Beranda / Romansa / Cinta Cita / Cinta Cita ~ 68

Share

Cinta Cita ~ 68

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
“Kamu datang ke sini mau pamer?” Nando berdecih. Menarik kasar kursi yang berseberangan dengan Arya, lalu menjatuhkan tubuhnya di sana. “Kamu menang, Ar. Me-nang.”

Arya menggaruk kepala. Tidak menduga, jika reaksi Nando akan seperti ini.

“Mas—”

“Waktuku nggak banyak,” sela Nando sambil menggeleng dan mengangkat telapak tangannya, pada pelayan yang sigap menghampirinya. Meskipun kedatangan Arya tepat di jam makan siang, tetapi Nando tidak tertarik makan satu meja dengan pria itu. “Cepat bicara.”

“Kenapa kamu emosi, Mas?” tanya Arya bingung. “Bukan salahku kalau Cita lebih memilih balik sama aku, daripada sama kamu.”

“Jangan sombong.”

“Aku ke sini datang baik-baik,” balas Arya berusaha bersabar. “Aku mau ngajak kamu makan siang dan bicara.”

“Nggak ada yang perlu kita bicarakan.”

“Mas, jangan seperti anak kecil.”

Nando menarik napas panjang. Arya mungkin benar, sikap Nando kali ini agak kekanakan. “Bicaralah, tapi aku nggak akan makan siang denganmu.”

“Aku ada janji sama pak Pras jam satu
Kanietha

Jangan lupa amplopnyaaa ~~~ kalau nggak ada cash, bisa pake Qris, debet, CC, atau dompet digital lainnyaaa .... :D :D

| 9
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (16)
goodnovel comment avatar
Siti Juli
cus kondangan. samawa mas Arya dan cita
goodnovel comment avatar
Nury
saabaaar Ar ..sabar. whahahahaa..semogaa nando juga dapat yaaang terbaeek yaaa
goodnovel comment avatar
Heny Lucky Nugroho
leoni kek na deket sm mas dut ya mbak beb
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 69

    “Selamat.”Nando mengulurkan tangan pada Cita dengan senyum kecil yang harus ia tunjukkan. Meskipun kembali terluka, tetapi Nando tidak mampu berbuat apa-apa.“Makasih ... sudah datang, Mas,” balas Cita menyambut uluran tangan Nando dengan canggung, tetapi tetap mengulas senyum. Bagaimanapun juga, Nando adalah pria pertama yang bersemayam di hati Cita dan tetap memiliki satu tempat khusus di dalam sana. Awalnya, Cita tidak menduga Nando akan memenuhi undangan pernikahannya. Namun, pria itu terlihat memasuki ruang resepsi, setelah Cita dan Arya selesai menandatangani berkas pernikahan.Nando masih bisa tersenyum dan mengangguk tanpa kata saat membalas perkataan Cita. Setelah jabat tangan mereka terlepas, giliran Nando menyalami Arya dan kembali berucap kata yang sama.“Selamat,” kata Nando sekali lagi.“Makasih, Mas.” Arya menyambut uluran tangan Nando dan dengan segera memeluk pria itu. “Aku tunggu undanganmu.”Nando tertawa singkat seraya mengurai pelukan Arya. Namun, ia hanya memb

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 70

    “Rinai?” gumam Cita setelah mengambil ponsel Arya yang berdering di nakas. Untuk apa gadis itu menelepon Arya sepagi ini?Atau, jangan-jangan Rinai memang sering menelepon Arya?Kejadian di masa lalu bersama Almira, tiba-tiba saja terlintas di kepala Cita. Getirnya luka yang pernah Cita rasakan, kembali menyeruak karena ingatan itu datang dengan rasa sakit yang sudah mulai Cita tepis.“Mas, Rinai nelpon.” Cita mengulurkan ponsel Arya, ketika pria itu baru keluar dari kamar mandi. Bertepatan dengan itu, dering ponsel Arya pun terhenti.“Rinai?” Arya menghabiskan jarak, lalu mengambil alih ponselnya dari Cita. Membuka layar, lalu melihat history panggilannya. Kemudian, ia memperlihatkan daftar nama yang ada di sana pada Cita. “Dia memang masih suka nelpon, tapi nggak pernah aku angkat karena kami sudah nggak ada kontrak kerja sama lagi.”Kali ini, Arya mencoba untuk lebih terbuka pada Cita. Tidak ada lagi yang ia sembunyikan, agar pernikahannya kali ini tidak berakhir seperti dahulu kal

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 71

    “Papa ada ngomong, kalau rumah opa mau dikasih ke kamu?”Cita mengangguk ragu setelah menelan makanannya. Ia khawatir, Kasih menemuinya pagi ini karena ingin mengutarakan protes pada Cita. Mungkinkah Kasih tidak terima, karena Harry memberi rumah mewah dengan tanah yang luas itu pada Cita?“Papa baru bilang tadi malam.”“Apa papa juga ngomong tentang saham perusahaan?” tanya Kasih lagi.“Nggak ada.” Cita menggeleng semakin tidak nyaman. “Masalah rumah, kalau Kak Kasih mau ambil, ambil aja. Aku nggak papa.”Dahi Kasih mengerut melihat sikap Cita. Sepertinya, ia mengerti ke mana arah pemikiran adiknya itu. Namun, baru saja Kasih membuka mulut, Awan sudah lebih dulu menyerobotnya.“Kasih nggak pernah mempermasalahkan itu semua,” ucap Awan sambil menyuapkan sepotong semangka pada Kasih. “Kasih cuma mau bilang, dalam waktu dekat papa akan merombak surat wasiatnya.”“Surat wasiat?” Kenapa perasaan Cita mendadak tidak nyaman. “Kenapa, papa bikin surat wasiat? Memangnya kapan papa ngomong itu

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 72

    “Aku mau tidur. Cuma tidur, pokoknya tidur.”Tanpa membuka jaket, Cita merebahkan tubuh di tempat tidur. Rasa lelah itu semakin terasa, setelah mereka sampai di vila yang disewa Arya untuk menghabiskan bulan madu mereka.“Iya, iya.”Arya tidak membantah. Istrinya itu masih saja ngambek, karena rencana tidur siangnya batal gara-gara perihal pijat-memijat. Bahkan, mereka tidak sempat pergi menemui Leon, untuk mengambil travel bag yang berisi sebagian kado pernikahan mereka.“Malam ini kita cuma tidur,” sambung Arya ikut merebahkan diri di samping Cita. Namun, beberapa saat kemudian ia bangkit. Melepas jaket, lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya. Sambil kembali berbaring, Arya melempar jaketnya dengan asal. “Aku nggak akan ganggu.”Melihat Arya tengah membuka layar ponsel, Cita mendekat. Merapatkan diri, lalu menjadikan sang suami sebagai guling. Bukan tanpa alasan Cita melakukan hal tersebut, karena ia ingin melihat apa yang sedang dilakukan Arya dengan ponselnya.Ternyata, rasa curiga

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 73

    “Mas, di sekitar perumahan mama, ada nggak rumah yang dijual? Atau ruko kosong di deket-deket situ?”“Nggak ngerti,” jawab Arya sambil terus bermain game di ponselnya. “Aku nggak pernah merhatiin.”Cita yang berbaring memeluk Arya, sedang memikirkan lokasi rumah yang mungkin akan dibelinya. Memang tidak sekarang, karena Arya sudah mengontrak sebuah rumah untuk mereka tinggali selama satu tahun ke depan. Namun, Cita mulai memikirkan hal tersebut dan ingin mencari lokasi yang dekat dengan kantor Arya. Kalau bisa, lokasinya juga tidak jauh dari kediaman Arkatama karena Cita tidak memiliki siapa-siapa di Surabaya kecuali keluarga sang suami.“Nanti kalau pulang ke Surabaya, coba dilihat-lihat, Mas,” ujar Cita sambil memandang televisi yang sejak tadi terus menyala. Mereka masih berada di sofa ruang tamu dan berada dalam selimut yang sama sejak menyelesaikan sarapan pagi. Tidak hanya menyelesaikan sarapan pagi, tetapi juga sudah menyelesaikan kegiatan panas sebagai pengantin baru.“Mau nga

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 74

    “Bulan madu makan mi instan.” Arya geleng-geleng menatap cup mi instan miliknya di meja makan. “Harusnya—”“Aku nggak mood keluar dan pesan makan,” sela Cita lalu meniup juntaian mi yang baru diangkatnya dari cup. Hatinya masih saja terluka, karena Almira menghubungi Arya siang tadi. Namun, Cita sudah tidak mau lagi membicarakan wanita itu atau mengungkitnya. “Lagian sayang, sudah disediain sama yang ngurus vila, tapi nggak dimakan-makan.”Dari percakapan yang Cita dengar di telepon siang tadi, sangat terlihat jika Almira memang memiliki perasaan pada Arya. Namun, pada akhirnya perasaan itu tidak berbalas karena Arya masih mencintai Cita. Bahkan, Almira sampai memberikan waktu pada Arya, dengan harapan pria itu akan membalas perasaannya.“Kalau mama tahu, pasti aku kena omel.” Arya belum berniat memakan mi instannya karena masih terlalu panas. Ia hanya mengaduk-aduknya dan mengangkat minya sesekali untuk menghilangkan uap panasnya.Sementara untuk perihal Almira, Arya tidak berani men

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 75

    “Kalian ...” Arya menunjuk Duta dan Leoni yang berjalan berdampingan memasuki ruang keluarga. “Sejak kapan? Kenapa aku nggak tahu apa-apa?”“Apanya yang sejak kapan?” sambar Leoni lalu mempersilakan Duta duduk di salah satu sofa di ruang tersebut.“Pacaran!” Arya berdecih dan segera menarik Duta agar duduk di sebelahnya di sofa panjang. “Mas, aku sering nginap di rumahmu, tapi kamu nggak pernah bilang kalau pacaran sama si ikan lele ini!”“Mas Arya!” Leoni menghampiri Arya, lalu memukul lengan sang kakak hingga berkali-kali.Sambil duduk di sofa tunggal yang berjarak dengan Arya, Cita menutup mulut guna menahan tawa. Ternyata, kakak dan adik itu tidak seakur seperti yang biasa terlihat.“Sakit, Le, sakit!” seru Arya tidak membalas dan hanya meringis nyeri dengan pukulan Leoni.“Kamu itu! Bikin malu aja!” Leoni menghempas tubuh di samping Arya. Namun, sebelum itu ia menginjak keras kaki sang kakak karena masih merasa kesal.Sementara Duta, hanya bisa terkekeh kecil melihat pertengkaran

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 76

    Leoni berbalik ketika mobil Leon yang dibawa Duta sudah berlalu dari rumah. Saat mulai berjalan menuju teras, tatapannya tertuju malas pada Arya yang berdiri di teras sambil bertolak pinggang. Gayanya sudah seperti orang tua, yang tengah mengawasi anak perempuan yang sedang bersama kekasihnya.“Apa lagi?” ujar Leoni juga bertolak pinggang dan tidak mau kalah dengan Arya. “Kamu nggak setuju aku nikah sama mas Duta?”“Kapan aku bilang nggak setuju.” Arya mundur satu langkah, ketika melihat Leoni bersikap garang padanya. “Aku cuma ...” Dengan cepat Arya menangkup lengan Leoni ketika gadis itu melewatinya. “Kamu serius nggak ada pacaran sama mas Dut? Masa’ tahu-tahu nikah gitu aja? Kalian backstreet, ya? Ngakulah, Le.”“Nggak.” Leoni melotot pada Arya sembari menginjak kaki kiri pria itu. “Kami nggak pacaran.”“Aduduh!” Arya melepas tangannya lalu menjaga jarak. Namun, ia tidak membiarkan Leoni pergi begitu saja dan kembali menghalangi langkah sang adik. “Terus, kamu langsung bilang iya,

Bab terbaru

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 95 (FIN)

    Cita memicing saat menatap batita yang sibuk memindahkan mainan dari kamarnya ke kamar Harry. Bocah berusia dua tahun itu mondar mandir dan membiarkan beberapa mainan kecilnya berjatuhan, tanpa memungutnya kembali.Gusti melakukan itu semua untuk menyelundupkan mainannya di koper Harry atau Sandra, karena Cita hanya mengizinkan putranya membawa dua buah mainan saja ke Jakarta.“Gus—”“Sudah, biarin,” sela Arya setelah memastikan kelengkapan berkas yang akan dibawanya ke Jakarta. “Biarkan dia sibuk dengan mainannya. Daripada nanti di Jakarta dia rewel, karena mainannya ditinggal seperti waktu itu. Lagian kita lumayan lama di Jakarta sama Surabaya, jadi sudahlah.”Napas Cita terbuang pelan sembari mengusap perut buncitnya. Saat ini, ia tengah mengandung anak kedua dengan kondisi kehamilan yang benar-benar sehat. Tidak ada keluhan apa pun, seperti ketika mengandung Gusti dahulu kala. Untuk itulah, Arya tidak ragu mengajak Cita terbang ke Jakarta, sekaligus berkunjung ke Surabaya dalam wak

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 94

    “Itu tadi ... Mas Nando kapan datangnya?”“Ha?” Setengah mengantuk, Arya membuka mata. Ia melihat Cita meletakkan Gusti di boks bayi yang berada tepat di samping tempat tidur. Satu sisinya terbuka, sehingga memudahkan Cita untuk meng-ASI-hi jika bayi tampan itu terbangun sewaktu-waktu. “Akhirnya dia tidur juga.”“Hem, digendong Mami baru dia tidur.” Tanpa mematikan lampu kamar, Cita merebahkan tubuh yang penat karena hampir seharian menemui tamu tanpa henti. Ia memang sempat beristirahat, tetapi tetap saja terasa sungkan berlama-lama jika ada keluarga jauh yang datang berkunjung. “Anaknya Kak Kasih malah tidur sama papa. Padahal jarang ketemu, tapi mau-mau aja.”“Enak banget mereka.” Arya merapatkan diri, lalu memeluk erat tubuh sang istri. “Ke sini malah bulan madu.”Cita menepuk lengan Arya karena pertanyaannya belum juga terjawab. “Itu tadi, Mas Nando kapan datangnya? Terus, siapa yang ngasih tahu dia kalau kita lagi ada acara keluarga?”Arya menarik napas panjang. “Mantan penggemar

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 93

    “Senang tinggal di sini?” tanya Kasih sambil terus menyantap es krimnya sedikit demi sedikit. Setelah membeli es krim di sebuah kafe yang berada tepat di samping gedung apartemen, mereka duduk santai lebih dulu menikmati waktu senggang dengan damai.“Senang.” Cita mengangguk sambil menoleh pada Kasih yang duduk di sampingnya.“Bahagia?”“Bahagia,” jawab Cita tanpa ragu, karena memang seperti itulah kenyataannya. Ia bahagia bisa bersama suami dan kedua orang tuanya, lalu ditambah dengan bayi mungil yang semakin melengkapi kehidupan Cita saat ini.“Syukurlah.” Kasih menghela panjang. Kendati ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya karena kepindahan Harry, tetapi Kasih sudah mengikhlaskan itu semua demi kebahagiaan keluarga mereka.Lagipula, Kasih juga menyadari bagaimana kerasnya kehidupan yang dilalui Cita sejak kecil. Karena itulah, Kasih tidak mencegah kepergian Harry ke Singapura agar bisa bersama Cita. Biarlah Harry menebus semua hal yang tidak pernah dilakukannya di sisa usianya, a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 92

    “Siapa lagi yang mau ditelpon?”Cita menggeleng pelan melihat sikap Arya yang berubah 180 derajat. Hampir semalaman tidak tidur, ditambah dengan ketegangan yang mereka hadapi di siang harinya di ruang bersalin, ternyata tidak membuat tenaga Arya terkuras. Suaminya itu benar-benar tampak bersemangat menghubungi semua keluarganya, untuk mengabarkan perihal kelahiran putra pertamanya.Dari sini pula, Cita semakin menyadari bahwa sifat dasar Arya yang periang, agak konyol, dan terlalu baik memang tidak bisa diubah. Setiap kali Arya menelepon keluarganya, mereka selalu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berbicara dengan banyak gurauan yang seakan tidak pernah ada habisnya.“Sudah semua sepertinya.” Arya terkekeh kemudian beranjak menghampiri bayi mungilnya yang tengah tertidur lelap di boks bayi.Setelah melihat perjuangan Cita yang luar biasa di ruang persalinan, membuatnya merasa belum siap menambah anak dalam waktu dekat. Mereka memang pernah berencana untuk memiliki tiga atau emp

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 91

    Pelan dan pasti, Cita mulai menaruh rasa percayanya pada Arya. Setiap perhatian dan kesungguhan sikap yang ditunjukkan pria itu, benar-benar membuat Cita semakin nyaman dan menumbuhkan rasa cinta yang semakin besar. Arya tidak pernah menutupi apa pun darinya dan mereka selalu membicarakan semua hal agar tidak terjadi kesalahpahaman.“Hamil di negeri orang itu, susahnya kalau lagi ngidam gini.” Cita kembali mengeluh, karena tidak bisa memakan makanan yang diinginkannya. Sebenarnya, Sandra juga bisa membuatkan makanan yang diinginkan Cita, tetapi tetap saja ada sesuatu yang terasa kurang. Di lain sisi, Cita juga tidak enak jika meminta sang mami terus-terusan membuatkan makanan yang diinginkannya.“Kamu sendiri yang minta pindah ke Singapur, loh, ya,” balas Arya yang malam ini memenuhi keinginan sang istri untuk pergi ke salah satu sentra kuliner yang ada di tengah kota. “Kamu nyalahin aku, Mas?” Cita mulai merengut. Menunduk menyantap nasi hainannya. “Nggak.” Arya buru-buru berujar a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 90

    “Awan nelpon,” ujar Harry terburu setelah keluar kamar. “Kasih kontraksi.”Sandra berhenti mengupas jeruk dan meletakkannya di meja. “Maju berarti,” ucapnya sembari berdiri lalu mengusap pundak Cita yang duduk di sebelahnya. Mereka memang sudah berencana kembali ke Jakarta minggu depan, tetapi sepertinya harus dimajukan karena perkiraan hari lahir Kasih ternyata di luar prediksi. “Kita balik hari ini?”“Kalau dapat tiket, iya.” Harry mengangguk dan menoleh pada Arya yang baru menutup pintu kamar. Menantunya itu sudah terlihat rapi dan akan bersiap pergi karena ada meeting direksi di pagi hari. “Ar, bisa tolong lihatkan tiket ke Jakarta hari ini? Kasih kontraksi dari subuh tadi.”“Sudah kontraksi?” Arya mengangguk-angguk dan segera mengeluarkan ponsel untuk mencari tiket. Tanpa beranjak ke mana-mana, Arya segera membuka aplikasi pemesanan tiket dan mencari jadwal penerbangan yang ada. “Mau sore atau malam, Pa?”“Sore ada?”“Ada, emm ...” Arya melihat ketersediaan kursi di pesawat. “Bus

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 89

    “Maaf kalau aku ngerepotin.”Walaupun bahagia tidak terkira, tetapi Cita masih memiliki perasaan tidak enak hati karena Harry dan Sandra tiba-tiba harus terbang ke Singapura. Setelah hasil general check up tidak ada masalah, kedua orang tua Cita segera memesan tiket karena khawatir dengan keadaannya.“Siapa yang bilang kalau kamu ngerepotin.” Sandra mengusap kepala Cita yang berbaring di tempat tidur. Kondisi kehamilan Cita yang kedua ternyata sangat berbeda dengan yang pertama dahulu kala. Putrinya terlihat pucat dan tidak bertenaga.“Kamu nggak pernah ngerepotin,” timpal Harry yang duduk di tengah tempat tidur menemani Cita. “Justru Papa sama mami senang, karena kamu lagi hamil.”“Kak Kasih ... nggak papa?” tanya Cita kembali merasa tidak nyaman. Cita merasa seperti telah merebut Harry dari kakak perempuannya.Kasih memang sudah menelepon Cita dan wanita itu ikut berbahagia atas kehamilannya. Namun, Cita tetap saja memiliki perasaan tidak enak karena telah menjauhkan Harry dari putr

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 88

    Arya mengernyit dan membuka mata ketika mendengar suara yang tidak biasa. Sambil mengumpulkan kesadarannya, ia melihat pada sisi tempat tidur yang sudah terlihat kosong. Menyadari hal tersebut, Arya bangkit perlahan lalu berjalan menuju kamar mandi.Saat melihat Cita terduduk lemas di samping kloset kamar mandi, di situlah kesadaran Arya kembali sepenuhnya.“Sayang! Kamu kenapa?” Arya bergegas menghampiri Cita dan bejongkok di samping sang istri. Arya menempelkan punggung tangan ke dahi Cita untuk mengecek suhu tubuhnya. “Ayo ke rumah sakit, kamu lemas gini. Habis muntah?” tanya Arya segera menekan tombol flush untuk membersihkan cairan yang baru saja Cita muntahkan. “Kepalaku tambah pusing,” ujar Cita pelan. Merasa tidak memiliki tenaga untuk bangkit. “Perutku mendadak mual pagi-pagi.”“Kamu nggak telat makan, kan?” Arya mengingat-ingat, selama menghabiskan akhir minggu kemarin mereka sama sekali tidak telat makan. Bahkan, mereka berdua justru lebih banyak menyantap makanan dari bia

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 87

    “Nikahan mbak Chandi dulu, nggak kayak gini.” Arya cukup takjub dengan semua dekorasi mewah yang ada di pernikahan Duta dan adiknya. “Kamu ... nggak iri, kan?”Arya khawatir jika sang istri memiliki rasa cemburu yang terpendam, karena pernikahan mereka tidak semewah dan semegah resepsi Duta dan Leoni. Setelah melakukan banyak pembicaraan dengan Sandra, Arya baru menyadari istrinya itu kerap memendam semua sakitnya sendiri. Cita enggan berbagi, karena tidak ingin menyusahkan dan merepotkan orang lain.“Mas, resepsi begini ini capeeek banget,” ungkap Cita mengingatkan Arya akan alasannya meminta intimate wedding kala itu. “Aku sudah pernah sekali sama Pandu, kan? Jadi, aku nggak mau lagi. Enakan kayak kita kemarin. Singkat, padat, dan nggak terlalu capek.”“Kalau—”“Titip Kasih bentar,” sela Awan sambil menarik kursi kosong di samping Cita. Kursi tersebut memang sengaja Cita kosongkan untuk Kasih yang mengabarkan akan terlambat datang. “Aku mau ambilin makan.”“Oh!” Saat melihat Awan, A

DMCA.com Protection Status