Syahlana semakin mahir mengerjakan urusan rumah tangga. Belajar pada Aisha, Rosana, bahkan Sumi. Seperti pagi ini. Seusai sholat shubuh, ia tidak lantas kembali tidur. Ia menyiapkan sarapan, mencuci pakaian, dan menjemurnya. Semua dikerjakan dengan dibantu Sumi. Masih ada waktu, ketika menunggu semua orang bangun. Syahlana berinisiatif membersihkan daun-daun yang mengambang di kolam renang, dengan gala dan jaring di ujungnya.
Sebenarnya, Adrian juga tidak lanjut tidur. Diam-diam, ia memperhatikan apa yang dikerjakan istri mudanya. Sampai, ia melihat Syahlana begitu fokus membersihkan daun di kolam renang. Lalu ia berpura-pura baru bangun tidur. Mengendap-endap di belakangnya, dan... "Aku bantuin, ya!!"
Suara Adrian yang mengejutkan, membuat Syahlana hilang fokus dan keseimbangan. Dirinya tercebur ke kolam renang.
Adrian malah tertawa. "Sini, aku bantu naik."
Iseng, Syahlana membalasnya, dengan menariknya hingga tercebur juga. "Rasain,
Eliza mengomel. "Kamu tuh baiknya aja boleh kebangetan. Tapi bodoh jangan ikut kebangetan pula, lah!""Aku cuma gak mau jadi obat nyamuk saat mereka bulan madu, Za," kilah Aisha."Tapi kamu punya perasaan gak rela kan, membiarkan mereka pergi berdua sejauh itu, selama itu? Dua minggu, loh!" Eliza benar-benar jadi kompor dalam pikiran Aisha."Udah, ya, Za," kata Aisha, yang masih waras. "Aku gak mau lagi denger kamu ngerecokin rumah tangga kami. Keputusanku bulat. Aku gak akan ikut mereka."Tibalah saatnya Adrian dan Syahlana berangkat berbulan madu ke Singapura. Sumi dibantu Ujang memasukkan tas koper bawaan mereka ke bagasi mobil. Rosana dan Aisha sama-sama mengantar mereka ke mobil."Pokoknya, Mama akan menunggu kabar baiknya!" pesan Rosana.Mereka hanya tersenyum, tidak mengatakan apapun. Lalu, Adrian menghampiri Aisha. "Kamu baik-baik di rumah ya, Sayang."Aisha mengangguk. "Iya. Kalian juga bersenang-senanglah."
Usai sudah, bulan madu Syahlana dan Adrian. Mereka berdua pulang ke Tanah Air. Rosana dan Akasma menyambut mereka di depan rumah keluarga Sudiro. Hanya Aisha yang menunggu di dalam rumah. Karena, yeah, seperti biasa, sikap Rosana yang ketus dan semakin ketus setiap harinya.Kedua ibu itu begitu bahagia ketika anak-anak mereka datang. Apalagi Syahlana yang sejak menikah sangat jarang bertemu dengan ibunya. Mereka berdua saling berpelukan.Lalu Rosana mengajak mereka semua masuk. Sementara itu, Sumi dan Ujang membantu membawakan dua tas koper dan satu koper tambahan yang katanya sih, berisi oleh-oleh."Sebenernya kalian mau lebih lama lagi bulan madunya, gak papa, loh," kata Rosana."Jangan, Ma. Nanti pekerjaan bisa terbengkalai," jawab Adrian."Ah, kamu, tuh... kerjaan melulu yang dipikir," keluh Rosana.Giliran Akasma yang bicara pada Syahlana. "Mama tuh tadinya mau sama Papa ke sini. Tapi papamu masih sibuk.""Gak papa, Ma. Kapan-kap
Tidak lama kemudian, Syahlana siuman. Ia melihat semua orang mengelilinginya. Adrian, Akasma, Rosana, dan Zivara."Kak Lana siuman," kata Zivara."Sayang," panggil Adrian dengan lembut."Aku... k-kenapa?" tanya Syahlana yang masih lemah.Adrian tampak sedih, tapi juga berusaha tersenyum. "Kamu tadi sempat kritis. Tapi sudah gak papa. Dokter Susan bilang, kamu sudah baik-baik saja.""Anak... kita, gimana?" tanya Syahlana lagi."Dedek juga baik-baik aja," jawab Adrian.Syahlana tampak lega, dan terharu karena syukur. Air mata menetes ke pelipisnya."Kamu kenapa, Lana?" tanya Rosana. "Kalau ada yang mengganggu pikiran kamu, cerita sama Mama. Mama mau kok, denhgerin.""Aku gak papa kok, Ma," jawab Syahlana. Masih dengan lemah. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya.Beberapa saat kemudian, seorang perawat mengimbau agar tidak semua orang menunggui pasien di dalam kamar. Ketika Adrian yang hendak m
Syahlana mengalami rasa sakit yang luar biasa ketika harus mengeluarkan bayinya. Ia berteriak. Tubuhnya basah berkeringat. Adrian memegangi tangannya. Membiarkan sang istri meremas kuat-kuat. Dokter Susan dan timnya membantu proses tersebut. "Dorong lagi, Lana!" komando Dokter Susan. Syahlana berteriak, sembari mengejan, mau mengeluarkan bayinya. "Ayo, Sayang, lagi..." Adrian menyemangatinya. Di luar ruangan, Akasma, ditemani Zivara, juga Rosana, menunggu hasil persalinan. Tidak lama, Aisha juga datang menyusul. Ia tahu kabar ini dari Eliza di rumah. Semuanya berharap dengan cemas. Sampai, terdengar suara tangis bayi memecah kecemasan mereka, mengganti dengan kebahagiaan. Dokter Susan menggendong bayi yang tali pusatnya belum dipotong, ke hadapan Syahlana. "Bayinya laki-laki, Lana," katanya. "Biar dibersihin dulu yah." Ia menyerahkannya kepada suster. Tiba-tiba, Syahlana kembali mengalami kon
Kehidupan seorang Syahlana berubah. Ia membawa bayi Hassan pergi ke Perancis. Di mana, di sana tidak akan ada orang yang bertanya, ke mana ayah si bayi.Di Paris, Perancis ini, Syahlana menempuh pendidikan kuliner. Ia mendalami pembuatan pasta dari berbagai negara di Eropa. Bahkan, selama beberapa tahun, ia menjalani kehidupan sebagai hijab traveller, keliling Eropa untuk mendalami ilmu kulinernya. Sambil membawa Hassan bayi. Menggendongnya di punggung sambil belajar membuat pasta. Jika memang ada yang bertanya, biasanya mereka sesama orang Asia. Syahlana hanya menjawab, jika ayah Hassan sibuk bekerja dan si kecil lebih baik ikut ibunya.Sampai Hassan berusia empat tahun, Syahlana membawanya pulang ke tanah air, karena sang anak akan segera bersekolah. Sesuai janjinya, ia tidak akan muncul lagi dalam kehidupan keluarga Sudiro, ia menitipkan Hassan kecil pada Zivara, yang sudah selesai kuliah, dan kini menempuh dunia kerja.Selain sibuk menjaga dan menge
David itu memang keren, kadang-kadang. Tapi tidak jarang juga bertindak ceroboh. Seperti hari ini, demi bisa menonton acara memasak koki seleb kesukaannya, ia membawa smartphone-nya ke kamar mandi. Sambil berendam di bathup gitu. Sialnya apa? Suara dering panggilan masuk mengejutkannya. Apalagi dari Zizi. Saking kagetnya, smartphone-nya samapai jatuh ke air, dan... matilah.Zizi tertawa, saat David menceritakan kesialannya pagi itu, ketika mereka berbicara lewat sambungan telepon."Disekolahin dulu deh, hp aku," keluh David."Lagian, kenapa gak sekalian pasang tv di kamar mandi kamu, hah?" sindir Zizi."Boleh juga tuh, usulnya. Bisa nonton Naruto sambil mandi." David tidak lagi mengeluh. "By the way, hari ini jadi daftarin sekolah San?""Jadi, dong," jawab Zizi. "Ya udah, aku siapin San dulu."Sebenarnya, ini bukan tahun ajaran baru. Tetapi karena San baru datang dari Paris saat ta
Kehidupan Syahlana di Eropa berjalan dengan baik. Meski harus menahan rindu bertemu dengan Hassan, tetapi dirinya lebih merasa lega. Bukan berarti ia telah melupakan apa yang ditinggalkannya. Seorang suami dan madunya. Terkadang merasa bersalah akan banyak hal. Penyesalan-penyesalan yang tidak dapat ditebus. Hanya perasaan sedih tertinggal di dalam hati.Saat ini, Syahlana bekerja di sebuah toko pastri Paris. Namanya Patisserie House. Lokasinya di sekitar La Defense. Tiga kilometer dari pusat kota Paris. Toko pastri itu hasil kerja sama dengan teman kuliahnya dahulu, bernama Ilham Bellamy. Seorang pria keturunan Indo-Perancis. Ibunya orang Medan, dan ayahnya asli Perancis sini. Yah, namanya juga blasteran. Bisa ditebak dong bagaimana tampangnya. Gantengnya gak ketulungan, deh. Belum lagi dengan sifat dan sikap baiknya.Empat tahun lalu.Ketika Syahlana tiba di Paris dengan menggendong bayi Hassan. Wajah cantiknya tidak dapat menutupi
Aurora sangat senang mengetahui bahwa San kini satu sekolah dengannya. Ia menceritakan hal ini kepada mama, papa, dan neneknya."Anaknya ganteng dan bersih," kata Rosana. "Nenek juga suka sama anak itu.""Dia seumuran Rara, kan?" tanya Adrian. "Kok baru sekolah sekarang?"Aisha menjelaskan. "Kata Rara, San itu murid pindahan. Ibunya di luar negeri. Di sini hanya tinggal dengan om dan tantenya.""Ibunya? Ke mana ayahnya?" Adrian menjadi penasaran."Entahlah. Aku hanya dengar cerita seperti itu dari Rara," jelas Aisha lagi."Ra, sering-sering ajak San main ke sini ya," kata Rosana."Iya, Nek. Kalau dibolehin sama tantenya," jawab Aurora.Meski tidak bersekolah di satu kelas, namun Aurora dan San sering main bersama ketika jam istirahat. Bahkan saat pulang sekolah, mereka menunggu jemputan bersama. Jika salah satu belum dijemput, yang lain akan menemani sampai penjemputnya datang.Seperti siang ini, keduanya m
Beberapa bulan kemudian Syahlana melahirkan seorang bayi perempuan. Ia dan Adrian pun sepakat menamai bayi baru mereka Rosana Aisha Ramadan. Sebagai bentuk sayang dan rasa terima kasih kepada kedua wanita yang telah menghadap Sang Kuasa terlebih dulu. Pagi itu, Syahlana menggendong bayinya yang berusia satu bulan, di balkon. Berjemur matahari pagi, menuai vitamin dari kehangatannya. Lalu San masuk ke dalam kamar. Anak itu sudah mengenakan seragam sekolah pramukanya. Membuat Syahlana lantas ingat, ini sudah akhir pekan. "Maman, hari ini waktunya San dan Rara terima raport semester pertama," kata San. "Nanti Maman atau Pere yang ambil?" Syahlana tersenyum. "Pere yang ambil ya, San. Soalnya ini, Maman gak bisa tinggalin adek Ocha." San tampak manyun. "Nanti itu, kan San tampil baca puisi. Maman dan Pere datang, ya?" Astaga, Syahlana hampir lupa, kalau San menganggap hari ini sangatlah penting
Bagaikan mendengar guntur terbesar dalam sejarah hidupnya. Adrian menolak keinginan Syahlana. "Aku pernah mengalami situasi seperti ini, dan tidak, Sayang. Tidak lagi. Apalagi, sekarang ini, seluruh perasaanku hanya buat kamu. Aku gak sanggup membaginya.""Mas, coba pakai hati nurani kamu. Aisha itu sebatang kara. Dia tidak punya orang tua, saudara, apalagi anak. Suami yang dia cintai meninggalkannya. Betapa hidupnya sangat menyedihkan sekarang ini." Syahlana ingin Adrian rujuk dengan Aisha. Menikahi kembali wanita itu. "Aku tahu, di dalam lubuk hati kamu yang paling dalam, perasaan kamu pada Aisha masih ada.""Gak ada, Sayang! Aku hanya mencintai kamu. Semenjak apa yang sudah diperbuat Aisha pada keluarga ini, perasaanku sama dia luntur begitu saja. Lenyap. Sudah gak ada lagi." Adrian bersikukuh menolak."Mas, tolong kamu pertimbangkan baik-baik. Pikirkan dengan matang. Tetapi, kalau memang pada akhirnya keputusan kamu tetap sama, aku akan berhenti memohon. Han
Sidang putusan atas kasus yang menjerat Aisha digelar. Kasus yang menyeretnya berhadapan dengan hukum, antara lain adalah penculikan terhadap anak usia enam tahun Muhammad Hassan Ramadan, juga pembeli arsenik ilegal, dan pembunuhan berencana terhadap ibu mertuanya, Rosana Ramadan.Syahlana dan Adrian hadir dalam persidangan itu.Aisha mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam. Kepalanya terus tertunduk. Ia didampingi oleh seorang pengacara yang disediakan oleh lembaga hukum. Berita acaranya dibacakan hakim dan rekan-rekannya secara bergantian."Semua bukti telah diperiksa dan valid. Sedangkan saksi telah memberikan kesaksiannya. Kesemuanya itu telah membuktikan dengan akurat, bahwa terdakwa melakukan semuanya dengan sengaja. Oleh karena itu, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kami menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU).Hakim membaca kembali garis besar dalam berita acara. Be
Rumah Keluarga SudiroDi sana sudah ada Zivara, David, Gala, Lia, dan Juki, beserta beberapa guru sekolah dari TK Bunda Pertiwi, seperti Bu Zoya dan Bu Tia. Mereka sedang bersiap, hendak menyambut kepulangan San. Hari itu, David memasak menu yang spesial untuk sang jagoan cilik."Mereka udah sampai mana, Beb?" tanya David."Kak Lana tadi ngabarin, mereka sudah di jalan tol," jawab Zivara, yang sedang memeriksa ulang dekorasi di ruang tamu, bersama Zoya dan Tia.Lia dan Gala menata makanan di meja makan, dibantu Sumi. Sedangkan Juki ditugaskan mengupas kelapa, karena San sangat suka air kelapa muda.Zoya memasang balon-balon di dinding, dengan diikatkan pada sebuah kawat. Tia memasang gambar-gambar di dinding. Ada tokoh Captain America kesukaan San, juga Snow White kesukaan Aurora."Saya kangen lihat Rara dan San main bareng di sekolah," ungkap Tia."Ya. Aku juga," sambut Zoya. "Rasanya suda
Setahun lalu, ketika prosesi Mammanu'-manu', yaitu ketika calon mempelai laki-laki akan mendatangi orang tua mempelai perempuan dan meminta izin untuk mempersunting gadis pujaannya. Dan ketika momen ini juga dimanfaatkan untuk membahas besaran nilai uang panaidan mahar, jika memang keluarga mempelai perempuan menerima pinangan sang laki-laki.Kedua orang tua Jannah yang merupakan orang asli Jawa Timur, kurang paham dengan adat mereka. Maka, mereka meminta Pak RT yang juga keturunan Bugis, mewakili keluarga ini untuk mendampingi mereka menjalani prosesi tersebut. Acaranya cukup meriah. Dihadiri banyak tetangga mereka, kala itu.Pada acara ini pula, selain menentukan uang panai, kedua mempelai juga menjalani proses pertunangan. Nah, untuk pertunangannya ini, Ibunya Jannah meminta adat Jawa. Namun, karena terbatasnya pengetahuan orang Bugis mengenai lamaran atau pertunangan adat Jawa ini, maka dilaksanakan secara informal.Kala itu, Naing menyatakan
Lagi, Aisha harus merasakan dinginnya di balik jeruji besi. Akibat perbuatannya yang tidak termaafkan. Sendirian, duduk di sudut ruangan. Menunggu keputusan hukum. Seberapa lama hendak mendekam di tempat ini.Kenangan lama kembali menari di ingatannya. Ketika dahulu Adrian masih hanya jadi suaminya seorang. Setiap hari mengucapkan kata cinta. Lebih jauh lagi, Aisha teringat saat dulu pertama kali kenal Adrian, lalu saling jatuh cinta, dan memutuskan pacaran, pada akhirnya menikah.Saat itu, Aisha masih tinggal di Bandung, di sebuah panti asuhan Mentari Bunda. Sebagai salah satu orang dewasa yang tinggal di panti asuhan sejak kecil, dan belum pernah diadopsi, Aisha memutuskan mengabdi di tempat itu. Nah, yayasan yang menaungi Mentari Bunda, adalah perusahaan keluarga Sudiro.Suatu hari, di panti asuhan sedang diadakan sebuah acara untuk memperigati 17 Agustus-an. Semua anak hingga yang remaja, bahkan yang dewasa mengikuti lomba. Balap
Cuaca di desa Marukangan sore ini tidak panas, juga tidak dingin. Terasa hangat. Banyak anak-anak bermain di lapangan, depan rumah Herlin. Wanita pemilik warung ayam lalapan itu duduk di emperan warungnya. Melihat anak-anak bermain layangan. Menarik ulur senar layangan. Ada juga yang berlarian mengejar layangannya yang putus.Kemudian, Herlin melihat, di tengah-tengah kerumunan anak-anak itu, ada San yang baru berhasil menaikkan layangannya ke udara. Dia begitu terampil menarik ulur layangannya yang berwarna merah. Ia tidak sendirian. Ada Faisal dan teman-teman lainnya.Semenjak Komang ditangkap, Jannah tidak lagi khawatir, dan bisa membiarkan San bebas main keluar rumah bersama anak-anak lainnya."San!" Herlin memanggilnya.Melihat Herlin, San jadi ingat, pertama kali datang ke tempat ini, terbangun di rumahnya. Anak itu sepertinya merasa takut dan trauma. Ia memilih pindah tempat bermain di dekat rumah Jannah, tempatnya tinggal sekarang.
Marukangan, Sandaran, Kutai Timur, Kalimantan TimurSejak Komang ditangkap malam itu, Jannah tidak lantas membawa anak-anak kembali ke Marukangan. Untuk meringankan beban trauma pada mereka, Jannah memutuskan untuk membiarkan keduanya menikmati liburan di pantai ini. Bermain dan bersenang-senang.Tidak hanya bermain di pantai, Andi Fachri juga mengajak mereka bertandang ke rumah-rumah saudara di sekitar sana, guna menghibur mereka, terutama San. Anak itu dipertemukan dan dikenalkan dengan anak-anak lain yang rata-rata seumuran, dan membiarkan mereka bermain bersama.Hingga suatu malam, mereka bertandang ke sebuah rumah milik sepupunya Andi Fachri. Di rumah itu, jaringan telepon lumayan bagus. Jannah menerima pesan masuk pada handponenya yang bukan android. Dari Naing. Dalam pesannya itu, ia memberikan nomor handphone yang bisa menghubungkannya dengan orang di Jakarta, polisi yang menangani pencarian San, namanya Yahya. Jannah pun t
Malam tiba. Mereka semua menginap di rumah pamannya Naing yang juga seorang Andi. Sepertinya anak-anak sudah capek bermain, sehingga mereka bisa tidur lebih cepat setelah makan malam. Jannah membantu Mamak Zainab dan putrinya Fira menyiapkan kopi dan teh untuk disuguhkan pada para pria yang sedang mengobrol di ruang tamu. "Memang, si Komang itu kapan coba mau tobatnya?" umpat Andi Fachri, pamannya Naing. "Memisahkan seorang anak dari orang tuanya, itu dosa besar. Apalagi menculik. Dia selalu kalau datang ke Marukangan, hanya untuk menghapus jejak kejahatannya." Lintang ikut kesal. "Kalau saya yang jadi orang tua anak itu, sudah saya parang kali itu Komang!" Lalu keluarlah Jannah, beserta Mamak Zainab dan Fira. Jannah menyajikan minuman. Memindahkan cangkir-cangkir dari nampan ke meja. Sedangkan Fira menyuguhkan gorengan singkong, juga secobek sambal gami sebagai cocolan. Sambal gami merupakan salah satu makanan khas masyarakat d