Pada akhirnya hari ini Ken tidak pergi ke perusahaan. Tapi itu bukan suatu masalah, suka-suka dirinya. Toh dia adalah bosnya.
Setelah melakukan adegan panas di siang bolong hingga melupakan makan siang mereka, Ken terbangun. Hari sudah menunjukkan sore hari, tapi Lisa masih terlelap dalam tidurnya. Tanpa pakaian dan hanya terbalut dengan sebuah selimut.
Ken tersenyum memandangi istrinya. Mengusap pucuk kepala Lisa dan mengecupnya berulang. "Kau adalah milikku dan selamanya akan menjadi milikku."
Ken turun dari ranjang mencari pakaiannya dan hendak keluar dari kamar. Cacing di dalam perutnya mulai menggelitik. Setelah melakukan beberapa ronde nampaknya ia sekarang membutuhkan banyak asupan makanan agar tubuhnya kembali pulih. Mungkin nanti malam akan melakukannya lagi.
Ken yang menuruni anak tangga menjadi pusat perhatian para maid. Tak terkecuali oleh Elga. Memandang takjub ketampanan Ken, wajahnya sudah tak lagi sedingin dulu. Kini semakin tenang dan damai.
Mentari menebus dibalik celah-celah jendela, menyorot kecantikan Lisa. Lisa dengan wajahnya yang teduh dan damai masih terlelap dalma tidur panjangnya.Berulang kali Ken mengecup dan mengusap wajah cantik tersebut. Namun Lisa hanya mengeliat. Tidurnya nampak nyenyak sekali.Tak tega membangunkan Lisa, Ken memilih untuk segera membersihkan diri karena hari sudah semakin siang. Ia juga sudah lama tidak pergi ke perusahaan, dia harus pergi ke perusahaan. Masih banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan.Ken sudah kembali lagi dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya, namun lagi-lagi Lisa masih terlelap. "Mungkin lelah kah? Tapi bukan kah seingatku dia tidak pernah melakukan pekerjaan yang berat selama ini selain melayaniku." Pikir Ken. Ia menggelengkan kepalanya dan segera berlalu menuju walk in closet.Lisa baru saja terbangun dari tidurnya yang super nyenyak sekali. Mengedarkan pandangannya mencari sosok suami, namun belum kunjung menemuka
Lisa membawa laptopnya ke taman, ia melanjutkan tugas skripsinya yang belum kunjung selesai. Harus diakui bahwa dirinya memang tak telalu pandai.Menatap taman yang indah dengan berbagai macam bunga yang subur dan banyak tanaman hias dari mulai harga yang selangit hingga langit ke tujuh ada.Udara segar serta ketenangan membuat dirinya semakin fokus untuk bekerja. Tapi itu hanya beberapa saat karena setelahnya ada penganggu yang datang.Seragam maid yang khas hitam dan putih serta rambut yang dicepol, Elga datang menghampiri Lisa. Keadaan memang kondusif semua maid sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga Elga bisa menyelinap untuk menemui Lisa."Hm," wajahnya yang khas menunjukkan kelicikan menatap wajah ayu Lisa. "Enak sekali menjadi istri seorang sultan," ucap Elga mencibir.Tak mau diambil pusing Lisa hanya mendiamkan Elga, jari jemarinya fokus pada keyboard laptop. Biarkan saja, anggap saja manusia licik itu angin berlalu.Wajah Elga mer
Mood Lisa benar-benar sudah hilang. Pekerjaannya yang ada sudah setengah jalan harus hilang begitu saja karena laptop yang dirusak oleh Elga.Ia masuk ke mansion, mengingat ia tadi memiliki janji pada Ken. Lisa segera pergi ke dapur, ia tak mau mengecewakan suaminya tersebut.Lisa mulai menyesuaikan diri, memakai celemek dan mulai memasak. Para maid hanya memberi hormat dan membiarkan Lisa melakukan apa yang ia inginkan. Sesuai dengan perintah Ken. Ken memang seperti itu, ingin membuat Lisa senyaman mungkin berada di dalam mansion. Sehingga Ken membebaskan Lisa melakukan apapun asalkan tidak membuatnya kelelahan dan jatuh sakit.Hari ini Lisa memasak daging panggang, bukan karena Ken yang tak suka sayur. Tapi dirinya sendiri yang sangat menginginkan daging panggang.Tak lupa memasak nasi lengkap dengan sambal dan sayur dan memotongkan bermacam-macam buah-buahan.Lisa dibantu oleh bibi Nar yang sekaligus mengawasi dan menjaga agar Elga tak menganggu Lisa
Setibanya di ruangan Ken, Lisa segara masuk. Sementara Jessy dan Jane berdiri di depan pintu menunggu Lisa.Senyum Ken seketika mengembang melihat kehadiran istrinya, tak ada lagi kata kesal maupun marah. Ken segera melupakan kekesalannya tadi pagi.Mana mungkin bisa marah, istri kesayangannya datang dan berpenampilan sangat cantik. Ken yang tadinya sedang berbincang pada Zae mengenai pekerjaan seketika bangun dari duduknya. Kakinya mengajak dirinya mendekati Lisa.CupCupCupCupCupSudah puas bukan mengujani Lisa dengan kecupan di wajahnya. Sementara itu Ken langsung memberi kode melalui lirikan mata pada Zae."Ck!" Zae berdecak kesal. "Penganggu pekerjaan," menggerutu kesal. Mau tak mau Zae langsung berlalu dari ruangan tersebut. Tak lupa di depan pintu ia juga memberi tatapan tajam pada kedua pengawal Lisa sebagai pelampiasan rasa kesalnya."Duduk lah!" Ken mengajak Lisa duduk di sofa.Mereka duduk saling berdamp
"Istriku sedang sakit. Apa kau mau jika memanggil dokter lain hingga membuat istrimu terlalu lama menunggu." Ucap Albert. "Dan lebih baik berbohong agar semuanya selamat," imbuhnya lagi dalam hati.Ken mendesah kesal dan akhirnya mengiyakan. "Cepat kau lakukan, aku tidak mau istriku sampai kenapa-kenapa."Albert mulai mengeluarkan stetoskopnya, bersiap memeriksa Lisa. "Hei, apa yang kau lakukan!!" Ah lagi-lagi Ken berulah. Ken menghentikan Albert yang hendak memeriksa denyut jantung Lisa."Jangan kau pikir aku membiarkanmu memeriksa istriku berarti aku mengizinkanmu menyentuhnya ya!"Semua orang di dalam ruangan tersebut begitu kesal melihat ulah Ken. Terutama Zae, ia memutar bola matanya malas. "Astaga Ken," menghembuskan nafas kasaranya.Zae menatap kedua pengawal cantik Lisa. "Lebuh baik kalian persiapkan liang lahat untuk Lisa!" Titah Zae pada Jessy dan Jane.Jessy dan Jane saling bertatapan bingung. "Melihat kedua manusia itu berdebat sama sa
"Kenapa tidak memberitahuku dulu?" Tanya Ken dalam panggilan ponselnya kesal. Namun panggilan tersebut segera terputus.Ken kesal karena tidak penelpon mematikankannya sepihak. "Sial! Sial! Sial!" Tetap saja, Ken tetap mengumpat kesal.Brak!Pintu ruangan kerja pribadi Ken yang ada di mansion terbuka, siapa lagi kalau bukan Zae yang masuk tanpa permisi.Prangggg!Ken melempar gawainya mengenai diding di samping Zae berdiri. Jantunh Zae terpacu dengan cepat, seperti hendak lepas dari tempatnya. Karena jika saja dia tadi bergesar seinci saja pasti ponsel itu akan mengenai kepalanya.Ken memang sengaja melempar ponselnya tepat di samping Zae karena kesal. Lemparan yang mematikan tersebut membuat Zae bergidik ngeri, ditambah lagi dengan aura Ken yang mengerikan. Sikap dewasanya yang suka berkata bijak hilang seketika, berganti menjadi tunduk ketakutan. Paham betul jika Ken sedang marah."Kau kenapa Ken?" Tanya Zae basa-basi. Sebenarnya dia juga
"Kau tidak perlu khawatir, mama tidak akan pernah marah." Mengusap rambut Lisa lembut untuk meyakinkan. "Aku akan menjelaskan semuanya pada mama. Tetaplah di sini sampai aku kembali. Jangan keluar dari kamar sebelum aku menyuruhmu." Titah Ken.Lisa mengangguk, Ken mengecup pucuk kepala Lisa dan berlalu dari ruangan tersebut. Ken mendapat kabar dari Zae bahwa Juwita sudah hampir tiba di mansion.Sementara itu, Lisa berjalan mondar mandir di kamar. Rasa takut, cemas, khawatir dan gugup bercampur menjadi satu. Ini adalah kali pertamanya Lisa akan menemui ibu mertuanya.Tidak tahu bagaimana cara menyapanya dan tidak tahu pula apa yang akan ia bicarakan pada Juwita. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah, takut bila Juwita tidak suka pada dirinya dan tak merestui pernikahan mereka. Sementara benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Lisa.Lisa berjalan menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang ia anggap pantas dan sopan untuk bertemu dengan Juwita.
Lisa mengerutkan dahinya samar, meski tidak tahu kenapa Juwita menanyakan itu berulang. Meski ragu, Lisa tetap menjawabnya."Alyssa Caroline," jawab Lisa masih tenang.Tatapan dan aura dingin yang mencengkramkan kini melemah. Juwita menatap Lisa sendu, berjalan mendekati Lisa. Juwita memeluk Lisa, diikuti dengan buliran air mata yang membasahi wajahnya."Nyonya," Lirih Lisa. Bukannya menjawab, Juwita semakin erat mendekap Lisa dan semakin terisak. Lisa bingung atas apa yang terjadi pada ibu mertuanya tersebut."Caroline," Juwita terisak dalam pelukan Lisa. Lisa masih melongo mendapat perlakuan tersebut, terlebih Juwita menangis sendu. Lisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut, setidaknya untuk menenangkan.Lisa dengan lembut menenangkan Juwita, sampai suara isa itu melirih. Juwita melepaskan pelukannya dan meraih wajah Lisa. "Benar kau memang anaknya Caroline," ucap Juwita.Lisa terdiam, menatap kedua bola mata Juwita penuh