Pria gendut sudah berdiri tepat di depannya, mengambil ponsel dari tangan Key. Lalu mulai berbicara pada Rachel.
"Kau sudah mendengar bukan? Anakmu baik-baik saja di sini. Kami merawatnya dengan sangat baik." Ucap pria gendut.
"Tolong... Tolong jangan sakiti putriku. Aku akan melakukan apa pun. Tolong, kembalikan dia padaku." Rachel memohon dan mulai terisak.
"Tenang lah Nyonya. Dia pasti akan kembali dalam pelukanmu. Tapi.." Dia sengaja menggantung kata-katanya.
"Ta-tapi apa? Katakan padaku!" Desak Rachel tak sabar.
"Siapkan uang 10 Miliyar, dan besok pagi aku akan mengirim alamat tempat pertukarannya dengan putrimu." Jawabnya dengan enteng.
"Se-sepuluh Milyar? Apa kau gila? Darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam hitungan jam? Apa kau sengaja mempermainkanku?"
"Hahaha... Ayah gadis ini adalah orang yang sangat kaya. Uang segitu tidak ada artinya bagi dia. Suruh dia menyiapkan secepatnya, dan jangan coba-coba lap
Di dalam rumahnya, Rachel sama sekali tak bisa tidur setelah menerima kabar dari Key. Ia terus menerus menangis. Jihan yang menemaninya juga tak kuasa menahan tangis. Bagaimana pun juga, ia telah membantu merawat Key sejak baru lahir. Terlebih kejadian penculikan itu terjadi di depan mata kepalanya sendiri. Ia juga sangat merutuki dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa saat itu. Sementara itu Nathan juga ada di sana. Ia saat ini duduk di ruang tamu rumah Rachel, bersama Roy dan seorang yang ahli melacak gps ponsel. "Apakah kau sudah berhasil menemukan lokasi itu? Aku yakin putriku sengaja menelpon untuk mengirim sinyal gps itu padaku." Kata Nathan dengan penuh keyakinan. "Ya, ini sedikit lagi berhasil mencapai titik lokasi. Bersabar lah. Sepertinya ini sangat jauh dari keramaian. Aku rasa, ini berada di sebuah tempat yang di tinggalkan. Jauh dari pemukiman penduduk. Karena sinyal ini telah melewati hutan dan perkebunan sepanjang tujuh kilometer." Teran
"Nak, kenapa kau berada di hutan ini sendiri? Apa yang terjadi padamu?" "Dari mana asalmu, Nak?" "Siapa yang membawamu ke sini?" Pertanyaan-pertanyaan itu terdengar oleh Key, tapi lidahnya kelu. Tak bisa menjawab semua pertanyaan kedua wanita itu. "Se-lamat-kan a-aku, Bibi." Hanya itu kata yang sanggup ia ucapkan sebelum akhirnya matanya terpejam. Key tak sadarkan diri. "Dia pingsan. Ya Tuhan, bagaimana seorang gadis kecil bisa berada di tempat ini dalam keadaan sekarat? Terkutuk lah orang yang telah menganiaya gadis malang ini." Ucap salah seorang wanita itu. "Sudah lah jangan banyak bicara. Kita harus cepat membawa anak ini ke klinik terdekat. Mungkin nyawanya sedang terancam saat ini." Wanita yang satunya lagi memberi intruksi. "Tapi, bagaimana jika nanti ini adalah kasus yang besar? Aku tidak mau ikut terlibat. Aku takut." Wanita bertubuh besar itu menolak. "Aku yang akan bertanggung jawab, sepertinya gadis ini korb
Di dalam bilik sebuah klinik desa, terlihat seorang Dokter berumur sekitar tiga puluh tahunan sedang memasang infus pada tangan mungil Key. Dia di bantu seorang perawat muda yang mungkin sebaya dengan Jihan. Sementara Dokter memberikan infus dan suntikan pada tangan Key, perawat muda itu dengan teliti membersihkan setiap goresan luka yang terdapat di kedua kaki Key. Setiap ia memberikan obat pada luka itu, ia meringis. Seolah merasakan betapa pedihnya luka yang di rasakan Key andai dia sadar saat ini. Dia menatap Key iba. "Bagaimana, Dok? Apa anak ini baik-baik saja?" Tanya gadis bersanggul yang membawa Key ke klinik ini. "Kita harus menunggu. Jika dalam waktu tiga jam dia belum sadar, kita harus segera mengirimnya ke Rumah Sakit Kota. Kerena aku takut, trauma yang anak ini dapatkan, lebih besar dari pada luka yang ada di badannya saat ini." Ucap Dokter itu dengan tarikan nafas panjang. "Kak, coba kau lihat di dalam saku baju anak itu! Sepertinya ada
"Sayang, apa kau baik-baik saja Nak? Katakan padaku, dimana yang sakit? Mana yang terluka? Apakah para penjahat itu yang melukaimu sebanyak ini?" Nathan tak berhenti bertanya melihat banyak lebam di tangan dan goresan-goresan luka di kakinya. Bahkan ada beberapa yang harus terbalut perban. Dia membelai-belai rambut dan mengusap keningnya. "Papi, aku baik-baik saja. Bisakah kita pulang sekarang? Aku merindukan Momy!" Pinta Key sedih mengingat Rachel. "Tentu, sayang, kita akan pulang sekarang. Momy sangat mencemaskanmu. Semalaman ia tak bisa tidur memikirkan dirimu." Jawab Nathan, lalu bersiap menggendong tubuh Putri kecilnya itu. "Roy, pegang botol infus ini. Putriku sangat lemah saat ini, dia harus tetap memakai infus ini. Nanti kau telepon Dokter Bram, dan suruh dia datang ke mansion yang baru. Aku ingin Putriku di rawat di sana saja!" Perintah Nathan tegas. "Baik, Boss. Lalu, bagaimana dengan kedua anak buah penculik itu?" Tanya Roy mengingat bahwa
Celline terlihat sangat pucat. Wajahnya tidak berseri sama sekali, meski ia memakai riasan yang cukup tebal pagi ini. Sambil memegang ponsel di satu tangannya, tangan yang lain bertumpu pada perutnya yang semakin membesar. Dia berjalan ke kiri dan kanan berulang kali di dalam kamarnya. "Ya Tuhan! Bagaimana sekarang? Sepertinya Nathan marah besar padaku, karena aku menyuruh bandit itu untuk menculik anak kecil sialan itu." Ucapnya sendiri dengan nada cemas dan khawatir. "Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan? Pasti saat ini dia telah berhasil menemukan dan membawa anak itu pulang. Apa aku harus sembunyi? Tidak! Dia pasti tetap bisa menemukanku dimana pun aku bersembunyi!" Masih berbicara sendiri, Celline sepertinya benar-benar takut kali ini. Mengingat betapa dalamnya makna dari kata-kata yang di ucapkan Nathan dalam panggilan tadi. "Celline, kau harus tetap tenang. Jangan takut. Santai saja! Saat ini dia pasti sibuk mengurus kedua peliharaannya i
"Jelaskan padaku, kenapa kau membawa Putriku ke tempat ini? Harusnya kau membawa dia pulang ke rumahku. Aku akan menjaganya dengan baik!" Rachel terdengar sangat marah karena Nathan bertindak semuanya pada Key. "Dia juga Putriku. Aku berhak memberikan perlindungan dan kenyamanan padanya. Dan di sini adalah tempat yang paling aman untuk dia berada saat ini." Jelas Nathan. "Bagaimana kau bisa memisahkan aku dengan Putriku?" Tanya Rachel tak terima. "Kau juga akan tinggal di sini bersamanya." Jawab Nathan lembut. "Jadi maksudmu, kami harus bersembunyi di sini agar isterimu tidak kembali melukai Key atau diriku?" "Jangan menyebutnya isteriku!" "Dia memang isterimu!" "Tapi aku akan segera menceraikannya." "Lalu dia akan menjadi mantan isterimu." "Dan kau akan menjadi isteriku." Kata-kata terkahir Nathan membuat Rachel tersenyum. Mungkin karena hormon, dia menjadi gampang sekali marah dan kembali tersenyum tib
Dua hari sudah berlalu sejak Key dan Rachel berada di Mansion mewah milik Nathan. Di sini ada Jihan yang membantu untuk memasak dan membersekan segala keperluan mereka. Roy dan lima belas orang anak buahnya juga selalu berpatroli di sekeliling Mantion untuk memastikan keamanan Rachel dan Key. Nathan juga ada disini, namun ia hanya bisa menemani mereka di malam hari. Karena pagi dia tetap harus bekerja. Perusahaannya sedang tidak stabil akhir-akhir ini. Sepertinya ada seseorang yang berusaha memecah konsentrasinya. Dan dia bisa pastikan itu adalah Celline. Atas bantuan Paul, Ayahnya. Terlihat Rachel sedang menyuapi Key yang duduk di atas kasurnya. Rachel belum mengizinkan Key untuk beraktifitas terlalu banyak. Bahkan Rachel sudah meminta izin kepada pihak sekolah Key, agar Key bisa cuti sekolah paling tidak dua minggu ini. "Apakah makanan ini tidak enak?" Tanya Rachel saat melihat Key tidak terlalu bersemangat mengunyah makannya. "Emm... Ini sangan lezat
Di dalam ruang yang di sebut kamar ini, kini Celline dan Nathan berada. Ternyata hari ini Nathan tidak berangkat ke kantor. Tapi ia pulang ke rumah pernikahannya dengan Celline. Ia ingin segera memberi wanita itu pelajaran. "Silahkan kau lihat semua bukti-bukti ini!" Ucap Nathan, lalu melemparkan setumpuk kertas putih ke kasur, di samping Celline kini duduk. Beberapa helai di antaranya jatuh dan mendarat di lantai. "Apa semua ini?" Tanya Celline seolah tak mau tau. "Kau masih bertanya? Dasar iblis betina!" Plaaakkk... Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Celline. Tamparan iru memberikan rona merah pada sebelah pipi Celline. Bagaimana tidak, Nathan menggunakan segenap tenaganya untuk melayangkan tamparan dasyat itu. "Aaaww.. Sakiit!" Teriak Celline dengan memegang pipinya. Ia tak pernah menyangka, Nathan akan tega melakukan ini padanya. "Baru sebuah tamparan kecil, kau bilang sakit? Lalu, bagaimana dengan Putrik
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.