DiremehkanPagi hari, Raya sudah bersiap untuk pergi bekerja di restoran ayam cepat saji."Raya, ambilkan susu dietku di salon Madona, aku harus meminumnya untuk menjaga bentuk tubuhku," ucap Rohaya, ibu tiri Raya."Kamu bisa mengambilnya sendiri, aku harus bekerja," ucap Raya."Raya, apa kamu tidak lihat, aku tidak bisa pergi kemanapun, tidak ada motor apalagi mobil. Aku juga harus mengerjakan pekerjaan rumah yang sangat melelahkan ini, lagi pula siapa yang akan membantu bapakmu bekerja, bapakmu melakukannya sendiri," ucap Rohaya.“Ayah masih sehat, dia bisa mengerjakannya sendiri,” ucap Raya kesal.“Kamu ini, apa kamu ingin menjadi anak durhaka,” ucap Rohaya.“Kamu pikir kamu ibuku?” Tanya Raya kesal."Kamu tinggal di sini, sudah seharusnya melakukan itu, jangan mengeluh," lanjut Raya seraya tersenyum yang terkesan dipaksakan. "Kamu ini, kamu harus mengambilkannya, aku ini ibumu, kamu harus menghormatiku," ucap Rohaya yang juga menunjukkan ekspresi kesal."Kamu mau mendengarkan oce
Ingatan RaditRaya sampai di kedai ayam cepat saji, dia segera memarkirkan motornya, lalu masuk ke dalam kedai. Dia segera menuju ke arah ruang ganti karyawan, membuka loker, lalu memasukkan barang barangnya ke dalam loker besi yang bertuliskan namanya.“Sial, seharusnya aku tidak mengambil itu,” ucapnya seraya melihat ke arah susu diet milik ibu tirinya yang sudah berada di dalam loker.Raya terlihat kembali menghela nafas panjang, sungguh pagi yang berat, harus mendengarkan ocehan dari wanita wanita yang merasa dari kelas atas itu.“Ada apa Raya?” tanya Anna.“Ah tidak apa apa, hanya bertemu dengan seseorang yang seharusnya tidak aku temui,” ucap Raya.“Ya, hidup kadang memang seperti itu, bertemu dengan seseorang yang tidak ingin kita temui, mendatangi tempat yang tidak ingin kita datangi dan menjadi seseorang dan menjalani hidup yang sebenarnya tidak ingin kita jalani, begitulah,” ucap Anna“Ya, begitulah,” ucap Raya yang kemudian mereka berdua berjalan menuju ke arah dapur.Di da
Sebuah RencanaRadit terlihat bertemu dengan Tantowi, sahabatnya yang juga sahabat Raya, di salah satu cafe mewah yang ada di Jakarta.“Apa kamu sudah bertemu dengan Raya?” Tanya Tantowi seraya menghisap sebatang rokok.“Ya, seperti yang pernah kamu katakan, dia benar benar Raya,” ucap Radit yakin.“Aku sudah mengatakannya padamu, aku tidak mungkin salah, dia Raya,” ucap Tantowi.“Apa rencanamu selanjutnya?” Tanya Tantowi.“Entahlah, aku masih belum tahu, bagaimana jika Raya masih mengidap PTSD, itu akan membuatnya kesulitan kembali ke duniannya lagi,” ucap Radit.“Itu tugasmu, kamu mencintainya, kamu harus memperjuangkannya, jangan seperti tai yang hanya hanyut mengikuti arus,” ucap Tantowi.“Apa kamu mau berkencan dengan salah satu pasienmu? Kamu harus mulai memikirkan dirimu sendiri, segera datang, pepet, tid-uri, ham-ili, nikahi, restu akan dengan mudah kamu dapatkan” ucap Tantowi, lalu dia tertawa dengan begitu keras.“Kamu harus mulai mengatur cara bicaramu, bedakan antara di pa
Jiwa Sosial Tinggi Raya tersenyum, seraya melihat Rohaya meninggalkan kamarnya. Ibu tiri yang usianya lebih terlihat seperti seorang kakak, terdengar cukup kejam dengan kata kata bernada tinggi, juga tidak jarang dibubuhi umpatan. Namun Raya juga menyadari sesuatu hal, ada perasaan kasih yang ada di sudut hati terdalam Rohaya, naluri seorang ibu, Raya merasakan itu, dalam setiap sentuhan kecil, perhatian kecil yang terbalut emosi dan kata kata kasar Rohaya. Rohaya mengurus ayahnya, yang merupakan suaminya dengan cukup baik. Entah dengan alasan apapun, walaupun tujuannya ingin menguasai toko ayahnya, namun dia mengurus ayahnya dengan baik. Tidak meninggalkan ayahnya saat dalam keadaan sakit, walaupun sebenarnya, dengan wajah cantiknya dia bisa mendapatkan laki laki yang lebih baik dari ayahnya. Raya memejamkan matanya, dia benar benar mengantuk, tidak sanggup untuk beranjak dari tempat tidurnya. “Au...” Raya memekik ketika mendapati sebuah bantal melayang dan hinggap tepat di wajahn
Sifat Laki-laki Tantowi terlihat berjalan ke arah ners stations, tempat di mana beberapa perawat sedang berkumpul.“Hai Girls, bagaimana hari ini, secerah matahari pagi atau hanya mendung yang merindukan hujan? kalian harus selalu bersinar dengan kebahagiaan, supaya semua pasien merasakannya,” ucap dokter Tantowi pada tiga orang perawat yang ada di sana.“Dokter Tantowi, kami berusaha selalu bahagia seperti dokter, selalu tersenyum dan melupakan semua masalah pribadi,” ucap salah seorang perawat.“Itu harus, tinggalkan masalahmu di rumah, juga suamimu, anakmu, juga pakaianmu, eh maksudnya pakai baju seragammu yang rapi. Jangan lupa, merawat pasien harus dengan senyum, kerendahan hati dan juga cinta,” ucap dokter Tantowi seraya tersenyum.“Dokter seperti tidak pernah ada masalah saja, selalu terlihat bahagia, ceria dan penuh semangat,” ucap salah seorang perawat.“Itu harus, kuncinya adalah just kidding, itu
Balada Cinta Very sadar betul, gajinya sama kecilnya dengan Verina, untuk menghidupi dirinya sendiri saja dia masih belum sanggup menyediakan kehidupan layak, apalagi membiayai hidup Verina yang memiliki beban kehidupan begitu besar. Verina terlihat melepaskan tangan Very yang menguncinya ke dinding, lalu berjalaan cepat meninggalkan ruangan kosong itu. Very terlihat melayangkan pukulan ke arah tembok, namun berusaha dia tahan supaya tidak menimbulkan suara bising yang dapat menarik perhatian orang. Very terlihat begitu marah, dia memang hanya seorang sahabat, namun dia juga menyimpan cinta yang begitu besar pada Verina. Verina terlihat keluar dari ruangan itu dengan mata penuh dengan derai air mata, dia tidak mampu menahan tangis juga kesedihannya.“Apa kamu menganggapku sehina itu? Aku bukan pengabdi se-ks bebas Very, aku terpaksa melakukannya, tidak ada pilihan lain,” gumam Verina dalam hati.
Menghindar Raya terlihat memasukkan tas dan jaketnya ke dalam loker, dia akan segera mengganti bajunya dengan kemeja toserba.“Raya, ada seseorang yang mencarimu,” ucap Angela.“Devon? Apa dia sudah datang,” gumam Raya.“Siapa?” tanya Raya.“Entahlah, laki laki tampan dengan mobil bagus,” ucap Angela.“Radit,” gumam Raya.“Angela, please, tolong sampaikan aku sedang keluar,” ucap Raya seraya menyatukan kedua tangannya, memberikan isyarat bahwa dia benar benar meminta tolong Angela untuk mengatakan itu.“Motormu?” tanya Angela khawatir.“Bilang saja aku meninggalkannya, aku tidak ingin menemuinya, ayolah Angela, tolong aku,” ucap Raya, terdengar serius dengan permohonannya.“Baiklah, kamu di sini saja,” ucap Angela yang kemudian berjalan ke arah depan untuk menemui laki laki itu. Raya mengikuti langkah Angela, mengintip dari balik pintu. Benar seperti ya
Pelukan Nyaman Raya terlihat menikmati makananya dengan segenap hati, suap demi suap begitu dia nikmati.“Terimakasih Von,” ucap Raya dengan mata yang berbinar. Devon tidak menyangka, perhatian kecilnya yang dia anggap biasa mampu memberikan perasaan bahagia yang begitu luar biasa pada diri Raya. “Terimakasih, aku benar benar menyukainya, enak sekali,” lanjut Raya.“Sayangnya ayah tidak terlalu menyukainya, jadi dulu aku tidak bisa membelinya sering sering,” ucap Raya dengan pandangan sedih karna mengingat orang tuanya.“Oh iya, apa ibumu meninggal saat melahirkanmu? Aku dengar dengar begitu, maaf sebelumnya,” Tanya Devon.“Iya, tapi tidak setelah melahirkan, tepatnya satu bulan setelah melahirkan, bahkan mereka masih sempat berfoto bersama bersama bayi kecilnya, ya, hanya foto itu yang aku miliki hingga saat ini, yang menemaniku,” cerita Raya.“Dan ayahmu menikah lagi?” Tanya Devon ingin tahu.“Sepu