"Apa maksudmu Jihan? Apakah dia sendiri? Apakah Key bersamanya?" Tanya Nathan dengan panik saar menerima panggilan dari Arnold.
"Aku tidak melihat siapa pun di sana selain dirinya dan sepeda motornya. Kau, hubungi lah Rachel segera. Pasti terjadi sesuatu tadi pada gadis ini. Kelihatannya dia hanya syok." Jelas Arnold lagi, dan sebelum memberi jawaban, Nathan sudah mematikan panggilan itu.
"Dasar, Mr Arogant ini." Kesalnya lagi.
Sesampai di Rumah Sakit, Arnold membawa Jihan masuk ruanh UGD. Memasang infus dan selang oksigen. Dia memberikan satu suntikan untuk penguat daya tahan tubuh. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Sambil menunggu Jihan sadar.
"Apa? Apa maksudmu? Key tidak ada bersama Jihan? Dimana Key? Dimana putriku?" Teriak Rachel histeris saat mendengar kabar dari Nathan.
"Tenang lah, aku akan segera kesana. Tunggu aku, okey?" Nathan berusaha membuatnya tenang. Tapi tidak ada jawaban.Nathan mematikan telepon lalu segera menuju ke
Nathan mengacak-acak rambutnya. Dia sudah menyuruh Roy menyelidiki kejadian ini. Dan sampai saat ini belum ada kabar dari Roy. Roy takut saat nanti Rachel bangun, dia akan kembali histeris jika tetap belum ada kabar tentang keberadaan Keynara. "Tadi, saat kami dalam perjalanan pulang..." Jihan mulai menceritakan semua kejadian yang dia alami sebelum tak sadarkan diri. " Hanya itu yang bisa aku ingat." Ucapnya setelah selesai menceritakan kejadian penculikan itu. "Tentu saja, karena setelah itu kau pingsan." Sambung Arnold. Membuat Jihan agak tersentak dari lamunannya tentang kejadian yang begitu singkat itu. "Tapi, Key sama sekali tidak terlihat panik. Dia hanya diam dan tidak memberontak atau memberikan perlawanan sedikit pun." Ucap Jihan lagi dengan perasaan heran. "Itu adalah salah satu strategi bertahan. Ternyata anak itu sangat cerdik. Hah, tentu saja. Darahmu mengalir dalam darahnya." Seru Arnold pada Nathan. "Apa maksudmu?" Tanya
Sementara itu, saat ini di gedung tua tempat Key di sekap. "Paman, kenapa paman gendut itu belum datang?" Tanya Key pada pria bermata satu. "Dia pergi membeli makan malam untukmu." Jawabnya dengan tetap memainkan ponselnya. Ia sedang menunggu kabar dari Dokter tempat Ibunya di rawat. "Kenapa rasanya lama sekali? Jam berapa saat ini?" Tanyanya lagi. "Jam setengah enam sore. Kau pikir kita ada dimana saat ini? Ini jauh dari kota, tentu saja dia belum kembali. Tiga puluh menit lagi pasti dia datang." Ucapnya tanpa sadar, telah memberi petunjuk tentang lokasi mereka saat ini. "Tapi aku sangat lapar, dari siang tadi aku belum makan apa-apa." Keluh Key. Bagaimana pun juga dia hanya.lah anak kecil. "Apakah kau mau sepotong roti ini?" Tiba-tiba pria bertato mengeluarkan sebungkus roti dari balik jaketnya. "Emm.." Jawab Key dengan anggukan, dan segera mengambil roti yang di sodorkan pria bertato. "Terima kasih, Paman
Malam itu, setelah menghabiskan jatah makannya. Key tertidur. Mungkin karena ia sudah lelah seharian ini terikat dan berdebat dengan para penculik. Key tertidur dengan posisi duduk dan tangsn terikat di atas pegangan kursi. Dia hanya mendapat kebebasan sebentar, saat makan tadi. Dua pria bawahan si gendut menjaganya dengan sangat baik. Sementara pria gendut itu sudah tertidur pulas pula di sebuah kursi busa yang sudah hancur di sudut ruangan itu. Pria gendut mendengkur dengan sangat keras. Sehingga membangunkan Key di pertengahan malam. Saat ini, pukul menunjukkan jam dua malam. Key terbangun. Awalnya dia terbangun karena merasa terganggu oleh suara dengkuran si pria gendut. Namun, tiba-tiba dia juga merasa ingin buang air kecil. "Paman, aku ingin buang air kecil. Apa kau bisa melepaskan ikatanku ini?" Tanya Key pada pria bermata satu, yang sedang berjuang menahan rasa kantuknya. "Benarkah? Apa kau tidak akan mencoba untuk kabur?" Pria itu jelas ragu
Pria gendut sudah berdiri tepat di depannya, mengambil ponsel dari tangan Key. Lalu mulai berbicara pada Rachel. "Kau sudah mendengar bukan? Anakmu baik-baik saja di sini. Kami merawatnya dengan sangat baik." Ucap pria gendut. "Tolong... Tolong jangan sakiti putriku. Aku akan melakukan apa pun. Tolong, kembalikan dia padaku." Rachel memohon dan mulai terisak. "Tenang lah Nyonya. Dia pasti akan kembali dalam pelukanmu. Tapi.." Dia sengaja menggantung kata-katanya. "Ta-tapi apa? Katakan padaku!" Desak Rachel tak sabar. "Siapkan uang 10 Miliyar, dan besok pagi aku akan mengirim alamat tempat pertukarannya dengan putrimu." Jawabnya dengan enteng. "Se-sepuluh Milyar? Apa kau gila? Darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam hitungan jam? Apa kau sengaja mempermainkanku?" "Hahaha... Ayah gadis ini adalah orang yang sangat kaya. Uang segitu tidak ada artinya bagi dia. Suruh dia menyiapkan secepatnya, dan jangan coba-coba lap
Di dalam rumahnya, Rachel sama sekali tak bisa tidur setelah menerima kabar dari Key. Ia terus menerus menangis. Jihan yang menemaninya juga tak kuasa menahan tangis. Bagaimana pun juga, ia telah membantu merawat Key sejak baru lahir. Terlebih kejadian penculikan itu terjadi di depan mata kepalanya sendiri. Ia juga sangat merutuki dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa saat itu. Sementara itu Nathan juga ada di sana. Ia saat ini duduk di ruang tamu rumah Rachel, bersama Roy dan seorang yang ahli melacak gps ponsel. "Apakah kau sudah berhasil menemukan lokasi itu? Aku yakin putriku sengaja menelpon untuk mengirim sinyal gps itu padaku." Kata Nathan dengan penuh keyakinan. "Ya, ini sedikit lagi berhasil mencapai titik lokasi. Bersabar lah. Sepertinya ini sangat jauh dari keramaian. Aku rasa, ini berada di sebuah tempat yang di tinggalkan. Jauh dari pemukiman penduduk. Karena sinyal ini telah melewati hutan dan perkebunan sepanjang tujuh kilometer." Teran
"Nak, kenapa kau berada di hutan ini sendiri? Apa yang terjadi padamu?" "Dari mana asalmu, Nak?" "Siapa yang membawamu ke sini?" Pertanyaan-pertanyaan itu terdengar oleh Key, tapi lidahnya kelu. Tak bisa menjawab semua pertanyaan kedua wanita itu. "Se-lamat-kan a-aku, Bibi." Hanya itu kata yang sanggup ia ucapkan sebelum akhirnya matanya terpejam. Key tak sadarkan diri. "Dia pingsan. Ya Tuhan, bagaimana seorang gadis kecil bisa berada di tempat ini dalam keadaan sekarat? Terkutuk lah orang yang telah menganiaya gadis malang ini." Ucap salah seorang wanita itu. "Sudah lah jangan banyak bicara. Kita harus cepat membawa anak ini ke klinik terdekat. Mungkin nyawanya sedang terancam saat ini." Wanita yang satunya lagi memberi intruksi. "Tapi, bagaimana jika nanti ini adalah kasus yang besar? Aku tidak mau ikut terlibat. Aku takut." Wanita bertubuh besar itu menolak. "Aku yang akan bertanggung jawab, sepertinya gadis ini korb
Di dalam bilik sebuah klinik desa, terlihat seorang Dokter berumur sekitar tiga puluh tahunan sedang memasang infus pada tangan mungil Key. Dia di bantu seorang perawat muda yang mungkin sebaya dengan Jihan. Sementara Dokter memberikan infus dan suntikan pada tangan Key, perawat muda itu dengan teliti membersihkan setiap goresan luka yang terdapat di kedua kaki Key. Setiap ia memberikan obat pada luka itu, ia meringis. Seolah merasakan betapa pedihnya luka yang di rasakan Key andai dia sadar saat ini. Dia menatap Key iba. "Bagaimana, Dok? Apa anak ini baik-baik saja?" Tanya gadis bersanggul yang membawa Key ke klinik ini. "Kita harus menunggu. Jika dalam waktu tiga jam dia belum sadar, kita harus segera mengirimnya ke Rumah Sakit Kota. Kerena aku takut, trauma yang anak ini dapatkan, lebih besar dari pada luka yang ada di badannya saat ini." Ucap Dokter itu dengan tarikan nafas panjang. "Kak, coba kau lihat di dalam saku baju anak itu! Sepertinya ada
"Sayang, apa kau baik-baik saja Nak? Katakan padaku, dimana yang sakit? Mana yang terluka? Apakah para penjahat itu yang melukaimu sebanyak ini?" Nathan tak berhenti bertanya melihat banyak lebam di tangan dan goresan-goresan luka di kakinya. Bahkan ada beberapa yang harus terbalut perban. Dia membelai-belai rambut dan mengusap keningnya. "Papi, aku baik-baik saja. Bisakah kita pulang sekarang? Aku merindukan Momy!" Pinta Key sedih mengingat Rachel. "Tentu, sayang, kita akan pulang sekarang. Momy sangat mencemaskanmu. Semalaman ia tak bisa tidur memikirkan dirimu." Jawab Nathan, lalu bersiap menggendong tubuh Putri kecilnya itu. "Roy, pegang botol infus ini. Putriku sangat lemah saat ini, dia harus tetap memakai infus ini. Nanti kau telepon Dokter Bram, dan suruh dia datang ke mansion yang baru. Aku ingin Putriku di rawat di sana saja!" Perintah Nathan tegas. "Baik, Boss. Lalu, bagaimana dengan kedua anak buah penculik itu?" Tanya Roy mengingat bahwa