"Ya, di sini sudah malam. Aku sudah mandi, sebentar lagi mau tidur setelah ngeringin rambut." Elvina bersandar di tempat tidur, lalu mengambil buku itu dan membukanya. "Bi Maya kenapa telepon aku?" tanyanya."Nona sudah beberapa hari ke luar negeri. Aku takut Nona nggak makan teratur dan tidur nyenyak," balas Maya dengan cemas. "Aku ingat waktu kamu pergi ke Polando untuk dinas, kamu sampai muntah begitu tiba di hotel."Hati Elvina langsung terasa hangat mendengar perhatian itu. Dia tersenyum dan menjawab, "Waktu itu perutku lagi nggak enak dan mabuk perjalanan, jadi sampai hotel langsung muntah. Tapi kali ini nggak apa-apa. Hotelnya cukup nyaman, hanya saja makanan di sini kurang cocok untuk seleraku.""Kalau begitu setelah kamu pulang, Bibi akan masakkan makanan kesukaanmu," kata Maya, kemudian ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Nona, aku mau tanya sesuatu. Hubungan Nona Sutanto itu dekat sekali sama Tuan Raiden ya?""Nona Sutanto?" Elvina langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres
Tatapan penuh kelembutan dan rasa sayang di mata Raiden yang terpampang dalam foto-foto itu membuat Elvina merasa iri dan tertekan. Sensasi dingin dari masker mata yang dia kenakan terasa menyebar ke seluruh tubuhnya.Elvina terus-menerus melihat foto-foto itu, hingga matanya lelah dan tangannya yang memegang ponsel pun mulai pegal. Pandangannya kembali tertuju pada mata Raiden di foto, hingga akhirnya dia menyadari sesuatu.Mengapa dirinya bisa begitu terluka saat Raiden memarahinya ketika Daphney memfitnahnya? Mengapa dia bisa merasa cemburu terhadap kelembutan yang ditunjukkan Raiden pada Daphney? Mengapa dia bisa merasa kehilangan dan merasa Raiden tidak cukup perhatian padanya ....Karena dia telah jatuh cinta pada Raiden. Perasaan itu telah tumbuh di hatinya sejak lama. Hanya saja, Elvina terlalu takut untuk memikirkannya, apalagi mengakuinya.Elvina berpikir, setiap kali mereka bersama, pandangan Raiden terhadapnya selalu terlihat dingin. Namun, saat Raiden melihat Daphney di fo
Elvina terkejut.Ketika mendongak, dia melihat seorang pria dengan rambut berantakan dan mata yang tampak gila. Pria itu jelas tidak dalam kondisi normal. Jantung Elvina berdebar keras saat melihatnya."Pak, Anda salah orang," kata Elvina dengan tenang sambil mencoba melepaskan pergelangan tangannya dan mundur beberapa langkah."Riri, aku tahu aku salah. Pulang ke rumah, ya?" Pria itu mempererat cengkeramannya pada pergelangan tangan Elvina dan memohon dengan tatapan memelas. "Kamu nggak mau aku lagi, apa kamu juga nggak mau putri kita?"Elvina merasa pria itu tidak stabil. Dia memilih untuk tidak menjawab karena khawatir akan memprovokasinya. Namun, keheningannya membuat wajah pria itu berubah seketika. "Kenapa kamu diam saja? Apa kamu lagi nunggu pria itu datang? Sudah berapa lama kalian pacaran?""Kamu wanita nggak tahu malu! Pengkhianat!"Elvina merogoh ponselnya di dalam saku dan bersiap-siap untuk menelepon bantuan. Namun sebelum dia sempat melakukannya, pria itu tiba-tiba berter
"Peter, apa yang sebenarnya terjadi?" Owen mendekat dengan wajah serius.Peter menceritakan semua yang terjadi. Dari penerbangan darurat ke Kota Semi, perjalanan ke arena tembak, hingga serangan terhadap Elvina. Mendengar semua itu, wajah Owen berubah suram."Di mana pria itu sekarang?" tanya Owen dengan nada dingin."Saat itu aku hanya fokus membawa Elvina ke rumah sakit, nggak sempat ngurus dia. Mungkin dia sudah melarikan diri," jawab Peter. Suaranya terdengar tenang meskipun matanya memancarkan kemarahan yang terpendam. Dia kemudian mengusap alisnya dengan jemari."Jaga dia di sini. Kalau ada apa-apa, hubungi aku. Aku mau cari pria itu," lanjut Peter."Kamu sudah capek. Istirahat saja dulu," Owen mengerutkan alisnya. "Ada orang lain yang urus masalah ini ....""Dia hampir mati, Kak. Aku serius. Kalau aku terlambat satu detik saja, Elvina sudah meninggal. Ini bukan kesalahan kecil," Peter memotong ucapan Owen dengan suara penuh emosi. "Kalau bukan karena aku lalai, Elvina nggak akan
Ketika pelayan membawakan sarang burung walet dan melihat kekacauan di kamar, pelayan buru-buru meletakkan bawaannya dan menghampiri. "Nyonya, tenang sedikit. Jangan sampai janinmu kenapa-napa.""Menurutmu, kenapa Kak Raiden nggak datang melihatku?" Tangan Daphney yang berada di meja rias tampak bergetar. "Dia benaran menyukai Elvina? Kak Raiden bilang dia bakal menungguku. Dia nggak boleh ingkar janji."Daphney melirik perutnya yang menggembung. Tatapannya terlihat agak kejam. Alangkah bagusnya jika anak ini tiada ....Pelayan tahu apa yang dipikirkan Daphney. Dia buru-buru berlutut, lalu menyentuh perut Daphney sambil membujuk, "Nyonya, jangan berpikir sembarangan. Kamu tahu betapa Tuan Raiden dan orang lainnya mementingkan anak ini."Pelayan ini bukan pelayan yang diutus oleh Keluarga Tjandra. Dulu dia pelayan pribadi ibu Daphney. Setelah Daphney hamil, pelayan ini diutus untuk menjaga Daphney. Hingga sekarang, dia masih ingat pesan ibu Daphney kepadanya."Tuan Raiden terlalu sibuk,
Pria itu meletakkan kursi di depannya untuk dijadikan meja. Dia sedang bekerja dengan laptopnya. Lengan bajunya digulung sedikit, memperlihatkan tangannya yang kekar.Suara batuk Elvina menarik perhatian Raiden. Dia mendongak. Ketika melihat Elvina siuman dan menatapnya dengan agak bingung, Raiden berhenti bekerja dan menutup laptopnya."Mau minum?"Elvina tidak menggeleng ataupun mengangguk, hanya menarik selimutnya dan meringkukkan tubuh. Raiden tahu wanita ini merajuk. Dia mengangkat alisnya, lalu menyibakkan selimut Elvina dengan lembut dan memeluknya.Kemudian, dengan tangan yang satu lagi, Raiden menuangkan air hangat dan menyodorkannya ke samping mulut Elvina. "Minum sedikit."Elvina melawan. Ketika mendapati dirinya tidak bisa terlepas dari pelukan Raiden, dia pun menepis tangan Raiden yang memegang gelas. Untungnya, Raiden menggenggamnya dengan erat sehingga hanya sedikit air yang terkena seprai."Elvina." Suara Raiden menjadi lebih rendah. Dia menyodorkan gelasnya lagi sambil
Saat itu, Elvina menabrak mobil Dexton dengan tujuan membalas dendam. Dia sampai sudah siap untuk mati.Namun, setelah dipikir-pikir, akan lebih baik jika dia merebut kembali Grup Libertix. Orang tua dan neneknya baru bisa tenang melihat hasil seperti ini.Sekalipun Raiden hanya menyukainya sedikit, Elvina tetap ingin mencoba hubungan ini. Namun, Raiden malah membiarkan Daphney yang berkali-kali mencoba membunuhnya. Kini, Elvina merasa sangat kecewa.Setelah membaca teks di memo, tatapan Raiden menjadi suram. Dia berucap dengan nada datar, "Waktunya belum tiba. Cerai apanya? Selain itu, aku nggak mau jadi duda karena cerai."Raiden berjeda sebelum meneruskan, "Aku cuma mau jadi duda kalau ditinggal mati istriku."Wajah Elvina sontak memucat.[ Itu artinya, kamu ingin melihat Daphney membunuhku? ]"Kali ini aku sudah lalai." Raiden menunduk dan menyandarkan dagunya ke kepala Elvina. "Aku janji hal seperti itu nggak bakal terulang lagi."Elvina memalingkan wajahnya untuk menghindari Raid
Ketika melihat Raiden keluar, Peter tersadar dari lamunannya dan berdiri dengan tegak.Raiden menutup pintu dan melambaikan tangannya untuk memanggil Peter. Dia bertanya dengan suara rendah, "Kakakmu bilang kamu yang membereskan masalah semalam?""Ya.""Di mana pria itu?"Peter mengepalkan tangannya dan menunduk. "Sudah mati."Tinju Peter tidak terlalu kuat. Namun, setelah dia memberi peringatan kepada Daphney, dia baru menyadari pria itu sudah mati.Ketika mendengar jawaban ini, wajah Raiden tetap tenang seperti biasa. Dia hanya mengangguk. "Bantu aku pesan kamar suite sekaligus belikan ponsel baru.""Ya." Peter mengiakan.Setelah membalas email, Owen melihat Raiden kembali ke bangsal. Dia segera menghampiri Peter. "Peter, tadi Pak Raiden bilang apa?""Dia menyuruhku pesan kamar dan beli ponsel baru." Peter menatap pintu bangsal dengan tatapan suram. "Dia seharusnya tahu Elvina nggak suka bau disinfektan di rumah sakit. Kak, menurutmu dia suka Elvina nggak sih?"Jelas-jelas yang menga
Raiden melihat bekas ciuman di bahu Elvina, lalu tersenyum. "Kalau begitu, aku gendong kamu ke kamar mandi ya?""Aku bisa pergi sendiri nanti," kata Elvina sambil mendengus setelah melihat dia tidak bertingkah macam-macam lagi. Kemudian, dia mengeluarkan amplop dari nakas dan menyerahkannya kepada Raiden.Raiden melihat amplop itu dan merasakan firasat buruk dalam hatinya. Dia memandang Elvina. Elvina lantas menggaruk dagu Raiden sambil tersenyum tipis. "Nggak mau lihat?""Nggak mau," jawab Raiden dengan suara parau, sementara jakunnya bergerak naik turun."Buka saja. Bagaimanapun, kita ini suami istri. Kamu harus lihat isi dokumen itu." Elvina menatap Raiden. "Atau biar aku yang membukanya?"Sambil berbicara, Elvina mulai membuka benang yang mengikat amplop itu. Raiden mengambil amplop itu dan berkata dengan suara berat, "Biar aku saja yang buka."Bagi Raiden, dokumen ini seperti bom waktu, tetapi dia hanya bisa menghadapinya. Dia lantas membuka benang itu dengan perlahan.Raiden mema
"Kak Raiden, kamu ngapain?" Elvina mendekat. Setelah itu, dia baru menyadari bahwa meja dapur di sebelah Raiden berantakan dan penuh dengan tepung. Di sisi lain, ada kotak berisi pangsit dengan bentuk yang cukup aneh."Buat pangsit," jawab Raiden. Menyadari tatapan Elvina tertuju pada meja dapur yang berantakan, dia terlihat agak canggung. "Awalnya aku beli kulit pangsit, tapi rasanya agak tebal dan kurang enak. Jadi, aku cari tutorial untuk buat kulit pangsit sendiri."Ketika Raiden memiringkan tubuhnya, Elvina baru menyadari lengan dan pakaiannya penuh noda tepung, membuatnya terlihat seperti ibu rumah tangga.Elvina melirik ke panci kecil. Pangsit yang terlihat gemuk tampak mendidih dan menyebarkan aroma harum yang samar. Dia tertegun sesaat sebelum berujar, "Aku pikir kamu bakal pesan pangsit udang dari restoran. Ternyata kamu mau buat sendiri."Raiden mengangguk. "Buat isiannya mudah, tutorialnya ada takaran yang jelas. Tapi, buat kulitnya yang agak repot. Aku juga masak daging."
Ini adalah satu-satunya solusi yang diberikan Elvina. Dicky tahu jika dia tidak menyetujuinya, perusahaannya tidak akan bertahan lama. Dicky mencoba bernegosiasi dengan Elvina, "Gimana kalau 10%?"Elvina hanya tersenyum, lalu berjalan melewati Dicky dan membuka pintu kaca. Kemudian, dia memanggil Sisca dan menginstruksi, "Antar Pak Dicky dan Bu Karen keluar.""Baik." Sisca memberi isyarat tangan mempersilakan. "Silakan, Pak Dicky, Bu Karen. Aku akan mengantar kalian keluar."Saat melihat sikap tegas Elvina, Dicky hanya bisa diam-diam menggertakkan giginya. Dia merasa Elvina ini sama keras dan tegas seperti Raiden."Dua puluh persen." Demi menyelamatkan perusahaannya, Dicky terpaksa mengalah. Kemudian, dia menelepon sekretarisnya, memintanya memberi tahu pemegang saham lain dan segera menyiapkan kontrak untuk diantar kemari.Sementara itu, Elvina melambaikan tangannya kepada Sisca. Kemudian, dia menelepon Raiden."Ada apa?""Telepon para direktur dan minta mereka untuk jangan memutuskan
Mendengar ucapannya, tangan Karen yang bertumpu di lantai mulai bergetar hebat.Pagi ini, video Elvina dan Raiden keluar dari rumah sakit dan dikelilingi oleh para wartawan sudah beredar. Karen juga melihatnya. Dari video itu, dia bisa merasakan betapa Raiden sangat memanjakan Elvina.Belum lagi, ketegasan Raiden yang terkenal di industri. Dia adalah orang yang selalu menepati ucapannya. Jika harus memohon kepada Raiden, tidak akan ada ruang untuk negosiasi sama sekali!Di saat suasana tegang, pintu kaca ruang pertemuan terbuka. Sisca membawa masuk seorang pria paruh baya berpakaian rapi dengan setelan jas."Bu Elvina, Pak Dicky sudah tiba," kata Sisca.Dicky masuk ke ruang pertemuan. Melihat bahwa hanya ada Elvina dan Karen yang berlutut di lantai, dia tampak agak lega.Dia melangkah cepat dan langsung menampar wajah Karen dengan keras. "Lihat apa yang kamu lakukan! Sekretaris Bu Elvina cuma memintamu merekam video permintaan maaf saja masalah ini sudah selesai. Tapi kamu malah ngomon
Elvina mengusap alisnya dan berkata dengan tak berdaya, "Cuma masalah kecil, nggak usah sampai mutusin jalan rezeki seseorang." Dia tidak menyangka Raiden akan bertindak sekeras itu."Karen membuat video permintaan maaf, tapi malah balik menjelekkanmu dan memprovokasi netizen untuk mencacimu. Itu bukan masalah kecil lagi," Sisca mendengus dingin. "Dia pantas menerimanya!""Oh ya, Karen datang ke Grup Polaris. Apa kamu mau menemuinya?""Mau," jawab Elvina sambil meletakkan dokumen yang sudah ditandatangani ke samping. Matanya berkilat sejenak. "Bawa dia ke ruang rapat, aku akan ke sana nanti."Sisca mengangguk, lalu pergi.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Elvina akhirnya menuju ruang pertemuan.Di sana, Karen sedang mondar-mandir dengan gelisah. Ketika melihat Elvina masuk, dia segera berjalan mendekat dengan senyum dipaksakan. "Bu Elvina, aku bersalah.""Aku nggak seharusnya mengatakan hal-hal itu waktu Pak Owen memintaku merekam video permintaan maaf. Mohon maafkan aku."Saat ini,
"Bukan," sahut Raiden tanpa berkedip. Suaranya terdengar rendah. "Beberapa hari lalu saat aku ke Kota Baria untuk mencarimu, mungkin ada yang melihatku. Kemudian, kemarin aku juga pergi ke acara lelang amal. Aku pakai kacamata hitam, tapi para bos itu masih mengenaliku dan datang menyapaku."Elvina merasa ucapan Raiden masuk akal. Banyak eksekutif perusahaan yang hadir di acara lelang amal semalam dan mereka memang mengenal Raiden. Ketika mereka pergi, masih ada reporter di luar hotel.Pihak rumah sakit mengatakan bahwa Raiden mungkin tidak akan siuman lagi. Orang-orang yang sekarang melihatnya hidup pasti tidak bisa menahan diri untuk memberi tahu orang lain.Elvina mengantar Raiden kembali ke Riverview, mengendarai mobil hingga ke basemen apartemen.Ketika Raiden keluar dari mobil, dia berbalik untuk bertanya, "Gimana kalau makan pangsit udang malam nanti?”Elvina mengangguk, lalu berkemudi ke perusahaan. Setibanya di perusahaan, begitu Elvina duduk, Sisca masuk dengan membawakan sec
Raiden yang sedang duduk di ruang tamu, sibuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba, Owen menelepon. "Pak, ada berita. Apa kamu sudah melihatnya?""Kamu kira aku punya banyak waktu luang?" Raiden mengernyit dengan kesal. "Kamu tangani saja sendiri.""Masalah ini sulit untuk kutangani sendiri. Ini berkaitan dengan Bu Elvina ...."Setelah Owen mengatakan itu, Raiden segera membuka internet dan melihat foto Elvina yang diambil saat menghadiri acara lelang amal semalam.Foto-foto yang diambil oleh kamera sangat jelas tanpa filter dan diambil dari jarak sangat dekat. Meskipun demikian, wajah Elvina terlihat sangat sempurna tidak peduli dari sudut mana pun.Setelah menggulir beberapa foto, Raiden baru menyadari bahwa gaun yang dikenakan Elvina semalam memiliki desain belakang yang terbuka, memperlihatkan punggung putihnya.Raiden merasakan urat nadi di pelipisnya berdenyut. Dia diam-diam menyimpan foto-foto itu, lalu mengirim pesan kepada Owen untuk mengurus semua foto Elvina saat berjalan di karpe
Supaya kaki Elvina terasa nyaman, Raiden membeli sandal berbahan kain. Sol sandalnya cukup tebal, tetapi saat berjalan di lantai, rasanya sangat lembut.Elvina tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Namun, ketika Raiden mengambil kotak untuk menyimpan sepatu hak tingginya dan menjulurkan tangan, dia mendekat dan membiarkan Raiden menggandengnya. Keduanya keluar bersama.Sisca mengambil kunci mobil dan juga menggandeng lengan Keanu. "Kak, kita juga pergi! Dasar mereka ini!"Keanu terkekeh-kekeh, merasa sangat senang. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan gadis yang imut seperti Sisca. Sejak masuk ke restoran seafood, senyuman di wajahnya tidak pernah hilang.Sisca mengantarkan Elvina dan Raiden terlebih dahulu ke Riverview, lalu mengantar Keanu.Elvina yang sibuk sepanjang hari, ditambah lagi menghabiskan waktu di acara lelang malam itu, merasa sangat lelah setelah makan malam dan pulang.Dia teringat kejadian di kamar mandi beberapa hari yang lalu sehingga menolak Raiden dan masuk ke kam
Sisca kesal mendengarnya. Dia hampir saja mengambil cangkir teh di dekatnya dan melemparkannya ke wajah Raiden."Apa salahnya kalau aku nggak punya pacar? Itu karena aku berhati-hati!" Sisca mendengus. "Aku nggak mau seperti Elvina yang punya suami posesif seperti Pak Raiden dan suka berpura-pura jadi korban. Sungguh menakutkan!""Betul." Keanu yang duduk di sampingnya sangat setuju. Dia tersenyum lebar. "Yang kamu katakan sama seperti yang ada di pikiranku."Keanu meletakkan daging kepiting yang sudah dikupas di piring Sisca, lalu mengelap tangan dengan handuk hangat. "Elvina Sayang, kalau suatu hari kamu cerai sama Kak Raiden, kasih tahu aku ya. Aku akan nikahi kamu. Aku jauh lebih perhatian dibanding Kak Raiden."Raiden menatapnya dengan dingin, lalu menyipitkan matanya yang terlihat berbahaya, "Kamu ingin mati ya?""Itu mulut dia, terserah dia mau bicara apa," bela Sisca. "Pak Raiden, kamu ini bukan cuma posesif, tapi juga sering ngancam orang."Keanu meletakkan tangannya di bahu S