Keduanya berdiri begitu dekat hingga Elvina bisa merasakan napas pria itu menyentuh wajahnya ... begitu dingin hingga menusuk tulang. Tubuhnya tanpa sadar bergetar sedikit. Namun, Elvina tetap bergeming.Matanya yang jernih menatap langsung ke arah Raiden. "Pak Raiden, bukannya kamu juga tahu? Ayah Dexton dan bibi Anda, Clarissa, punya hubungan yang rumit. Dexton cuma bidak catur di tangan Clarissa. Dia cuma tertipu dan akhirnya melakukan kesalahan dengan membunuh orang tuaku."Tatapan Raiden semakin dalam. "Maksudmu, kamu nggak akan menuntutnya?""Hmm, aku nggak akan menuntutnya. Dia sudah menyesal dan minta maaf padaku," ujar Elvina. "Selain itu, aku dan Kak Dex ....""Sebaiknya kamu ganti panggilan itu," Raiden memotong ucapannya dengan ekspresi dingin. Cengkeramannya di belakang kepala Elvina semakin erat menunjukkan kekesalannya.Elvina menarik napas dalam-dalam, lalu menurutinya. Dengan suara lembut, dia berkata, "Aku dan Dexton tumbuh besar bersama. Lagian, dia juga mantan suami
"Nggak perlu," Elvina menggelengkan kepala. "Dexton pasti bisa mengambilnya kembali." Nada bicaranya begitu yakin hingga Raiden merasa ada sesuatu yang tidak beres, seolah-olah Dexton akan membuat kesepakatan tertentu dengan Daphney.Saat itu, lift sampai di lantai tujuan dan Elvina berjalan keluar terlebih dulu. Dia menekan bel pintu beberapa kali. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan yang muncul adalah Maya. Ketika melihat Elvina berdiri di luar pintu, air mata langsung menggenang di sudut matanya."Nona, syukurlah Anda baik-baik saja.""Maaf membuatmu khawatir, Bi Maya." Elvina tersenyum tipis, lalu masuk ke dalam rumah.Melihat Elvina bisa berbicara lagi, Maya tampak tersenyum tipis. Namun, ada perubahan dalam sikapnya. Dia menjadi lebih tenang dan pendiam. Dia tampaknya sudah paham sesuatu. Tiba-tiba, Maya berlutut di hadapan Elvina."Nona ... maafkan aku ...." Maya mencoba berbicara tetapi akhirnya menangis tersedu-sedu. "Aku minta maaf ...."Elvina berdiri di tempatnya, lalu ter
Maya sudah bekerja di Keluarga Kusuma sejak muda. Sekarang, dia mengurus Elvina secara pribadi. Usianya sudah sangat tua, sebagian besar rambutnya sudah beruban, dan kerutan memenuhi sudut matanya. Ajalnya juga mungkin sudah tidak lama lagi.Dulu, Elvina sering menangis di pelukan Maya dan bermanja-manja seperti anak kecil. Ini adalah kedua kalinya Maya menangis di depannya. Namun kali ini, hati Elvina sama sekali tidak tersentuh. Tatapannya tetap dingin.Elvina berjongkok di hadapan Maya, mengambil tisu dan menyeka air mata di sudut matanya. "Bi Maya, kamu mengikuti ibuku sejak dia baru menikah. Sampai sekarang, kamu masih memanggilku Nona, seolah-olah kamu adalah bagian dari keluarga kami. Kamu bilang kamu nggak bermaksud mencelakaiku, tapi kamu telah melakukannya dua kali."Tubuh dan bibir Maya bergetar hebat. "Nona ....""Kalau kamu benar-benar nggak mau mencelakaiku, waktu seseorang mengancammu, seharusnya kamu kasih tahu aku lebih dulu. Aku pasti akan menyelesaikan masalah itu u
Pergelangan tangan Elvina ditahan, sehingga dia tidak bisa melanjutkan menghancurkan biola itu."Ini hadiah ulang tahun dari ayahku. Tapi ayahku sudah tiada," ujar Elvina dengan ekspresi datar sambil menyibak rambut yang jatuh di pipinya. "Menyimpannya cuma akan membuatku teringat dan bersedih."Cengkeraman Raiden di tangannya semakin kuat. "Kalau buat kamu bersedih, kenapa kamu masih membelinya kembali dari Dexton?""Karena aku mau ngasih kejutan untukmu. Itu sebabnya aku mengambil biola ini," Elvina tersenyum tipis, wajahnya tanpa ekspresi senang ataupun sedih. "Tapi sekarang, aku nggak butuh lagi."Raiden merasa ada makna tersembunyi di balik kata-kata terakhirnya. Dalam hatinya muncul perasaan gugup dan takut. Rasanya seperti sesuatu yang selama ini dia genggam erat, perlahan mulai menghilang.Saat Elvina mencoba menarik tangannya, Raiden secara refleks semakin menggenggamnya. Dia mengambil biola dari tangan Elvina dan berkata dengan nada datar, "Jangan hancurin lagi, nanti tanganm
Raiden butuh waktu lama untuk menenangkan dirinya dan menahan napas dengan stabil. Setelah merapikan pakaian Elvina dan menyelimuti tubuhnya dengan hati-hati, dia mengambil remot dan menutup tirai jendela."Tidurlah sebentar," suara Raiden terdengar serak. "Nanti saat makan siang, aku akan membangunkanmu.""Hmm," jawab Elvina, lalu membenamkan dirinya di dalam selimut.Setelah keluar dari kamar dan menutup pintu, Raiden menelepon Owen. "Datanglah ke Riverview sekarang."Ada sesuatu yang menekan dadanya, membuatnya merasa sesak dan tidak nyaman. Saat dia berjalan ke ruang tamu, matanya tertuju pada kotak rokok yang ada di atas meja. Dia mengambil sebatang, menyalakannya, lalu mulai mengisapnya dalam-dalam.Setelah insiden Peter membawa kabur Elvina, Raiden tidak pernah berdiam diri. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengurus media dan keluarga besar Tjandra yang terus mencari tahu kebenaran. Urusan menemukan Elvina, dia serahkan pada Owen.Setelah polisi mencabut tuduhan terhadap
Owen melanjutkan penjelasannya, "Pelayan itu bilang dia lagi sibuk di lantai satu ketika Daphney turun mencarinya. Daphney mendengar suara Nyonya Pamela yang marah dari ruang kerja dan khawatir kondisinya akan memburuk. Karena itulah dia meminta pelayan itu untuk menelepon polisi dan rumah sakit. Sedangkan berita yang menyebar ke media, itu semua ulah Daphney.""Awalnya, berita tentang kematian mendadak Nyonya Pamela nggak begitu meluas. Tim PR bisa mengalihkan perhatian para jurnalis dengan berita lain. Tapi begitu kakak Daphney mengetahuinya, dia sendiri yang menyebarkan berita ini ke media. Dia juga yang menelepon keluarga besar Tjandra untuk memberi tahu mereka ...."Saat Owen berbicara, Raiden duduk membungkuk sambil mengisap rokok dan wajahnya tetap dingin.Ketidakpeduliannya membuatnya terlihat jauh lebih menyeramkan.Dengan suara datar, Raiden bertanya, "Yang mengejar Elvina tanpa henti itu bibiku atau Daphney?""Itu ulah Daphney," jawab Owen. "Orang-orangnya berhasil melacak N
"Paman Seto, apa dia nggak takut aku tahu apa yang sedang dia rencanakan?" Raiden mencibir, lalu menyalakan sebatang rokok lagi. Asap putih mengepul, menyelimuti tatapannya yang redup dan tak bisa ditebak.Ruang tamu kembali sunyi untuk beberapa saat. Akhirnya, Raiden membuka suara dengan nada dingin, "Bantu Paman Seto. Apa pun yang dia lakukan, biarkan saja. Sebarkan semua informasi itu agar keluarga besar di Hondria tahu."Owen menatapnya dengan syok. Mulutnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi Raiden memotongnya lebih dulu."Dokter bilang, Elvina mengandung anak kembar. Mereka sudah terbentuk sempurna." Pandangan Raiden jatuh ke bawah, suaranya terdengar lemah.Seketika itu, dia membayangkan darah merah di antara kaki Elvina. Jari-jari panjangnya sedikit bergetar. Rokok di tangannya bergetar sebelum jatuh ke atas meja kopi.Dia memejamkan mata, lalu mengambil rokok itu dan mematikannya di asbak. Dengan suara serak, dia melanjutkan, "Owen, beberapa bulan lagi aku sudah
Elvina kembali memasukkan beberapa butir kismis ke dalam mulutnya. "Baru saja aku mengobrol sama Dexton. Dia menanyakan apa yang ingin kumakan. Katanya dia sudah memesan makanan, mungkin sebentar lagi akan tiba."Mendengar itu, mata Raiden menyipit dan tampak kesal.Tepat pada saat itu, bel pintu berbunyi."Sepertinya pesanan makanannya sudah datang," ujar Elvina sambil hendak bangkit untuk membuka pintu. Namun, Raiden menekan pundaknya agar dia tetap duduk. "Aku saja yang buka."Di balik pintu, berdiri resepsionis yang sama seperti siang tadi sambil membawa dua kantong makanan. Melihat Raiden membuka pintu, resepsionis buru-buru menyerahkan makanan itu. "Pak Raiden, ini pesanan makanan untuk unit ini ....""Bukan aku yang pesan," potong Raiden dingin. "Buang saja."Resepsionis itu tertegun. Namun, sebelum dia bisa bereaksi lebih jauh, pintu sudah tertutup kembali.Dengan bingung, dia menatap label alamat di kantong makanan dan memastikan sekali lagi bahwa pesanan itu memang ditujukan
Raiden melihat bekas ciuman di bahu Elvina, lalu tersenyum. "Kalau begitu, aku gendong kamu ke kamar mandi ya?""Aku bisa pergi sendiri nanti," kata Elvina sambil mendengus setelah melihat dia tidak bertingkah macam-macam lagi. Kemudian, dia mengeluarkan amplop dari nakas dan menyerahkannya kepada Raiden.Raiden melihat amplop itu dan merasakan firasat buruk dalam hatinya. Dia memandang Elvina. Elvina lantas menggaruk dagu Raiden sambil tersenyum tipis. "Nggak mau lihat?""Nggak mau," jawab Raiden dengan suara parau, sementara jakunnya bergerak naik turun."Buka saja. Bagaimanapun, kita ini suami istri. Kamu harus lihat isi dokumen itu." Elvina menatap Raiden. "Atau biar aku yang membukanya?"Sambil berbicara, Elvina mulai membuka benang yang mengikat amplop itu. Raiden mengambil amplop itu dan berkata dengan suara berat, "Biar aku saja yang buka."Bagi Raiden, dokumen ini seperti bom waktu, tetapi dia hanya bisa menghadapinya. Dia lantas membuka benang itu dengan perlahan.Raiden mema
"Kak Raiden, kamu ngapain?" Elvina mendekat. Setelah itu, dia baru menyadari bahwa meja dapur di sebelah Raiden berantakan dan penuh dengan tepung. Di sisi lain, ada kotak berisi pangsit dengan bentuk yang cukup aneh."Buat pangsit," jawab Raiden. Menyadari tatapan Elvina tertuju pada meja dapur yang berantakan, dia terlihat agak canggung. "Awalnya aku beli kulit pangsit, tapi rasanya agak tebal dan kurang enak. Jadi, aku cari tutorial untuk buat kulit pangsit sendiri."Ketika Raiden memiringkan tubuhnya, Elvina baru menyadari lengan dan pakaiannya penuh noda tepung, membuatnya terlihat seperti ibu rumah tangga.Elvina melirik ke panci kecil. Pangsit yang terlihat gemuk tampak mendidih dan menyebarkan aroma harum yang samar. Dia tertegun sesaat sebelum berujar, "Aku pikir kamu bakal pesan pangsit udang dari restoran. Ternyata kamu mau buat sendiri."Raiden mengangguk. "Buat isiannya mudah, tutorialnya ada takaran yang jelas. Tapi, buat kulitnya yang agak repot. Aku juga masak daging."
Ini adalah satu-satunya solusi yang diberikan Elvina. Dicky tahu jika dia tidak menyetujuinya, perusahaannya tidak akan bertahan lama. Dicky mencoba bernegosiasi dengan Elvina, "Gimana kalau 10%?"Elvina hanya tersenyum, lalu berjalan melewati Dicky dan membuka pintu kaca. Kemudian, dia memanggil Sisca dan menginstruksi, "Antar Pak Dicky dan Bu Karen keluar.""Baik." Sisca memberi isyarat tangan mempersilakan. "Silakan, Pak Dicky, Bu Karen. Aku akan mengantar kalian keluar."Saat melihat sikap tegas Elvina, Dicky hanya bisa diam-diam menggertakkan giginya. Dia merasa Elvina ini sama keras dan tegas seperti Raiden."Dua puluh persen." Demi menyelamatkan perusahaannya, Dicky terpaksa mengalah. Kemudian, dia menelepon sekretarisnya, memintanya memberi tahu pemegang saham lain dan segera menyiapkan kontrak untuk diantar kemari.Sementara itu, Elvina melambaikan tangannya kepada Sisca. Kemudian, dia menelepon Raiden."Ada apa?""Telepon para direktur dan minta mereka untuk jangan memutuskan
Mendengar ucapannya, tangan Karen yang bertumpu di lantai mulai bergetar hebat.Pagi ini, video Elvina dan Raiden keluar dari rumah sakit dan dikelilingi oleh para wartawan sudah beredar. Karen juga melihatnya. Dari video itu, dia bisa merasakan betapa Raiden sangat memanjakan Elvina.Belum lagi, ketegasan Raiden yang terkenal di industri. Dia adalah orang yang selalu menepati ucapannya. Jika harus memohon kepada Raiden, tidak akan ada ruang untuk negosiasi sama sekali!Di saat suasana tegang, pintu kaca ruang pertemuan terbuka. Sisca membawa masuk seorang pria paruh baya berpakaian rapi dengan setelan jas."Bu Elvina, Pak Dicky sudah tiba," kata Sisca.Dicky masuk ke ruang pertemuan. Melihat bahwa hanya ada Elvina dan Karen yang berlutut di lantai, dia tampak agak lega.Dia melangkah cepat dan langsung menampar wajah Karen dengan keras. "Lihat apa yang kamu lakukan! Sekretaris Bu Elvina cuma memintamu merekam video permintaan maaf saja masalah ini sudah selesai. Tapi kamu malah ngomon
Elvina mengusap alisnya dan berkata dengan tak berdaya, "Cuma masalah kecil, nggak usah sampai mutusin jalan rezeki seseorang." Dia tidak menyangka Raiden akan bertindak sekeras itu."Karen membuat video permintaan maaf, tapi malah balik menjelekkanmu dan memprovokasi netizen untuk mencacimu. Itu bukan masalah kecil lagi," Sisca mendengus dingin. "Dia pantas menerimanya!""Oh ya, Karen datang ke Grup Polaris. Apa kamu mau menemuinya?""Mau," jawab Elvina sambil meletakkan dokumen yang sudah ditandatangani ke samping. Matanya berkilat sejenak. "Bawa dia ke ruang rapat, aku akan ke sana nanti."Sisca mengangguk, lalu pergi.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Elvina akhirnya menuju ruang pertemuan.Di sana, Karen sedang mondar-mandir dengan gelisah. Ketika melihat Elvina masuk, dia segera berjalan mendekat dengan senyum dipaksakan. "Bu Elvina, aku bersalah.""Aku nggak seharusnya mengatakan hal-hal itu waktu Pak Owen memintaku merekam video permintaan maaf. Mohon maafkan aku."Saat ini,
"Bukan," sahut Raiden tanpa berkedip. Suaranya terdengar rendah. "Beberapa hari lalu saat aku ke Kota Baria untuk mencarimu, mungkin ada yang melihatku. Kemudian, kemarin aku juga pergi ke acara lelang amal. Aku pakai kacamata hitam, tapi para bos itu masih mengenaliku dan datang menyapaku."Elvina merasa ucapan Raiden masuk akal. Banyak eksekutif perusahaan yang hadir di acara lelang amal semalam dan mereka memang mengenal Raiden. Ketika mereka pergi, masih ada reporter di luar hotel.Pihak rumah sakit mengatakan bahwa Raiden mungkin tidak akan siuman lagi. Orang-orang yang sekarang melihatnya hidup pasti tidak bisa menahan diri untuk memberi tahu orang lain.Elvina mengantar Raiden kembali ke Riverview, mengendarai mobil hingga ke basemen apartemen.Ketika Raiden keluar dari mobil, dia berbalik untuk bertanya, "Gimana kalau makan pangsit udang malam nanti?”Elvina mengangguk, lalu berkemudi ke perusahaan. Setibanya di perusahaan, begitu Elvina duduk, Sisca masuk dengan membawakan sec
Raiden yang sedang duduk di ruang tamu, sibuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba, Owen menelepon. "Pak, ada berita. Apa kamu sudah melihatnya?""Kamu kira aku punya banyak waktu luang?" Raiden mengernyit dengan kesal. "Kamu tangani saja sendiri.""Masalah ini sulit untuk kutangani sendiri. Ini berkaitan dengan Bu Elvina ...."Setelah Owen mengatakan itu, Raiden segera membuka internet dan melihat foto Elvina yang diambil saat menghadiri acara lelang amal semalam.Foto-foto yang diambil oleh kamera sangat jelas tanpa filter dan diambil dari jarak sangat dekat. Meskipun demikian, wajah Elvina terlihat sangat sempurna tidak peduli dari sudut mana pun.Setelah menggulir beberapa foto, Raiden baru menyadari bahwa gaun yang dikenakan Elvina semalam memiliki desain belakang yang terbuka, memperlihatkan punggung putihnya.Raiden merasakan urat nadi di pelipisnya berdenyut. Dia diam-diam menyimpan foto-foto itu, lalu mengirim pesan kepada Owen untuk mengurus semua foto Elvina saat berjalan di karpe
Supaya kaki Elvina terasa nyaman, Raiden membeli sandal berbahan kain. Sol sandalnya cukup tebal, tetapi saat berjalan di lantai, rasanya sangat lembut.Elvina tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Namun, ketika Raiden mengambil kotak untuk menyimpan sepatu hak tingginya dan menjulurkan tangan, dia mendekat dan membiarkan Raiden menggandengnya. Keduanya keluar bersama.Sisca mengambil kunci mobil dan juga menggandeng lengan Keanu. "Kak, kita juga pergi! Dasar mereka ini!"Keanu terkekeh-kekeh, merasa sangat senang. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan gadis yang imut seperti Sisca. Sejak masuk ke restoran seafood, senyuman di wajahnya tidak pernah hilang.Sisca mengantarkan Elvina dan Raiden terlebih dahulu ke Riverview, lalu mengantar Keanu.Elvina yang sibuk sepanjang hari, ditambah lagi menghabiskan waktu di acara lelang malam itu, merasa sangat lelah setelah makan malam dan pulang.Dia teringat kejadian di kamar mandi beberapa hari yang lalu sehingga menolak Raiden dan masuk ke kam
Sisca kesal mendengarnya. Dia hampir saja mengambil cangkir teh di dekatnya dan melemparkannya ke wajah Raiden."Apa salahnya kalau aku nggak punya pacar? Itu karena aku berhati-hati!" Sisca mendengus. "Aku nggak mau seperti Elvina yang punya suami posesif seperti Pak Raiden dan suka berpura-pura jadi korban. Sungguh menakutkan!""Betul." Keanu yang duduk di sampingnya sangat setuju. Dia tersenyum lebar. "Yang kamu katakan sama seperti yang ada di pikiranku."Keanu meletakkan daging kepiting yang sudah dikupas di piring Sisca, lalu mengelap tangan dengan handuk hangat. "Elvina Sayang, kalau suatu hari kamu cerai sama Kak Raiden, kasih tahu aku ya. Aku akan nikahi kamu. Aku jauh lebih perhatian dibanding Kak Raiden."Raiden menatapnya dengan dingin, lalu menyipitkan matanya yang terlihat berbahaya, "Kamu ingin mati ya?""Itu mulut dia, terserah dia mau bicara apa," bela Sisca. "Pak Raiden, kamu ini bukan cuma posesif, tapi juga sering ngancam orang."Keanu meletakkan tangannya di bahu S