Ayda yang menyadari arah pembicaraan Marisa pun hanya tersenyum meski hatinya seakan terluka saat mengetahui sejauh apa hubungan Arya dengan Laras. Ia bahkan teringat dengan kejadian saat dirinya melihat Arya dan Laras bersama di kantor. Rasanya seperti ada sesuatu yang menusuk tepat ke lubuk hati Ayda.Sesampainya di halaman rumah, Ayda pun hendak bergegas turun dari mobil. Akan tetapi, Marisa menahan Ayda dan menyuruh pak supir untuk keluar. Ayda yang sudah memiliki firasat buruk pun berusaha menyiapkan hatinya.“Saya hanya ingin mengatakan sebuah kebenaran pada kamu, Ayda. Entah apa yang membuat Arya menyukai kamu dan memilih kamu sebagai istrinya, tapi saya yakin. Arya hanya akan mencintai Laras dalam hatinya,” ucap Marisa dengan sangat mudahnya mengusik ketenangan hati Ayda.Namun, dengan tenang Ayda mengulum senyumnya. “Mungkin saja itu benar, tetapi sekarang Arya sudah menjadi milik saya Tante,” timpalnya yang tak ingin kalah.“Anggap saja seperti itu, tapi satu hal yang harus
Arya POV“Ada apa dengan Ayda? Kenapa sikapnya tiba-tiba berubah,” ucap Arya sambil menatap ke arah kolam renang yang terlihat sangat tenang.Meskipun sudah cukup lama mengenal Ayda. Akan tetapi, Arya masih merasa sulit memahami isi hati wanita yang berstatus sebagai istri sekaligus sekretarisnya.. Terkadang Arya mencoba menebak isi pikiran Ayda. Namun, hasilnya selalu tidak sesuai dengan harapan.“Apa sesulit ini memahami wanita yang selalu menggunakan perasaan?” tanya Arya pada dirinya sendiri.Tanpa sadar ada sang nenek yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya. Bahkan Darma mendengar ocehan Arya tentang Ayda yang saat ini sedang berada di dalam kamar. Dengan perlahan Darma pun menghampiri Arya yang sedang duduk di sofa dekat kolam renang. “Mikirin apa sih, kayaknya serius banget,” ujarnya sambil duduk di samping Arya.Saat menyadari kehadiran Darma, Arya pun tersenyum kikuk dan langsung menggelengkan kepala. “Tidak, Nek. Arya hanya sedang memikirkan urusan pekerjaan,” jelasnya
Ayda POV“Arya hanya akan mencintai Laras dalam hidupnya.”Kalimat yang sama terus terdengar di telinga Ayda. Meski ia tak ingin mendengar dan mengingat perkataan Marisa, tetapi tak semudah itu untuk melupakannya. Dibutuhkan usaha yang kuat untuk melupakan perkataan yang mengganggu perasaan. “Sadar Ayda. Perasaan ini tidak seharusnya ada,” lirihnya sambil memejamkan mata.Kini Ayda merasa kecewa karena kenyataan yang tak sesuai harapan. Ia merasa terluka ketika mengetahui perasaan Arya yang mungkin benar. Ayda hanyalah pelampiasan Arya saat kehilangan cinta sejatinya. Memikirkan hal; itu saja sudah membuat Ayda merasa muak dan membenci dirinya.Namun, di sela pikiran yang berkecamuk. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari arah luar kamar. Ayda pun langsung menghirup napas panjang untuk menutupi kesedihan yang ia rasakan. Dengan perlahan Ayda berjalan mendekati pintu.Perasaannya kembali hancur saat pintu terbuka dan memperlihatkan Arya yang berdiri dihadapannya. “Pak Arya, kenap
Bulir air mata berhasil lolos dari pelupuk mata Ayda setelah mendengar ungkapan perasaan Arya. Pelukan hangat yang memabukkan membuat Ayda tak ingin melepaskannya dengan mudah. Rasanya ingin selalu merasakan kehangatan yang membuatnya merasa sangat nyaman.Ayda andai saja bisa, ia ingin menghentikan waktu sejenak. Memeluk Arya dalam waktu yang lama dan menghilangkan keraguan dalam hatinya. Namun, nyatanya waktu terus berjalan. Ayda yang tidak ingin terlalu lama dalam perasaannya pun langsung melepaskan pelukan Arya.“Sadarlah Ayda, masih ada Laras di hati Arya,” ucap Ayda dalam hati untuk menjaga hatinya agar tidak tersakiti.Dengan tatapan yang terlihat penuh cinta, Arya melihat ke arah Ayda yang menundukkan kepala. Tanpa mengatakan apapun, Ayda membuat Arya merasa bingung dengan apa yang sedang Ayda pikirkan.“Saya tidak mencintai, Pak Arya. Saya tidak bisa menerima hak yang Pak Arya berikan untuk saya,” ungkap Ayda setelah merasa yakin dengan apa yang harus ia lakukan.Setelah mend
To: AydaFrom: AryaKamu pasti bertanya-tanya kenapa saya berubah menjadi baik dan romantis dalam waktu singkat. Kalau saja saya tau jawabannya, pasti akan saya tuliskan di surat ini tidak peduli seberapa panjangnya. Namun, nyatanya saya tidak bisa mengungkapkan alasan dari perasaan yang saya rasakan. Sama halnya dengan sepasang kura-kura ini, pemiliknya tidak akan mengetahui bahwa sepasang kura-kura ini saling mencintainya. Cukup sepasang kura-kura ini yang tau seberapa besar cinta yang mereka miliki.Bagaimana mungkin jantung tidak berdegup kencang saat membaca surat cinta yang datang dari seseorang? Ayda yang larut dalam perasaan terus merasa bersalah karena sudah meragukan perasaan Arya untuknya. Sepasang kura-kura yang terlihat sangat lucu membuat perasaan Ayda semakin tidak karuan.“Pak Arya memang sangat menyebalkan. Kenapa dia tidak memberitahu saya isi dari kotak ini?” keluh Ayda sambil menghapus air matanya.Di sela perasaan melownya, Ayda pun teringat bahwa dirinya harus be
“Ayah.” Ayda berusaha mengubah alur pembicaraan.“Katakan Ayda, apa kamu benar-benar mencintai Arya?” Rahman mengulangi pertanyaannya.Hal yang Ayda takuti benar-benar terjadi. Setelah banyak hal yang terjadi, tidak mungkin bagi Ayda untuk terus menutupi perasaannya. Sudah cukup Ayda membohongi dirinya sendiri dan bersikap seakan tidak ada yang terjadi pada hatinya.Sampai akhirnya, tanpa ragu Ayda pun menjawab pertanyaan Rahman dengan penuh keyakinan. “Ayda mencintau Arya, Ayah. Mungkin ini memang bukan cinta pertama, tapi Ayda mencintainya tulus dari lubuk hati terdalam,” paparnya sambil mengingat kebersamaannya dengan Arya.Rahman yang merasa lega setelah mendengar jawaban Ayda pun langsung mengelus lembut kepala sang putri tercinta. “Syukurlah, ayah senang mendengarnya. Sekarang ceritakan pada ayah bagaimana pernikahan itu terjadi,” titah Rahman yang terlihat sangat penasaran.Dengan senang hati Ayda pun menceritakannya. Mulai dari pertemuannya dengan Arya dan tragedi yang membuat
***“Masuklah. Saya akan tunggu di sini dan setelah itu kita pulang bersama,” ucap Arya memberikan perintah pada Ayda yang terlihat malu karena terus ia goda.“Baiklah,” sahut Ayda dan langsung berlalu masuk ke ruang perawatan sang ayah.Dengan senyum bahagia, Ayda duduk di samping Rahman yang ikut tersenyum melihat kedatangannya. Setelah makan malam bersama Arya, perasaan Ayda menjadi lebih yakin dan lega. Terlebih ketika melihat kondisi Rahma yang semakin membaik. Ayda merasa sangat bahagia dan bersyukur dalam hatinya.“Kenapa kamu tidak cepat-cepat pulang, Ayda? Ayah baik-baik saja,” ujar Rahman yang selalu bersikap penuh pengertian.Namu, Ayda yang masih merasa khawatir dengan keadaan Rahman pun hanya terdiam. Ia bahkan terus menggenggam tangan Rahman. Setiap saat menjadi sangat berarti baik Ayda yang sempat merasa sangat takut kehilangan Rahman dalam hidupnya. “Ayah, apa sekarang Ayda boleh bertanya sesuatu?” tanyanya dengan ragu.Rahman yang melihat raut khawatir di wajah Ayda p
“Pak Arya, sepertinya kita akan terlambat. Saya akan segera sarapan dan menunggu Bapak di meja makan,” seru Ayda dengan cepat dan hendak berlari keluar kamar.Akan tetapi, Arya tidak membiarkan Ayda pergi dan menahan tangannya. “Apa kamu akan terus menghindari pertanyaan saya ini Ayda?” tanya Arya dengan suara sendu.Setelah mendengar kalimat yang menyentuh hati, Ayda pun menghentikan langkahnya dan terdiam. Sudah cukup Ayda berlari dan menutupi perasaan yang ia miliki untuk Arya. Cepat atau lambat, perasaan tak akan berkurang dan semakin bertambah.Namun, bukan hanya tentang cinta yang Ayda pikirkan. Kesepakatan yang telah dibuat menolak keras adanya perasaan yang timbul antara satu sama lain. Waktu kesepakatan bahkan masih lama berakhir. Ayda tidak bisa bersikap egois dan melanggar isi kesepakatan yang sudah disepakati.“Saya tidak menghindarinya. Apa Pak Arya sadar? Kita tidak seharusnya saling mencintai. Bukankah itu yang Pak Arya inginkan saat membuat kesepakatan dengan saya?” Ay
*** “Aydaaaaa!” teriak seseorang sambil merentangkan tangannya. Begitu juga dengan Ayda yang ikut merentangkan tangan sambil berlari menghampiri sosok yang sangat berarti dalam hidupnya. “Ayda kangen banget sama Nenek,” lirihnya dalam pelukan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. “Nenek juga sangat merindukan kamu, Ayda. Setelah sekian lama, akhirnya nenek bisa bernapas lega saat melihat kehadiran kamu kembali di rumah ini,” sahut Darma yang sudah setia menanti. Ayda yang merasa terharu pun meneteskan bulir air mata dan langsung menghapusnya. “Maafkan Ayda ya, Nek. Selama ini Ayda pasti sudah membuat hati Nenek sangat terluka,” ungkapnya merasa menyesal. Saat teringat dengan kehadiran Darma secara berulang kali untuk membujuk dirinya yang hanya menyisakan luka. “Sudahlah. Nenek sudah mengetahui alasan dibalik sikap dingin kamu. Sekarang kita lupakan semua masa lalu dan mulai lembaran baru,” sergah Darma yang tak ingin merusak suasana. Tanpa mengingat kenangan pahit dalam hidup,
“Kejarlah. Kalian memang ditakdirkan untuk bersama.” Kalimat yang terdengar menenangkan membuat senyum mengembang sempurna di wajah Ayda. Setelah perjuangan panjang kini akhirnya, ia bisa bernapas lega. Merangkai kisah yang terhenti dengan hati yang telah pulih. “Terima kasih … Ibu,” urai Ayda dengan tatapan penuh kasih sayang. Marisa yang tak menyangka Ayda akan memanggilnya ibu pun langsung meneteskan air mata. Menantu yang selama ini sangat ia benci ternyata memiliki hati yang tulus dan kuat. “Pesawatnya akan pergi dalam waktu satu jam dari sekarang. Cepatlah kejar Arya!” titah Marisa memberitahu Ayda. Tanpa berpikir lama, Ayda pun langsung menganggukkan kepala. saat hendak melangkah pergi, tak lupa Ayda bersalaman dengan Marisa dan mengecup sekilas pipinya. “Ayda tidak akan melupakan kebaikan ibu,” ujarnya dan langsung berlari ke tepi jalan. Mencari kendaraan yang bisa membawanya pada Arya. Dengan penuh semangat, Ayda menunggu taksi yang lewat. Hingga akhirnya, setelah menunggu
“Tidak Ayah. Ayda sudah tidak memiliki hak atas hubungan ini.”Dengan tatapan penuh keyakinan, Rahman berusaha menggapai tangan Ayda yang terkepal kuat. “Kamu selalu memiliki hak atas hubungan ini, Ayda. Ego yang membuat kamu membatasi sesuatu yang tak terbatas. Selama ini kalian terpisah dengan jarak yang diciptakan oleh Marisa, tapi sekarang Tuhan telah memberikan jalan.” Rahman menjeda kalimatnya.Tatapan terus tertuju pada Ayda yang terlihat kehilangan arah. “Sampai kapan Ayda? kamu akan berbohong pada diri kamu sendiri? Apalagi yang harus kamu pikirkan. Saat ini Arya sudah menyerah. Lalu apa kamu akan melakukan hal yang sama?” sambungnya penuh dengan tanya.Sementara itu, pikiran yang kembali berkecamuk membuat Ayda merasa tertekan. Kenyataan dan perasaan berjalan tak beriringan. Ingin rasanya Ayda berlari ke tempat jauh tanpa masalah dan kembimbangan hati yang mengikutinya. Setelah berpikir keras, Ayda pun mendongakkan wajah menatap ke arah Rahman yang berdiri di hadapannya.Ber
“Sudah tidak ada yang harus dipertahankan. Hubungan ini hanya akan saling menyakiti. Saya sudah cukup banyak belajar dari kisah ini. Terima kasih Mas … atas kenangan indah yang telah kamu berikan beserta kehadiran Amara di dalamnya.”Dengan raut penuh luka, Arya mengulum senyuman. “Tidak saya sangka hubungan kita akan berakhir dengan cara ini Ayda. cinta dibalik kesepakatan harus berakhir di atas sebuah keputusan yang sangat menyakitkan. Saya sadar hubungan ini berawal dari sisi egois saya. Namun, satu hal yang saya yakini. Saya tidak akan pernah menyesal.”Tanpa mengatakan apapun, Ayda hanya mengepal kuat kedua tangannya.“Terima kasih untuk kehadiran kamu dan Amara dalam hidup saya. titip putri kecil saya. Saya berikan kebebasan sepenuhnya pada kamu untuk mengurus perceraian kita. Saya tidak akan menghalangi kebahagiaan kamu yang sudah tidak memiliki tempat untuk saya di dalamnya,” sambung Arya yang lebih terlihat pasrah.Sementara itu, Ayda yang merasakan hatinya semakin hancur han
[“Apa yang kamu bicarakan Ayda? Mana mungkin ibu kamu melakukan hal seburuk itu.”]Ayda mengernyitkan dahinya saat Rahman mengelak dari pembicaraan yang mengarah pada masa lalu. Ia bahkan tak kunjung mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada pertanyaan yang terus terlontar sebagai bahan untuk menghindar.Rasa curiga yang sudah ada pun semakin berkembang nyata. Ayda hanya bisa meratapi nasib yang kini terasa kembali memburuk. Namun, kehadiran sang buah hati di dunia ini seakan memberikan semangat baru dalam hidup Ayda. Ia tak akan pernah menyerah. Masa lalu tak akan mempengaruhi apa yang saat ini sedang ia alami.“Baiklah. Ayda tunggu kehadiran ayah,” ucap Ayda pasrah saat Rahman masih belum siap untuk terbuka padanya.Setelah menutup panggilan telepon, Ayda pun hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran sambil menatap sendu ke arah bayi mungil yang tertidur sangat lelap. Situasi yang sulit ditebak membuat Ayda bahkan belum sempat memikirkan nama ya
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya. Saya tidak sepadan dengan keluarga Arya yang bergelimang harta. Dengan latar belakang saya ini, Tante membenci saya dan bahkan menyuruh saya untuk meninggalkan Arya meskipun saya sedang mengandung anaknya,” ungkap Ayda yang tidak ragu untuk mengungkapkan perasaanya.Sudah cukup selama ini dirinya diam. Sekarang tidak lagi, Ayda harus berani menyuarakan isi hati dan pikiran di akhir statusnya sebagai seorang istri. “Benar ‘kan Tante? Itu alasan dibalik rasa benci yang Tante rasakan pada saya.” Ayda mengangkat wajahnya dengan penuh keberanian.Menatap Marisa yang terlihat sangat serius menanggapi perkataannya. Suasana pun mulai terasa menegangkan. Saat yang dinanti akhirnya tiba, Ayda berharap bisa melepaskan semua rasa sesak di dada yang disebabkan oleh sikap ibu mertuanya.“Sudah berani ya kamu sekarang? Baiklah. Saya akan memberitahu kamu alasan dibalik rasa benci yang selama ini saya miliki untuk kamu,” sahut Marisa dengan tatapan yang sulit d
"Tarik napas! Dorong yang kuat Ibu!" ujar dokter yang ikut menarik napas. Sudah hampir satu jam lamanya, Ayda berjuang di dalam sebuah ruangan yang terletak di rumah sakit. Dengan peluh keringat yang membasahi wajah, Ayda berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sang buah hati. Meski tanpa didampingi orang terkasih, Ayda bertekad untuk bisa menguatkan dirinya sendiri. Telah tiba waktunya bagi Ayda untuk berjuang lebih keras lagi. Hari yang sudah ia persiapkan akhirnya tiba. "Saya yakin Ibu Ayda pasti bisa! Agar lebih semangat, saya akan panggilkan suami ibu yang sedang menunggu di luar," papar dokter Ani yang menangani proses melahirkan Ayda. Disela napas yang mulai tak beraturan, Ayda mengernyitkan dahinya. "Su-suami?" Seingatnya ia tidak datang ke rumah sakit bersama Arya. Dirinya juga melarang Bayu untuk memberitahu Arya bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. "Iya suami Ibu. Saya akan segera memanggilnya," ujar dokter Ani yang langsung membalikkan badan. Akan tetapi, den
8 bulan kemudian … “Saya tidak akan lupa bahwa saat ini Mas Arya masih berstatus sebagai suami saya. Meski hubungan kita sudah tidak baik-baik saja, tetapi saya bukan wanita yang akan melanggar aturan dalam pernikahan,” tegas Ayda dengan sorot mata lelah. Seiring berjalannya waktu, hari demi hari terasa semakin sulit bagi Ayda. Perjuangan mengandung sambil tetap bekerja untuk mengisi hari demi hari memang tidak mudah. Namun, Ayda tak ingin menjadi wanita yang lemah. Meski sering kali mendapat berbagai masalah yang datang. Ayda berusaha untuk tetap kuat dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Seperti saat ini, Ayda berdiri di atas balkon perusahaan bersama Arya yang menatap intens ke arahnya. “Saya tidak suka melihat kamu terlalu dekat dengan Bayu, terlebih jika sedang berada di kantor. Bagaimana pun juga kita harus menjaga nama baik pernikahan kita di hadapan semua karyawan termasuk Bayu. Saya yakin kamu juga pasti sadar kalau Bayu bukan hanya menganggap kamu sebagai seorang tema
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar