Elvina berdiri terpaku, tidak menyangka Peter mengambil risiko besar pergi ke Hondria hanya untuk membunuh ayah Daphney demi membalas dendam untuknya. Apa yang telah dia lakukan dalam hidup ini?Apa layaknya dia menerima perlindungan begitu besar dari seorang pria yang rela berseteru dengan kakaknya sendiri demi dirinya?Air mata Elvina perlahan memenuhi pelupuk matanya. Dia mengangkat ponsel, berniat mengetik sesuatu, tetapi tidak tahu harus mengetik apa. Jemarinya hanya menekan sembarang huruf hingga memenuhi layar dengan "wwww".Pete yang awalnya ingin menyeka air matanya, mengangkat tangannya tetapi akhirnya menurunkannya lagi. "Dulu aku gagal melindungimu. Aku membiarkanmu terluka beberapa kali. Tapi itu nggak akan terjadi lagi.""Sekarang, meskipun Raiden masih memanjakan Daphney, selama dia berani menyentuhmu, aku nggak akan tinggal diam. Sudahlah, Elvina. Ini sudah larut malam. Tidurlah. Lusa pagi kita akan naik kapal dan meninggalkan tempat ini."Elvina mengangguk pelan. Setel
Peter mendekat, lalu tangannya bergerak di atas laptop dan menampilkan beberapa gambar di layar. Gambar-gambar itu sangat jelas, tetapi Elvina sama sekali tidak mengenali orang-orang di dalamnya.Hanya satu orang yang menarik perhatiannya ... seorang wanita paruh baya yang hanya terlihat setengah dari sisi tubuhnya dan tampak sedang berbicara dengan seorang wanita muda di depannya."Ini ... Bi Maya, bukan?" Peter menunjuk wanita paruh baya dalam gambar itu. "Waktu aku periksa rekaman pengawasan, aku menemukan sopir Clarissa sempat berinteraksi dengan wanita muda di hadapan Bi Maya ....""Elvina, selama ini Bi Maya pernah melakukan sesuatu padamu di rumah?" Setelah jeda singkat, Peter menambahkan, "Misalnya, kamu merasa ada yang aneh pada tubuhmu atau mungkin ponsel dan komputermu pernah dia utak-atik?"Elvina mengira dirinya sudah cukup menderita setelah mengetahui bahwa dia hanyalah alat di mata Raiden. Namun, apa yang diperlihatkan Peter kali ini membuatnya jauh lebih sakit. Dengan t
Elvina berpikir sejenak, lalu mengetik di ponselnya.[ Bi Maya nggak pernah menyentuh ponsel atau komputerkku. Tapi tenggorokanku .... ][ Setelah Bi Maya kembali dari Kota Feina untuk menjenguk cucunya, beberapa hari kemudian tenggorokanku mulai terasa nyeri. Awalnya, aku kira suara serak ini karena pria itu mencekik leherku terlalu keras. ][ Tapi saat aku memeriksakan diri ke rumah sakit, dokter bilang kerusakannya ringan dan bisa sembuh perlahan. Tapi sampai aku kembali ke Kota Berza, tenggorokanku tetap nggak membaik. ]"Maya pasti melakukan sesuatu pada makananmu, sehingga merusak suaramu," Peter menjelaskan dengan tegas. "Tapi tenang saja, kamu nggak akan makan masakannya lagi. Setelah kita tiba di Negara Yulandi, aku akan membawamu ke dokter untuk memeriksanya lagi. ]Elvina menatapnya lama, begitu lama hingga membuat Peter tanpa sadar menyentuh wajahnya. "Elvina, apa ada sesuatu di wajahku?" tanyanya heran. Elvina menggeleng dan mengetik di ponselnya.[ Peter, terima kasih. ]
Elvina baru pertama kali memegang benda seperti ini. Pistol itu terasa berat di tangannya, jari-jarinya sempat bergetar, tetapi dia segera menggenggamnya dengan kuat dan mengangguk mantap.Dia melihat Peter membuka pintu dan turun dari mobil, langsung berhadapan dengan para pria yang menyerbunya.Tubuh Peter bergerak lincah. Dengan tenaga yang kuat, setiap pukulan membuat lawannya terlempar ke tanah dan tidak mampu bangkit lagi. Para pria itu tampak gentar, tetapi akhirnya mengatupkan gigi mereka dan kembali menyerang dengan lebih kuat.Beberapa orang mencoba memanfaatkan situasi untuk mengitari mobil dari sisi lain dan berusaha meraih Elvina. Begitu mereka mendekat, Elvina dengan cepat memasukkan peluru ke dalam senjata.Dia mengangkat pistol, mengarahkannya ke jendela mobil, lalu menarik pelatuk.Dampak dari tembakan itu membuat telapak tangannya terasa nyeri. Namun, peluru itu menembus kaca jendela dan mengenai bahu salah satu pria di luar. Sementara itu, Peter berhasil meloloskan d
"Aku bisa lakukan sendiri," kata Peter dengan agak canggung.Elvina menatapnya sambil tersenyum kecil, "Kamu sudah tinggal sekamar denganku beberapa hari, baru sekarang merasa canggung?"Peter hanya takut kalau mereka menyewa dua kamar terpisah, dia tidak bisa melindunginya dengan cepat jika ada serangan mendadak. Akhirnya, dia tidak bisa membantah Elvina dan melepas kausnya dengan patuh.Di dalam mobil tadi, wajah Peter terlihat santai. Dia mengatakan bahwa dia hanya mengalami luka ringan dan Elvina percaya. Namun, ketika melihat dada Peter yang penuh luka lama dan baru, termasuk beberapa sayatan yang masih berdarah, Elvina langsung terkesiap. Matanya mulai memerah, menatap luka-luka itu tanpa berkedip.Dia mengulurkan jari, menyentuh luka dengan lembut. "Sakit?" tanyanya pelan."Ini cuma luka ringan. Waktu latihan militer dulu, tulang rusuk kami bisa patah beberapa kali. Itu lebih menyakitkan dari ini." Peter menjawab jujur, bukan untuk menenangkannya."Peter ...." Elvina tidak tahu
Setelah menyantap beberapa suap ikan, mata Peter langsung berbinar. "Wow, Elvina, masakanmu luar biasa! Ini mungkin ikan terenak yang pernah kumakan seumur hidupku! Hanya dengan hidangan ini, aku bisa memakannya sebulan penuh tanpa bosan!""Benarkah?" Mendengar pujiannya, senyum kecil muncul di bibir Elvina. "Kalau besok kita belum sempat pergi, aku akan masakin sup ikan tahu lagi. Jangan sampai kamu malah muak makannya.""Nggak mungkin!" Peter mengangkat alis sambil tersenyum. "Masakanmu itu enak. Satu-satunya masalah adalah nggak pernah cukup!"Bagi Peter, masakan Elvina terasa lebih nikmat dibandingkan makanan di restoran.Setelah makan siang, Elvina mencuci pakaian mereka berdua. Kebetulan pemilik wanita penginapan itu akan pergi ke pasar untuk berbelanja dan dia bertanya apakah Elvina ingin ikut. Elvina setuju dan ikut keluar bersama pemilik penginapan.Saat berjalan-jalan, pemilik penginapan bertanya apakah Elvina datang ke kota itu untuk bekerja. Menyadari bahwa wanita itu hanya
Namun, saat Pamela meninggal mendadak di ruang kerja, hanya Elvina yang ada di sana.Meskipun dia berulang kali mengatakan kematian itu tidak ada hubungannya dengan dirinya, tidak ada yang mau percaya. Kalau tidak, polisi tidak akan mengejarnya sampai seluruh negeri.Tanpa sengaja, dari layar yang jernih itu, Elvina melihat sosok pria yang tinggi dan ramping. Berbeda dengan anggota Keluarga Tjandra lainnya yang menghindari sorotan kamera, pria itu berdiri dengan kepala terangkat tinggi. Wajahnya begitu dingin dan tubuhnya memancarkan aura yang menusuk. Bahkan melalui layar, sosoknya membuat hati siapa pun merasa ketakutan.Hati Elvina yang sudah berusaha tenang selama beberapa hari ini, tiba-tiba bergetar hebat begitu melihatnya. Rasa sakit itu seperti pisau yang mencabik-cabik dadanya .... Dengan cepat, dia mematikan ponselnya. Wajahnya tampak pucat dan sedih.Elvina tidak membuka ponselnya lagi. Dia menyalakan televisi di ruang tamu untuk mengalihkan perhatian. Anak kecil yang tadi b
"Hmm, aku tahu." Elvina tersenyum sambil mengangguk untuk mengantar kepergian mereka. Dia mematikan televisi dan hendak kembali ke kamar ketika mendapati Peter bersandar santai di ambang pintu kamar.Elvina tertegun sejenak. "Kenapa kamu keluar nggak ada suaranya?""Aku juga baru keluar." Peter mengepalkan tangan ke bibirnya dan berdeham pelan. "Ayo kita keluar sebentar.""Kondisimu baik-baik saja?""Cuma luka kecil, bukan tertembak kok." Peter mengangkat bahunya dengan santai. Ekspresinya tampak rileks. "Sejak kita pergi dari Kota Berza, kita cuma berdiam diri di penginapan atau losmen. Rasanya cukup membosankan."Melihat Peter benar-benar ingin pergi, Elvina tidak berkata apa-apa lagi.Tak lama kemudian, mereka keluar bersama.Festival Api adalah perayaan tradisional suku Yina. Karena jalan tempat Elvina menginap mayoritas dihuni oleh suku Yina, suasana di sepanjang jalan sangat meriah. Banyak pria dan wanita berpakaian adat, wajah mereka berseri-seri dipenuhi kegembiraan merayakan h
Raiden melihat bekas ciuman di bahu Elvina, lalu tersenyum. "Kalau begitu, aku gendong kamu ke kamar mandi ya?""Aku bisa pergi sendiri nanti," kata Elvina sambil mendengus setelah melihat dia tidak bertingkah macam-macam lagi. Kemudian, dia mengeluarkan amplop dari nakas dan menyerahkannya kepada Raiden.Raiden melihat amplop itu dan merasakan firasat buruk dalam hatinya. Dia memandang Elvina. Elvina lantas menggaruk dagu Raiden sambil tersenyum tipis. "Nggak mau lihat?""Nggak mau," jawab Raiden dengan suara parau, sementara jakunnya bergerak naik turun."Buka saja. Bagaimanapun, kita ini suami istri. Kamu harus lihat isi dokumen itu." Elvina menatap Raiden. "Atau biar aku yang membukanya?"Sambil berbicara, Elvina mulai membuka benang yang mengikat amplop itu. Raiden mengambil amplop itu dan berkata dengan suara berat, "Biar aku saja yang buka."Bagi Raiden, dokumen ini seperti bom waktu, tetapi dia hanya bisa menghadapinya. Dia lantas membuka benang itu dengan perlahan.Raiden mema
"Kak Raiden, kamu ngapain?" Elvina mendekat. Setelah itu, dia baru menyadari bahwa meja dapur di sebelah Raiden berantakan dan penuh dengan tepung. Di sisi lain, ada kotak berisi pangsit dengan bentuk yang cukup aneh."Buat pangsit," jawab Raiden. Menyadari tatapan Elvina tertuju pada meja dapur yang berantakan, dia terlihat agak canggung. "Awalnya aku beli kulit pangsit, tapi rasanya agak tebal dan kurang enak. Jadi, aku cari tutorial untuk buat kulit pangsit sendiri."Ketika Raiden memiringkan tubuhnya, Elvina baru menyadari lengan dan pakaiannya penuh noda tepung, membuatnya terlihat seperti ibu rumah tangga.Elvina melirik ke panci kecil. Pangsit yang terlihat gemuk tampak mendidih dan menyebarkan aroma harum yang samar. Dia tertegun sesaat sebelum berujar, "Aku pikir kamu bakal pesan pangsit udang dari restoran. Ternyata kamu mau buat sendiri."Raiden mengangguk. "Buat isiannya mudah, tutorialnya ada takaran yang jelas. Tapi, buat kulitnya yang agak repot. Aku juga masak daging."
Ini adalah satu-satunya solusi yang diberikan Elvina. Dicky tahu jika dia tidak menyetujuinya, perusahaannya tidak akan bertahan lama. Dicky mencoba bernegosiasi dengan Elvina, "Gimana kalau 10%?"Elvina hanya tersenyum, lalu berjalan melewati Dicky dan membuka pintu kaca. Kemudian, dia memanggil Sisca dan menginstruksi, "Antar Pak Dicky dan Bu Karen keluar.""Baik." Sisca memberi isyarat tangan mempersilakan. "Silakan, Pak Dicky, Bu Karen. Aku akan mengantar kalian keluar."Saat melihat sikap tegas Elvina, Dicky hanya bisa diam-diam menggertakkan giginya. Dia merasa Elvina ini sama keras dan tegas seperti Raiden."Dua puluh persen." Demi menyelamatkan perusahaannya, Dicky terpaksa mengalah. Kemudian, dia menelepon sekretarisnya, memintanya memberi tahu pemegang saham lain dan segera menyiapkan kontrak untuk diantar kemari.Sementara itu, Elvina melambaikan tangannya kepada Sisca. Kemudian, dia menelepon Raiden."Ada apa?""Telepon para direktur dan minta mereka untuk jangan memutuskan
Mendengar ucapannya, tangan Karen yang bertumpu di lantai mulai bergetar hebat.Pagi ini, video Elvina dan Raiden keluar dari rumah sakit dan dikelilingi oleh para wartawan sudah beredar. Karen juga melihatnya. Dari video itu, dia bisa merasakan betapa Raiden sangat memanjakan Elvina.Belum lagi, ketegasan Raiden yang terkenal di industri. Dia adalah orang yang selalu menepati ucapannya. Jika harus memohon kepada Raiden, tidak akan ada ruang untuk negosiasi sama sekali!Di saat suasana tegang, pintu kaca ruang pertemuan terbuka. Sisca membawa masuk seorang pria paruh baya berpakaian rapi dengan setelan jas."Bu Elvina, Pak Dicky sudah tiba," kata Sisca.Dicky masuk ke ruang pertemuan. Melihat bahwa hanya ada Elvina dan Karen yang berlutut di lantai, dia tampak agak lega.Dia melangkah cepat dan langsung menampar wajah Karen dengan keras. "Lihat apa yang kamu lakukan! Sekretaris Bu Elvina cuma memintamu merekam video permintaan maaf saja masalah ini sudah selesai. Tapi kamu malah ngomon
Elvina mengusap alisnya dan berkata dengan tak berdaya, "Cuma masalah kecil, nggak usah sampai mutusin jalan rezeki seseorang." Dia tidak menyangka Raiden akan bertindak sekeras itu."Karen membuat video permintaan maaf, tapi malah balik menjelekkanmu dan memprovokasi netizen untuk mencacimu. Itu bukan masalah kecil lagi," Sisca mendengus dingin. "Dia pantas menerimanya!""Oh ya, Karen datang ke Grup Polaris. Apa kamu mau menemuinya?""Mau," jawab Elvina sambil meletakkan dokumen yang sudah ditandatangani ke samping. Matanya berkilat sejenak. "Bawa dia ke ruang rapat, aku akan ke sana nanti."Sisca mengangguk, lalu pergi.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Elvina akhirnya menuju ruang pertemuan.Di sana, Karen sedang mondar-mandir dengan gelisah. Ketika melihat Elvina masuk, dia segera berjalan mendekat dengan senyum dipaksakan. "Bu Elvina, aku bersalah.""Aku nggak seharusnya mengatakan hal-hal itu waktu Pak Owen memintaku merekam video permintaan maaf. Mohon maafkan aku."Saat ini,
"Bukan," sahut Raiden tanpa berkedip. Suaranya terdengar rendah. "Beberapa hari lalu saat aku ke Kota Baria untuk mencarimu, mungkin ada yang melihatku. Kemudian, kemarin aku juga pergi ke acara lelang amal. Aku pakai kacamata hitam, tapi para bos itu masih mengenaliku dan datang menyapaku."Elvina merasa ucapan Raiden masuk akal. Banyak eksekutif perusahaan yang hadir di acara lelang amal semalam dan mereka memang mengenal Raiden. Ketika mereka pergi, masih ada reporter di luar hotel.Pihak rumah sakit mengatakan bahwa Raiden mungkin tidak akan siuman lagi. Orang-orang yang sekarang melihatnya hidup pasti tidak bisa menahan diri untuk memberi tahu orang lain.Elvina mengantar Raiden kembali ke Riverview, mengendarai mobil hingga ke basemen apartemen.Ketika Raiden keluar dari mobil, dia berbalik untuk bertanya, "Gimana kalau makan pangsit udang malam nanti?”Elvina mengangguk, lalu berkemudi ke perusahaan. Setibanya di perusahaan, begitu Elvina duduk, Sisca masuk dengan membawakan sec
Raiden yang sedang duduk di ruang tamu, sibuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba, Owen menelepon. "Pak, ada berita. Apa kamu sudah melihatnya?""Kamu kira aku punya banyak waktu luang?" Raiden mengernyit dengan kesal. "Kamu tangani saja sendiri.""Masalah ini sulit untuk kutangani sendiri. Ini berkaitan dengan Bu Elvina ...."Setelah Owen mengatakan itu, Raiden segera membuka internet dan melihat foto Elvina yang diambil saat menghadiri acara lelang amal semalam.Foto-foto yang diambil oleh kamera sangat jelas tanpa filter dan diambil dari jarak sangat dekat. Meskipun demikian, wajah Elvina terlihat sangat sempurna tidak peduli dari sudut mana pun.Setelah menggulir beberapa foto, Raiden baru menyadari bahwa gaun yang dikenakan Elvina semalam memiliki desain belakang yang terbuka, memperlihatkan punggung putihnya.Raiden merasakan urat nadi di pelipisnya berdenyut. Dia diam-diam menyimpan foto-foto itu, lalu mengirim pesan kepada Owen untuk mengurus semua foto Elvina saat berjalan di karpe
Supaya kaki Elvina terasa nyaman, Raiden membeli sandal berbahan kain. Sol sandalnya cukup tebal, tetapi saat berjalan di lantai, rasanya sangat lembut.Elvina tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Namun, ketika Raiden mengambil kotak untuk menyimpan sepatu hak tingginya dan menjulurkan tangan, dia mendekat dan membiarkan Raiden menggandengnya. Keduanya keluar bersama.Sisca mengambil kunci mobil dan juga menggandeng lengan Keanu. "Kak, kita juga pergi! Dasar mereka ini!"Keanu terkekeh-kekeh, merasa sangat senang. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan gadis yang imut seperti Sisca. Sejak masuk ke restoran seafood, senyuman di wajahnya tidak pernah hilang.Sisca mengantarkan Elvina dan Raiden terlebih dahulu ke Riverview, lalu mengantar Keanu.Elvina yang sibuk sepanjang hari, ditambah lagi menghabiskan waktu di acara lelang malam itu, merasa sangat lelah setelah makan malam dan pulang.Dia teringat kejadian di kamar mandi beberapa hari yang lalu sehingga menolak Raiden dan masuk ke kam
Sisca kesal mendengarnya. Dia hampir saja mengambil cangkir teh di dekatnya dan melemparkannya ke wajah Raiden."Apa salahnya kalau aku nggak punya pacar? Itu karena aku berhati-hati!" Sisca mendengus. "Aku nggak mau seperti Elvina yang punya suami posesif seperti Pak Raiden dan suka berpura-pura jadi korban. Sungguh menakutkan!""Betul." Keanu yang duduk di sampingnya sangat setuju. Dia tersenyum lebar. "Yang kamu katakan sama seperti yang ada di pikiranku."Keanu meletakkan daging kepiting yang sudah dikupas di piring Sisca, lalu mengelap tangan dengan handuk hangat. "Elvina Sayang, kalau suatu hari kamu cerai sama Kak Raiden, kasih tahu aku ya. Aku akan nikahi kamu. Aku jauh lebih perhatian dibanding Kak Raiden."Raiden menatapnya dengan dingin, lalu menyipitkan matanya yang terlihat berbahaya, "Kamu ingin mati ya?""Itu mulut dia, terserah dia mau bicara apa," bela Sisca. "Pak Raiden, kamu ini bukan cuma posesif, tapi juga sering ngancam orang."Keanu meletakkan tangannya di bahu S