satu kontak supplier yang ada di buku catatannya, bahkan sampai menghubungi kenalan jauh yang memiliki kebun bunga.Namun, jawaban mereka selalu sama. Mereka mengatakan kalau stok bunga sedang habis atau sudah bekerja sama dengan toko bunga lain.Penolakan itu seperti pukulan kecil bagi Bellia. Dia merasa harapannya perlahan-lahan runtuh, digantikan rasa cemas yang begitu mencekik lehernya.Toko bunga kecil ini adalah satu-satunya harapan miliknya. Usaha yang dia bangun dengan susah payah dan air mata. Bellia tidak bisa membayangkan papan 'Toko Tutup" akan tergantung di pintu. Bellia tidak bisa membayangkan usaha yang sudah dia bangun selama bertahun-tahun lamanya hancur begitu saja.Bellia terduduk lesu di kursi kasi
Semua karyawan D'Moiz Company kompak menghentikan aktivitas masing-masing ketika sang presdir berjalan melewati mereka. Seluruh kepala menunduk dalam untuk menghormati kedatangan sang pewaris tunggal. Aura Daniel yang tegas dan dominan membuat seluruh karyawan segan menatapnya. Jika sekali saja mereka berbuat salah, bisa dipastikan karir mereka tidak akan ada yang selamat."Apa kamu sudah menghubungi vendor yang akan bekerja sama dengan kita?""Sudah, Pak." Sebagai sekretaris sekaligus orang kepercayaan, Khaisar menjawab dengan lugas pertanyaan yang Daniel lontarkan."Pastikan sekali lagi jadwal pertemuan kita dengan vendor tersebut. Aku tidak ingin ada kesalahan lagi," ucap Daniel tanpa menoleh pada Khaisar yang berjalan di belakangnya."Siap, Pak." Khaisar mengangguk patuh. Kening lelaki bersurai cokelat itu berkerut dalam karena Daniel tiba-tiba berhenti melangkah."Ada apa, Pak? Apa ada masalah?""Kamu!" Bukannya menjawab, Daniel malah menunjuk seorang karyawan perempuan yang berd
Bellia memilih menutup roomchat-nya dengan nomor asing tersebut lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. Perasaan cemas sekaligus takut bercampur menjadi satu di dalam dirinya sebab dia baru pertama kali ini mendapat ancaman dari seseorang yang tidak dikenal.Orang itu bahkan mengetahui identitas lengkapnya, alamat rumah, bahkan nama mendiang kedua orang tuanya.Siapa orang ini sebenarnya? Apa orang tersebut ada hubungannya dengan Daniel?Bellia mengusap wajahnya dengan kasar lalu mengendarai motornya menuju D'Marvell Florist. Jujur saja Bellia tidak bisa bernapas dengan tenang semenjak mendapat pesan ancaman dari nomor asing tersebut meskipun dia selalu berusaha terlihat baik-baik saja. Bagaimana pun juga Bellia takut orang tersebut melakukan sesuatu hal yang buruk pada dirinya jika tidak mau menjauhi Daniel.Semoga saja hal yang dia takutkan tidak pernah terjadi. Semoga ....Bellia akhirnya tiba di D'Marvell Florist setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit. D
Matahari masih belum terbit, tapi Bellia sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Jemari lentiknya begitu terampil menyiapkan bahan dan meracik bumbu masakan.Pagi ini Bellia ingin membuat sambal goreng tahu, tempe, dan kentang serta ayam goreng. Sejak kecil Bellia sudah terbiasa memperhatikan sang nenek yang sedang memasak, karena itu dia tidak merasa kesulitan saat memasak. Marvell pun selalu memuji jika masakan Bellia paling enak sedunia dan Bellia merasa sangat tersentuh ketika mendengarnya.Tepat pukul enam semua masakan Bellia sudah siap dihidangkan. Dia mengambil sebuah kotak makan yang berada di rak setelah itu mengisinya dengan nasi, sambel goreng tempe, dan ayam goreng. Tidak lupa dia menambahkan beberapa potong buah di dalamnya.Bellia tanpa sadar tersenyum ketika melihat bekal yang sudah dia siapkan untuk Daniel hari ini. Terhitung sudah tiga hari berturut-turut dia menyiapkan bekal untuk lelaki itu, padahal Daniel sudah melarangnya mengirim bekal karena tidak ingin merepo
Daniel, Bellia, dan Marvell tidak langsung pulang setelah makan siang. Mereka mampir ke sebuah toko buku dan mainan yang ada di pusat perbelanjaan untuk memenuhi permintaan Marvell.Marvell langsung berlari menuju rak buku khusus untuk anak-anak begitu memasuki toko. Kedua matanya yang mirip Daniel memancarkan binar penuh antusias. Tangannya yang mungil berusaha meraih buku yang berada di rak lumayan tinggi, membuat Bellia tersenyum ketika melihatnya."Marvell boleh pilih dua, Ma?" tanya Marvell terdengar polos.Bellia mengangguk sambil mengusap puncak kepala Marvell dengan gemas. "Boleh, Sayang.""Kalau tiga?" Marvell menatap Bellia dengan penuh harap, mencoba menguji batas kesabaran ibunya.Bellia tertawa kecil. "Jangan banyak-banyak ya, nanti bukunya tidak kebaca semua 'kan sayang."Marvell mengangguk patuh lalu memilih buku dengan penuh pertimbangan. Sedangkan Bellia malah menatap Daniel yang sedang duduk di kursi tunggu sambil memainkan ponselnya.Bellia sadar kalau Daniel lebih