Pagi ini di mansion, Rachel terlihat sedang sibuk merias dirinya sendiri. Ia akan berkunjung ke rumah tua untuk pertama kali dalam hidupnya. Begitu pun dengan Key, yang sedang bersiap di bantu oleh Jihan.
Setelah melewati malam yang panjang, dengan aksi lamaran yang di lakukan Nathan tadi malam, Rachel nyaris tak bisa tidur memikirkan pertemuannya hari ini dengan orang tua Nathan.
"Apa kau sudah selesai bersiap?" Nathan menghampiri Rachel dan memeluknya dari belakang.
"Kurasa, hanya ini yang bisa kulakukan. Apakah seperti ini sudah pantas?" Riasan ringan di wajah, pewarna bibir merah muda, sebuah dress putih sebatas lutut dan high heels bewarna coklat muda. Tak lupa, tas tangan mungil bewarna senada dengan dress yang dia kenakan. Seperti itulah gambaran penampilan Rachel pagi ini.
"Apa pun yang kau kenakan, kau akan selalu terlihat cantik dan menawan. Itu karena kecantikanmu yang sesungguhnya terpancar dari dalam hati." Nathan memuji Rachel dengan tul
Setelah lelah bermain, Frans dan Jeny kembali duduk di kursi. Di ikuti oleh Key yang sudah membawa segelas ice cream. "Key, dari mana kau dapatkan itu?" Tanya Rachel heran. "Nenek memberikannya padaku, aku sangat haus tadi. Nenek menyiapkan banyak makanan untukku, Mom." Dengan sangat antusias Key memberi tau Rachel. Jeny terlihat agak grogi dengan penjelasan Key. Frans lah yang selalu cepat tanggap menyelesaikan hal-hal kecil seperti ini. "Tak perlu malu untuk mengakuinya, sayang. Mami memang sengaja menyiapkan banyak jenis makanan dan minuman untuk menyambut kalian datang. Terutama Key. Mami ingin membuat Key betah bermain di sini. Bukan begitu, sayang?" "Ehm.. iya benar. Mami ingin Key betah di sini. Jadi dia bisa berkunjung kapan pun yang dia mau. Atau dia juga bisa menginap di sini, jika... Ibunya mengizinkan." Ucap Jeny dengan penuh perjuangan menyebut Rachel dengan kata Ibunya. "Tentu saja, jika Key ingin main ke sini, aku
Saat malam hari, Rachel sudah bersikap seperti biasanya. Seakan telah melupakan semua kejadian di rumah tua siang tadi. Rachel tampak sedang sibuk mengunyah puding-nya sambil menonton televisi. Key dan Jihan sudah tidur lebih awal, setelah selesai makan malam. "Sayang, apa yang kau makan?" Sapa Nathan yang berjalan ke arah Rachel. Rachel menoleh saat melihat Nathan sudah duduk di sebelahnya. " Ini puding mangga yang di buatkan Jihan tadi siang saat kita ke rumah tua." "Apa kau masih lapar?" "Tidak. Setelah menghabiskan ini, kurasa mataku akan mulai mengantuk karena perut yang kekenyangan." Jawab Rachel dengan menyuap potongan puding terakhir yang ada di dalam mangkoknya. "Ya, baik lah. Jika kau masih lapar, aku akan mengajakmu keluar untuk mencari sesuatu yang enak di makan." Tawaran Nathan sama sekali tidak menggoda bagi Rachel untuk saat ini. "Terima kasih, kurasa lain kali saja. Lagi pula, kau besok akan ada pertemuan dengan klien d
"Selamat pagi Papi dan Mami." Sapa Key saat melihat Nathan dan Rachel menarik kursi di ruang makan. "Selamat pagi kembali, sayang." "Selamat pagi, Tuan Putri." Jawab Rachel dan Nathan bersamaan. Jihan sibuk menyiapkan bekal yang akan di bawa oleh Key ke sekolah. "Jihan, biar aku yang mengantar Key hari ini." Titah Rachel. "Tapi kak, bukan kah kakak harus lebih banyak ber istirahat?" Jihan ragu untuk mengiyakan tawaran Rachel. "Aku sudah sembuh. Aku bisa sesekali mengantar Key ke sekolah. Agar badan dan pikiranku tidak terlalu terkekang di mansion ini." Jawab Rachel bercanda sambil tersenyum. "Kalau begitu, aku akan meminta Tuan Roy untuk bersiap-siap." Kata Jihan lagi, namun langsung di larang oleh Rachel. "Tidak... Tidak perlu. Aku akan pergi dengan motor hari ini." Rachel terlihat sedikit gugup saat ini. "Sayang, biarkan Roy yang mengantar seperti biasa. Kau boleh ikut dengannya jika memang kau bosan berada di
"Roy, kau bawa Key bersama pengasuhnya itu kembali ke kamar. Awasi mereka. Jangan sampai kau lengah, atau kau akan kehilangan kepalamu kali ini." Nathan serius dengan ucapannya kali ini. Roy bergidik ngeri. "Baik, Boss." Kemudian menuntun Key dan Jihan kembali ke kamar mereka. Saat ini, Jihan terpaksa harus sekamar dengan Key sampai situasinya aman. Agar Roy lebih mudah mengawasi keduanya. "Kau, ikut aku ke kamar." Nathan menarik tangan Rachel dengan paksa. Ia mencengkram pergelangan tangan kekasihnya itu dengan amat keras. Rachel meringis kesakitan. "Lepaskan tanganku! Aku bisa berjalan sendiri. Kau tidak perlu menyeretku seperti binatang." Pekiknya berusaha melepaskan cengkraman Nathan dari tangannya. "Diam lah. Binatang akan bersikap baik dan menurut jika mempunyai Tuan yang sayang padanya. Kurasa, kau jauh tidak berperasaan di bandingkan dengan binatang." Hardik Nathan dengan kasar. Rachel tak menyangka, Nathan sanggup berkata sekeja
Nathan kembali berjalan menuruni anak tangga. Sambil mencoba merenungi dan mencerna perkataan Rachel tadi. "Kenapa dia mengatakan hal itu? Dia terdengar sangat takut, jika Mami membawa Key. Apa mungkin Mami mengatakan sesuatu padanya? Aku yakin Rachel tidak akan bertindak nekat seperti itu jika tidak ada seseorang yang berusaha memprovokasinya. Mungkin kah itu Mami?" Nathan berkata pada dirinya sendiri sambil terus berjalan ke kamar penyimpanan anggur. Nathan mengambil sebotol anggur yang harganya sekitar tiga puluh jutaan. Hanya jenis anggur biasa, yang dia minum saat pikirannya sedang buntu karena sebuah masalah yang belum terselesaikan. Seperti saat sekarang ini. Nathan meminum anggur itu langsung dari botolnya. Ia menengguk anggur seperti minum air putih biasa. Pikirannya kacau, hatinya terluka dan terlebih lagi ia tidak tau bagaimana cara untuk meyakinkan Rachel. Bahwa tidak akan ada yang bisa merebut Key dari dirinya. Mereka bisa hidup bahagia bertiga.
Setelah menunggu hampir dua jam, Nathan melihat tangan Rachel yang mulai sedikit bergerak. Dia dengan cepat mengelus punggung tangan Rachel itu. "Emm.. di-dimana aku?" Tanya Rachel perlahan membuka matanya. "Kau di kamar kita, sayang. Masih di dalam mansion kita." Jawab Nathan lembut sambil membelai kepalanya lembut. Rachel yang melihat Nathan di hadapannya, seketika teringat sikap dan kata-kata kejam yang di lakukan Nathan tadi malam. Rachel memalingkan wajahnya dari Nathan. "Kenapa kau ada di sini? Dimana putriku?" Tanya Rachel tanpa melihat ke arah Nathan. Nathan menyadari arti dari sikap Rachel saat ini. Dia sama sekali tidak marah, bahkan dia mengutuk keras tindakan bodohnya tadi malam. Ia yakin, saat ini Rachel pasti sangat marah padanya. "Key sedang makan siang bersama Jihan. Tadi Jihan sudah membuatkan bubur untukmu, aku akan mengambilnya dan akan menyuapimu makan. Oke?" Tanya Nathan masih dengan sikap lembutnya.
Nathan telah selesai menyuapi Rachel makan. Saat ini, Key juga berada di kamar itu menemani Rachel. "Apa Momy sudah kenyang?" Tanya Key yang ikut berbaring di samping Rachel. "Sudah, Nak. Momy sudah merasa lebih kuat sekarang. Apa lagi ada Putri cantik kesayangan Momy di sini. Itu membuat Momy lebih cepat pulih." Rachel tersenyum dan mengecup kepala putrinya. "Terima kasih, Mom. Karena sudah bertahan demi Key." Ucap Key sendu. Tidak biasanya gadis kecil ini mengucapkan kata-kata yang melankolis. Rachel hanya memeluk putrinya dengan sebelah tangan. Berulang kali ia mengecup kepala Key. Tentu saja hal itu membuat Nathan menjadi sedikit iri, karena dia seperti dianggap tidak ada di sini. Dengan wajah kesal yang di buat-buat, Nathan melakukan protes, "Jadi apa arti keberadaanku di sini? Kenapa kalian hanya bicara berdua, antara ibu dan anak. Ingat! Aku ayah yang butuh perhatian juga saat ini." Rachel dan Key menahan tawa agar tidak terbaha
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.