Beranda / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / 9. Mengendalikan Gabriella

Share

9. Mengendalikan Gabriella

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-15 11:50:24

Max terbelalak saat pena itu jatuh dari genggaman Gabriella. Bukankah jemari seorang pianis biasanya stabil? Lalu, mengapa tangan gadis itu bergetar hebat sekarang?

“Ada apa?” desah sang pria sembari mengangkat alis.

“A-aku tidak tahu. Tanganku tidak bisa dikendalikan,” jawab Gabriella lirih.

Setetes air mata mengalir saat mata gadis itu berkedip. Kecemasan yang besar telah terbit dalam hatinya.

Setelah memutar otak sejenak, sang pria akhirnya mendesah. “Ah, sepertinya itu efek dari minuman yang kau minum kemarin.”

“Apakah jemariku akan terus bergetar?” tanya Gabriella sambil menoleh dengan wajah yang sangat jujur. Hati sang CEO sampai terenyuh karenanya.

“Tentu saja tidak. Itu hanya sementara. Kau hanya butuh makan dan istirahat. Besok pagi tanganmu tidak akan gemetar lagi,” terang Max dengan tampang datar. Ia merasa sedang bermuka dua sekarang. Sejak kapan dirinya melunak di hadap

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta CEO dalam Jebakan   10. Tak Bisa Kabur

    “Kau pikir bisa kabur dariku, perempuan licik?” ucap Max dengan nada kemenangan. Kepala Gabriella spontan menggeleng menolak panggilan itu. “Aku tidak tahu apa-apa tentang pesan itu. Percayalah!” “Ssst! Tidak usah panik. Tenang saja! Kontrak yang telah ditandatangani tetap berlaku. Hanya saja, kau tidak akan bisa jauh dariku selama belum mengungkapkan siapa bosmu.” Sang gadis menghela napas lelah. “Aku serius, Tuan. Aku tidak tahu siapa orang ini. Dia sedang menjebakku.” Max mengangguk-angguk sambil mengerutkan sebelah sudut bibir. “Baiklah. Tidak apa-apa kalau kau masih belum mau mengaku. Masih ada beberapa hari sebelum kompetisi. Kau pasti akan memberikan nama orang itu kepadaku sebelum itu.” Gabriella terus menggeleng walau tak mengucap kata. Lidahnya terlalu kaku untuk digerakkan. “Silakan nikmati makan malammu. Aku mau tidur.” Max menggeser meja agak ke kiri lalu berbaring di sisi kanan ranjang. Tanpa memed

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-18
  • Cinta CEO dalam Jebakan   11. Interogasi

    Max membuka pintu dengan kasar membuat gadis yang sedang melamun di tepi jendela tersentak. “Inilah target kita,” ucap sang CEO kepada seorang laki-laki berjubah panjang dengan sebuah kotak perkakas di tangan kanannya. Pria itu langsung memperhatikan Gabriella dengan saksama. Selang beberapa detik, ia mengangguk-angguk cepat. “Baiklah. Kunci pintu!” Max pun menjalani perintah tanpa ragu. “Ada apa ini?” tanya Gabriella secara tak sadar merapat pada dinding. Gadis itu tahu bahwa dirinya sedang terancam. Sang interogator meletakkan kotak perkakas di atas meja. Begitu dibuka, tidak hanya Gabriella, tetapi Max juga terbelalak melihat isinya. Beragam pisau dan alat aneh tersusun rapi pada beberapa tingkat. Benda pertama yang dikeluarkan oleh pria berjubah itu adalah sebuah tali. “Apa yang mau kalian lakukan?” tanya Gabriella dengan napas memburu. Pria yang dijuluki Sharp Knife pun menoleh. Mata tajamnya langsung menebas nyali

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Cinta CEO dalam Jebakan   12. Rasa Bersalah

    “Tugasku sudah selesai. Aku pergi sekarang,” tutur sang interogator sembari bergegas merapikan perkakas. “Kirimkan saja bayaranku ke rekening yang kuberikan.” “Kau masih berani meminta bayaran setelah melanggar kesepakatan?” bentak Max tak terima. Tangannya masih mendekap erat gadis yang hilang kesadaran. “Justru kau seharusnya membayar lebih. Kau tahu, aku tidak hanya berhasil menggali informasi dari satu orang, melainkan dua orang.” Alis sang CEO sontak bertambah dalam. “Apa maksudmu?” Sharp Knife menutup kotak perkakas, menentengnya, lalu berbalik menghadap si klien. “Bukankah kubilang tugasku sudah selesai? Itu berarti, aku telah berhasil mendapatkan apa yang kau minta.” Max menggeleng tak mengerti. Ketika telunjuk sang interogator teracung, kebingungannya semakin menjadi. “Pertama, gadis ini tidak bersalah. Dia memang tidak tahu apa-apa,” terang si pria berjubah dengan tampang yakin. “Kenapa kau bisa menyimpulkan b

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Cinta CEO dalam Jebakan   13. Menebus Kesalahan

    Setibanya di rumah, hal pertama yang ditanyakan oleh Max adalah Gabriella. “Perempuan itu sudah bangun, Tuan. Tapi, dia tampak seperti orang yang tidak waras. Dia terus menangis dan berteriak mendesak saya untuk keluar. Jadi, saya terpaksa menguncinya di kamar,” jelas si kepala pelayan gelisah. “Jadi, dia belum makan?” tanya Max dengan kerutan kecil di pangkal alisnya. “Belum, Tuan,” geleng si pelayan sambil merendahkan sudut wajah. “Kalau begitu, tolong siapkan makanan, Bi. Antarkan ke kamar sekitar 15 menit lagi.” “Baik, Tuan.” Sementara sang pelayan bergegas ke dapur, Max meluncur ke kamar. Begitu pintu dibuka, gadis yang sedang memeluk diri di sudut kamar mulai bergetar ketakutan. Ia terus mendorong mundur tubuhnya meski telah tertahan oleh dinding. Menyaksikan hal itu, hati Max terasa aneh. Ia belum pernah mengalami perasaan itu, perasaan yang mengoyak dada dan memaksa kedua tangannya terkepal erat. Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Cinta CEO dalam Jebakan   14. Calon Istri

    Max mengusap pipi pucat Gabriella. Hatinya berdesir menyambut perasaan yang tak terdeskripsikan. “Gadis ini pasti sangat membenciku. Apakah aku bisa menghadapi seorang istri yang menyimpan dendam?” Tangan sang CEO kini beralih menggenggam jemari lentik yang sempat terancam. “Untung saja Sharp Khife masih memiliki hati dan akal sehat yang cemerlang,” desahnya seraya tertunduk. “Berkatnya, aku masih memiliki harapan.” Dengan lembut, Max menarik Gabriella ke dalam dekapan. Tanpa ragu, ia memejamkan mata sambil mengelus rambut gadis itu hingga tangannya berhenti bergerak. Keesokan harinya, sang CEO membuka mata dan menemukan bahwa dirinya sama sekali tidak bergerak sepanjang malam. Setelah memastikan gadis dalam dekapannya masih terlelap, ia mengendurkan pelukan dan membetulkan posisi berbaring Gabriella. “Semoga hari ini adalah hari yang baik untuk kita,” bisik Max sebelum beranjak dari ranjang. Dengan perasaan yang lebih

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Cinta CEO dalam Jebakan   15. Menikahlah Denganku!

    “Ah, aku seharusnya mengajakmu ikut mandi bersamaku,” ucap sang CEO seraya membelai rambut Gabriella. “Max!” pekik Amber sambil menarik lengan sang pria. Telinga wanita itu terasa panas karena ucapan manis Max kepada perempuan lain. “Jangan coba-coba mengujiku! Aku juga punya batas kesabaran.” Selama beberapa detik, sang CEO tidak bersuara. Ketika pria itu sudah berdiri bersama Gabriella dalam gendongannya, barulah ia membalas, “Kesabaranku baru saja kau habiskan. Jangan harap aku mau menerimamu sebagai istriku!” Amber sontak menghela napas tak percaya. Harga dirinya terluka, apalagi ketika Max berbalik tanpa menambahkan kata. “Kau akan menyesal jika menolakku!” seru wanita muda itu sambil melayangkan telunjuk yang teracung. Namun, sekeras apa pun ia berteriak, sang CEO tetap tidak menggubris. “Lihat saja! Kau tidak akan bahagia bersama gadis itu!” “Bibi, protokol empat!” Max tiba-tiba memberi sinyal. Ia benar-benar risih dengan suara

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Cinta CEO dalam Jebakan   16. Perhatian yang Terselubung

    “Ah, kurasa cukup untuk malam ini,” gumam sang CEO seraya memutar lehernya yang terasa pegal. Sudah empat jam ia fokus, tetapi maket di tangannya belum juga rampung. “Besok aku harus meluangkan lebih banyak waktu,” pikirnya seraya menoleh ke arah Gabriella. Gadis itu tertidur dengan tangan masih memegang pena. Tanpa bersuara, Max mendekat lalu meneliti hasil pekerjaan sang gadis. Tiga detik kemudian, sudut bibirnya terangkat ringan. “Tidak terlalu buruk. Meskipun berantakan, hasilnya masih bisa digunakan,” angguk sang CEO puas. Selang satu kedipan, matanya beralih pada wajah cantik yang terpejam. Tanpa sadar, Max ikut memiringkan kepala. “Apakah kamu lelah?” bisiknya seraya membelai rambut Gabriella. Selang satu embusan napas, pria itu bergeming. “Tunggu dulu. Kenapa aku menyentuhnya?” Setelah berkedip-kedip heran, ia berdiri tegak, melipat tangan, lalu berdeham kencang. Gadis yang semula merebahkan kepala

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • Cinta CEO dalam Jebakan   17. Kedatangan Julian

    Begitu pintu dibuka, seorang pria menyerbu masuk dengan tangan terkepal erat. Pelayan di balik punggungnya hanya bisa meringis khawatir. “Beraninya kau menyia-nyiakan pengorbananku! Aku sudah mengalah kepadamu, tapi kau malah mengacaukan perusahaan?” Telunjuk pria itu teracung di depan muka Max. “Perhatikan bicaramu, Julian! Kau bukannya mengalah, tapi melarikan diri, dan aku tidak pernah mengacaukan perusahaan.” “Benarkah? Lalu, kenapa wanita ini berada di sini? Di kamarmu.” Tatapan tamu tak diundang itu tertuju kepada Gabriella yang mengerut di belakang sang CEO. “Apa salahnya jika calon istriku di sini?” jawab Max dengan nada santai. Tidak hanya sang gadis, tetapi Julian pun terbelalak. “Calon istrimu? Ternyata, yang dikatakan oleh Amber memang benar. Kau sudah dihasut oleh perempuan ini.” “Pelankan suaramu, Julian! Kita bukan di tengah hutan, dan kau tidak berhak meneriaki gadisku seperti itu.” Sang

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-09

Bab terbaru

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

DMCA.com Protection Status