Telah beberapa minggu ini, Allaric menghabiskan waktu di luar. Ia pulang saat Kirana telah tertidur dan pergi saat Kirana terbangun. Semula Kirana tidak mempermasalahkan semuanya, hingga pada akhirnya ia pun mulai mempertanyakan kelanjutan hubungannya dengan Allaric.
Kirana tahu, Allaric orang yang sibuk. Namun, ia juga butuh kejelasan tentang hubungan mereka, saat ini Allaric bersikap tidak peduli dan tidak menganggap kehadirannya di mansionnya. Kirana menghubungi Alan dan mengatakan kalau ia ingin berbicara pada Allaric. Alan mengiyakan dan mencoba mengatur waktunya. Seperti biasa, Alan akan mengatakan kalau Boss nya sangat sibuk.
"Wanitamu ingin bicara padamu," cetus Alan, saat di kantor.
"Wanitaku? Siapa dan yang mana?" tanya Allaric santai.
"Kirana," jawab Alan.
Allaric menghentikan kegiatannya, ia menutup map dan meletakkannya di atas meja.
"Mau bicara apa dia?" tanya Alan.
"Aku tidak tau," timpal Alan.
"Baiklah, aku akan
Kirana meninggalkan hotel dengan perasaan hancur. Ia tidak menyangka, jika selama ini ia di bohongi habis-habisan oleh pria yang ia cintai. Ia juga telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk laki-laki yang sama sekali tidak pernah menganggapnya ada.Setibanya di mansion, Kirana langsung masuk ke kamarnya. Kirana pun memutuskan untuk membereskan barang-barangnya dan pergi dari sana."Mau ke mana kamu?" terdengat suara bariton yang mencegah langkahnya."Aku akan pergi dan kembali ke rumahku," jawab Kirana tanpa menoleh."Tidak! Kau tidak boleh meninggalkan rumah ini," tegas Allaric."Siapa kau berani menahanku?" tanya Kirana dengan suara lantang."Tidak peduli siapa aku? Yang pastinya, kau adalah milikku. Jadi, hanya aku yang berhak memutuskan," tegas Allaric."Aku milik diriku sendiri, bukan milikmu atau siapapun. Aku yang menentukan hidupku, bukan kau atau siapapun," hardik Kirana."Itu menurutmu. Tapi bagiku, aku yang memegang k
Allaric sedang menghadiri rapat direksi, ia hanya diam dan tidak terlalu mengikuti jalannya rapat. Pikirannya terus saja pada Kirana, sejak kejadian malam itu Kirana seolah tidak memperdulikannya. Semua terlihat bingung dan bertanya-tanya dengan perubahan sikap Allaric hari ini.Ia terlihat tidak fokus dengan semua yang di sampaikan para peserta rapat yang hadir saat ini. Hingga selesai dan mereka meninggalkan ruangan, Allaric masih terlihat termenung."Tuan," ucap Alan, menyadarkan Allaric dari lamunannya."Ada apa?" tanya Allaric, yang baru sadar jika saat ini hanya tinggal ia dan Alan yang masih berada di ruangan."Rapatnya sudah selesai," ucap Alan."Benarkah?" tanya Allaric.Alan mengangguk pelan."Anda tidak apa-apa?" tanya Alan."Aku? Memangnya aku kenapa?" Allaric balik bertanya."Saya perhatikan sedari
Allaric dan Kirana tiba di restoran. Pelayan mendekati mereka, dengan tersenyum ramah."Selamat malam," sapa pelayan ramah."Selamat malam," jawab Kirana membalas senyum."Apa menu spesial restoran kalian?" tanya Allaric.Pelayan itu pun memberikan daftar menu dan menjelaskan menu spesial restoran mereka. Kirana juga meminta rekomendasi makanan yang lezat tapi tidak membuat tubuhnya gemuk. Dengan senang hati, pelayan itu menjawab semua pertanyaan Kirana dengan ramah.Kirana segera memesan makanan yang dia inginkan. Allaric menutup dan memberikan buku menunya pada sang pelayan, setelah memesan makanan."Kau terlihat senang sekali?" kata Allaric.Kirana hanya mengering malas, ia kembali diam dan mencoba menikmati suasana restoran. Allaric terlihat kesal dengan sikap cuek yang ditunjukkan Kirana padanya. Tidak lama kemudian, pesanan mereka pun datang dan keduanya mulai menikmati makan malam.Kirana pamit undur diri untuk pergi ke kama
"Pria itu sudah hampir satu Minggu di sini," lapor Alan.Allaric meletakkan berkas yang ada di tangannya."Jangan biarkan dia masuk ke dalam kehidupanku. Aku tidak mau, kalau sampai dia mendekati Kirana," ucap Allaric.Alan mengangguk paham. Ia pun segera meninggalkan ruangan dan melanjutkan pekerjaannya.Allaric melipat tangannya, ia menerawang dan kembali mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu. Dimana ibunya yang sakit-sakitan, harus bekerja keras untuk hidup mereka. Hingga pada akhirnya, wanita yang telah melahirkannya itu meninggal.Namun, sebelum ia menghembuskan napasnya, ia sempat memberi Allaric sepucuk surat yang ditujukan untuk seseorang bernama Alfaro Wiguna. Setelah pemakaman ibunya, Allaric segera mencari orang yang bernama Alfaro Wiguna dan memberikan pesan terakhir ibunya.Sekali lagi, Allaric di kejutkan oleh kenyataan yang tidak pernah ia duga. Alfaro Wiguna adalah ayah kandungnya, tapi saat itu pria itu telah memiliki k
"Anda, yang kemarin di restoran itu, kan?" tebak Kirana."Tepat, sekali," jawab Tuan Alfaro. "Aku senang, kau masih mengingatku," lanjut Tuan Alfaro tersenyum.Kirana tersenyum, kemudian mempersilahkannya untuk duduk."Apa Anda mencari Allaric?" terka Kirana."Tidak," sahut Tuan Alfaro.Kirana mengernyitkan dahinya heran."Lalu?" lanjut Kirana lagi."Aku datang, ingin bertemu dan berbincang denganmu," sahut Tuan Alfaro."Aku?" Kirana menunjuk dirinya.Tuan Alfaro, mengangguk sembari tersenyum."Apa aku melakukan sesuatu yang salah?" tanya Kirana lagi."Tidak ada, kau sama sekali tidak melakukan kesalahan. Hanya saja, aku ingin kenal lebih dekat denganmu," kata Tuan Alfaro menimpali.Kirana menatap Tuan Alfaro penasaran.
Alfaro kembali menemui Kirana. Namun, kali ini ia tidak diperbolehkan untuk menemui Kirana."Aku hanya ingin bertemu dengan nyonya kalian. Kenapa kalian tidak mengizinkan aku masuk?" tanya Alfaro kesal."Maafkan kami, Tuan. Tapi, tuan Allaric berpesan untuk tidak mengizinkan siapapun bertemu nyonya," jawab salah satu penjaga gerbang.Alfaro menarik napas, menahan kesalnya."Apa tuan kalian mengatakan alasannya?" tanya Alfaro."Tidak, Tuan. Tuan Allaric hanya berpesan, untuk tidak menerima siapapun di rumah," jelas penjaga yang lainnya."Baiklah, kalau begitu. Tolong berikan ini pada nyonya kalian. Bilang padanya, ini hadiah dariku." Alfaro memberikan sebuah kotak berwarna biru pada penjaga gerbang, agar mereka memberikannya pada Kirana."Baiklah, akan kami sampaikan pada nyonya Kirana," jawab penjaga gerbang.Alfaro kembali ke kediamannya dengan perasaan kecewa. Allaric benar-benar tidak mengizinkannya bertemu Kirana. Padahal
"Cukup, sudah. Aku tidak akan menjelaskan lagi padanya," putus Allaric."Tapi, Tuan. Apa yang Anda lakukan itu memang sedikit keterlaluan," jelas Alan, berusaha menenangkan."Tapi, aku juga sudah mengatakan alasan, mengapa aku sampai melakukan itu?" kata Allaric menimpali."Mungkin, cara Anda yang menjelaskan. Masih kurang di mengerti oleh nyonya," ucap Alan lagi."Apa maksudmu, aku salah?" tanya Allaric dengan nada tidak senang."Bukan seperti itu, Tuan. Maksud saya, Anda hanya kurang bisa menyakinkan nyonya," kata Alan meralat kata-katanya. Ia tahu, akan sangat bahaya untuknya, jika sampai pria arogan yang ada di hadapannya ini marah.Allaric masih menatap Alan dengan penasaran. Alan menarik napas dalam dan bergumam pelan."Izinkan saya, yang bicara pada nyonya," putus Alan. Ia terpaksa memberanikan diri, untuk bicara pada Kirana. Alan tidak mau masalah ini jadi panjang dengan pertanyaan Allaric yang akan membelit dirinya."Bag
Allaric baru saja tiba di rumah. Saat menginjakkan kakinya di depan pintu, ia kembali menoleh ke arah Alan."Kau yakin, kalau saat ini dia sudah tidak marah lagi?" tanya Allaric."Ya, Tuan. Saya sudah bicara padanya," jawab Alan.Allaric mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Langkahnya kembali terhenti tepat di depan pintu kamar. Ia terlihat ragu untuk masuk dan menemui Kirana. Dengan hati-hati, Allaric membuka pintu kamarnya. Suasana kamar telah gelap, hanya lampu tidur yang masih menyala.Allaric masuk dan kembali menutup pintu dengan hati-hati. Setelah memastikan tidak ada pergerakan di atas ranjang. Allaric memilih masuk ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Setelah selesai, ia keluar dengan rasa segar dan berbaring di sisi Kirana.Kirana membuka perlahan matanya, ia merasakan beban berat di atas perutnya. Sebuah tangan besar melingkar erat di sana, Kirana menggeser sedikit. Namu
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d