Bab 10Astaghfirullah, mimpi yang sangat gila. Kenapa jauh panggang dari api, ah, mimpi hanya bunga tidur Tita. Aku lupa baca doa mungkin. "Kenapa, Nak?" tanya papa. "Gak, pa, cuma mimpi,""Cepat ambil wudhu, kita subuh berjamaah."Aku segera beranjak menuju kamar mandi, mengambil air wudhu. Sholat berjamaah dengan keluarga selalu kami lakukan setiap hari. Kebetulan rumah kami agak jauh dari mushola atau mesjid. ***"Abi ada nanyain gue, ya, Ta.""Ken,yang chat beneran abi?" aku malah balik tanya"Yaiyalah masa yaiya dong," jawabnya dengan bercanda."Kenzo, serius!""Iya Non, lu mah serius bener dah. Pantesan dikit-dikit nangiis" kan Kenzo malah meledek"Terus yang barusan telpon gue, ibu tiri lu?" tanyaku lagi"Kang sensus beraksi," jawabnya sambil tertawa."Heh lu ngerjain gue?" "Ya kagaklah, Non. itu memang tulisan gue." Kenzo mencubit hidungku gemas."Lu cerita yang benerlah, Ken," kataku manja."No abi itu kadang gue yang pake" Kalimat itu yang dahsyat terdengar di telingaku
Rio menatapku tajam, kulihat netranya bercerita pilu. Aku diam tergugu, tangannya mengepal dan kuyakin hatinya bergejolak. "Ta, gue sakit liat lu sama, Kenzo," ujarnya lirih. "Jangan, Yo, kamu harus bahagia." Kupalingkan muka mencoba teta drp tenang. "Tak mungkin bahagia tanpa kamu, Ta." tangannya meraba tanganku, gegas aku melepaskannya. "Tita," lirihnya lagi. "Stop." Aku beranjak. Aku takut Rio akan semakin terluka karenaku. Dia baik, tapi hanya ada perjanjian di antara kita. Meski hatiku berkata ada debar yang tak biasa saat bersamanya. Ah, tidak. Ada Kenzo yang mengisi ruang hatiku. Kuambil sapu, mulai dari ruang tamu yang sudah seperti anak-anak yang meninggalkan mainannya. Sangat berantakan sekali. Kurapikan meja dan kursi, kutata seindah pandangan mata. "Heh, Lu, mau kemana?" tanya Rio sedikit berteriak, astaga lupa, aku mesti kerja. aku putar balik, kupastikan aku patuh pada perjanjian kemarin. "Napa si lu, dah bosen ngurusin gue?""Gak ih, bawel.""Mau lu si Kenzo ma
Sebelum berangkat melihat pertarungan Rio, aku pulang untuk minta izin papa. Kenzo yang meminta izin, dia lelaki yang sangat bertanggungjawab terhadapku dan keluarga. Lepas solat magrib berjamaah, aku mengganti pakaianku. Jamsuit warna biru dipadukan dengan cardigan warna cream, serasi dengan jilbab segi empat warna senada jamsuit. Aku dan Kenzo berpamitan, kami bilang mau nonton. Orang tuaku hanya berpesan untuk tetap jaga diri, dan jangan pulang terlalu larut. Kami gantian menyalami mereka. Kenzo memacu mobil sedikit gila, tak mau melewatkan tontonan yang menurutnya akan fenomenal di masa ini. Seorang kuda juga pemakai narkoba akan tarung dengan seorang bandar juga preman di pasar ciborty. Aku hanya diam di sampingnya sambil berdzikir untuk keselamatan kami juga tak lupa terselip nama Rio dalam do'aku. "Kamu tak ikut taruhan, kan?""Kita cuma nonton, Tita, gue ogah buang duit buat cunguk seperti dia."Astaghfirullah, andai dia tahu kalau aku sedang dalam perjanjian bersama Rio.
Rio masih di rumah sakit, cukup kuat dia ternyata. Masih diberi sembuh, meski babak belur. Tuhan bersama orang baik. Aku berniat menjenguk dia hari ini, tapi Kenzo malah ingin aku di rumahnya seharian. Aku beralasan risen dari kerjaan karena gaji tidak sesuai. Tentu saja Kenzo senang aku tidak bekerja, dia ingin aku ada di rumah saja. "Ta, gimana kalo bulan depan kita nikah?""What?"Aku kaget bukan main dengan pertanyaan itu. Apa mungkin Kenzo curiga tentang Rio. "Kenapa?""Gak papa, kaget aja. Kamu dah yakin, Ken?""Yakin banget."Keputusan ini paling berat, akan dibawa kemana hubungan ini jika aku diam tanpa memutuskannya. Aku harus memilih sekarang juga. Kenzo serius, akupun demikian. Tetapi, sekarang ada Rio di antara kita. Meski Rio sebenarnya tidak pernah terkait dengan pribadi kita tapi terhubung karena kejadian itu. Dan, kuketahui Rio mulai menunjukan bahwa dia suka dengan adanya aku. "Ta,""Iya, sebentar aku lagi bikin puisi," jawabku sekenanya saja. "Buat sapa?"Ops, k
Dokter berlari diiringi perawat menuju kamar dimana Rio dirawat, aku dan Kenzo kaget bukan main. Apa yang terjadi padanya? Kenzo merangkulku, mencoba tetap tenang dan berharap kalau Rio baik-baik saja. "Kenapa dengan Rio, Ken?" tanyaku khawatir. Dia lebih mengeratkan rangkulannya."Gak papa, sayang.""Kamu sudah tak dendam padanya, Ken?""Gak, dia sudah mendapatkan balasannya."Alhamdulillah, Kenzo dah beneran berubah. Semoga saja dia bisa istiqomah. "Buat keluarga pasien bernama Muhidi, mohon masuk ruangan dikarenakan pasien baru saja meninggal dunia," kudengar pengumuman itu dari pengeras suara. Innalillahi wainnailaihi roji'un... semoga husnul khatimah. Ya Allah jangan sampai aku mendengar nama Rio disebut perawat dalam keadaan tak bernyawa. Semoga dia masih bisa menghirup aroma kopi hitam kesukaannya, semoga masih bisa dia nikmati diksi diksi dari aksara di tiap puisiku. "Rio itu kuat, semoga bisa melewati masa kritisnya," hibur Kenzo sambil mengusap kepalaku. Tegang, suasana
Kenzo duduk di sebelahku, sebelum memulai obrolan dia menghela nafas panjang. Mungkin dia ragu untuk memulai dari mana dulu percakapan yang akan dia utarakan. Yang jelas aku tahu dia akan membahas soal pekerjaan haramnya, yang seorang bandar narkoba. Kehidupan yang sangat keras, penuh tantangan juga berpotensi masuk dan terjerat di penjara. Uang dia berlimpah ruah, tapi resiko dari pekerjaannya sangat berbahaya. Namun, Kenzo memang menikmati meski kulihat dia sekarang ingin berubah. "Ta, menurutmu, nanti kita tinggal di mana?" tanyanya. "Aku ikut kemana suami mengajak, asal tidak bertentangan dengan syariat."Jawabku sambil menatap wajah tampan sang calon imam. " Kamu yakin terhadapku, Ta?""Pilihan orang tuaku insyaallah tidak akan salah,""MasyaAllah, Ta, aku semakin merasa tak pantas,""Maka kupinta pantaskan dirimu, Ken,""Aku hanya punya cinta, untukmu,""Cinta?""Ya, dua bulan dari awal perjodohan kita, aku mulai nyaman dan aku berani bertaruh kalo rasa itu cinta."Aku terper
"Lu kenapa, Ta?" tanya Rio kaget melihatku menangis. Segera kuhapus air mata di pipi."Mata gue kena debu,Yo." Masih terus mencoba menyembunyikan kesakitanku."Lu kira gue buta, hah,""Gak, Yo,""Sini." Rio menarik tanganku paksa."Gue tau, lu ada masalah kan? cerita ma gue siapa yang dah bikin lu nangis?"Tak tertahan lagi, air mata terus keluar dari sudut netraku. Terisak aku sambil mencoba mengeluarkan kata-kata."Kenzo, Yo," jawabku."Dia kenapa?"Aku tak langsung menjawab tanyanya, air mata masih terus berkejaran. Sakit teramat sangat, aku."Tita, jawab!""Kenzo menghamili pelacur." Rio malah tertawa kencang, akupun berhenti menangis karena melihat dia tertawa seperti mengejekku."Tita ... Tita, gue kenal Kenzo itu sudah lama. Dia anti perempuan, makanya gue heran napa sama elu dia mau,""Maksud lu apa?""So sorry, maksudnya ya yang gue tau cuma sama lu doang dia sayang,""Napa lu belain dia, Rioooooooo ...," teriakku kencang."Berisik , Tita." Rio menutup mulutku dengan telapak
"Silahkan," pedagang ketoprak itu menaruh dua piring di atas meja panjang."Terima kasih, Mas," koor kami. "Duh mentang-mentang penganten baru, co cweet." Kang ketoprak ngakak. Aku menginjak kaki Rio di bawah meja dan berbisik, "Gegara elu, nih."Rio terkaget, dia malah ikutan ketawa. Ponselnya berbunyi, dia menatapku seperti minta izin untuk mengangkat telponnya. Aku mengangguk iya karena ku tahu Kenzo yang telpon, aku tak merespon pesan dan telpon dia maka dia hubungi Rio."Ya, Bos, gimana?"["Lu masih sama, Tita?"] kudengar suara Kenzo karena Rio sengaja mengeraskan suara yang diloudspeaker."Masih, lu mau ngomong?"["Yes, kasihin ke dia,"]"Apa, Ken? lu mau nyusul ke sini bareng Maya?" tanyaku sinis.["Sayaaang, please deh. Dia bukan siapa-siapa gue."]"Bulshit,"Klik, kututup percakapan itu. "Gak sopan, lu," cela Rio."Bodo,""Heh, tetap jadi orang baik meski orang jahat ke elu,""Dih, so bijak,""Lu yang ngajarin,Ta,"Aku terdiam, ya Allah salahkah aku?"Dah makan dulu, nanti
"Sayang," Ken berlari meraih tubuhku untuk memelukku, aku sangat merindukan Ken ini."Apakah kamu baik-baik saja?""Ya, sayang,""Yo, aku akan menyewakan rumahmu untuk sementara waktu," seru Ken kepada Rio."Hei, itu disewakan, tidak apa-apa bagimu untuk tinggal di sini. Aku tinggal di rumahmu, jadi kamu bisa mengurusnya.""Oh ya, terima kasih, Yo.""Ya, istirahatlah Bos. Apakah Anda ingin saya membeli sesuatu?"Apakah istriku sudah makan?"“Oke sayang, kamu makan. Rio belikan nasi untuk laki-lakiku,”"Siap, Ayah. Waktu mau beli minum, lidahku terlalu pahit untuk diminum,""Jangan minum terlalu banyak, kamu sayang tubuhmu, apalagi kalau nikah nanti tersedak tar Yo, nikah itu enak lho," kata Ken menyetujuiku."Jika kamu berpikir untuk pergi ke sana, aku akan pergi ke sana."***"Sayang, bagaimana kamu bisa tertangkap dengan semua bukti?""Tidak perlu membahasnya, kamu tidak akan mengerti dan aku juga tidak ingin kamu mengerti, sayang,""Baiklah, apa rencana kita selanjutnya? Berapa la
"Lu baik-baik di sini ya, Ta. Gue sama Alvin temenin di sini."Aku mengangguk serta segera masuk ke dalam rumah Rio agar tidak memancing musuh."Yo, telpon bang Kobra, dia gimana?" pintaku."Iya, sebentar." Rio langsung menghubungi Bang Kobra,"Hah? siapa mereka Bang?""Maya, Yo," kudengar percakapan mereka karena Rio sengaja buka speaker agar aku dapat mendengar langsung.Astaghfirullah, dia lagi. Kenapa dia selalu ingin membuatku celaka, padahal ibunya adalah ibuku juga."Lu kudu tiati, Ta,""Maya gak tau rumah lu, kan?""Gak! lu dah makan belom? gue suruh Alvin beliin makanan ya?""Beliin gue nasi Padang saja, Yo. laper gue,""Iya siap."Lagi dan lagi perempuan gila itu masih terus mengincar aku, betapa besar cintanya kepada Kenzo.Kasihan jiwanya terluka bahkan tumbuh rasa dendam.Tanpa aku tulis kesedihannya sudah jelas terlihatTanpa tangis pun sudah terasa betapa perihnyaBertekuk lutut aku mengiba diantara pintamu yang luguAku kini hanya mencoba kuat, meski sekedar menemanin
Beruntung lukaku tak terlalu parah, jadi bisa langsung pulang. Tak sabar aku ingin segera ke kantor polisi untuk melihat keadaan suamiku."Suami kamu kedapatan bawa narkoba," kabar polisi saat aku sampai di kantornya. Aku shock, aku tahu dia bandar narkoba tapi sudah gak lagi dia menggeluti pekejaan haram itu. Dia pun janji tidak akan menyentuh barang haram itu lagi."Izinkan saya bertemu suami saya," pintaku memohon."Baik, tunggu sebentar.""Sayaaang." Ken memelukku, aku sibuk menyeka air mata."Kenapa ini bisa terjadi?" isakku."Sttt ... dengerin aku, kamu jangan ke sini dulu ya. Aku khawatir musuhku akan mengincar kamu, Sayang.""Maksudmu?""Turuti perintahku, Sayang. Aku hapal situasi seperti ini. Aku akan segera keluar asal kamu nurut. Biarkan aku dan teman yang lain yang ngurusin ini.""Gimana kalo umi dan Abi tanya, Ibu sama Ayahku juga?""Bilang sama mereka aku ada kerjaan ke luar kota dadakan,""Iya Sayang, kamu baik-baik di sini.""Kamu bisa telpon ato chat aku, Sayang."Ak
"Jangan gitu dong ummi, Abi cuma sayang ummi," ujar Abi masih merajuk manja."Abi malu, kita di rumah besan loh bukan di rumah kita," sahut ummi mencubit mesra pinggangnya."Astaghfirullah, Abi lupa. Kalian gimana, Nak?" tanya Abi mengalihkan pembicaraan."Kami baik Abi," jawab Ken."Alhamdulillah,"Asyik berbincang dengan mereka kemudian aku dan Ken pamit pulang, karena tadi Ken janji mau ganti nomor kartunya maka kami mampir ke konter.Aku pilih sendiri nomor kartunya, semoga dengan ini Maya tak lagi bisa menghubungi Kenzo.Kami sedang berjalan pulang dari konter setelah pengaktifan kartu baru. Kami berdua bahagia dan berbicara tentang acara yang baru saja berlangsung. Namun, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan kami dan seorang pria keluar dari mobil itu. Pria itu adalah musuh lama Kenzo yang selalu mengganggu bisnis Kenzo. Kenzo segera mengenali musuhnya itu dan aku merasa tidak nyaman dengan keadaan yang memburuk."Kenzo, Elu pikir lu bisa lari dari gue selamanya?" kata musuh
Lagi dan lagi Maya mengganggu kebahagiaan kami, aku tahu Ken curiga atas tingkahku yang tetiba pamit ke kamar mandi dengan membawa ponselnya. Dia hanya sedang menyembunyikannya dari ummi."Ummi pulang ya, Sayang.""Ken antar ya ummi," tawar Ken."Gak usah sayang, kasihan istrimu sendirian di sini.""Tak apa ummi, Tita biasa sendiri," sahutku, ummi tersenyum cantik sekali."Tuh, istrinya Ken itu selain cantik dan menggemaskan dia juga mandiri, ummi.""Iya ummi percaya, tapi ummi mau mampir ke rumah orangtuanya Tita dulu.""Ya gak apa-apa, atau sekalian saja Tita ikut yuk, Sayang.""Ide yang sangat bagus. Tita ganti baju dulu ya, Ummi.""Iya Sayang,"Bergegas aku masuk kamar untuk mengganti baju, Ken mengekor dari belakang setelah pamit juga pada ummi."Sayang, gak usah ngurusin hal yang gak penting ya," kata Ken memelukku dari belakang."Ganti nomor ya,""Iya Sayang, kamu yang pilihin deh nomornya sekalian tar pulang nganterin ummi.""Ok,"Ken mengecup rambutku mesra, aku mencoba melep
"Assalamualaikum," sapa umi di luar rumah, gegas aku temui beliau dengan mencium punggung tangannya."Umi, sendiri?""Iya, Sayang, Ken ada?""Lagi di kamar mandi, umi."Umi masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa, aku mengikutinya duduk di samping."Umi sehat?""Seperti yang kamu lihat, Alhamdulillah umi masih diberi umur insyallah biar bisa lihat cucu umi,""Amiin, sebentar umi tita ambilkan minum ya.""Jangan, Nak. Nanti umi ambil sendiri.""Baik umi, jangan sungkan ya.""Gak apa-apa Sayang,""Abi kemana? kenapa gak ikut?""Abi lagi ngisi kajian di mesjid An Nafis, Kalian gimana sudah ada tanda-tanda punya anak?""Eh ada umi," ujar Ken menghampiri, langsung saja dia menyalami umi. "Iya Sayang, sehat kamu Nak?""Alhamdulillah umi, eh umi sendiri?""Iya Sayang, sini duduk dekat umi.""Gimana, Mi?""Kapan umi dapat cucu, Nak?""Doain kita umi, Ken juga pengen segera nimang Dede bayi.""Umi selalu doain,""Terima kasih umi,"Sungguh, tiada doa semujarab doa ibu. Bismillah semoga terkabu
Berjejer kukuh bersua dalam kotakMelintas nada yang sempurna molek dan rancak Tanganku menerka bunga-bunga dalam benak Tatapan ini telah mengenal ragam yang acakBerlainan pula goresan yang kita buat disamping warna perak Ku bersyukur seluruh coretan hidup yang kita mulai dari bercak-bercakHingga kini petualangan kita mencetuskan bianglala yang telah tampakTerlukisnya kamu menyempurnakan kesan gradasi dalam motif hidup ku yang abstrakGoresan krayonmu yang menempel bagai kerakLembut bergelombang seperti ombak Cukup bersinergi untuk meronai sebuah sajakAlhamdulillah semua berjalan lancar, aku dan Ken kini sepasang suami-isteri. Semoga Allah meridhoi pernikahan kami."Sini, Yank." Ken menarikku masuk ke dalam kamar mandi."Apasi Ken, hei mo ngapain ih kamu jangan nakal heh...,""Loh kita sudah halal sayang,""Iya tapi kita ngapain ini ah,""Ayolah sayang, sini." Ken terus memaksaku masuk."Keeennn ...,"***"Cieee mandi basah," goda Ken."Mandi ya basah, gimana si.""Sayang,""
"Umii," panggilku mendekati beliau karena kulihat beliau membuka matanya. Sedang Abi masih di ruang tamu berdebat dengan Ken."Nak, apa yang Ken barusan bilang, Sayang?""Umi yang tenang, Tita sekarang anak umi ya.""Apa yang Ken bilang?""Umii ... yang sabar ya.""Jadi benar?"Aku mengangguk sambil menahan tangis, ini sangat menyakitkan dihadapanku seorang ibu dan istri yang terluka hati dan batinnya oleh ibu kandungku sendiri."Umi, maafkan Tita.""Tidak Sayang, kamu gak salah. Semua salah mereka yang mementingkan nafsu semata. Kebohongan mereka kapan pun akan ke permukaan juga meski bukan kalian yang membukanya." Umi menangis tersedu, aku memeluknya."Tita anak umi," imbuhnya. Makin kueratkan pelukanku."Makasih umi,"Aku sungguh menyayangi umi, terlebih sekarang beliau adalah mertuaku. Teringat satu puisi yang ditulis temanku di goup pencinta puisi."KEDUNGUAN CINTA" Cinta, apa kau tau seberapa kuat aku mencoba ?Menjahit luka, mengubur derita .... Menjaga mata, menutup telinga
"Pasangan yang serasi," ucap petugas di kantor urusan agama sesampainya kami di sana.Kami tersenyum menanggapinya."Sudah bisa dimulai kan?" tanyanya lagi. Kami mengangguk.Penghulu menuntun Ken mengucapkan ijab qobul dengan wali hakim yang ditunjuk bang Kobra. Ada rasa yang tak biasa bernaung di dada ini, sungguh luar biasa."Saya terima nikah dan kawinnya Tita Shanum binti Adam dengan maskawin tersebut dibayar tunai.""Saahhh ...,"Alhamdulillah ya Allah, aku resmi jadi istri seorang Kenzo. Riuh sekali suasana di kantor itu, petugas sampe berkali-kali mengingatkan jangan terlalu berisik."Selamat ya, Bos." Bergantian semuanya menyalami Ken dan aku. Ya Allah berkahi pernikahan kami ini, Ridhoi kami sehingga kami dapat mencapai sakinah mawaddah warohmah."Neng, selamat ya kalo kamu butuh teman curhat Teteh bisa jadi teman kamu," ujar istri bang Kobra yang menggendong anaknya."Terima kasih, Teteh. Pasti Tita butuh teteh nanti Tita hubungi teteh kalo mau cerita ya,""Heleh punya temen