“Sebenarnya, garis merah satu ini agak tidak jelas Tuan, tapi Tuan sendiri juga melihatnya, kan?” ucap Diana menjelaskan makna dari testpack. Sagar mengangguk paham. “Ini sebabnya saya tidak berani memberitahukannya pada Tuan, saya takut salah sangka dan mengira jika Nyonya Bella sedang hamil. Kira-kira, apa benar Nyonya Bella sedang hamil?”Sagar tidak tahu. Dia ingat jika ia tidak pernah tidur dengan Bella, ia bahkan tidak menyentuhnya sama sekali.'Apa jangan-jangan Bella memang punya kekasih di luar sana?' tebak Sagar.Akan tetapi, mendengar bagaimana sikap Bella yang sesungguhnya dari Zoku, rasanya tidak mungkin Bella melakukan hal itu.Atau jangan-jangan ....Pupil Sagar mengecil saat teringat akan sesuatu. Ia ingat pernah ada malam di mana ia sedang mabuk dan dalam kondisi nafsu yang menggebu-gebu. Itu adalah malam di mana Laura dengan lancang memberikan obat perangsang pada minumannya, tanpa ia tahu.Sagar tanpa sadar menyentuh bibirnya. Mimpi di mana ia sedang mencium seorang
“Kak Bella, Kak Bella tenang dulu, ya?” ucap Naura. “Aku telepon Ayah dan Ibu dulu.”Naura membawa Bella menepi dan duduk pada salah satu kursi taman. Ia tidak mungkin membiarkan Bella berada di atas tanah.Ia segera merogoh ponsel dalam sakunya dan menelpon Pak Handoko. Naura menjelaskan apa yang sedang terjadi pada mereka.Tak lama, Pak Handoko datang dengan membawa mobil. Mereka akan langsung membawa Bella menuju rumah sakit. Di dalam sana, ada Bu Zalwa dengan beberapa perlengkapan bersalin yang sudah disiapkan oleh Bella jauh-jauh hari.Sesampainya mereka di rumah sakit, Dokter Jason langsung memeriksa keadaan Bella. Namun, Bella tidak terlihat baik-baik saja. Beberapa dokter yang ikut menangani juga memikirkan hal yang sama.“Sepertinya ini karena Nyonya Bella terlalu gugup dan ketakutan,” jelas salah satu dari dokter itu pada keluarga Pak Handoko yang datang sebagai wali. “Jika terus seperti ini, maka akan berbahaya bagi ia dan bayinya.”“Ya ampun, Kak Bella …,” lirih Naura semba
“Tuan Sagar, Anda tidak terlihat baik-baik saja,” ucap Bryan yang berada di ruang kerja Sagar. Ia memperhatikan penampilan atasannya. Pakaiannya memang rapi, tetapi jika melihat wajah Sagar, maka orang-orang akan mengetahui alasan mengapa Bryan berkata seperti itu.Mata Bryan tidak berhenti memperhatikan Sagar. Kantong mata di bawah mata Sagar semakin hari semakin hitam dan membesar. Meski pria itu berusaha menutupinya dengan menggunakan kacamata, kantong mata itu tidak tersamarkan sepenuhnya. Mata Sagar pun tampak lebih sayu dan berat.Sagar melirik Bryan dan memperbaiki kacamata yang ia baru beli. Ia kembali fokus pada layar laptopnya. Namun, semakin lama ia menatap layar itu, ia semakin pusing dan jenuh. Tidak ada kalimat yang masuk ke otaknya dan butuh beberapa kali untuk membaca agar Sagar mengerti.“Anda masih tidak bisa tidur?” tanya Bryan yang tidak dijawab oleh Sagar. “Bagaimana kalau mencoba membeli obat penenang atau obat tidur seperti dulu?” saran Bryan. “Tapi tolong janga
Sagar dan Jason memulai rapat mereka untuk membahas lebih lanjut tentang kerja sama yang akan mereka lakukan. Sagar yang tahu jika Jason adalah pemilik dari puluhan rumah sakit yang tersebar di seluruh daerah itu pun tidak ingin menyia-nyiakannya, ia menawarkan kerja sama yang saling menguntungkan.Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya sampai pada kesepakatan mereka. Jason menerima tawaran Sagar yang seterusnya akan menjadi penyokong dari obat-obatan dan alat-alat medis yang akan digunakan dalam rumah sakit milik Jason.Setelah menyelesaikan seluruh kegiatannya, Sagar memutuskan untuk kembali ke hotelnya. Namun, sebelum itu Sagar memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kota yang tampak rindang dan asri itu. Berbeda dengan kotanya yang penuh dengan gedung bertingkat dan polusi udara, kota ini tampak lebih nyaman dan layak untuk ditinggali.“Rasanya sampai tidak ingin pulang,” gumam Sagar yang akhirnya menemukan ketenangan setelah semua masalah yang ia hadapi.Sagar duduk pada kurs
'Aku harus menemuinya!'Itu adalah pikiran yang terbesit dalam benak Sagar ketika ia tersadar dari lamunannya. Sayangnya, tidak ada satupun dari sendinya yang mau bergerak mengikuti keinginan Sagar.Bergerak! Bergerak! Bergerak!“Tuan Sagar, mari kita lanjutkan turnya,” ucap Jason yang membuat Sagar tersadar jika saat ini ia tidak bisa meninggalkan pria itu karena pekerjaannya.“Ah, benar … ke mana kita harus pergi sekarang?”“Silakan lewat sini, Tuan Sagar.”Jason menunjuk jalan yang harus mereka lalui. Entah bagian mana lagi yang akan ditunjukkan oleh pria itu pada Sagar. Sagar hanya mengikuti langkah Jason pergi. Sebelum benar-benar beranjak dari tempatnya, Sagar menoleh ke belakang, ke arah tempat wanita yang mirip dengan Bella dipindahkan. Jika darah profesional tidak ada dalam dirinya, mungkin Sagar sudah berlari ke arah Bella, memegang tangannya, dan memastikan jika wanita itu baik-baik saja.***“Terima kasih sudah mau bekerja sama dengan rumah sakit kami, Tuan Sagar. Saya ber
“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”Stefany, wanita yang datang menghampiri Sagar itu, memiringkan kepalanya dengan kebingungan. “Kamu bicara apa, sih? Perusahaan kita saling kerja sama, kan?”Sagar semakin tidak mengerti. Ia tidak ingat pernah menjalin kerja sama dengan perusahaan milik Stefany. Pikirannya bertanya-tanya, apa mungkin Sagar tanpa sengaja menandatangani dokumen sebelum ia membacanya terlebih dahulu? Sebelumnya, karena kondisinya yang memang tidak sepenuhnya fit, Sagar hanya membaca sekilas dan beberapa dokumen pun langsung ia tanda tangani dengan bantuan nasihat Bryan.“Ah, Nona Stefany, ternyata Anda sudah datang!” Suara Bryan yang datang dari belakang membuat Sagar menoleh dengan cepat. “Padahal saya sedang dalam perjalanan menjemput Anda, ternyata Anda ada di sini.”Sebelum benar-benar berbincang dengan Stefany, Sagar menarik tangan Bryan menjauh. “Sebentar, Stefany, ada hal yang harus aku bicarakan dengan Bryan,” ucap Sagar tanpa sadar menghilangkan kalimat for
Saat pertama kali bertemu dengan malaikat kecil itu, Bella menitikkan air mata. Perjuangan selama sembilan bulan mengandung akhirnya terbayarkan dengan pertemuan itu. Seluruh rasa sakit yang Bella rasakan langsung menghilang entah ke mana.Sembari menggendong malaikat itu, Bella tidak berhenti menangis. Ia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan kebahagiaan seutuhnya pada bayi itu. Sesaat setelah lahir, Bella justru tidak ada di sisinya dan tidak ada pula sosok ayah yang seharusnya menjadi pendamping bayi itu di kala Bella tidak ada.“Aku berjanji akan membahagianmu, Gabriel,” janji Bella pada malaikat kecilnya. Itu adalah satu-satunya nama yang terbesit dalam pikiran Bella. Untuk sementara, Bella akan menggunakan nama itu. Bella pun tidak mau repot-repot memberikan nama belakang pada anaknya.***Suasana hati wanita itu sedang tidak baik. Di tempat bekerjanya yang baru beberapa bulan ini, Naura memang senang dengan semua kegiatannya. Ia pun bekerja sepenuh hati. Namun, ada saja
“Dari mana kamu dapat nomorku?” tanya Bryan dengan ketus. Mood-nya sangat buruk. Ia hanya ingin beristirahat dan melupakan pekerjaannya selama sehari. Namun, kini ia sedang berbicara dengan seorang yang ia kenal.“Itu tidak penting! Pokoknya aku mau protes sama kamu!” seru wanita yang ada di seberang telepon. Terdengar jika ia sedang menahan amarahnya. “Gara-gara kamu! Orang-orang yang ikut dalam survei lapangan menerima potongan gaji karena laporan yang kamu tulis itu!”Bryan terdiam dan berpikir tentang laporan yang sebelumnya ia berikan pada perusahaan itu. “Oh, tentang kinerja pegawai di perusahaan kamu yang buruk itu?”Wanita itu menggeram. Tebakan Bryan sepertinya memang benar. “Iya! Aku tidak paham mengapa kamu menulisnya seperti itu? Cepat tulis ulang laporanmu itu! Kamu menuduh yang tidak-tidak pada pegawai rendahan seperti kami ini!”Bryan menjawab, “Tidak mau. Aku hanya menulis apa yang benar-benar terjadi. Faktanya, pegawai yang ikut serta dalam survei memang berperilaku t