Lisa membawa laptopnya ke taman, ia melanjutkan tugas skripsinya yang belum kunjung selesai. Harus diakui bahwa dirinya memang tak telalu pandai.
Menatap taman yang indah dengan berbagai macam bunga yang subur dan banyak tanaman hias dari mulai harga yang selangit hingga langit ke tujuh ada.
Udara segar serta ketenangan membuat dirinya semakin fokus untuk bekerja. Tapi itu hanya beberapa saat karena setelahnya ada penganggu yang datang.
Seragam maid yang khas hitam dan putih serta rambut yang dicepol, Elga datang menghampiri Lisa. Keadaan memang kondusif semua maid sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga Elga bisa menyelinap untuk menemui Lisa.
"Hm," wajahnya yang khas menunjukkan kelicikan menatap wajah ayu Lisa. "Enak sekali menjadi istri seorang sultan," ucap Elga mencibir.
Tak mau diambil pusing Lisa hanya mendiamkan Elga, jari jemarinya fokus pada keyboard laptop. Biarkan saja, anggap saja manusia licik itu angin berlalu.
Wajah Elga mer
Mood Lisa benar-benar sudah hilang. Pekerjaannya yang ada sudah setengah jalan harus hilang begitu saja karena laptop yang dirusak oleh Elga.Ia masuk ke mansion, mengingat ia tadi memiliki janji pada Ken. Lisa segera pergi ke dapur, ia tak mau mengecewakan suaminya tersebut.Lisa mulai menyesuaikan diri, memakai celemek dan mulai memasak. Para maid hanya memberi hormat dan membiarkan Lisa melakukan apa yang ia inginkan. Sesuai dengan perintah Ken. Ken memang seperti itu, ingin membuat Lisa senyaman mungkin berada di dalam mansion. Sehingga Ken membebaskan Lisa melakukan apapun asalkan tidak membuatnya kelelahan dan jatuh sakit.Hari ini Lisa memasak daging panggang, bukan karena Ken yang tak suka sayur. Tapi dirinya sendiri yang sangat menginginkan daging panggang.Tak lupa memasak nasi lengkap dengan sambal dan sayur dan memotongkan bermacam-macam buah-buahan.Lisa dibantu oleh bibi Nar yang sekaligus mengawasi dan menjaga agar Elga tak menganggu Lisa
Setibanya di ruangan Ken, Lisa segara masuk. Sementara Jessy dan Jane berdiri di depan pintu menunggu Lisa.Senyum Ken seketika mengembang melihat kehadiran istrinya, tak ada lagi kata kesal maupun marah. Ken segera melupakan kekesalannya tadi pagi.Mana mungkin bisa marah, istri kesayangannya datang dan berpenampilan sangat cantik. Ken yang tadinya sedang berbincang pada Zae mengenai pekerjaan seketika bangun dari duduknya. Kakinya mengajak dirinya mendekati Lisa.CupCupCupCupCupSudah puas bukan mengujani Lisa dengan kecupan di wajahnya. Sementara itu Ken langsung memberi kode melalui lirikan mata pada Zae."Ck!" Zae berdecak kesal. "Penganggu pekerjaan," menggerutu kesal. Mau tak mau Zae langsung berlalu dari ruangan tersebut. Tak lupa di depan pintu ia juga memberi tatapan tajam pada kedua pengawal Lisa sebagai pelampiasan rasa kesalnya."Duduk lah!" Ken mengajak Lisa duduk di sofa.Mereka duduk saling berdamp
"Istriku sedang sakit. Apa kau mau jika memanggil dokter lain hingga membuat istrimu terlalu lama menunggu." Ucap Albert. "Dan lebih baik berbohong agar semuanya selamat," imbuhnya lagi dalam hati.Ken mendesah kesal dan akhirnya mengiyakan. "Cepat kau lakukan, aku tidak mau istriku sampai kenapa-kenapa."Albert mulai mengeluarkan stetoskopnya, bersiap memeriksa Lisa. "Hei, apa yang kau lakukan!!" Ah lagi-lagi Ken berulah. Ken menghentikan Albert yang hendak memeriksa denyut jantung Lisa."Jangan kau pikir aku membiarkanmu memeriksa istriku berarti aku mengizinkanmu menyentuhnya ya!"Semua orang di dalam ruangan tersebut begitu kesal melihat ulah Ken. Terutama Zae, ia memutar bola matanya malas. "Astaga Ken," menghembuskan nafas kasaranya.Zae menatap kedua pengawal cantik Lisa. "Lebuh baik kalian persiapkan liang lahat untuk Lisa!" Titah Zae pada Jessy dan Jane.Jessy dan Jane saling bertatapan bingung. "Melihat kedua manusia itu berdebat sama sa
"Kenapa tidak memberitahuku dulu?" Tanya Ken dalam panggilan ponselnya kesal. Namun panggilan tersebut segera terputus.Ken kesal karena tidak penelpon mematikankannya sepihak. "Sial! Sial! Sial!" Tetap saja, Ken tetap mengumpat kesal.Brak!Pintu ruangan kerja pribadi Ken yang ada di mansion terbuka, siapa lagi kalau bukan Zae yang masuk tanpa permisi.Prangggg!Ken melempar gawainya mengenai diding di samping Zae berdiri. Jantunh Zae terpacu dengan cepat, seperti hendak lepas dari tempatnya. Karena jika saja dia tadi bergesar seinci saja pasti ponsel itu akan mengenai kepalanya.Ken memang sengaja melempar ponselnya tepat di samping Zae karena kesal. Lemparan yang mematikan tersebut membuat Zae bergidik ngeri, ditambah lagi dengan aura Ken yang mengerikan. Sikap dewasanya yang suka berkata bijak hilang seketika, berganti menjadi tunduk ketakutan. Paham betul jika Ken sedang marah."Kau kenapa Ken?" Tanya Zae basa-basi. Sebenarnya dia juga
"Kau tidak perlu khawatir, mama tidak akan pernah marah." Mengusap rambut Lisa lembut untuk meyakinkan. "Aku akan menjelaskan semuanya pada mama. Tetaplah di sini sampai aku kembali. Jangan keluar dari kamar sebelum aku menyuruhmu." Titah Ken.Lisa mengangguk, Ken mengecup pucuk kepala Lisa dan berlalu dari ruangan tersebut. Ken mendapat kabar dari Zae bahwa Juwita sudah hampir tiba di mansion.Sementara itu, Lisa berjalan mondar mandir di kamar. Rasa takut, cemas, khawatir dan gugup bercampur menjadi satu. Ini adalah kali pertamanya Lisa akan menemui ibu mertuanya.Tidak tahu bagaimana cara menyapanya dan tidak tahu pula apa yang akan ia bicarakan pada Juwita. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah, takut bila Juwita tidak suka pada dirinya dan tak merestui pernikahan mereka. Sementara benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Lisa.Lisa berjalan menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang ia anggap pantas dan sopan untuk bertemu dengan Juwita.
Lisa mengerutkan dahinya samar, meski tidak tahu kenapa Juwita menanyakan itu berulang. Meski ragu, Lisa tetap menjawabnya."Alyssa Caroline," jawab Lisa masih tenang.Tatapan dan aura dingin yang mencengkramkan kini melemah. Juwita menatap Lisa sendu, berjalan mendekati Lisa. Juwita memeluk Lisa, diikuti dengan buliran air mata yang membasahi wajahnya."Nyonya," Lirih Lisa. Bukannya menjawab, Juwita semakin erat mendekap Lisa dan semakin terisak. Lisa bingung atas apa yang terjadi pada ibu mertuanya tersebut."Caroline," Juwita terisak dalam pelukan Lisa. Lisa masih melongo mendapat perlakuan tersebut, terlebih Juwita menangis sendu. Lisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut, setidaknya untuk menenangkan.Lisa dengan lembut menenangkan Juwita, sampai suara isa itu melirih. Juwita melepaskan pelukannya dan meraih wajah Lisa. "Benar kau memang anaknya Caroline," ucap Juwita.Lisa terdiam, menatap kedua bola mata Juwita penuh
Iblis betina. Julukan yang sangat pantas untuk Rosa. Wanita penggoda dan perebut lelaki orang, selain itu ia juga sangat kejam pada anak tirinya."Tapi kau tenang saja sayang, kau akan sangat aman jika bersama dengan Ken."Lisa terdiam sejenak, mengingat kejadian tempo dulu. "Ya mama bisa katakan itu. Coba saja kalau tahu pernikahan ini dulunya bermula karena apa. Apa mama masih ingin mengatakan jika aku akan aman di dalam mansion ini?" Pikir Lisa.Juwita menautkan kedua ujung alisnya, ia merasa heran dengan diamnya Lisa. "Kenapa kau diam saja sayang? Apa anak nakal itu berbuat kasar padamu? Katakan saja, jangan takut. Karena mama yang akan maju untuk memotong burungnya."Lisa terkekeh. "Ya benar ma, burungnya sangat nakal tidak mau berhenti bermain di sarang." Balas Lisa, namun dalam hati. Mana mungkin ia berani mengatakannya langsung. Sama saja urat malunya telah putus jika mengatakan hal tersebut secara langsung."Dia sama sekali tidak berbuat macam-
Juwita menghentikan langkahnya, mendengar sapaan tersebut. Ia menatap Elga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berasa asing dengan maid yang satu itu. Sementara itu Elga besar kepala, ia menunduk tersipu. Menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia pikir Juwita terkesima karena kecantikannya.Juwita tesenyum masam. Sudah hafal dengan gelagat iblis betina itu sepertinya. "Apa kau baru disini?" Tanya Juwita dengan suara yang dingin.Elga masih belum menyerah menghadapi Juwita, orang yang ia klaim sebagai calon mertuannya tersebut. "Iya Nyonya," balasnya dengan suara anggun yang dibuat-buat.Juwita mengangkat dagu Elga agar menatapnya, ia tersenyum miring melihat Elga yang bersemu. "Memangnya kau pikir aku ku apakan," ucapnya mengejek.Rona wajah Elga memudar seketika. Raut wajahnya sudah masam, tapi dia tetap bersikap tenang agar tidak berbuat masalah pada Juwita yang telah ia klaim sebagai calon mertuanya tersebut.Kini Elga mengeluarkan jurus pa