Sementara itu di rumah Zemi, laki-laki itu berdiri tegap di depan foto sang kakek, yang tergantung di dinding sebelah perapian. Hanya foto kakek lah yang memiliki pigura paling besar diantara foto lainnya.
Rodi Hegane, kakek Zemi, membuat pigura kaca besar itu setahun yang lalu setelah ia selamat dari kecelakaan maut di Jalan Utama Kota. Sepertinya laki-laki yang ada dalam gambar, adalah orang yang spesial baginya.
Selama ini Zemi penasaran dengan siapa kakek berfoto? Laki-laki yang berpose di samping kakek itu tengah tersenyum dan menjabat tangannya. Pria itu berambut keriting dan Zemy rasa, warna kulit, serta senyuman laki-laki itu sangat mirp dengan Lawu, gadis yang ia kenal beberapa jam yang lalu.
Rodi Hegane, pernah mengalami kecelakaan yang cukup parah, walau akhirnya ia selamat. Hanya satu orang yang dinyatakan meninggal pada saat kejadian, ia adalah seorang temannya yang berada dalam mobil bersamanya saat itu.
Ketika Zemie melihat tempat di
Renata duduk di samping Welia, tatapan matanya nanar pada cucunya yang juga tengah melihat ke arahnya. "Nenek, kenapa marah? Bukannya memang sudah tua makanya dipanggil Nenek?" Zemi berkata sambil tertawa kecil lalu menyandarkan tubuhnya. Bagi kebanyakan wanita, menjadi tua adalah momok paling menakutkan dalam kehidupan mereka. Karenanya, para wanita itu akan melakukan berbagai cara untuk tetap terlihat awet muda dan cantik. Termasuk dengan melakukan operasi plastik. Renata tersenyum sambil menyahut ucapan cucunya. "Ya, kau benar, tapi kau tidak pantas mengatakan aku wanita tua. Suatu saat kau juga akan sama sepertiku." Renata wanita yang tangguh dan penuh kasih, dalah yang selama ini merawat Zemi dengan hati-hati, sehingga laki-laki itu bisa selalu terhindar dari bahaya ataupun maut yang kemungkinan terjadi padanya. Kadang-kadang saja ia tidak bisa mengendalikan Zemi apabia berusaha melarikan diri, ketika ia mengunci seluruh pintu rumah setiap 40 hari
Zemi mengabaikan ibu dan nenaknya yang masih terus meracau dengan segala nasehat bijaknya. Sebenarnya Zemi sudah dewasa, pria itu sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai anak-anak, tapi dua wanita itu masih saja memperlakukan Zemi layaknya anak remaja yang masih sekolah. Mungkin bagi Welia dan Renata, Zemi tetaplah anak kecil, walaupun umurnya sudah tua. Dia melangkah mendekati foto Hegane, sang kake, mengambil sebuah gelang yang di gantung di ujung pigura. Gelang itu terbuat dari batu yang diambil dari dasar laut dalam. Bukan permata bukan berlian, tapi batu biasa hanya cara mendapatkannya saja yang luar biasa. Para pemuda atau pria dewasa, dari suku pedalaman Doulunga, akan mengambil batu itu sebagai bukti mereka bisa menahan nafas dengan cukup lama. Batu dasar laut itu diambil hanya sebagai bukti, mereka bisa menahan nafas lebih dari 3 atau 4 menit, bahkan lebih. Mereka berenang di kedalaman tertentu, hingga berhasil mengambilnya. Batu itu hanya ada di dasar l
"Duduklah di sini," kata Wellia sambil merangkul bahu Shakela dan duduk di hadapan Zsmi. Setelah dua orang wanita itu duduk di hadapannya, Zami meletakkan bukunya, lalu ia melihat dua wanita itu dengan raut wajah kesel. Ia sama sekali tidak peduli dengan Shakela walaupun gadis itu mungkin indah seperti bidadari dari langit, tapi ia tidak memiliki perasaan apa pun pada gadis yang sudah menemani dan merawatnya ketika di rumah sakit. "Kalian berdua mengobrol saja di sini, aku akan ke belakang sebeni. Oh iya, kalian mau minum apa?" Tanya Wellia sambil melirik anak lelakinya. "Ah, apa saja bibi. Aku bukan wanita pemilih." Jawab Syakela seolah memberi isyarat kepada Zemi agar dia memahami kepribadiannya. Wellia pun meminta pelayan untuk membuatkan dua gelas teh susu kesukaan Zsmi, untuk dihidangkan. Wellia mendekati Renata yang duduk di meja makan, memperhatikan dua orang manusia yang duduk dalam tenang dan saling diam, seorang lagi cuek dan yang lain terlih
Syakela Memang tak akan mengakui, tanda yang palsu dimilikinya sampai kapan pun, kecuali Zemi tidak berhasil menikah dengannya. Dia adalah pujaan hati Syakela, yang dicintainya sejak masih remaja. Syakela memiliki wajah yang cantik, dia adalah tokoh artis papan atas yang banyak penggemarnya. Banyak pula pria yang menginginkan dirinya, tapi pesona Zemi tak pernah pudar di matanya, sehingga ia ingin memilikinya. “Bagaimana kalau aku percaya mitos itu dan kau akan mati bila menikah denganku?” tanya Zemi pada wanita yang duduk manis di sampingnya. Mendengar pertanyaan Zemi, bulu kuduk Syakela meremang, tentu saja ia tidak ingin tutup usia semuda ini. Ia masih ingin melakukan banyak hal, tidak mungkin ia pergi begitu saja setelah memiliki pujaan hatinya. “Ah, kau bercanda, kan?” “Tidak, aku serius. Aku mempercayainya.” Setelah kata-kata Zemi yang terakhir, suasana menjadi hening, sementara di ruang sebelah, Welia dan Renita masih memperhatikan, dengan r
Wuri memutar bola matanya dan menjawab, “kalau tidak salah, kita pernah bertemu di cafe. Terima kasih sudah mengantarku pulang waktu itu.” Lalu menunduk dan melangkah kembali menuju lapangan di mana anak-anak sudah menunggunya. Pandangan Zemi tertuju pada gelang yang ada di tangan Wuri, membuat pria itu maju ke hadapannya. Dia berdiri menatap lurus wajah gadis itu dengan penuh tanya. “Apa kau tidak ingat siapa aku?” Maksud Zemi adalah ingatan tentang kejadian kecelakaan, yang hampir menewaskan dirinya dan wanita itulah yang menolongnya. “Maksud Anda?” Wuri balik bertanya. “Mungkin kamu pernah menolong seseorang yang hampir kehilangan nyawa di suatu tempat, atau saat kecelakaan, misalnya?” Mendengar pertanyaan itu, kening Wuri berkerut, ia hampir tidak pernah ingat siapa saja orang yang pernah bertemu atau berinteraksi dengannya dalam keadaan seperti itu. Apalagi sejak enam bulan terakhir, ia berpartisipasi dalam banyak kegiatan penanggulangan bencana dan prog
Zemi melihat ke arah Wuri yang juga meliriknya sekilas, setelah itu mereka berjalan menyusuri arah yang berbeda. Jimmy menuju ruang praktek dokter penyakit dalam,, sedangkan Wuri menuju unit gawat darurat. Setelah itu,, mereka tidak saling melihat lagi. Setelah pasien Wuri dibawa masuk ke ruangan unit gawat darurat, dia duduk menunggu di luar pintu, bersama dengan seorang rekan kerjanya sesama pengajar. “Apakah anak itu akan baik-baik saja?” kata rekan kerja Wuri. “Entahlah, lukanya cukup paparah. Mungkin kau harus mencoba mencari penyebabnya, mengapa anak itu mencoba bunuh diri?” “Dulu, sekitar sepuluh tahun yang lalu , aku mendengar pernah terjadi hal yang sama di sekolah dan penyebabnya putus cinta.” “Oh sayang sekali.” Wuri berkata sambil melipat kedua tangannya di depan dada. “Kita tidak pernah tahu jalan pikiran anak-anak, padahal bagi orang dewasa seperti kita, banyak sekali masalah, yang justru lebih berat dari hanya sekedar putus cinta.” “Iya, be
Wuri tersenyum manis, bagaimana dia bisa lupa pada sosok yang terkesan menyepelekan dirinya. Dia tahu bila dirinya mungkin tidak sederajat dengan kedudukan wanita itu, akan tetapi dia tidak menyukai orang yang sombong seperti yang dia lihat ada pada diri Syakela. Sudah banyak hal mengerikan yang dia temui dan dia saksikan bila tengah menjalankan tugas penyelamatan, yang terlihat dalam sebuah bencana adalah betapa lemahnya manusia di hadapan alam yang tidak bersahabat. Tidak ada gunanya semua harta kekayaan, jabatan bahkan kesombongan bila dihadapkan pada kematian! “Ya, saya ingat Anda, tapi maaf, saya harus pergi.” Wuri menjadi tidak peduli, setelah dia ingat bagaimana sikap kaku Syakela saat itu. Akan tetapi, bila memang Zemi dan Syakela adalah pasangan kekasih, maka mereka sangat serasi. Syakela terlihat gusar, menatap kepergian Wuri yang menjauh. Dia tidak tahu bagaimana Zemi bisa mengenal Wuri dan heran kenapa gadis itu berada di kota besar seperti ini. Dia khaw
Wuri mengernyitkan dahi dan menggelengkan kepalanya, lalu berkata, dengan raut wajah tanpa ekspresi. “Tidak, tidak perlu. Maaf ... saya permisi.” “Aku pikir, dia ayahmu!” Tiba-tiba Zemi berteriak keras karena Wuri berjalan sambil meninggalkannya. Perempuan itu terlihat tidak mempedulikannya. Wuri merasa tidak perlu meladeni Zemi yang terlihat jelas ingin mengganggunya. Dia tidak akan terlibat lebih jauh dengan pria yang sudah memiliki kekasih karena tidak ingin ada orang menilainya sebagai wanita penggoda. Akan tetapi, kata ‘ayah’ yang dikatakan Zemi membuatnya penasaran. Ayahnya sudah tiada satu tahun yang lalu, tapi sebab kematiannya dirahasiakan oleh pihak berwenang yang mengurus kematiannya. Orang-orang itu mengaku telah menangani kasus kecelakaan yang menimpa ayahnya. Bahkan Wuri tidak bisa melihat janazahnya karena saat dia pulang, peti mati ayahnya tidak boleh di buka dan harus segera dikebumikan. “Ayahku?” Menurut Wuri ucapan Zemi sedikit lucu sebab mere
Ya Tentu Saja (TAMAT)Wanita itu sedikit lebih berisi dan ketika wanita itu turun di tempat yang agak tinggi, di mana dia biasa turun dan naik ke leher gajah, terlihat dengan jelas perutnya sedikit membencit.Zemi menghampiri Wuri dengan langkah yang perlahan dan sedikit ragu, dia mengingat kejadian terakhir saat mereka bertemu dan waktu itu mereka sempat melakukan sesuatu yang bisa membuat wanita itu, mengandung benihnya saat ini.Begitu dua insan itu saling menatap dan berdekatan, seketika keduanya pun sama-sama mengeluarkan air mata yang, entah disebabkan oleh apa. Namun, yang jelas kerinduan itu terukir pada tatapan mereka.Zemi tiba-tiba berlutut sambil menyebut nama Wuri, beberapa kali. Air matanya mengalir lebih deras, dia yakin bahwa gadis itu menanggung beban yang cukup berat selama ini. Tentu saja benar apa yang di pikirkan oleh Zemi, jika Wuri memang sudah menanggung beban yang demikian berat, dia berusaha setengah mati menahan rindu dan cintanya sementara dia tengah m
Tidak MenemukannyaSemalaman mereka bergadang, sesekali Zemi menggantikan Ajer menyetir karena pria itu terlihat mengantuk.Sesampainya di sana, hari sudah menjelang pagi, mentari sudah menampakkan cahayanya. Dua mobil kontainer yang tiba lebih dulu, menunggu perintah dari majikan mereka untuk menurunkan barang. Setelah mobil mewah yang dikendarai Zemi, Renata dan Ajer tiba, barulah semua barang mereka turunkan semuanya.“Kau datang lagi?” tanya Khazanu menyapa Zemi.“Ya, Tuan Khazan, apa ada masalah dengan kedatanganku?” tanya Zemi penuh percaya diri.“Tidak,” sahut Khazanu.Dia mengabaikan Renata dan Ajer, karena hanya Zemi yang dia kenal. Saat melihat dua truk besar tiba, dia segera melihatnya dan begitu melihat Zemi, dia pun heran karena pria itu begitu gigih berjuang demi mendapatkan Wuri, seperti keinginannya. Kedatangannya kali ini menunjukkan jika ujiannya berhasil setelah sekian lama.Wuri tidak ada di tempat itu, karena sejak kejadian terungkapnya penyebab kematian aya
Hadiah SekampungBeberapa bulan berlalu setelah kejadian itu, Zemi berharap Wuri mengirimnya pesan melalui ponsel tapi, benda canggih itu selalu hening, tanpa adanya panggilan dari orang yang dia rindukan. Hatinya sakit karena merasa diabaikan padahal hanya dirinyalah satu-satunya harapan.Zemi memutuskan untuk kembali ke negaranya dan, menjalaninya hari-hari seperti biasa. Dia kembali menyibukkan diri di perusahaan bahkan, pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah disentuhnya, pun sekarang selesai di tangannya. Dia melakukan semua itu hanya karena ingin melupakandisentuhnya, setelah merasa dicampakkan oleh kekasihnya begitu saja, tanpa pesan dan kata-kata, hanya karena kesalahpahaman belaka.Zemi sudah mengirimkan bukti walaupun tidak kuat dan tidak banyak, tetapi, bukti itu seharusnya cukup untuk meyakinkan kepala suku Khazanu, juga Wuri, jika keluarganya terutama sang kakek tidak bersalah dalam kejadian itu.“Kedua orang itu bersahabat karib sejak lama, tidak mungkin saling menya
Antara Percaya dan Tidak Wuri diam dan hanya menangis bahkan, saat Zemi hendak menghapus air mata di pipinya pun dia menolak bahkan menepis tangannya dengan kasar. Oleh karena itu, Zemi langsung menghubungi kakaknya karena saat kejadian itu berlangsung kakaknya pun berada di sana. Dia mengatakan apa yang terjadi di tempat itu semuanya, tanpa kecuali bahkan sejak pertemuan awalnya dengan Wuri secara singkat. “Bukan begitu ceritanya, yang dilihat laki-laki itu salah, kamu sudah melarangnya untuk mengambil boneka milik anakku. Memang anakku terus menangis karena dia tidak bisa tidur kalau tidak memeluk bonekanya.” Kakak Zemi bercerita dari ujung telepon. “Jadi, itu hanya salah paham?” kata Zemi. “Ya, aku dan Kakek sudah melarangnya, dan itu pun sudah kami bawa dia berlari lebih cepat, bukankah Kakek juga terluka kakinya hingga dia harus memakai kruk sampai dia tiada?” “Ya!” “Semua karena kejadian itu, tapi, kakek selalu bilang itu karena kecerobohannya, padahal saat itu, Kakek sed
Keesokan harinya ketika Wuri keluar dari kamar, Khazanu, sang kepala suku sudah menunggu bersama seorang pembantunya. Tentu saja Wuri mengenal dua orang yang sangat akrab selama ini. Mereka kemudian duduk secara berhadap-hadapan di ruang tamu.Kepala suku Khazanu, sengaja datang ke rumah Wuri karena dia mendengar sebuah informasi bahwa, gadis itu bermalam dengan seorang laki-laki. Kecurigaannya muncul karena dipicu oleh rasa khawatir jika anak dari sahabatnya itu memiliki hubungan khusus dengan orang yang kemarin datang dan bermesraan sampai malam tiba.“Apa kau melindunginya di sini?” kata Khazanu memulai pembicaraa setelah mereka berbasa basi sebentar.“Siapa maksud Anda, tidak ada orang lain di sini selain aku!” Wuri berkata membala diri.“Jangan berbohong padaku aku mengetahui semuanya!”“Apa maksudmu Jemi? Kalau dia yang Anda maksud, ya ... memang dia datang kemarin malam dan aku mencegahnya untuk pulang, memangnya Apa salahnya dengan hal itu?”“Apa kau lupa dengan resiko
Sebuah Tanda Yang SamaSesampainya di rumah Wuri, Zemi meminta gadis itu untuk menunjukkan di mana kamarnya.Tentu saja Wuri enggan tapi, Zemi berkata, “ Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu, dan sebelum orang lain tahu, aku ingin kau yang lebih dahulu tahu!”“Apa itu, katakan saja padaku!” Wuri masih tidak mengerti dengan apa yang akan ditunjukkan oleh Zemidean.Zemi melihat ke sekeliling dan dia tidak menemukan orang lain selain mereka.“Ke mana semua pelayanmu?” tanya Zemi.“Mereka bekerja di kebun, dan baru akan pulang sore nanti.”“Baiklah kalau begitu, tidak masalah aku membuka bajuku di sini!”“Tunggu, apa yang akan kau lakukan?”“Wuri, aku punya tanda yang sama seperti di tubuhmu!”“Bagaimana kau tahu, apakah itu sama atau tidak?”Zemi hendak membuka Hoodienya di ruang tamu, saat Wuri mencegah dan menarik tengan pria itu ke kamarnya. Pandangan mata Zemi berputar ke sekeliling kamar yang rapi dan menyebarkan aroma bunga anggrek bercampur asap dupa. Tidak ada perabot
Bagaimana Kalau Aku?“Setelah aku mengajakmu ke sana, baru aku akan mengajak Jubi jalan-jalan untuk menghibur hati,” kata Wuri. “Apa sekarang kau sedih?” “Ya kalau aku ini ingin hiburan atau aku sedih, Juni lah yang menghiburku!” “Apa kau akan tidur dengannya, sampai dia membuatmu bahagia?” “Ya! Aku sering tidur di perutnya. Kita akan bermain dan dia akan menggendongku, aku bisa bermain dengan belalainya. Itu menyenangkan!” “Oh!” Zemi mengangguk. Mereka kembali ke rumah, Zemi dipersilakan untuk masuk dan duduk sambil menunggu Wuri membawa persembahan. Pria itu melihat ke sekeliling ruangan yang dipenuhi pernak pernik kerajinan khas adat dan sukunya termasuk beberapa hiasan khas dari berbagai negara, ada juga foto-foto ayah Wuri dalam berbagai aktivitas. Ada juga foto ibunya, foto gadis itu saat masih kecil dan juga beberapa gelang kehormatan yang berjajar di dinding, yang artinya sudah banyak kemampuan dasar yang dimiliki Wuri serta keluarganya menurut adat. Wuri keluar dengan
Bersiap Menerima KenyataanSetelah lama menunggu, Zemi tidak lagi mendapatkan jawaban meskipun pesan itu terbaca. Tanpa sepengetahuan pria itu, Wuri menangis dengan wajah ditutup bantal agar tidak terdengar oleh para pelayan rumah dan pekerja lain, yang masih belum tidur dan tinggal di rumah itu. Mereka yang mengisi rumah saat dirinya tidak ada. Gadis itu tidak siap jika harus kehilangan Zemi, ini adalah ke sekian kalinya dia merasakan jatuh cinta, tapi, untuk ke sekian kalinya pula dia harus patah hati. Namun, mau tidak mau harus siap kehilangan lagi. Akhirnya wanita itu tertidur setelah lelah mendingan hati yang sesak karena rindu. Kalau saja Zemi tidak berjasa begitu besar padanya maka, dia akan mudah melepaskan rasa. Keesokan harinya Zemi datang terlalu pagi, hingga saat dia muncul di rumah itu, pintunya pun belum di buka, bahkan Wuri belum bangun karena baru tertidur setelah menjelang pagi. Pria itu memakai celana jeans hitam dan hoodie abu-abunya. “Apa kau menunggu Nona Law
Dikira KekasihZemi tidak bisa memaksa walaupun dia sangat ingin tetap bersama karena dia tahu posisi dan kedudukan Wuri hingga harus menjaga diri dengan baik. Dua orang itu berjalan menuju rumah Wuri karena gadis itu meminta Zemi untuk singgah dan kebetulan dia pun ingin tahu kediaman gadis idamannya. Mereka masih mengobrol tentang motel yang ditempati Zemi saat kepala suku datang menghampiri. Pria itu sudah sehat kembali setelah sakit lebih dari sepekan awal bulan lalu, Wuri pun datang menjenguknya selama dua hari saat itu.Pria itu mendengar jika Wuri sedang berduaan dengan seorang pria pendatang dan dia memeluk gadis itu, inilah laporan yang membuatnya senang sekaligus was-was. Biar bagaimanapun juga, gadis itu adalah titipan dari sahabatnya, untuk di jaga sebaik-baiknya apabila sampai tua dia tidak menemukan jodohnya. Dia tidak ingin ada hal buruk terjadi padanya.“Ah! Ketua, kenapa kemari, ini sudah malam!” kata Wuri dalam bahasa daerahnya setelah memberi penghormatan khas