Arumi mengakhiri lagunya dengan sempurna, Romi kini menelan ludah beberapa kali. Ia bahkan tak sadar sudah bertepuk tangan tanpa suara untuk gadis yang sempat ia remehkan. Dava dan Arumi tak berhenti saling beradu pandang, padahal di dalam otak mereka ada hal berbeda yang saling bertolak belakang.
‘Menemukanmu adalah jackpot terbesar dalam hidupku selama ini,’ batin Dava. Ia semakin terpesona dengan kecantikan dan bakat yang dimiliki oleh Arumi. ‘Balas dendam baru saja dimulai,” batin Arumi ‘dulu kamu bahkan tidak melirikku sebagai seorang wanita, tapi sekarang kamu bahkan tidak berkedip saat melihatku. “Bagaimana? Dia luar biasa bukan?” tanya Dava pada Romi. Romi yang kini berkeringat dingin di jemarinya tak bisa menampik mengenai bakat Arumi sekarang. Dia akan menjadi pendatang baru spektakuler, mereka bahkan tak perlu mencarinya dengan susah payah. Gadis itu datang sendiri dengan kedua kakinya ke Manajemen Stone di antara puluhan manajemen arti“Maaf!” Farah mengatakan itu dengan menekan giginya. Ia segera berlalu begitu saja.Semua orang bertepuk tangan, Arumi kini di puji bak pahlawan dengan baju zirah hitam yang seksi. Tak ada yang tahu bahwa ia sedang membela dirinya sendiri saat dulu, jauh sebelum ia menjadi cantik seperti sekarang. Ia pernah menjadi gadis gendut yang tak bisa membela dirinya sendiri di depan banyak orang.“Kamu hebat sekali!” puji Dava saat menghampiri Arumi.Gadis itu masih diam, tak ada yang bisa membaca gejolak di dalam dirinya. Ia tengah berjuang melawan kilatan masa lalu memalukan bahkan sayatan-sayatan perih di meja operasi untuk membuat ia si gendut yang jelek menjadi secantik sekarang. Arumi memucat dan suhu di tubuhnya turun drastis.“Apa kamu sakit?” tanya Dava melihat wajah Arumi pucat pasi. Gadis itu masih diam dengan tubuh yang gemetaran. Dava menyentuh jemari Arumi yang terasa sedingin balok es. Ia segera melepas jas casual yang ia miliki dan mengalun
Dava mengkhawatirkan Arka, ia segera memacu mobilnya menuju apartemen Arka sore ini setelah bergulat dengan ketakutan pada dirinya sendiri. Bagaimanapun ia harus meminta maaf pada Arka cepat atau lambat karena membocorkan hal yang harusnya di sampaikan oleh Arka sendiri pada Gavin. Di depan pintu apartemen Arka, Dava berdiri mondar-mandir sambil menggigit ujung ibu jarinya. Entah berapa kali ia berusaha menekan bel di pintu itu tapi selalu ia urungkan, ia bukan tak tahu kode pintu Arka hanya saja ia cukup tahu diri bahwa masuk seperti itu tidak etis lagi untuk dirinya yang sudah membuat kesalahan.‘Apa yang kau takutkan Dava, dia bukan seekor Singa yang bisa menerkammu,’ yakin Dava pada dirinya sendiri.Setelah menarik nafas panjang ia memberanikan diri menekan bel pintu Arka.Ting tung...!Suara bel menggema di telinga Arka yang tengah berdiri menatap luar jendela di apartemen. Ia berjalan perlahan menuju pintu, wajahnya tampak penu
Arka tiba-tiba berdiri dari duduknya, ia segera menuju lemari pakaian untuk berganti kemeja dan celana hitam sebelum menuju rumah duka. Ia tak sadar Dava juga berada di belakangnya sedang menyapu pandangan ke arah jajaran kemeja Arka yang tergantung rapi.“Aku pinjam kemeja hitam!” kata Dava mengagetkan Arka hingga membuatnya ter jingkat.“Astaga! Mengagetkan saja!” keluh Arka sambil memegangi dadanya.“Untuk apa kamu pinjam kemeja hitam?” tanya Arka.“Aku ikut!”Arka menarik nafas panjang, “Jangan buat masalah jika kamu ikut,” ancam Arka.Dava meringis dengan mata yang berbinar, “Tidak, aku hanya akan berdiri diam seperti bodyguardmu.”“Pakai ini, kedatanganmu bisa membuat kegaduhan,” kata Arka sambil menyodorkan kaca mata hitam.Mereka segera menuju rumah duka, sudah banyak pelayat yang mendatangi rumah duka. Saat Arka mulai masuk, ia mendapati ibunya sedang duduk di sebelah peti mati ayah tirinya. Mata ibunya semba
Dava mengemudi mobil Arka secepat kilat hingga hampir seperti terbang, ia berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan ibu sahabatnya yang tak henti mengalirkan darah segar dari kepalanya. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia melihat wajah pucat pasi Arka, air mata mengucur dari mata coklat indahnya. Ia masih ingat betapa dulu ia sangat tidak suka membahas tentang ibunya seolah wanita itu sudah tidak ada di dunia. Tapi hari ini wajah itu berkata lain, kekhawatiran dan rasa sayang masih jelas terpancar di sana.“Cepatlah, kumohon!” pinta Arka.“Aku bahkan hampir menerbangkan mobil ini, tak bisakah kau melihat seberapa cepat mobil ini sekarang?” keluh Dava. Hanya ia yang tahu betapa tubuhnya gemetar sambil mengemudi. Ia bahkan tak bisa menyeka keringat dingin yang mengucur dari keningnya.Mobil mereka tepat berhenti di depan rumah sakit, Arka tak menunggu tenaga medis untuk datang menyusul dengan ranjang medisnya. Ia tetap menggendo
Hari masih pagi saat peti mati ibu Arka sudah hampir sampai di dasar Liang Lahat. Tak banyak pelayat yang datang ke pemakaman, hanya rekan kerja terdekat Arka dan adik dari Ibu Arka.Mata Arka menyapu ke setiap orang yang datang, ia masih belum menemukan dua orang penting yang seharusnya datang menemaninya. Kini perasaan sedih dan kecewa berkumpul jadi satu di hatinya. Dava yang menyadari tatapan Arka yang seolah mencari keberadaan Gavin dan Ara hanya bisa menarik nafas panjang sambil menguatkan Arka dengan menepuk bahunya.30 menit yang lalu.“Cepat ganti pakaianmu, aku menunggu di bawah!” titah Gavin setelah membuka dari luar kunci kamar Ara.“Aku sudah siap dari semalam,” jawab Ara segera keluar dari kamarnya. Kemarin malam begitu ia mendengar berita meninggalnya Ibu Arka ia sudah bersiap dengan mengenakan baju hitam. Ia berharap kakaknya akan melunak dan membuka pintu kamarnya untuk pergi menemui Arka. Ia bahkan tidak tidur dan terus berharap
Gerbang besar berwarna hitam mulai terbuka begitu mobil Gavin tiba, mobil itu segera berhenti tepat di depan. Ada dua pengawal yang menghampiri mobil Gavin begitu datang, mereka adalah pengawal yang mulai sekarang bertugas menjaga adiknya. Sedari tadi Ara dan Gavin tidak terlibat pembicaraan sepatah kata pun. Ada kebencian di wajah Ara pada kakaknya, hingga membuat ia enggan mengeluarkan sepatah kata pun sejak ia dipaksa pulang saat di pemakaman ibu Arka.“Turunlah! Aku harus pergi ke tempat lain,” pinta Gavin pada Ara begitu sampai di depan rumah.“Aku kembalikan ponselmu, tapi jika kamu berusaha menghubungi Arka atau bahkan menemui dirinya. Sejak saat itu aku tak akan menganggapmu sebagai adikku lagi,”Duar!Perkataan Gavin bukan lagi terdengar sebagai ancaman, tapi tembakan timah panas yang tepat mengenai jantung Ara. Perkataan itu dikatakan oleh Gavin dengan wajah yang tegas, tak ada keraguan sedikit pun dari ancaman
Gavin sudah sampai di depan pintu gerbang rumah mewah Keanu, ia membuat keributan karena penjaga tak mengizinkan ia untuk masuk. Kepalan tangan Gavin berkali-kali menggedor pintu dan menimbulkan keributan.“Siapa yang membuat keributan di luar?” tanya Sivana pada sambungan telepon yang tertuju dengan pos satpam.“Gavin nyonya, lelaki yang tidak di izinkan masuk oleh Tuan Keanu.”“Buka pintunya, aku yang akan menemui dirinya!”Satpam segera membuka pintu gerbang secara otomatis melalui tombol yang terhubung di pos jaga. Gavin kembali ke mobilnya dan perlahan memasuki halaman luas rumah Sivana. Ia berhenti tepat di mana Sivana tengah berdiri di depan teras rumahnya.“Kenapa kamu membuat keributan?” tanya Sivana.“Apakah Nayara berada di sini?”Sivana terkesiap, ia mengerutkan alisnya karena merasa bingung dengan pertanyaan Gavin.“Apa kamu
Jemari Gavin bergetar ketika ia memegang kemudi mobil. Pandangan matanya bahkan tidak fokus ke arah jalan. Ia segera menepikan mobilnya ke jalan dan menghubungi sopir pribadinya.“Aku akan segera sampai di depan rumah! Bersiaplah, aku membutuhkan dirimu untuk mengemudikan mobil ke Bogor!”Gavin segera mematikan teleponnya tanpa menunggu jawaban sopir pribadinya. Ia segera menekan nomor Damar di layar ponselnya.“Cari tahu, dua hari ini ke mana saja perjalanan Keanu. Aku perlu mengetahui ke mana ia memindahkan Nayara!” titah Gavin pada Damar.Damar dengan cepat menyuruh para staf IT di Leaf Corp untuk melacak keberadaan Keanu selama dua hari ini. Sementara Gavin melanjutkan perjalanan menuju kediaman kakeknya di Bogor. Sesampainya di rumah besar itu ia segera masuk berlari menuju halaman samping tempat kakeknya biasa memberi makan burung-burung peliharaannya.“Oh, kamu datang!” sapa Kakek Gavin
Lima tahun Kemudian“Halo Kak Nay, apakah Arka ada di rumahmu sekarang? Beritahu padanya untuk cepat pulang,” kata Ara di dalam teleponnya.“Bukankah dia ada di rumahmu? Dia berkata bahwa Arka sedikit tidak enak badan dan akan membawakan vitamin.”Hening sejenak di dalam sambungan telepon, mereka mencium aroma licik dari kedua suami mereka. Ara segera menambahkan Arumi ke dalam panggilan grup WA.“Apakah Gavin dan Arka di sana sekarang?” tanya Ara.“Tidak, bukankah dia ada di rumah Gavin untuk bermain bilyard?”Tiga wanita di dalam sambungan telepon itu terdiam. Amarah menjalar dari ujung kaki hingga kepala mereka. Nayara yang sedang memegang pisau dapur segera mencacah timun di talenan dengan keras, Ara yang sedang mengulaskan pensil alis di wajahnya mematahkan pensil itu hingga menjadi dua, sementara Arumi yang sedang mengolesi roti dengan selai stroberi melahap langsung dua lapis roti sekaligus.Ara mendengus saat ponsel Ar
Tiga hari kemudianAra sibuk membuat coretan di kertas putih dengan tatapan penuh antusias dari Nayara dan Gavin.“Bagaimana gaunnya tampak indah kan?”Ara menunjukkan hasil coretannya yang dibuat tak kurang dari lima menit.Gavin menggeleng, “Tidak, dadanya terlalu terbuka, buatlah seperti gaun Cate Maddleton waktu menikah. Tapi belahan dadanya jangan terlalu rendah.”Ara menghela nafas, ia kemudian membuat gambar lagi dengan inspirasi gaun pengantin Cate Maddleton namun sedikit ia rubah pada bagian bawah dan juga bagian lengan.“Seperti ini?” tanya Ara lagi.“Tidak-tidak, bagian roknya terlalu mengembang.”Ara kembali menyobek kertas itu, meremasnya dengan erat lalu membuangnya ke sampah. Ia kembali menggambar contoh baju pengantin dan menyodorkan kembali pada kakaknya.“Tidak, ini terlalu sederhana.”Ara yang jengkel akhirnya membanting pensilnya di me
Gavin bergegas menuju gedung pusat Leaf Corp masih dengan pakaian kemarin yang lusuh. Ia hanya sempat membasuh wajahnya dengan air mineral, sebenarnya ia bisa saja menggunakan toilet di SPBU tapi ia belum terbiasa menggunakan toilet bersama selain hanya untuk buang air dalam keadaan mendesak.Begitu memasuki ruang kerja kakeknya Gavin terkesiap begitu mendapati bahwa Nayara sudah berada di dalam.“Apa yang sudah kakek katakan padanya?” tanya Gavin dengan wajah yang dingin.Nayara segera bangkit dari tempat duduknya dan meraih lengan Gavin.“Tenanglah, Kakek hanya menyuruhku untuk berkunjung.”Kakek Gavin mendengus dengan wajah yang acuh, “Apa kamu selalu punya pikiran buruk tentang kakekmu?”Gavin terdiam dan Nayara hanya mampu mengucapkan kata “Maaf” untuk mewakili Gavin.“Lihatlah penampilanmu sangat mengerikan hanya dalam tiga hari setelah memutuskan hubungan dengan keluargamu s
Di pagi hari Dava terus menyeret tubuh Gavin untuk bangun, Gavin bersikeras melawan tindakan Dava. Ia tetap menarik selimut dan memilih tidur kembali. Dava tak menyerah dan terus menyeret tubuh Gavin turun dari ranjang.“Aku masih mengantuk, ini masih jam enam. Apa yang kamu inginkan sebenarnya!” pekik Gavin jengkel.“Bantu aku membeli Jas baru, ini adalah harus pernikahanku. Aku tidak mungkin memakai jas yang lama. Antar aku juga membeli cincin pernikahan. Ayolah waktuku tidak banyak!”“Pergilah tidur, sepertinya kamu masih bermimpi!”“Cepatlah mandi dan jadilah saksi di pernikahanku!”Dava mendorong tubuh Gavin ke kamar mandi. Gavin tak punya pilihan lain kecuali mandi dan mengikuti perkataan tuan rumah.Sepanjang pagi ia merasa lelah karena mengantar Dava membeli jas baru di salah satu desainer dan juga ke toko perhiasan. Ia bahkan melupakan jadwal sarapan karena terus mengikuti Dava.
Arumi sampai di rumah ketika tengah malam, ayahnya sudah menunggu dengan penuh amarah di ruang tamu. Lampu ruang tamu yang sengaja di matikan membuat Arumi tidak menyadari bahwa ayahnya tengah duduk menatap dirinya yang berjalan dengan mengendap-endap seperti seorang pencuri.“Apakah kamu baru saja bersenang-senang dengan Dava?”Arumi terkejut pada suara berat yang baru saja menghentikan langkahnya .“A-ayah,” keringat dingin mulai mengucur di dahi Arumi. Saat lampu di nyalakan ia bisa melihat seringai dingin dari tatapan ayahnya .“Maaf ayah, aku terlambat datang. Ada acara pesta pernikahan teman.”“Oh, ada Dava juga kan di sana? Kenapa kamu masih saja mengekor pada pria itu. Bukankah kamu bilang akan pergi melanjutkan study ke Australia?”“Ayah, itu adalah keputusan yang aku buat dalam keadaan tidak jernih. Aku tidak bisa pergi ke sana lagi sekarang.”“Apakah itu kare
Pernikahan berlangsung lancar, banyak pasang mata yang merasa iri pada visual kedua pengantin yang seperti pangeran dan putri dari negeri dongeng. Mereka bahkan berasal dari status tinggi yang sama. Saat Leaf Corp dan Sparkling Cosmetic bersatu, keduanya akan menjadi kekuatan bisnis yang besar. Kakek Gavin banyak mendapat sanjungan dari semua tamu bisnis tentang berapa beruntungnya ia mendapatkan cucu menantu dengan kualifikasi seperti Arka.“Aku merasa bahagia saat melihat pasangan Ara, tapi menjadi begitu jengkel saat menoleh pada pasangan Gavin,” keluh Kakek Gavin pada istrinya.“Kita sudah tua, kenapa kamu tak membiarkan mereka hidup dengan pilihannya masing-masing. Aku tidak ingin Gavin menjadi seperti Geby yang pada akhirnya memilih untuk tidak menikah. Aku sudah tua dan ingin mati dengan tenang tanpa memikirkan Geby dan juga Gavin akan menua sendiri.”Mendengar perkataan istrinya, urat tegang di wajah Kakek Gavin mengendur. Pandang
Ara bersiap di ruang tunggu pengantin perempuan, ia sangat cantik dengan balutan gaun pengantin putih off-shoulder dengan A-line dengan model ini bagian bahu dan leher Ara terlihat sangat indah dengan kulitnya yang seputih susu.Di dalam ruang itu Ara sedang di temani oleh Nayara dan juga Arumi yang tampak cantik dengan gaun bridesmaid model A-line berwarna biru laut.“Oh, ternyata kamu yang akhirnya di nikahi Arka?” kata Bela begitu memasuki ruang tunggu pengantin. Ia mengenakan gaun berwarna merah dengan belahan kaki hampir setinggi pangkal paha.Bela adalah teman kuliah Ara, ia pernah berpacaran dengan Arka satu tahun lalu selama satu bulan. Gadis itu masih tergila-gila dengan Arka, ia merasa sangat cemburu ketika Arka akhirnya memilih Ara sebagai pasangan hidup Arka.“Bagaimana kamu bisa masuk. Aku tidak merasa sudah mengundangmu!”“Kamu tidak mengundangku, tapi kakekmu mengundang ayahku!”Ara menghela
Telepon Gavin berdering setelah rapat, ia menarik nafas dalam saat melihat panggilan telepon yang tertera adalah dari kedua orang tuanya. ‘Kabar tentang Nayara pasti sudah terdengar sampai telinga mereka,’ batin Gavin. “Aku di rumah besar, Pulanglah!” “Baik,” jawab Gavin sebelum menutup telepon dari Kakeknya. Ia menarik nafas dalam bersiap untuk badai yang akan segera datang, mengingat kakeknya bahkan jauh-jauh datang dari Bogor di usia tuanya. “Apa kamu tidak bisa mencari gadis lain?” Lelaki tua itu memekikkan suaranya begitu Gavin memasuki ruang tamu. “Dia adalah satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi!” “Tidak, Cari yang lain! Aku tidak ingin wanita gila menjadi cucu menantuku!” “Kakek! Itu sangat keterlaluan!” untuk pertama kali Gavin meninggikan suaranya pada lelaki tua itu. Kakek Gavin tidak bisa menyembunyikan betapa marah dan kecewanya dia pada cucu laki-laki yang ia miliki. “Dia menderita Skiz
Setelah sebuah kaki jenjang menariknya dari kerumunan wartawan dan membawanya ke dalam lift, pandangan yang tadi buram kini mulai mendapatkan cahayanya kembali. Pria yang tengah merengkuh bahunya adalah Dava, pria tampan yang selalu ada saat dirinya butuh pertolongan.Arumi menundukkan wajahnya yang memerah, ia tidak harus menatap Dava jika tidak ingin benteng yang baru saja ia bangun runtuh.“Kamu tidak harus melakukannya begitu jauh. Kamu hanya perlu jujur padaku tanpa harus mengatakannya ke seluruh dunia,” kata Dava. Begitu ia mendapatkan telepon dari Gavin soal jumpa pers yang akan di adakan Arumi, ia langsung loncat dari tempat tidurnya.“Aku harus sedia payung sebelum hujan, identitasku yang sebenarnya pasti akan terendus media suatu saat nanti.”Dava kehilangan kata-kata, bagaimanapun yang di katakan Arumi adalah kebenaran. Tidak mudah menyimpan rahasia tentang siapa dirinya, ia adalah seorang artis dengan banyak pesaing bah