Share

Bab 7

Author: Zhen Xin Xin
last update Last Updated: 2021-03-23 20:59:09

Mata Bianca sekilas melirik ke arah luar, melihat Veronica yang mengobrol dengan pria yang kemarin, Stephen Laurent. Bukan tipe pria yang bisa ia percaya untuk menjaga Veronica sebenarnya. Tapi kakak laki-lakinya—Theodore Pedrosa, memintanya untuk mempercayai pria itu. Kalau kakaknya percaya pada pria itu, berarti ia harus percaya. Ia tidak mengerti kenapa Theo bisa dengan mudahnya memberi izin pada pria itu tanpa mempedulikan protokol izin masuk teritori seperti yang biasanya selalu ditekankan pada semua serigala dan vampir yang berniat masuk ke dalam wilayah Pedrosa. Pria itu meminta izin lima menit sebelum memasuki wilayah keluarganya. Lima menit. Padahal seharusnya, jika pihak asing ingin memasuki wilayah Pedrosa, izin itu baru bisa diperoleh paling cepat sehari sebelumnya.

Tidak, tidak. Lebih baik ia tidak memikirkannya lagi. Kakaknya jelas-jelas tidak mempermasalahkannya, berarti juga besar kemungkinannya kalau kakaknya itu kenal dengan Stephen. Kakaknya pasti melakukannya penuh pertimbangan. Ya. Ia tidak boleh meragukan keputusan kakaknya.

Pikirannya tertuju pada cerita Veronica tadi. Ia mengambil smartphonenya, mencari nama kakaknya.

“Halo, Theo?” ujarnya setelah panggilannya terhubung dengan kakaknya. Saat Veronica masih mengobrol dengan Stephen, ia menggunakan kesempatan itu 

untuk berlari cepat meninggalkan ruang kelas, menuju ke bagian belakang gedung kampusnya dalam waktu beberapa detik. “Aku baru dapat kabar—”

“Aku tahu,” potong Theo. “Tadi Isabella baru memberitahuku. Mereka lolos dan kita masih melacaknya. Temanmu itu baik-baik saja, kan?”

“Ya. Dia bersama si Laurent sekarang.”

“Bagus. Aman berarti,” balas kakaknya. “Kenapa dengan nada bicaramu itu? Masih kesal karena aku memperbolehkan Laurent masuk begitu saja?”

“Ngapain nanya kalau sudah tahu?”

“Aku kenal baik dengan Laurent, jangan khawatir. Dia bisa dipercaya.”

“Tapi aku—”

“Daripada itu, kamu nggak niat bolos lagi dari latihanmu, kan?”

Bianca mengalihkan pandangannya ke atas, memandangi daun-daun di pepohonan yang bergerak mengikuti embusan angin yang kencang. Langit mulai gelap. Kelihatannya sebentar lagi akan turun hujan. “Errr … itu …”

“Kamu tahu kan, apa yang terjadi kalau kamu bolos lagi?” terdengar suara kakaknya yang menghela napas panjang. “Kamu itu calon penerus keluarga Pedrosa. Berhenti bermain-main dan cobalah untuk serius. Apa susahnya, sih?”

“Tapi kan ada kamu, Theo. Untuk apa aku juga harus berlatih?”

“Kamu tahu kan, jabatan itu tidak diserahkan padaku untuk selamanya? Kamu pewaris sahnya, bukan aku. Harusnya kamu yang lebih paham soal itu.”

Ia terdiam, mengepalkan tangannya. Ini sebabnya kenapa ia benci menghabiskan waktu di rumah. Selalu begitu. Kakaknya selalu tersingkir hanya karena kakaknya anak dari hasil perselingkuhan ayahnya. Sementara ibunya, istri sah ayahnya, jelas-jelas menampakkan ketidak sukaannya pada Theodore, apalagi semenjak kakaknya itu menjabat sebagai kepala keluarga Pedrosa. Walaupun jabatan itu hanya diberikan sementara oleh ayahnya karena menunggu sampai ia berusia dua puluh lima tahun, sesuai tradisi pengangkatan kepala keluarga Pedrosa. 

Padahal kakaknya itu jauh lebih berbakat daripada dia. Tapi kenapa dia yang malah diharapkan oleh ayah dan ibunya? Kenapa bukan kakaknya?

“Bianca? Kamu dengar perkataanku nggak?”

“Aku dengar,” ujarnya, setelah tersadar dari lamunannya. “Kenapa kamu nggak membenciku? Kenapa kamu selalu mengatakan—”

“Bianca. Aku nggak mau dengar pertanyaanmu yang tadi.”

Ia menunduk, semakin mengepalkan tangannya. “Iya. Aku paham. Aku akan segera pulang.”

Panggilan teleponnya terputus. Ia menjauhkan smartphonenya dari telinganya, memandang sejenak smartphonenya sebelum menjejalkan benda itu ke dalam saku jaketnya. Agak enggan, ia memaksa kakinya yang kini terasa berat untuk melangkah, pergi dari tempat itu.

***

Suara tongkat kayu yang saling beradu bergema di ruang latihan bawah tanah kediaman keluarga Pedrosa. 

“Bagus! Pertahankan gerakanmu tadi, Bianca.” 

Erick Zhang—mentor yang ditunjuk oleh Theo untuk melatih kemampuan bertarungnya sebagai persiapan menjadi kepala keluarga Pedrosa, menepis serangan Bianca. Senyum puas terlukis di wajah pria keturunan China itu begitu melihat gerakannya.

“Aku tahu!”

Bianca semakin mempercepat serangannya, mengarahkan ujung tongkat kayunya mengincar bagian vital, namun Erick selalu berhasil mengelak dari serangannya. Ia mundur beberapa langkah, lalu berlari dengan kecepatan penuh, melompat dan memutar tubuhnya ke udara, di atas pria itu. Tongkatnya ia arahkan ke belakang, berhasil mengenai punggung Erick. Saat ia mendaratkan kakinya, ia lengah. Erick berhasil mengambil kesempatan itu untuk melancarkan tendangan ke kedua kakinya, membuatnya terjatuh seketika karena kehilangan keseimbangan.

“Ya. Cukup untuk hari ini. Masih ada beberapa celah dalam gaya bertarungmu tadi, tapi jauh lebih baik. Coba saja kamu lebih serius berlatih,” Erick meninggalkannya beberapa saat, dan kembali membawa dua botol berisi minuman isotonik, memberikannya padanya. 

“Makasih,” ujarnya, menerima botol itu dan meminumnya sampai isinya tersisa setengah, lalu duduk di atas lantai. “Kalau aku jarang latihan dan ayahku tahu, pasti posisi itu akan tetap berada di tangan Theo.”

Erick duduk di sebelahnya seraya meneguk sedikit minumannya, menaikkan sebelah alisnya. “Karena itu kamu selalu bolos latihanku? Kupikir karena kamu nggak suka begitu tahu aku yang jadi pelatihnya.”

“Mana mungkin? Kamu kan pacarnya Theo. Udah kuanggap keluarga sendiri,” Bianca menyenggol lengan Erick. “Aku nggak tahu kenapa Theo sama sekali nggak membenciku. Padahal kamu tahu sendiri kan, bagaimana keluargaku itu memperlakukan kakakku?”

“Mudah,” Erick mengelus kepala Bianca. “Karena kamu nggak pernah membencinya. Itu sudah lebih dari cukup buatnya.”

“Hanya itu?”

Erick mengangguk, menjauhkan tangannya dari kepala Bianca. “Memangnya butuh alasan apa lagi selain itu? Kalau kamu ingin kakakmu tetap berada di sampingmu, cobalah untuk serius.”

“Tapi …” Bianca memandang botol minumannya. “Bagaimana jika kakakku akan dibuang begitu aku menjabat sebagai kepala keluarga?”

“Justru saat itulah kamu yang akan bergerak melindunginya. Saat nanti kamu resmi menjadi kepala keluarga Pedrosa, ubahlah aturan kaku itu. Kakakmu tidak bisa melakukannya karena posisinya, tapi kamu bisa.”

“Begitukah?”

“Iya. Lagipula, masih ada aku.” Erick Zhang mengepalkan kedua tangannya di depan dada, bersiap hendak meninju. “Dan aku nggak akan biarkan seorang pun melukai kakakmu, sama sepertimu. Makanya, coba untuk ubah sikap main-mainmu itu.”

“Bawel. Suka-suka aku, dong? Lagian aku nyaman dengan keadaanku sekarang.”

“Susah emang, ngomong sama kamu,” Erick menggeleng, lalu beranjak dari tempatnya. “Lebih baik pertimbangkan kata-kataku tadi. Kudengar ada gerakan yang ingin menyatukan semua makhluk supernatural untuk melawan klan naga. Kamu sudah dengar kabar itu?”

Dahi Bianca mengerut. “Sama sekali nggak. Siapa pemimpinnya?”

“William Schneider.”

“Nggak pernah denger namanya,” Bianca ikut beranjak dari tempatnya, mengikuti Erick yang berjalan keluar ruangan menuju kamar ganti. “Kapan mereka mulai muncul?”

“Sudah dari sepuluh tahun lalu, di Jerman. Kabarnya mereka sudah tiba di tempat ini. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi perang.”

“Perang?” 

“Makanya jangan main-main terus. Berita begini aja kamu nggak tahu,” Erick melepas pakaiannya, lalu menjitak kening Bianca. “Dan lagi, ruang gantimu nggak di sini, Non. Sana, di kamar mandi cewek!”

“Ih! Sakit, tahu!” Bianca mengelus keningnya yang berdenyut karena jitakan Erick. “Kan lebih praktis di sini.”

“Mulai lagi,” Erick menyampirkan handuknya di bahunya, berkacak pinggang. Mata pria itu lalu membesar begitu melihatnya mulai melepas pakaiannya. “Keluar, Dodol! Kok malah dilanjut?!”

“Dih, bawel!” gerutu Bianca. “Baru lepas pakaianku aja kamu udah jerit. Lagian aku masih pakai kaos dalam! Masih aman, tahu!”

“Aku bisa dihajar kakakmu kalau biarin kamu ganti pakaian di sini. Sana, keluar!”

“Arrgh! Iya, iya! Astaga, punya kakak ipar kok bawel banget, sih!” Bianca memberengut, mengambil pakaiannya yang ia letakkan di rak tadi, lalu keluar dari kamar ganti pria. “Aku pindah nih, sekarang! Puas!?”

“Dikasitahu malah marah!”

Bianca memeletkan lidah, membanting pintu ruangan itu. Dengan berat hati, ia terpaksa memasuki kamar ganti wanita. Melepaskan satu demi satu pakaiannya, lalu memasuki ruang pancuran. Membasahi seluruh tubuhnya dengan air panas yang mengalir, memberikan sensasi rileks pada otot tubuhnya yang tegang.

“Sudah dari sepuluh tahun lalu, di Jerman. Kabarnya mereka sudah tiba di tempat ini. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi perang.”

Kepalanya menengadah, mengarahkan pancuran itu ke wajahnya sambil memejamkan kedua matanya. Sepuluh tahun yang lalu? Untuk yang ini ia harus mengakui perkataan Erick. Ia terlalu sering bermain-main, sampai ia tidak mengetahui mengenai gerakan Schneider yang sudah muncul sejak sepuluh tahun lalu. Berarti gerakan itu muncul beberapa waktu setelah insiden penyerangan yang dialami Veronica waktu kecil—menurut penuturan Febrina, kakak perempuan wanita itu waktu pertama kali ia mendatangi rumah Veronica saat ia SMA.

Memang, sejak zaman dahulu, klan vampir dan serigala selalu mempermasalahkan sikap klan naga yang selalu mencari gara-gara. Bulan ini saja sudah ada beberapa anggota dari klan Pedrosa yang terluka parah setelah berusaha sekuat tenaga menahan orang-orang dari klan naga yang seenaknya masuk ke wilayah Pedrosa, beranggapan bahwa posisi mereka yang agung tidak memerlukan izin. Benar-benar sombong. Padahal setahunya, pemimpin baru klan naga itu tipe yang sangat rendah hati, walaupun tidak pernah menampakkan diri. Ia sendiri hanya mengetahui kabar itu dari Theo saat menghadiri pertemuan yang diadakan oleh pemimpin baru klan naga. 

Siapa namanya, ya? Ia lupa. Yang ia ingat hanya huruf depannya saja, K. Waktu kakaknya menjelaskan hasil dari rapat yang diadakan tahun lalu itu, ia sibuk membalas pesan salah satu pacarnya, sehingga ia tidak begitu menyimak perkataannya kakaknya. 

Yah, ia memang membenci klan naga, tapi enggan rasanya kalau sampai harus berperang melawan mereka. Memang, gagasan menyatukan semua klan untuk berperang melawan klan naga itu tampak sedikit menggiurkan, mengingat bagaimana sikap arogan mereka selama ini. Hanya saja, ia tidak yakin bahwa itu hal yang bagus. Dari segi kekuatan, jelas mereka yang melawan klan naga akan kalah. Lalu bagaimana cara kelompok Schneider itu akan bergerak mengalahkan naga yang dikenal kuat itu?  Menggabungkan seluruh kekuatan itu tidak akan cukup melawan klan naga. Satu naga itu bisa mengalahkan ribuan manusia di masa lalu, apalagi jika semua kelompok makhluk supernatural bersatu? Mustahil.

Tangannya bergerak memutar tombol pancuran, mematikan air. Ia meraih handuk yang ada di dekatnya, lalu beranjak keluar. Memakai pakaian cadangan yang dibawanya, lalu duduk di bangku depan loker. Kedua tangannya menyandar di atas pahanya, membentuk piramida. Pikirannya tertuju pada perkataan Veronica tadi, saat masih ada di kelas. 

“Tadi ada beberapa vampir yang datang ke apartemenku.”

Sahabatnya sejak SMA yang mengetahui identitasnya sejak kemarin—berkat pria menyebalkan bernama Stephen Laurent—mengatakan padanya tentang vampir-vampir yang datang ke apartemen sahabatnya itu. Mendengar perkataan temannya, ia yakin sekali kalau mereka bukan berasal dari keluarga Pedrosa. Apalagi dari perkataan kakaknya, kelihatannya para vampir itu memiliki maksud jahat. 

Terdengar suara ketukan pintu dari luar, membuyarkan lamunannya dalam sekejap.

“Bianca? Udah selesai?” Erick berteriak dari luar. Nada suaranya terdengar gusar saat memanggilnya. Perasaannya mendadak tidak enak. Buru-buru ia berlari keluar membuka pintu ruang ganti, menghampiri Erick.

“Ada apa?”

Matanya menyadari tangan Erick yang bergetar, memegang smartphonenya. “Theo. Dia meneleponku tadi …”

“Theo?” ia bergeming, menunggu kata-kata Erick. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu—”

“Theo di rumah sakit sekarang,” Erick berhasil menenangkan dirinya. “Tapi bukan itu masalahnya. Yang kukatakan sekarang ini bukan kabar baik untukmu.”

“Apa?”

“Ibumu meninggal. Dibunuh oleh kelompok vampir yang membelot ke kelompok Schneider.”

Tubuhnya terasa lemas. Ia mundur beberapa langkah dari Erick. Pandangannya buram seketika. Setelah itu, ia tidak ingat apa-apa lagi.

***

Related chapters

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 8

    Veronica menatap layar smartphonenya, penuh cemas. Ini sudah seminggu sejak Bianca mengatakan akan menyelidiki vampir-vampir yang mendatangi apartemennya itu, dan sampai sekarang ia belum mendapat kabar dari sahabatnya itu. Berulang kali ia mengirim chat pada Bianca, berharap sahabatnya itu akan membalas pesannya. Sayangnya, tidak ada jawaban. Bahkan dibaca pun juga tidak. Begitu juga dengan Stephen. Sejak hari itu ia tidak mendapat kabar apa pun dari pria itu, membuatnya menyesal karena tidak meminta ID LINE pria itu di hari pertama pertemuan mereka. Sekarang, bagaimana cara menghubungi pria itu?Urgh …Kenapa ia tolol sekali, sih?Ia mengaca

    Last Updated : 2021-03-23
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 9

    Setibanya di kediaman keluarga Pedrosa—tempat Bianca tinggal, ia segera keluar dari mobilnya sebelum Karl membukakan pintunya. Ia berlari, mencegat salah satu pelayan wanita bermata sendu yang berdiri di samping pintu masuk rumah itu, meminta pelayan itu mengantarkannya ke kamar Bianca. Pelayan itu tampak ragu saat melihatnya, namun begitu Karl yang sudah berhasil menyusulnya berdiri di belakangnya, pelayan itu akhirnya mau mengantarkannya ke kamar Bianca.Tempatnya berada saat ini tampak megah, walaupun tidak seluas mansion Karl. Sedari tadi ia tiba di kediaman Pedrosa, ia melihat banyak orang berjalan keluar-masuk. Kondisi mereka sangat mengerikan. Matanya sempat menangkap dua orang yang memegang tandu, membawa jasad seorang pria yang sudah tidak bergerak lagi masuk ke dalam rumah. Luka yang dialami pria itu sangat para

    Last Updated : 2021-03-23
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 10

    Sebulan berlalu sejak ia tinggal di rumah Karl setelah mengunjungi upacara pemakaman ibu Bianca. Ia tidak bisa mengundang Erna karena alasan identitas Bianca yang seorang vampir, sehingga mau tidak mau ia terpaksa baru memberitahu Erna beberapa hari setelahnya. Tentunya tidak mungkin berakhir baik-baik. Erna kecewa padanya dan juga Bianca, memutus kontak dengan mereka berdua, membuatnya merasa bersalah. Sama sekali tidak mau menyapanya saat di kampus. Bianca sendiri juga belum menunjukkan batang hidungnya. Mengingat betapa syoknya Bianca waktu itu, ia rasa Bianca masih membutuhkan waktu untuk menerima kematian ibunya. Agak mengejutkan memang, mengingat Bianca sama sekali tidak pernah mengungkit keluarganya. Hanya sekali temannya itu membicarakan keluarganya, itu pun penuh emosi dan kejengkelannya pada kedua orangtuanya yang terus mengasingkan Theo, saat mereka baru saja lulus SMA. Setelah itu, Bianca tidak pernah lag

    Last Updated : 2021-03-23
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 11

    Theodore baru saja membubarkan rapat harian keluarga Pedrosa untuk membicarakan rencana mereka selanjutnya saat terdengar suara ketukan pintu berulang kali dari luar. Ia memijat di antara alisnya, lalu menyuruh orang yang mengetuk pintu tadi untuk masuk ke dalam. Tidak perlu mengira-ngira siapa yang mengetuknya, karena ia sudah tahu.“Baru selesai?” tanya Bianca, adik perempuannya, berjalan masuk ke dalam sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling sebelum akhirnya menghampirinya. “Belum ada perkembangan dengan hasil penyelidikan anggota kita yang berkhianat?”“Belum. Tapi kelompok yang menyerang temanmu itu sudah ditangkap. Tinggal menunggu keputusan dari pusat untuk menjatuhkan hukuman mati. Walaupun agak sangsi, mengingat kamu tahu send

    Last Updated : 2021-03-24
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 12

    Karl menyisingkan kerah lengannya, mengecek jam di smartwatch-nya yang terpasang di pergelangan tangan kirinya. Sudah tepat pukul delapan malam dan ia masih belum juga melihat kehadiran Nikki. Udara di luar pada malam hari terasa jauh lebih dingin dibandingkan saat hari masih siang. Mungkin karena sudah memasuki musim gugur dan ia tidak berada di dalam mobilnya. Perasaannya mulai tidak enak. Dikeluarkannya smartphone yang ia selipkan di saku dalam jas abu-abu yang ia gunakan saat ini, membuka layar smartphonenya untuk melihat isi pesan teks. Masih tidak ada jawaban sejak lima belas menit ia mengirim pesan pada Nikki, mengabari wanita itu bahwa ia sudah tiba. Apa sebaiknya ia masuk ke gedung apartemennya untuk menjemput wanita itu sambil melihat situasinya saat ini? Bisa s

    Last Updated : 2021-03-25
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 13

    Setelah acara makan malam selesai, Veronica mengucapkan terima kasih pada Theodore Pedrosa atas jamuan yang tidak terduga itu. Ia belum pernah bertemu dengan Theodore selain mendengar dari cerita Bianca. Deskripsi sahabatnya tentang kakak laki-lakinya itu sangat tepat—kaku dan mengintimidasi di awal, namun tipe yang hangat dan ramah jika sudah mengenal lebih lama dengan orang itu. Berbeda dengan Bianca yang mewarnai rambutnya dengan warna perak dan potongan rambut yang mencolok, Theodore masih mempertahankan warna hitam alami rambutnya dengan potongan rambut rapi yang ditata seperlunya menggunakan gel rambut, membuatnya terlihat lebih elegan. Ada sedikit sisa kemiripan Theodore dan Bianca, yaitu dari warna mata cokelat, warna kulit mereka yang dingin dan pucat, serta bibir tipis mereka. Orang yang baru mengenal Bianca dan Theodore pasti tidak akan menyangka bahwa mereka berdua bersaudara sampai menghabiskan waktu leb

    Last Updated : 2021-03-30
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 14

    Febrina berjalan menyusuri jalanan kota Waterford yang ramai karena sudah hari Sabtu, dipenuhi oleh orang-orang yang berjalan tanpa memperhatikan sekitar. Sudah hampir setahun ia tidak mengunjungi kota kelahirannya ini, dan melihat banyaknya perubahan yang terjadi selama ia tidak ada di sini.Contohnya, gedung yang dulunya merupakan toko buku yang selalu jadi tempat favoritnya untuk menghabiskan waktu, kini menjadi gedung kosong terbengkalai penuh dengan tanaman-tanaman liar yang merambat hingga ke luar. Hanya tersisa papan nama dari toko itu. Ada papan yang terpasang di dekat gedung itu yang tertulis nama dan nomor telepon dari agen properti yang menangani tempat itu, menandakan tempat itu sudah dijual oleh pemiliknya. Kecewa karena tempat favoritnya sudah menghilang, ia memasrahkan dirinya berjalan tanpa tujuan menyusuri kota

    Last Updated : 2021-03-30
  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 15

    Veronica duduk di stadion sepak bola yang kosong karena hari ini bukan jadwal pertandingan, hanya latihan biasa, menerima minuman kola yang diberikan oleh Dania—teman satu jurusannya—dan meminumnya hingga isinya tersisa setengah saking hausnya. Di antara semua teman satu jurusannya, hanya Dania saja yang mudah didekati karena menyandang status yang sama dengannya; orang yang terpinggirkan dari lingkungan pertemanan sosial kampusnya. Dania tipe yang lone-wolf—lebih suka menghabiskan waktunya seorang diri dan membenamkan dirinya ke dalam dunia fantasi imajinasi buatannya, menuangkannya ke dalam novel online yang selalu tayang setiap dua kali seminggu di sebuah platform novel online—Goodnovel. Tidak banyak mahasiswa yang memproklamirkan identitas gender mereka seperti Dania yang sudah coming out sebagai non-binary, sehingga masih orang merasa aneh dengan identitas gender Dania walaupun kota Waterford sangat terbuka deng

    Last Updated : 2021-03-30

Latest chapter

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 126

    Nicholas tidak percaya apa yang baru saja mereka dengar dari bibir Schneider barusan karena dia baru saja selesai makan siang yang disiapkan Askarovich beberapa menit yang lalu. Matanya melebar, berkedip tak percaya, menatap sosok yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi di wajahnya yang menciptakan rasa takut yang kuat dalam dirinya. Semua sel di tubuhnya seakan berhenti bergerak dengan otaknya sulit mencerna situasi saat ini. "Aku sudah selesai denganmu. Apa yang baru saja kukatakan cukup jelas untukmu, Nicholas Southampton?" Pria itu mengulangi kata-kata yang berhasil memberikan efek serangan yang kuat padanya. Dia menundukkan kepalanya, berusaha untuk tidak menangis di depannya. Apakah itu berarti mereka dibuang oleh William, seperti benda, setelah apa yang dia berikan kepada William Schneider — termasuk semua kekayaannya serta rumah besar miliknya milik pria itu? "Apa yang kamu lakukan di belakangku adalah mengacaukan rencana kita. Aku juga tidak ingin melakukannya karena ba

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 125

    Ketika Erna membuka kedua matanya, dia menemukan bahwa dia tidak lagi berdiri di kamar tidurnya seperti yang terakhir dia ingat, tetapi sedang berbaring di tempat tidurnya dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Pusing menyerangnya saat dia memaksa dirinya untuk bangun dari tempatnya. Dia melihat sekeliling, tidak melihat Bianca bersamanya di sini. Ingatannya yang hilang memang telah kembali, berhasil mengisi kekosongan yang dia rasakan selama ini. Dari saat ia dan Alec terpaksa meninggalkan kediaman setelah menemukan keberadaan monster dengan wujud yang sulit untuk dideskripsikan, ia berhasil membunuh semua penjaga yang ditempatkan di kediamannya, serta para pelayannya. Darah menggenang di hampir setiap sudut ruangan, dengan ekspresi masing-masing mayat yang dipenuhi rasa takut hingga sulit untuk dilupakan. Dia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang mereka rasakan sebelum menghadapi kematian mereka sendiri. Mungkin mereka berteriak kesakitan. Atau mungkin monster itu membunuh mereka

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 124

    Stephen meletakkan jarinya di sisi kanan tabletnya, membuka kunci layar. Sekarang layar tidak lagi menampilkan layar hitam kosong, menunjukkan kepada mereka titik-titik lokasi terjadinya serangan. Jari-jari Karl menggerakkan layar, sesekali mencubit untuk memperbesar atau memperkecil ukuran denah area Laurent, dan untungnya, Karl berbaik hati memberinya lebih banyak ruang sehingga dia juga bisa melihat apa yang ada di layar tablet. Ada banyak titik merah di sana—pertanda bahwa area tersebut telah berhasil diambil alih oleh kelompok musuh, menyisakan dua titik hijau yang menjadi satu-satunya area yang tersisa.Artinya, Schneider berada di balik serangan ini, gumamnya pada dirinya sendiri.Perhatian Stephen kemudian beralih padanya, menatapnya dengan tatapan bersalah. "Dan untuk informasi Anda, saya memberi tahu Anda bahwa tidak ada sesi latihan dengan Isabella hari ini, bukan karena saya melarang Anda--seperti yang mungkin Anda pikirkan--""Dan itulah yang kupikirkan," dia menyela, seka

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 123

    Pria itu masih menatapnya dengan alis terangkat ketika dia mendengar kata-katanya, sementara dia berdehem, mencoba menghentikan suasana canggung yang tercipta begitu dia selesai berbicara. "Kamu bilang apa? Kamu sudah tahu tentang itu?" Dia mengangguk, membenarkan kata-kata pacarnya. Pria itu bergumam dengan suara yang lebih rendah pada dirinya sendiri, berbicara dalam bahasa yang terdengar asing di telinganya sebelum wajahnya berubah muram. "Apakah kamu baik-baik saja?" "Daripada itu, kenapa kamu tidak memberitahuku tentang kakak laki-laki Stephen?" dia meludah, berusaha menahan amarah yang dia tidak tahu mengapa mulai muncul di dalam dirinya. "Kenapa kamu tidak memberitahuku bahwa makhluk yang menyerangku berumur dua belas tahun bukanlah serigala biasa, tapi manusia serigala?" Pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Diam saja, seolah laki-laki itu ingin memberinya kesempatan melampiaskan seluruh amarahnya pada laki-laki itu. Sikap pacarnya saat ini sedikit mengingatkannya pa

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 122

    Sejak hari itu, semuanya telah berubah. Itu tidak seperti dulu.Mata Veronica tertuju pada Stephen yang sedang berbicara dengan beberapa orang di depan pintu masuk dengan wajah tegang, tidak langsung mengajak mereka masuk ke dalam mansion. Tangannya mencengkeram smartphone-nya erat-erat, membiarkan saluran TV di ruang tamu memutar serial N*****x favoritnya, Shadowhunters, dengan episode terakhir Season 4 yang tak lagi menarik baginya."Situasinya terlalu berisiko bagi kami, Bos."Dia mendengar salah satu orang berbicara dengan nada yang sedikit lebih tinggi daripada yang lain di sekitarnya yang berbicara dengan nada setengah berbisik — kemungkinan besar permintaan Stephen untuk memastikan dia tidak mendengar apa yang mereka diskusikan di pintu masuk mansion. . Lagipula, Stephen sudah aneh sejak awal. Jika pria itu tidak ingin dia mendengar seluruh percakapan 'rahasia', mengapa dia tidak membawa 'tamu' ke ruang pertemuan dan mengunci ruangan dengan rapat agar dia tidak mendengar semuany

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 121

    Agak bingung dengan apa yang dikatakan Bianca atau apa yang terjadi, dia tetap menuruti permintaan Bianca yang sudah berjalan di depannya dengan langkah cemas melewati koridor. Dia merasa sedikit keberatan dengan alasan harus meninggalkan teh yang baru saja diisi ulang oleh salah satu pelayan yang bertugas mengisi ulang tehnya jika teh di cangkirnya habis tanpa perlu memberi tahu pelayan apa yang harus dilakukan. lakukan (berbeda dengan pelayan di rumahnya yang kurang responsif ketika datang ke hal seperti ini), dan harus meninggalkan jajanan lokal yang dia tidak tahu namanya tetapi dia tetap menyukainya karena rasanya yang tidak biasa dan berhasil membuatnya ingin terus menggigitnya lagi dan lagi. Selama dia mengenal Bianca sejak mereka bertemu di sekolah menengah hingga sekarang, satu hal yang dia ketahui dengan baik dari Bianca adalah bahwa sahabatnya tidak akan menjelaskan apa yang dia alami atau apa yang mengganggunya, seberapa besar masalahnya atau seberapa besar masalahnya. kua

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 120

    Erna menyilangkan tangan di depan dadanya, menyembunyikan kekesalannya. Sudah hampir tiga jam sejak mereka dipaksa untuk kembali ke kediaman keluarga Zhang, diam-diam di ruang tamu ditemani oleh para pelayan keluarga Zhang – keluarga besar kakak Bianca, Erick Zhang – yang berdiri di sekitar mereka, menemani oleh aneka jajanan lokal dan teh hangat yang dari baunya saja ia langsung tahu bahwa itu adalah teh Biluochun, tanpa mendengarkan penjelasan apapun dari Bianca yang mondar-mandir di ruang tamu. Yang menahannya untuk tidak melampiaskan kekesalannya adalah ekspresi Bianca yang tampak gelisah, tidak seperti Bianca yang selalu bisa menghadapi situasi apapun dengan santai sebesar apapun masalahnya. Misalnya saat mereka duduk di bangku kelas tiga SMA dan pusing karena harus memikirkan ujian akhir dan juga persiapan masuk universitas dengan seleksi nilai yang sangat ketat. Alih-alih memfokuskan perhatiannya untuk belajar dan merencanakan masa depan seperti yang dia dan Vero lakukan, wanit

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 119

    Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya saat ini selain membiarkan Stephen berada di dalam pelukannya sampai perasaan pria itu membaik. Tiba-tiba ia merasa menyesal karena sudah memaksa pria werewolf itu untuk menjawab pertanyaan yang pasti bagi pria itu membuka luka lama yang tertanam di dalam hati pria itu. "I am sorry, Nikki ..." Again, Nikki menemukan Stephen kembali menggumamkan kata-kata yang membuat perasaan bersalah di dalam dirinya semakin bertambah. Tangannya bergerak mengusap puncak kepala Stephen, berharap bahwa apa yang ia lakukan barusan berhasil membuat Stephen merasa lebih baik. "It's not your fault--" "No, Nikki. It's my fault," Stephen menyela perkataannya sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, melepaskan pelukannya sambil menyeka air matanya yang sedikit keluar membasahi pipi pria itu. Kedua mata pria itu menatap sayu ke arahnya, membuatnya sedikit lega karena akhirnya pria itu tidak lagi menghindar bertatapan mata dengannya. "Half of them was my fault," u

  • Choosing Between Dragon and Werewolf (Indonesian)   Bab 118

    Erick memandangi sosok Theo yang kini duduk meringkuk di sudut ruangan dengan bibir gemetar, menggumamkan kalimat yang tidak bisa tertangkap jelas oleh telinganya saking kecilnya suara pria itu. Ia mengulum bibir bawahnya. Ia paham. Bagi Theo, ini pasti adalah fakta yang memukul telak pria yang selama ini hidup dengan membenci ibu tirinya tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Memang, ia tidak akan bisa memahami apa yang dirasakan oleh pacar laki-lakinya saat ini, karena semua hal itu tidak terjadi padanya. Dibandingkan dengannya yang hidup di keluarga latin yang selalu menjunjung tinggi keluarga dan mementingkan satu sama lain, keluarga besar Pedrosa di Waterford city jauh lebih rumit. "Tetap kondisikan dia agar tetap tenang saat menerima kenyataan yang sebenarnya. Aku tahu ini tugas yang sulit, tapi kurasa ini saat yang tepat untuk memberitahunya. Aku tidak mau semua usaha yang dilakukan Indri untuk melindungi anak-anaknya lenyap begitu saja." Kemarin, saat mereka tiba di kedia

DMCA.com Protection Status