Perasaan Nikki jelas tidak menentu saat ini.
Ia terbangun dengan mata setengah terpejam, berharap bahwa ia akan menemukan sosok Stephen yang berbaring di sampingnya. Entah dengan wajah yang tenang dan tertidur lelap, atau terbangun dengan senyum lembut terlukis di wajah pria itu, menyambutnya dengan hangat seperti layaknya sinar matahari pagi yang hangat, yang menyelinap masuk melalui celah jendela korden kamar Stephen tempat mereka menghabiskan malam mereka berdua di sana. Rasa nyeri menghantam tubuhnya, namun lebih menyakitkan lagi saat terbangun dan mendapati bahwa ia sudah tidak menemukan sosok Stephen di sampingnya seperti yang ia harapkan. Kosong. Bahkan jejak keberadaan pria itu saja tidak ada di sana, selain jejak yang ditinggal pria itu pada tubuhnya. Susah payah ia menuruni tempat tidur, menyeret tubuhnya untuk meraih pakaiannya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya, m
Halo semuanya, Terima kasih karena sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca Choosing Between Dragon and Werewolf. Jika kalian suka dengan ceritanya, kalian bisa tinggalkan kesan kalian pada ceritaku di kolom komentar dan dukung ceritaku dengan memberikan gem agar membantuku untuk tetap bisa menulis karya ini. Instagram: @zhenxinxin5081
"Bukan pasti lapar. Tapi memang lapar. Memangnya aku belum ngomong sama kamu tadi?" sahutnya seraya menggembungkan kedua pipinya. Kedua pria itu terdiam mendengar perkataannya, memandang satu sama lain dengan tatapan yang tidak ia mengerti. Tahu-tahu saja mereka saling berhadapan, dengan wajah licik. "Rock, scissor, paper! Tiga kali!" Mereka berdua mengatakannya bersamaan, sukses membuatnya bergeming. Tiga kali melakukannya, dan Stephen keluar sebagai pemenang sementara pacarnya langsung jongkok sambil mengacak-acak rambutnya penuh frustrasi. Sebelum ia memahami apa yang sedang mereka lakukan sampai harus taruhan seperti itu, Stephen sudah menghampirinya, memintanya untuk menyandarkan kedua tangannya pada bahu pria itu. Dan dalam sekejap, ia sudah berada dalam gendongan pria itu, dengan kruknya yang dibawa oleh Stephen tanpa merasa kerepotan.
Sore harinya, ia dikejutkan oleh panggilan masuk dari Erna. Stephen sudah keluar bersama Karl untuk urusan yang tidak ia ketahui setelah sarapan, karena mereka pergi terburu-buru. Mengingat Karl sudah mengatakannya dengan jelas bahwa pria itu tidak akan membiarkannya menjadi orang yang tidak tahu apa-apa, ia tidak perlu mencemaskan apa yang sedang mereka lakukan, karena pacar laki-lakinya pasti langsung akan memberitahunya nanti. Ia percaya pada Karl dan bisa memegang perkataan Karl karena pria itu selalu menepati semua perkataannya. Jadi seharusnya memang tidak ada masalah. Tapi Stephen? Entahlah. Pria itu lain ceritanya. Ia bahkan tidak yakin setelah mencuri dengar pengakuan pria itu yang terang-terangan pada Karl begitu didesak, juga saat pria itu mengatakan sendiri padanya di hadapannya bahwa pria itu akan serius mengejarnya. Maksudnya, seperti yang dikatakan Dania beberapa bulan yang l
Veronica mengatakannya jelas bukan karena alasan. Erna pernah mengatakan pada ia dan Bianca tentang identitas orientasi seksualnya sebagai biseksual saat mereka masih SMA. Dan sejak saat itu, ia menyadari perubahan sikap Bianca yang mulai sering membuat Erna marah, seakan seperti mendapatkan tiket loterei begitu mendengar pengakuan Erna. Dulu, ia tidak mengerti alasan di balik perubahan sikap Bianca tersebut. Sekarang, setelah ia bertanya langsung pada Bianca sendiri beberapa bulan yang lalu, ia mengerti alasan di balik perubahan sikap Bianca tersebut. “Apa tidak masalah? Apa menurutmu tidak aneh jika aku melupakan perasaanku pada Alec dan mulai menyukai keseriusan Bianca?” “Kata ‘melupakan’ bukan frase yang tepat untuk menggambarkan perasaanmu sekarang, Erna. Kamu bingung? Ya, mungkin apa yang kukatakan itu terdengar
Tidak pernah terbayang di pikirannya sama sekali sampai sekarang. Tidak pernah sekali pun, terlintas di pikirannya, bahwa ia akan menyukai seseorang yang serapuh Nicholas Southampton. Niat awalnya bergabung bersama William itu murni karena ia merasa frustrasi dengan perasaannya terhadap Odelia Winterwood. Putri dari petinggi klan Winterwood yang masih menyukai mantan tunangannya, Karl Smith, walaupun berulang kali mantan tunangannya itu menepis perasaan wanita itu. Ia memutuskan untuk bergabung dengan alasan yang harus ia akui, sangat kekanakan; ia ingin membuktikan pada wanita itu bahwa ia lebih layak bersama wanita itu dibandingkan Karl. Ia memang dari keturunan naga kasta rendah, tapi ia memiliki bakat sebagai warlock berkat darah campurannya yang ia dapat dari pihak mendiang ayahnya, seorang warlock yang mati kare
Suara penuh kecongkakan membuatnya sontak memutar tubuhnya, menghadap Sean Laurent yang berdiri di depan pintu kamar Nicholas sambil bersedekap, berjalan menghampirinya sambil menggeleng pelan melihat kondisi Nicholas. "Biarkan saja sampah sepertinya mati. Itu jauh lebih baik. Coba ingat-ingat lagi, berapa kali ia melakukan keributan hingga merepotkan Yang Mulia?" "Apa maumu, Sean? Kalau hanya datang ke sini untuk menghinanya, lebih baik kamu keluar dari tempat ini sekarang. Aku sibuk." "Aku hanya penasaran. Belakangan ini aku selalu memperhatikanmu. Mempertanyakan alasanmu yang terus melindungi Nicholas," pria itu berjalan mengelilingi ruangan, memerhatikan satu per satu barang milik Nicholas yang sengaja ditinggalkan oleh Nicholas di tempat yang sudah menjadi tempat
Alec berhenti berjalan menapaki taman di mansion milik kakeknya, menghirup segarnya udara di taman itu perlahan. Memandangi beberapa burung yang beterbangan di atas kepalanya, dengan langit yang bersih dari awan yang biasanya menutupi langit di daerah tempat tinggal kakeknya itu. Ia mendongak sejenak, menahan rasa nyeri yang muncul saat ia menarik napas panjang tadi karena tubuhnya belum sepenuhnya pulih, sebelum memaksakan diri untuk melangkahkan kakinya menuju salah satu pepohonan yang rindang. Susah payah ia menyandarkan punggungnya ke batang pohon, memejamkan kedua matanya.Mendapati bahwa senyuman Erna-lah yang menghiasi pikirannya saat ia memejamkan kedua matanya. Ia menggigit bibir bawahnya, diam menahan air mata yang sebentar lagi akan mengalir keluar. Mengenang momen-momen kebersamaannya bersama Erna sebelum ia harus meninggalkan wanita itu akibat kondisinya. Tangannya meremas
Untungnya, ia hanya mengalaminya selama sesaat, sebelum semuanya kembali seperti semula, dengan suara burung gagak yang sudah bertengger di dekat bahunya dengan kedua mata burung gagak itu memandangnya cemas. Sejak dulu, keluarga Berthold itu memiliki ikatan yang kuat dengan burung gagak berkat anugerah darah Morrigan yang mengalir di dalam tubuh mereka, menarik perhatian para gagak untuk berada di samping mereka kapan pun mereka butuh. Dalam kasusnya, burung gagak itu menyadari ketakutannya. Memberinya tatapan menenangkan padanya, dan dalam sekejap, rasa takut yang ia alami menghilang begitu saja. “Terima kasih. Aku baik-baik saja,” ujarnya, sambil tersenyum simpul, mengusap puncak kepala burung gagak yang tampak tenang saat ia melakukannya. Seakan burung gagak itu meminjamkan telinganya untuk mendengarkan kekalutannya, ia terpancing untuk bercerita.
Setengah menggerutu karena ia tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi dari sosok yang belum pernah ia temui sebelumnya, ia beranjak dari tempatnya. Kedua matanya melihat sosok seorang pria bersama beberapa orang di belakang pria itu yang berlari dengan kecepatan penuh menghampirinya hingga membuatnya harus menyipitkan kedua matanya karena jarak mereka yang sangat jauh. Wajah pria yang ternyata adalah ayahnya tampak lega begitu melihat keberadaannya, begitu juga dengan ketiga saudaranya (dua wanita dan satunya pria) menghampirinya. Memeriksanya lekat untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. “Ngapain kamu di sini?” ujar Klauss––kakak laki-lakinya yang tampak cemas begitu melihat kondisinya, melepaskan mantel bulu imitasi yang dikenakannya, lalu memasangkannya padanya sebagai ganti selimut untuk menghalau hawa dingin dari musim dingin yang sebentar lagi akan memasuki Waterford city.
Nicholas tidak percaya apa yang baru saja mereka dengar dari bibir Schneider barusan karena dia baru saja selesai makan siang yang disiapkan Askarovich beberapa menit yang lalu. Matanya melebar, berkedip tak percaya, menatap sosok yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi di wajahnya yang menciptakan rasa takut yang kuat dalam dirinya. Semua sel di tubuhnya seakan berhenti bergerak dengan otaknya sulit mencerna situasi saat ini. "Aku sudah selesai denganmu. Apa yang baru saja kukatakan cukup jelas untukmu, Nicholas Southampton?" Pria itu mengulangi kata-kata yang berhasil memberikan efek serangan yang kuat padanya. Dia menundukkan kepalanya, berusaha untuk tidak menangis di depannya. Apakah itu berarti mereka dibuang oleh William, seperti benda, setelah apa yang dia berikan kepada William Schneider — termasuk semua kekayaannya serta rumah besar miliknya milik pria itu? "Apa yang kamu lakukan di belakangku adalah mengacaukan rencana kita. Aku juga tidak ingin melakukannya karena ba
Ketika Erna membuka kedua matanya, dia menemukan bahwa dia tidak lagi berdiri di kamar tidurnya seperti yang terakhir dia ingat, tetapi sedang berbaring di tempat tidurnya dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Pusing menyerangnya saat dia memaksa dirinya untuk bangun dari tempatnya. Dia melihat sekeliling, tidak melihat Bianca bersamanya di sini. Ingatannya yang hilang memang telah kembali, berhasil mengisi kekosongan yang dia rasakan selama ini. Dari saat ia dan Alec terpaksa meninggalkan kediaman setelah menemukan keberadaan monster dengan wujud yang sulit untuk dideskripsikan, ia berhasil membunuh semua penjaga yang ditempatkan di kediamannya, serta para pelayannya. Darah menggenang di hampir setiap sudut ruangan, dengan ekspresi masing-masing mayat yang dipenuhi rasa takut hingga sulit untuk dilupakan. Dia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang mereka rasakan sebelum menghadapi kematian mereka sendiri. Mungkin mereka berteriak kesakitan. Atau mungkin monster itu membunuh mereka
Stephen meletakkan jarinya di sisi kanan tabletnya, membuka kunci layar. Sekarang layar tidak lagi menampilkan layar hitam kosong, menunjukkan kepada mereka titik-titik lokasi terjadinya serangan. Jari-jari Karl menggerakkan layar, sesekali mencubit untuk memperbesar atau memperkecil ukuran denah area Laurent, dan untungnya, Karl berbaik hati memberinya lebih banyak ruang sehingga dia juga bisa melihat apa yang ada di layar tablet. Ada banyak titik merah di sana—pertanda bahwa area tersebut telah berhasil diambil alih oleh kelompok musuh, menyisakan dua titik hijau yang menjadi satu-satunya area yang tersisa.Artinya, Schneider berada di balik serangan ini, gumamnya pada dirinya sendiri.Perhatian Stephen kemudian beralih padanya, menatapnya dengan tatapan bersalah. "Dan untuk informasi Anda, saya memberi tahu Anda bahwa tidak ada sesi latihan dengan Isabella hari ini, bukan karena saya melarang Anda--seperti yang mungkin Anda pikirkan--""Dan itulah yang kupikirkan," dia menyela, seka
Pria itu masih menatapnya dengan alis terangkat ketika dia mendengar kata-katanya, sementara dia berdehem, mencoba menghentikan suasana canggung yang tercipta begitu dia selesai berbicara. "Kamu bilang apa? Kamu sudah tahu tentang itu?" Dia mengangguk, membenarkan kata-kata pacarnya. Pria itu bergumam dengan suara yang lebih rendah pada dirinya sendiri, berbicara dalam bahasa yang terdengar asing di telinganya sebelum wajahnya berubah muram. "Apakah kamu baik-baik saja?" "Daripada itu, kenapa kamu tidak memberitahuku tentang kakak laki-laki Stephen?" dia meludah, berusaha menahan amarah yang dia tidak tahu mengapa mulai muncul di dalam dirinya. "Kenapa kamu tidak memberitahuku bahwa makhluk yang menyerangku berumur dua belas tahun bukanlah serigala biasa, tapi manusia serigala?" Pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Diam saja, seolah laki-laki itu ingin memberinya kesempatan melampiaskan seluruh amarahnya pada laki-laki itu. Sikap pacarnya saat ini sedikit mengingatkannya pa
Sejak hari itu, semuanya telah berubah. Itu tidak seperti dulu.Mata Veronica tertuju pada Stephen yang sedang berbicara dengan beberapa orang di depan pintu masuk dengan wajah tegang, tidak langsung mengajak mereka masuk ke dalam mansion. Tangannya mencengkeram smartphone-nya erat-erat, membiarkan saluran TV di ruang tamu memutar serial N*****x favoritnya, Shadowhunters, dengan episode terakhir Season 4 yang tak lagi menarik baginya."Situasinya terlalu berisiko bagi kami, Bos."Dia mendengar salah satu orang berbicara dengan nada yang sedikit lebih tinggi daripada yang lain di sekitarnya yang berbicara dengan nada setengah berbisik — kemungkinan besar permintaan Stephen untuk memastikan dia tidak mendengar apa yang mereka diskusikan di pintu masuk mansion. . Lagipula, Stephen sudah aneh sejak awal. Jika pria itu tidak ingin dia mendengar seluruh percakapan 'rahasia', mengapa dia tidak membawa 'tamu' ke ruang pertemuan dan mengunci ruangan dengan rapat agar dia tidak mendengar semuany
Agak bingung dengan apa yang dikatakan Bianca atau apa yang terjadi, dia tetap menuruti permintaan Bianca yang sudah berjalan di depannya dengan langkah cemas melewati koridor. Dia merasa sedikit keberatan dengan alasan harus meninggalkan teh yang baru saja diisi ulang oleh salah satu pelayan yang bertugas mengisi ulang tehnya jika teh di cangkirnya habis tanpa perlu memberi tahu pelayan apa yang harus dilakukan. lakukan (berbeda dengan pelayan di rumahnya yang kurang responsif ketika datang ke hal seperti ini), dan harus meninggalkan jajanan lokal yang dia tidak tahu namanya tetapi dia tetap menyukainya karena rasanya yang tidak biasa dan berhasil membuatnya ingin terus menggigitnya lagi dan lagi. Selama dia mengenal Bianca sejak mereka bertemu di sekolah menengah hingga sekarang, satu hal yang dia ketahui dengan baik dari Bianca adalah bahwa sahabatnya tidak akan menjelaskan apa yang dia alami atau apa yang mengganggunya, seberapa besar masalahnya atau seberapa besar masalahnya. kua
Erna menyilangkan tangan di depan dadanya, menyembunyikan kekesalannya. Sudah hampir tiga jam sejak mereka dipaksa untuk kembali ke kediaman keluarga Zhang, diam-diam di ruang tamu ditemani oleh para pelayan keluarga Zhang – keluarga besar kakak Bianca, Erick Zhang – yang berdiri di sekitar mereka, menemani oleh aneka jajanan lokal dan teh hangat yang dari baunya saja ia langsung tahu bahwa itu adalah teh Biluochun, tanpa mendengarkan penjelasan apapun dari Bianca yang mondar-mandir di ruang tamu. Yang menahannya untuk tidak melampiaskan kekesalannya adalah ekspresi Bianca yang tampak gelisah, tidak seperti Bianca yang selalu bisa menghadapi situasi apapun dengan santai sebesar apapun masalahnya. Misalnya saat mereka duduk di bangku kelas tiga SMA dan pusing karena harus memikirkan ujian akhir dan juga persiapan masuk universitas dengan seleksi nilai yang sangat ketat. Alih-alih memfokuskan perhatiannya untuk belajar dan merencanakan masa depan seperti yang dia dan Vero lakukan, wanit
Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya saat ini selain membiarkan Stephen berada di dalam pelukannya sampai perasaan pria itu membaik. Tiba-tiba ia merasa menyesal karena sudah memaksa pria werewolf itu untuk menjawab pertanyaan yang pasti bagi pria itu membuka luka lama yang tertanam di dalam hati pria itu. "I am sorry, Nikki ..." Again, Nikki menemukan Stephen kembali menggumamkan kata-kata yang membuat perasaan bersalah di dalam dirinya semakin bertambah. Tangannya bergerak mengusap puncak kepala Stephen, berharap bahwa apa yang ia lakukan barusan berhasil membuat Stephen merasa lebih baik. "It's not your fault--" "No, Nikki. It's my fault," Stephen menyela perkataannya sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, melepaskan pelukannya sambil menyeka air matanya yang sedikit keluar membasahi pipi pria itu. Kedua mata pria itu menatap sayu ke arahnya, membuatnya sedikit lega karena akhirnya pria itu tidak lagi menghindar bertatapan mata dengannya. "Half of them was my fault," u
Erick memandangi sosok Theo yang kini duduk meringkuk di sudut ruangan dengan bibir gemetar, menggumamkan kalimat yang tidak bisa tertangkap jelas oleh telinganya saking kecilnya suara pria itu. Ia mengulum bibir bawahnya. Ia paham. Bagi Theo, ini pasti adalah fakta yang memukul telak pria yang selama ini hidup dengan membenci ibu tirinya tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Memang, ia tidak akan bisa memahami apa yang dirasakan oleh pacar laki-lakinya saat ini, karena semua hal itu tidak terjadi padanya. Dibandingkan dengannya yang hidup di keluarga latin yang selalu menjunjung tinggi keluarga dan mementingkan satu sama lain, keluarga besar Pedrosa di Waterford city jauh lebih rumit. "Tetap kondisikan dia agar tetap tenang saat menerima kenyataan yang sebenarnya. Aku tahu ini tugas yang sulit, tapi kurasa ini saat yang tepat untuk memberitahunya. Aku tidak mau semua usaha yang dilakukan Indri untuk melindungi anak-anaknya lenyap begitu saja." Kemarin, saat mereka tiba di kedia