Nora pucat pasi melihat Almeera berdiri di depan pintu rumahnya, terlebih saat Tian menyebut nama wanita itu, wanita yang mengaku mengandung anak dari Tian, namun tubuh Nora tidak bisa bergerak, banyak pertanyaan di kepalanya, “Bagaimana bisa wanita ini datang di saat yang tidak tepat,” batin Nora.
“Almeera?kenapa kamu ada disini?” tanya Tian, sambil melihat ke sekeliling memastikan bahwa ayah dan ibunya belum sampai di rumah mereka.
“Apa aku tidak boleh masuk ke dalam?” jawab Almeera.
“Tidak, ini rumah kami, dan kami tidak mengundang anda kesini,” jawab Nora lantang.
“Nora, biarkan Almeera masuk, lagi pula dia sedang hamil,” kata Tian pelan ditelinga Nora, dia tidak ingin ada orang rumah yang mendengar apa yang di katakannya.
Nora tidak percaya apa yang dikatakan Tian, ini rumah mereka, tapi mengapa Nora yang seakan salah be
Tomi melajukan mobilnya ke rumah Nora dan Tian, entah kenapa perasaannya dari pagi selalu ingin bertemu Nora, mungkin benar apa yang di katakan Adeline, bahwa dirinya menyukai Nora, Tomi mengambil handphonenya dan berniat menelepon Nora, namun beberapa kali melakukan panggilan, tak satupun yang di jawab oleh Nora.. Satu jam perjalanan akhirnya mobil Tomi masuk ke pekarangan rumah Tian, sempat terpikirkan alasan apa yang harus dia siapkan untuk bertamu ke rumah mereka, tidak mungkin dia mengatakan ingin bertemu Nora, Tomi melangkahkan kaki dengan santai, dia bersiap memencet bel yang ada di depan pintu rumah Tian, namun sebelum dia memencet bel, pintu rumah sudah terbuka dengan sendirinya, dan satu wajah yang ternyata sangat Tomi rindukan tiba-tiba berada di depannya sambil menangis. “Nora,” panggil Tomi pelan, hampir tak terdengar. “Tomi?” kata Nora, yang langsung berdiri mematung melihatnya be
Tian masih terdiam setelah apa yang Tomi katakan kepadanya barusan, dia berharap Tomi hanya bergurau, namun Tian tidak melihat itu di mata Tomi, semua yang di katakana Tomi seakan benar adanya. “Bagaimana mungkin Tomi menyukai Nora,” batin Tian dalam hati. “Apakah telah terjadi sesuatu diantara mereka di belakangku?” kata Tian lagi dalam hati. Namun ada perasaan kecewa dalam hati Tian mendengar Tomi mengatakan bahwa dia menyukai istrinya, Nora. Tian mengambil handphonenya, bersiap menghubungi Nora untuk menyuruhnya pulang segera, “Bila ingin tinggal di Villa, aku bisa memberikannya Villa apapun yang dia mau, kenapa harus ke Villa Tomi,” sungut Tian kesal, lalu tiba-tiba Tian menghentikan niatnya menghubungi Nora, “Mengapa aku menjadi sangat kesal mendengar perkataan Tomi,” batin Tian dalam hati “Ah masa bodolah, bukankah bagus bila
Nora masih memperhatikan Almeera yang sudah tiga hari tinggal dengan mereka, saat tiga hari lalu Almeera datang dengan barang bawaannya, Nora yang saat itu baru kembali dari Villa milik keluarga Tomi tidak percaya bahwa ALmeera lebih berani dari yang dipikirkannya, namun saat itu Tian masih berada dikantor, saat Nora menelepon memberitahukan bahwa Almeera datang, tidak lama Tian sudah berada di rumah. “Tolonglah Nora, jangan mempersulit keadaan,” kata Tian yang memohon pada Nora untuk mengijinkan Almeera tinggal disini. “Lalu bagaimana denganku?” tanya Nora, “Aku istri sahmu Tian,” lanjut Nora. “Kamu berbicara seolah hanya aku yang salah, kalau kamu tahu posisimu, bagaimana bisa kamu menginap selama itu di rumah laki-laki lain,” kata Tian membela diri. “Kamu jangan memutabalikkan keadaan Tian,” jawab Nora. “Aku ingin ka
“Dari mana semalam?” tanya Almeera pada Nora yang sedang bersiap untuk melukis. Nora menoleh pada Almeera, lalu kembali sibuk dengan peralatan lukisnya. “Aku bertanya padamu wanita kampung,” tanya Almeera lagi. “Kenapa saya harus menjawab?” jawab Nora singkat. “Tentu saja harus di jawab, karena kalian pulang bersama dan itu sudah sangat larut,” kata Almeera. “Saya berhak kemana saja dengan suami saya, apa anda lupa siapa tamu disini?” jawab Nora yang sudah menahan sabar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Almeera. Almeera menatap sinis Nora, dia tahu pasti ada sesuatu yang terjadi di antara mereka, karena itulah Tian menolah untuk menemaninya berbelanja. “Aku tegaskan padamu wnaita kampung, tidak lama lagi posisimu akan tergantikan olehku,” kata Almeera.
Malam itu Nora tidak bisa memejamkan matanya, dia melirik jam yang berada di meja samping tempat tidurnya, “Pukul satu malam,” batin Nora, lalu dia melihat ke samping sisi satunya, tempat Tian tertidur saat bersamanya, malam ini pun seperti biasa, Tian tidak tidur dengannya, mungkin baru malam ini Nora bersyukur bahwa Tian tidak di sisinya, karena saat ini Nora merasa bersalah pada Tian. Nora bangkit dan terduduk di atas tempat tidurnya, kejadian tadi dengan Tomi masih terbayang di kepalanya, “Bodohnya aku melakukan hal itu,” batinnya lagi dalam hati, sambil menyibakkan rambutnya. Nora keluar dari kamar untuk mengambil minum menghilangkan rasa hausnya, dia terduduk di meja makan sendirian sambil menyesali perbuatannya terhadap Tomi, “Bagaimana aku harus menghadapi Tomi besok bula bertemu lagi,” gerutu Nora sambil menutup wajahnya. “Nora? kamu belum tidur?” suara Tian mengagetk
Tomi menatap Tian yang tiba-tiba berdiri di hadapannya dan Nora, dia bisa melihat wajah Tian yang penuh tanda tanya, “Apa yang kalian bicarakan barusan?” tanya Tian lagi. Nora yang terlihat pucat karena Tian tiba-tiba datang tanpa sepengetahuannya hanya terdiam memandang Tian, “Bagaimana bisa Tian ada di sini,” batin Nora dalam hati. Tomi yang melihat wajah Nora pucat dan takut bahwa Tian mendengar apa yang mereka bicarakan barusan terlihat santai menanggapi Tian. “Apa yang kamu dengar tadi?” tanya Tomi pada Tian. “Aku mendengar kamu mencium Nora, katakan bahwa aku salah dengar?” kata Tian. Tomi menghela napas dan berdiri, “Kamu tidak salah dengar, aku memang mencium Nora, dan itu salah ku bukan salah Nora,” jawab Tomi yang berusaha melindungi Nora. Tian menatap Nora lalu menarik tangannya, &l
“Kamu sudah mulai mencintainya?” tanya Almeera pada Tian. Tian yang baru selesai mandi, hanya diam tak menjawab, dia mengambil baju kerja dan bergegas memakainya. “Jawab aku, kamu mulai mencintainya?” Almeera mengulangi pertanyaannya pada Tian. “Bagaimanapun dia isyriku, Meera,” jawab Tian singkat. “Kamu mencintainya atau tidak?” ulang Almeera dengan nada yang sedikit meninggi. Tian menoleh dan menatap wajah Almeera, di lihatnya mata Almeera yang mulai memerah, dan wajah yang menahan emosi. “Kenapa kamu menjadi resah seperti ini, hanya karena aku tidur di kamar Nora,” tanya Tian. “Kamu yang bilang tidak butuh siapapun bila ada aku,” jawab Almeera. “Sudahlah, kita bicarakan nanti, aku harus berangkat kerja, sayang” jawab Tian sambil
Nora turun untuk menemui Tomi, dia menutup luka goresan di wajahnya dengan riasan, dia tidak ingin Tomi melihat keadaannya yang berantakan, namun Tomi tahu ada yang tidak beres dengan Nora. “Mengapa kamu kesini/” tanya Nora. “Kamu tidak membalas pesanku, aku hanya takut terjadi sesuatu padamu,” jawab Tomi. “Ah, iya, aku lupa dimana meletakan handphone ku,” jawab Nora yang selalu membuag muka, dia tidak mau menatap Tomi, takut Tomi bisa membaca raut wajahnya. “Wajahmu terluka?” tanya Tomi sambil menyentuh wajah Nora, dan Nora spontan mundur menghindari Tomi. “Tidak, aku hanya sedikit terjatuh dan tergores,” jawab Nora. “Siapa yang melakukan ini padamu? Apakah Tian?” tanya Tomi, dia tahu Nora sedang tidak baik-baik saja. “Tidak, Tian tidak melakukan apa-apa padaku, aku hanya terpele
Almeera terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa sangat berat, entah berapa gelas wine yang dia minum semalam, tapi seingatnya semalam dia minum di sofa ruang tengah apartemennya bukan di kamar, saat menyadari itu Almeera langsung terduduk di tempat tidur sambil memegang kepalanya, dia mencoba mengingat-ingat tentang semalam, apakah dia sendiri yang berjalan ke kamar. “Tenryata kau sudah bangun,” suara laki-laki membuat Almeera terperanjat, dia melihat Luki berdiri di depan pintu kamar tidurnya sambil menyilangkan tangan di dada. “Kau, sejak kapan kau ada disini?” tanya Almeera sambil menahan sakit kepalanya. “Semalam,” jawab Luki singkat. “Kau yang membawaku ke kamar?” tanya Almeera lagi, Luki hanya mengangguk. “Tenang saja, aku tidak berbuat sesuatu terhadapmu,” kata Luki sambil memandang Almeera. Almeera mencoba membuar dirinya sadar penuh, tapi kepalanya benar-benar berat, “Ah sial, kepalaku sakit sekali,” kata Almeera setengah berbisik. “Kau menghabiskan dua bot
Almeera berdiri di balkon apartemennya sambil sesekali meneguk wine dan memikirkan rencana untuk membuat Tian tetap bersamanya, dia mulai merasakan Tian terganggu dengan kedatangan Nora kembali ke Jakarta. “Seharusnya aku sudah mempertimbangkan hal ini, bagaimana aku bisa lengah,” kata Almeera dalam hati, dia masih memikirkan cara untuk mempertahankan hubungannya dengan Tian. “Bagaimanapun juga Tian tidak boleh kembali pada wanita kampungan itu,” kata Almeera lagi dalam hati. Dia masuk ke dalam apartemen mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu nomor kenalannya, entah apa yang di pikirkan Almeera tapi saat ini dia hanya butuh teman bicara, mungkin saja orang ini bisa memberikanku solusi. “Halo?” jawaban dari seberang sana saat panggilan Almeera di respon “Hai..apa kabar?” jawab Almeera, orang itu terdiam cukup lama. “Hmm..kabarku baik, bagaimana denganmu, apakah sudah sangat menikmati peranmu sebagai nyonya winata junior?” kata orang itu lagi. “Nadamu sepert
Almeera mengendarai mobilnya menuju kantor Tian, pagi-pagi sekali dia sudah siap untuk melaksanakan rencananya, semalaman Almeera berpikir tentang Tian, dia yakin Tian bukanlah pria yang bodoh, tapi Almeera bisa membuat seorang Tian bertekuk lutut kepadanya, lagi pula Tian memang pria yang sangat tampan, wangi parfumnya sangat berkelas, penampilannya sangat maskulin, sekilas pikiran Almeera melayang nakal. “Sudah kuputuskan, dia akan jadi milikku,” kata Almeera dalam hati sambil menginjak gas, hari ini Almeera akan membuat Tian mengahbiskan waktu dengannya. “Tok..tok..tok,” Sekretaris Tian mengetuk dan membuka pintu ruangan Tian yang saat itu baru selesai meeting dengan klien. “Pak. Nona Almeera sudah menunggu di depan,” kata sekretarisnya, Tian terdiam sebentar. “Bagaimana pak, apa saya perbolehkan nona Almeera masuk ke ruangan bapak?” tanya sekretarisnya lagi. “Suruh dia masuk saja, lalu siang nanti tolong reservasikan restoran untuk makan siang,” jawab Tian. “Baik pa
“Hey..kau tidak berangkat ke kantor,” suara Tomi membuat tidur Tian terganggu, dia melihat arloji di tangannya, jam menunjukan pukul delapan pagi, Tian langsung terbangun dari sofa dan mencari kunci mobil yang semalam ditinggalkan supirnya. “Kenapa lo gak bangunin gue lebih pagi,” jawab Tian setengah terhuyung dan melihat Tomi sudah rapih dengan baju kerjanya sambil menyeruput kopi. “Sudah, kau tak bangun,” kata Tomi sambil mengambil jasnya lalu mengambil kunci mobil. Tomi dan Tian sama-sama pergi keluar apartemen, hanya yang satu sangat terlihat rapih dan yang satu terlihat baru bangun tidur dengan wajah bantal. Mereka masuk ke mobil masing-masing, Tian akan langsung ke kantornya, dia sudah mengirimkan pesaan kepada sekretarisnya untuk menyiapkan baju kerjanya di ruangannya, dan menahan siapapun yang ingin masuk ke dalam ruangannya. “Sampai nanti,” kata Tomi sambil meninggalkan Tian dengan mobilnya, Tian hanya menganggukan kepala. Sesampainya di kantor, Tian bergegas masu
“Al, lo udah siap tampil?” kata salah seorang kru di backstage tempat para model bersiap untuk penampilan fashion show tahun ini. “Yang lo lihat gimana, masa gue udah dandan kaya gini masih dibilang belom siap,” jawab Almeera sambil melirik ke arah kru. “Beruntung lo hari ini, direktur utama Winata Grup gak bisa hadir,” kata kru itu lagi. “Loh kok beruntung, lo kan tau gue lagi berusaha promosiin diri gue untuk jadi model tetap perusahaan mereka, kalo direktur utamanya gak datang, rencana gue bubar dong,” kata Almeera sambil mengernyitkan dahi. “Direktur Utamanya emang gak datang, tapi dia di wakilin sama anaknya, Bastian Abimana,” kata kru itu lagi sambil tertawa seakan mengisyaratkan sesuatu. “Oh, baguslah meskipun bukan bapaknya, seenggaknya kesempatan gue gak hilang kan,” kata Almeera lagi. “Lo kenapa sih, kok ketawanya begitu?” tanya Almeera. “Duh tuan putri, harusnya lo bisa berpikir jauh ke depan, kalo lo mau promosiin diri lo, sekalian gaet anaknya dong, dua
Mobil Tomi berjalan masuk ke dalam pekarangan rumahnya, dia melihat Nora dan Bian tertidur di sampingnya, Nora tertidur sangat lelap saat itu karena malam tadi dia tidak bisa memejamkan mata hingga dini hari. “Sayang kita sudah sampai,” kata Tomi perlahan membangunkan Nora. Nora perlahan membuka matanya, dia melihat ke sekeliling, rumah yang indah dan halaman yang asri. “Ini rumah kita, kita akan tinggal disini sementara,” kata Tomi yang lekas turun dari mobilnya, dan menyuruh supirnya untuk menurunkan barang-barang bawaan mereka. Nora mengikuti Tomi turun dari mobil sambil menggendong Bian, dia belum pernah melihat rumah yang akan mereka tempati selama di Jakarta. “Apakah kau membelinya?” tanya Nora pada Tomi. “Tidak, ini adalah rumahku, aku hanya sedikit merenovasinya sebelum berangkat ke Australia,” jawab Tomi. Nora mengikuti Tomi masuk ke dalam rumah, meskipun rumah ini lama tidak di tempati oleh Tomi namun rumah ini terlihat sangat bersih dan tidak berbau khas ru
Tian terus menerus menatap ke arah Nora dan Tomi, meskipun dia tahu ada Almeera di sebesarng sana yang juga ikut memperhatikannya, namun Tian tidak dapat melepaskan pandangannya dari Nora, terlebih anak itu yang sedang Nora gendong yang membuat rasa penasaran Tian makin memuncak. Semalaman Tian tidak bisa tertidur, dia memilih untuk turun kebawah bersama para tamu yang datang melayat ke rumahnya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, setelah perpisahannya dengan Nora dua tahun lalu, Tian masih merasa bersalah jauh di dalam hatinya, dia tahu saat itu dia sudah mempunyai perasaan sedikit pada Nora, namun kehamilan Almeera membuatnya teralihkan dari Nora. “Apakah saat itu Nora sedang mengandung anakku?” kata Tian dalam hati. “Apakah dia anakku?” kata Tian lagi, seakan-akan pertanyaan di kepalanya tidak ada putusnya. Tian berjalan di samping ibunya, mengantar jenazah Tuan Winata, keadaan rumah sangat ramai, para pelayat yang terdiri dari kolega-kolega bisnis per
Malam itu Nora tidak bisa memejamkan matanya, dia melihat ke samping tempat tidur, sudah pukul satu dini hari, dia masih mengingat perkataan Almeera tadi, dia tahu Almeera tidak main-main dengan perkataannya. “Kau belum tidur?” tiba-tiba suara Tomi mengagetkan Nora. “Ada yang sedang kau pikirkan sayang?” kata Tomi lagi. Tomi memandang wajah Nora, dia melihat ada kegelisahan di wajahnya, Tomi tahu ada sesuatu yang membuat Nora tidak nyaman saat itu. “Tidak, aku hanya tidak bisa tertidur saja, mungkin karena malam pertama di tempat yang baru,” jawab Nora mencari alasan. Tomi hanya mengangguk, namun dia tidak eprcaya apa yang Nora katakan, dia tahu Nora bukanlah orang yang susah beradaptasi, saat pindah ke Australia, Nora tidak mempunyai masalah bergaul atau kesulitan tidur, dia tahu istrinya seperti itu bila ada sesuatu yang di pikirkannya. “Tidurlah, besok pagi kita akan pergi setelah pemakaman Om Winata, lagipula di bawah masih banyak tamu, mungkin aku akan tidur 2-3 ja
“Brakkk,” Almeera membanting pintu kamarnya, wajahnya terlihat gusar campur marah, dia berjalan mondar mandir di dalam kamar, berpikir keras sambil menggigit ibu jarinya. “Sialan, kenapa perempuan itu datang kesini,” kata Almeera pelan, dia berkali-kali melirik ke arah pintu kamar. “Beraninya dia datang kesini membawa anak Tian,” katanya lagi. “Aku harus memikirkan cara agar dia tidak merebut posisiku lagi,” kata Almeera sambil duduk di tepi tempat tidur. Saat Almeera sedang berpikir keras, pintu kamar terbuka dan Tian berjalan masuk ke dalam kamar, wajahnya terlihat tidak biasa, keningnya berkerut dan sepertinya dia tidak sadar ada Almeera di sana “Kau dari mana?” suara Almeera mengagetkan Tian. “Bertemu para tamu, tapi sebagian dari mereka sudah pulang,” jawab Tian sambil menyandarkan badannya di sofa lalu memejamkan mata. “Tamu dari mana?” kata Almeera sambil memancing. “Apa maksudmu?” tanya Tian. Almeera terdiam, dia duduk di samping tempat tidur, dia ingin