"Mencintaimu tak hanya mecipta luka menganga, tetapi juga berhasil mengubah kehidupanku menjadi penuh dengan air mata. Bukankah sebelumnya, kau memberi tawa yang membawa bahagia? Kenapa sekarang malah sebaliknya? Kenapa kau tega merusak segalanya yang berusaha kujaga? Lalu sekarang, aku bisa apa selain menahan perih di hati seorang diri?"
***Sekarang, Stella benar-benar mengerti, bagaimana seharusnya ia bersikap dan bagaimana seharusnya ia menanggapi setiap sikap. Meski secara fisik, ia termasuk wanita yang kuat, tetapi secara psikis, ia sangat lemah. Banyak orang yang memutuskan untuk mencintai satu orang dalam hidup, sayangnya Stella adalah satu dari sekian banyak orang itu. Sayangnya lagi, ia malah memilih mencintai satu orang sebelum waktu yang tepat tiba. Tanpa adanya kepastian, bahkan tanpa diberi harapan pun, Stella dengan bodohnya menaruh rasa pada laki-laki itu. Terlampau basah, hingga menjadikannya kering sep"Orang baik di saat ini bisa jadi memiliki masa lalu yang kelam. Orang jahat di masa kini, juga bisa jadi memiliki masa depan yang cerah. Sebab, Allah Maha Membolak-balikkan keadaan."***Seharian ini, Anna diliputi perasaan aneh yang membingungkan. Bagaimana tidak, pagi ini ketika sampai di kampus, seorang satpam yang biasa berjaga di depan gerbang, tiba-tiba memberinya buket bunga sembari berkata, "Semoga Nona cantik bisa segera move on dari ketidakpastian."Ia sempat bertanya, kenapa satpam itu memberinya bunga? Namun, sang satpam malah tersenyum dan bersikap seolah meresleting bibir rapat-rapat yang berarti, ia tidak boleh memberitahu perihal siapa si pemberi bunga pada Anna.Lalu memasuki ruang kelas, ia dikejutkan lagi oleh sekumpulan dancer yang menggerak-gerakkan badannya sembari bernyanyi. Liriknya begini, "Hey, wanita bernama Anna. Kau bodoh, kenapa kau malah jatuh cinta pada pria berpunya? Kau bodoh, berjuang sendi
"Di antara keputusan terberat adalah, menjauh sejauh-jauhnya dari orang yang terlanjur dicinta. Namun, itu adalah sebuah pilihan terbaik seorang hamba. Karena secara tidak langsung, ia telah menyerahkan keputusan akhir kepada Sang Kuasa."***Napas berat menguar melewati hidung Stella. Keputusan sudah ia kantongi saat ini, tentunya setelah menghabiskan berjam-jam waktu di dalam kamar seorang diri. Rumah memang tempat paling tepat untuk gadis itu bersemadi guna menentukan pilihan hidup yang begitu rumit.Stella berjalan melewati jendela berbentuk pintu yang tergeser ke kanan. Angin malam menyambut kehadirannya, membelai rambut dan menyelimuti tubuh yang tertutup kaus hitam. Kedua siku kini ditumpukan pada pembatas balkon dengan tangan menjulur ke depan, sementara pandangannya jauh mengawang, meninggalkan keindahan bias lampu yang mengintip di antara kepekatan malam dan gemerlap taburan bintang di langit khatulistiwa. Tanpa terasa, mengalir anaka
"Orang jahat, tidak selamanya jahat. Pun orang baik, tidak selamanya baik. Selama mereka berpijak di bumi, selama itu ada peluang bagi mereka untuk berubah." *** Hari ini, Cellin tidak bisa fokus mengikuti pelajaran di kelas, dari jam pertama hingga siang menjelang sore ini, yakni jam terakhir. Sejak tadi, ia hanya melamun sembari memainkan bolpoin di antara jari-jari, sementara tangan yang lain menopang pipi sebelah kiri. Guru pengajar pun sepertinya tidak berniat menegurnya. Mencoba mengertikan keadaan Cellin yang mungkin masih belum bisa melupakan kejadian buruk yang menimpanya. Sebenarnya, guru tersebut meminta Cellin agar istirahat di UKS, tetapi gadis itu menolak dan lebih memilih mengikuti pelajaran. Setelah diserbu oleh teman sekelas dengan berbagai pertanyaan, menjadi bahan gosipan hangat anak-anak seantero sekolah, juga diinterogasi kepala sekolah hingga guru Bimbingan Konseling tentang hal yang membuatnya melamun seper
"Pertolongan Allah itu selalu ada. Jika kau meminta, maka Dia akan mendatangkan pertolongan yang tak terduga. Dialah Maha Penolong, Maha atas segala-galanya." *** From: My Bestie[Hari ini nggak bisa ke kampus lagi. Sorry, ya.] Me:[Kenapa? Kepala kamu masih sakit?] From: My Bestie[Mm, sedikit.] Me:[Get well soon, Bestie. I miss you so much <3 Aku pengin jengukin, boleh, ya? Please ...!] From: My Bestie[No. Lo nggak usah ke sini, entar juga kita ketemu kalo gue udah baikan. Tetep jaga kesehatan, ya. Gue juga kangen banget sama lo <3] Me:[Kenapa, sih? Kenapa nggak boleh ke rumah kamu? Aku juga pengin tau di mana kamu tinggal, Stel. Masa sahabat sendiri nggak pernah ke rumah sahabatnya?] From: My Bestie[Bukan gitu, tapi gue nggak mau lo sampe ketemu nyokap gue yang sentimenan. Yang jelas lo bakalan nyesel setelah ke rumah gue.] Me:[Up to
"Suatu ketika, keburukanmu akan menjadi kebaikan. Namun, cemaslah ketika kebaikanmu, mungkin suatu waktu akan menjadi keburukan."***Setelah menjalani sidang siang tadi, kini Cellin benar-benar merasa terbebas dan seolah beban-beban di pundaknya terhempas. Ia sebelumnya mengajak Rella ikut ke rumah saat pulang tadi, tetapi tampaknya gadis itu sedang menghindar dari Alka, sehingga menolak begitu saja. Alka pun sama saja, seperti tidak berniat untuk membujuk, padahal Cellin sudah memberi tatapan yang mengisyaratkan agar laki-laki itu membujuk Rella.Alka benar-benar menjauh, Rella pun demikian. Namun, Cellin melihat sesuatu yang tidak biasa di sepasang mata kedua insan itu. Dia pun mulai berinisiatif untuk membujuk sang papa untuk membatalkan perjodohan antara kakaknya dengan Stella. Sia-sia belaka ujungnya, sebab Antonio tidak semudah itu melepas jabatan yang sudah hampir di depan mata.Sempat ditanya alasan Cellin meminta pe
Cellin tidak kehabisan akal. Setelah berulang kali gagal mengembalikan akun onstagramnya, sekarang ia mendapat ide yang cukup brilian. Kenapa tidak meretas akun milik Rella saja? Cellin yakin, akan selalu ada jalan menuju Roma. Beruntung sekali, teman sekelasnya mau membantu meskipun harus keluar uang. Thrreyy masalah, seluama Cellin bisa kembali bernapas dengan lega. Bunyi notifikasi keluar dari ponsel di meja belajar membuat Cellin yang merebahkan kepala pada tempat sama, menegak dan meraih benda tersebut. Satu pesan dari teman sekelasnya yang dimintai bantuan terpampang pada layar. From: Rogi [Gue udah berhasil retas akunnya. Ini user name yang udah gue ganti sama kata sandinya:U-name: Mr.R061Sandi: ********Lo tinggal masuk aja, nanti uname sama kata sandinya bisa lo ganti sendiri. Oiya, jangan lupa compensationnya.]Cellin menjatuhkan punggung ke sanggaan kursi dengan napas menguar lega. Ia mengulas senyum lebar. "Alhamdulillah ... akhirnya berhasil!" Beberapa saat kemudia
"Menahan sakit seorang diri, menyembunyikannya dari orang lain, dan berusaha terlihat seolah baik-baik saja. Tidak ada cara lain, selain bersandiwara karena mungkin, mereka juga menyimpan banyak luka."***Alka tahu, ini bukanlah keputusan yang tepat. Akan tetapi, karena keadaan, harus membuatnya terpaksa dipilih sekalipun banyak pilihan lain yang seribu kali lebih baik. Setelah menerima telepon dari Gloria, mama Stella, ia tidak bisa mengambil putusan lain selain menerima. Meski ia tidak berkata apa pun, tidak juga menolak, tetapi jawabannya hanya satu: iya. "Kamu sudah tau bagaimana keadaan tante, Nak. Jadi, tante sangat berharap kamu datang di hari lamaran nanti. Tolong rahasiakan hal ini dari mama kamu dan ... Stella. Bisa, 'kan? Tolong, ya, Nak, kamu adalah harapan terakhir tante. Demi tante dan demi Stella."Ketukan dari arah pintu membuyarkan lamunan Alka. Ia menoleh ke sumber suara, lalu melihat sang mama berjalan masuk dengan tatapan yang tidak mampu diartikannya. "Jadi, ka
"Setiap hal yang tersembunyi, ada kalanya tampak ke permukaan. Semata-mata agar manusia paham, bahwa sesuatu yang seharusnya tidak menjadi rahasia, tidak perlu dirahasiakan. Jika ketersembunyian saja mencipta masalah baru, kenapa tidak dengan menyuarakan kebenaran saja? Toh, ujungnya akan tetap sama. Walau sejatinya, kejujuran di awal lebih mampu untuk diterima hati, daripada menyemai kebohongan, yang pada akhirnya tertuai kekecewaan dan sulit untuk sekedar diikhlaskan."***[Kemarin lusa, kan, kamu belum jawab iya apa enggak. Apa mau ke sana sekarang? Kebetulan udah selesai kuliah. Kamu udah selesai?]Pesan itu didapat Rella dari Abil dua hari setelah mengajar di panti asuhan. Hal itu yang sangat ingin ditanyakan Rella, seandainya kemarin lusa laki-laki tersebut tidak menerima telepon penting. Pembicaraan tentang Stella pun terhenti, terlupakan begitu saja. Ingin bertanya, sudah sampai kos-an, jadilah Rella menahan rasa penasarannya hingga sekarang. [Udah selesai, Kak, ini mau bali