Beranda / Romansa / Chemistrick / If Love is Blind [3]

Share

If Love is Blind [3]

Penulis: Indah Hanaco
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-23 14:30:13

Robin menaikkan alisnya. “Eric itu suka mukul pacarnya, ya?” tanyanya kaget.

“Nggak tau,” jawab Vivian jujur. “Cynthia nggak pernah bilang. Tapi setelah ngeliat apa yang dia lakuin sama aku, rasanya nggak bakalan kaget kalau dia suka main tangan, kan?”

“He-eh,” Robin membenarkan. Cowok itu menurunkan handuk kecil itu dari wajahnya. Dengan sigap, Vivian meraih benda itu dari tangan Robin dan mencelupkannya ke dalam air dingin di dalam baskom. Jari-jarinya terasa nyaris membeku tiap kali menyentuh air dingin itu.

“Cowok yang suka kasar, mulai dari omongan sampai berani mukul, sebaiknya buru-buru dijauhi. Kecil peluang untuk berubah. Yang ada, biasanya malah makin parah dari hari ke hari. Udah banyak kejadian kayak begitu.”

Vivian menyerahkan handuk kecilnya ke tangan Robin lagi. “Aku sih nggak pernah ketemu cowok model kayak gitu kecuali Eric. Sebenarnya, itu bikin shock. Kok ada cow

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Chemistrick   If Love is Blind [4]

    “Aku sering nyalahin si korban karena nggak mau membela diri,” cetus Vivian.”“Bukannnya nggak mau membela diri, Vi. Tapi karena korbannya udah kesulitan untuk pakai logikanya. Contohnya temanku itu. Belakangan ketahuan gimana cara cowoknya memanipulasi. Dan jurus-jurus yang dipakai itu memang klasik banget. Artinya, memang para tukang bully itu punya cara-cara yang sama.”“Detailnya gimana, Bin? Aku pengin tau,” komentar Vivian.“Awalnya, si korban dikritik. Dari hal-hal sepele sampai yang memang nggak bisa diubah. Intinya, bikin yang dikritik jadi frustrasi. Ujung-ujungnya berusaha nyenengin pasangannya. Ada yang sampai nekat mengubah penampilan supaya cowoknya nggak komplain lagi. Nyatanya, apa pun yang dilakuin, nggak akan bisa memuaskan orang yang suka menyiksa pasangannya. Kritik-kritik itu seringnya cuma dicari-cari. Cuma untuk bikin dia punya kuasa dan membuat pacarnya jadi kehilangan rasa percaya

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-23
  • Chemistrick   When Love Kills Love [1]

    “Aku nggak bisa bayangin ada orang yang tega ngelakuin itu sama pacarnya sendiri,” Vivian bersuara. Gadis itu mengusap tengkuknya. “Aku beneran merinding, Bin. Serem amat.”Robin pun menceritakan bagaimana Fida menghilang yang berujung pada penyelidikan pihak berwajib. Lalu, jenazahnya yang ditemukan belakangan. Penyelidikan intensif oleh polisi mengerucut pada satu tersangka, yaitu Jim.“Jim mencekik Fida sampai mati. Setelah itu, dia ninggalin apartemen Fida dan bilang ke polisi kalau itu kali terakhir mereka ketemu. Katanya, Fida pengin ngabisin waktu sama keluarganya. Gara-gara itu, mereka menunda acara kencan untuk ulang tahun itu. Jim awalnya ngaku Fida ngontak dia lewat WhatsApp selama beberapa hari, bilang masih bareng keluarganya. Karena ada saudara Fida yang baru datang dari Jakarta.“Ketika Jim nggak bisa jelasin kenapa ada sidik jarinya di unit yang letaknya pas di depan apartemen Fida, dia akhirnya ngaku. Setelah

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24
  • Chemistrick   When Love Kills Love [2]

    “Ya, aku pernah beberapa kali nonton film-film kriminal. Dan memang pernah dengar soal cairan bernama luminol ini. Tapi kukira itu … hmmm … apa ya? Nggak nyangka kalau memang efektif banget dalam penyelidikan kasus yang melibatkan jejak darah,” ucap Vivian. “Berarti dalam kasus ini, luminol itu jadi salah satu kuncinya, ya?”“Karena aku pernah kuliah di jurusan ilmu forensik, aku bisa yakinkan kamu kalau luminol itu memang ngebantu banget. Setauku, luminol itu bereaksi sampai sepuluh ribu kali lipat dengan darah yang udah coba dibersihkan,” beri tahu Robin dengan nada serius.“Sepuluh ribu kali lipat?” Pupil mata Vivian melebar. Robin merespons dengan anggukan mantap. “Wow! Berarti memang luar biasa banget.”“Nah, selain jejak darah, polisi juga nemuin banyak banget sidik jari. Itu bukan hal yang aneh karena unit apartemen itu pernah ditinggali banyak orang. Karena

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24
  • Chemistrick   When Love Kills Love [3]

    Berdamai dengan Serena sungguh terlalu sulit untuk diwujudkan oleh Vivian. Rasanya mustahil melupakan semua perbuatan ibunya selama belasan tahun. Gadis itu makin sedih tiap kali mengingat perasaan ayahnya. Menikahi perempuan yang dicintainya mati-matian, pasti hal yang sangat membahagiakan. Namun semuanya berbeda karena sang istri justru teramat membenci suaminya. Parahnya lagi, Serena tidak sungkan menunjukkan perasaannya terang-terangan sehingga orang-orang sekitarnya pun tahu. Hal semacam itu pasti sangat melukai harga diri Barry.Mengapa ada orang seperti ibunya? Jika tidak melihat sendiri apa yang terjadi bertahun-tahun, niscaya Vivian sulit untuk percaya bahwa perempuan seperti Serena memang eksis di dunia ini. Membenci suami dan darah dagingnya dengan begitu rupa.Setelah perceraian orangtuanya, Vivian berjuang untuk memaafkan masa lalu. Dia berusaha keras menghapus kebencian pada ibunya. Melupakan hal-hal buruk yang pernah terjadi dan berkonsentrasi pada masa

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-25
  • Chemistrick   When Love Kills Love [4]

    “Pa, kali ini menurutku Papa udah salah banget. Mama nggak pernah cinta sama Papa. Tapi Papa tetap bertahan. Okelah, sampai di sini aku masih bisa menghargai keputusan Papa. Karena Papa mikirin aku, nggak mau aku punya orangtua yang bercerai. Tapi kalau Papa tau Mama cinta sama laki-laki lain, bahkan sampai nyimpan foto-foto mereka berdua, itu nggak masuk akal. Seharusnya nggak kayak gitu, Pa.”Barry membela diri panjang lebar. Berusaha menjelaskan pada remaja berumur delapan belas tahun tentang cintanya yang tulus pada Serena. Serta bahwa dia tak bisa memaksa agar perempuan itu melupakan masa lalunya. Makin lama Barry bicara, Vivian justru menilai ayahnya sudah membuat kesalahan fatal.“Sekarang aku bisa ngasih penilaian lebih objektif. Papa salah besar, itu menurutku. Kalau memang cinta, Papa nggak boleh maksa Mama untuk bertahan. Papa beralasan nggak mau aku jadi produk keluarga broken home. Trus Papa juga cinta banget sama Mama, dan lain-

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-25
  • Chemistrick   Destiny? [1]

    Perjalanan menuju Jhinu Danda harus kembali melewati Chomrong yang medannya berat itu. Robin mencemaskan Vivian meski dia tak mengutarakan pikirannya terang-terangan. Alasannya, karena gadis itu pilek dan kakinya lecet. Apalagi, mereka harus berjalan cukup lama dan tak ada alternatif kendaraan lain yang bisa digunakan.. Menurut perkiraan Ben, mereka akan berjalan kaki antara enam hingga tujuh jam.“Kamu nggak apa-apa? Kaki yang lecet gimana?” tanya Robin saat mereka meninggalkan Bamboo. Vivian yang berjalan di depannya, menoleh sebentar. Gadis itu menghadiahi Robin senyum, membuat cowok itu menahan napas selama sesaat.Ya gendonglah, Bin. Percuma ada kamu,” sela Allan yang tampaknya mendengar kata-kata cowok itu. “Anggap aja sebagai semacam tes untuk nyari tau sejauh mana kamu peduli sama Vivian. Bukan sekadar omong doang,” imbuh Allan lagi.“Jangan didengerin, Bin,” larang Vivian sambil tertawa. Dia mendorong punggung s

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-26
  • Chemistrick   Destiny? [2]

    “Dipasang aja semua, Vi. Tapi harus beneran nempel, jangan sampai plesternya bergeser lagi. Trus, jalannya ntar pelan-pelan aja. Nggak apa-apa kalau rada ketinggalan. Yang penting, lecetnya nggak makin parah,” urai Robin.“Siap, Komandan,” gurau Vivian.Robin tersenyum mendengar candaan gadis itu. Tadi malam, mereka menghabiskan waktu lumayan panjang untuk mengobrol. Itu agak di luar dugaan karena tadinya Robin cuma ingin mengobrol sebentar seraya memastikan Vivian menghabiskan makan malamnya dan meminum obat. Siapa sangka jika ada pasangan yang bertengkar dan berakhir dengan curhat panjang Robin tentang Fida.Seolah ingin mengimbangi cerita yang dibagi Robin, Vivian dengan mengejutkan berkisah lebih detail tentang keluarganya. Bagaimana gadis itu berusaha menjodohkan ayahnya dengan perempuan yang kelak memang menjadi ibu baru Vivian. Yang paling mengejutkan bagi Robin, sosok Serena Ivaninna. Siapa sangka perempuan itu ternyata ibu kandun

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-26
  • Chemistrick   Destiny? [3]

    “Ngerasa nggak sih, kalau kamu itu dimatangkan sama pengalaman-pengalaman yang nggak ngenakin? Nggak semua orang sepeduli kamu pas ngeliat ada cowok yang kasar sama pasangannya. Jujur aja nih, aku masih shock karena kamu nggak keberatan kena pukul gara-gara belain orang asing. Padahal, besok-besok si istri mungkin udah mesra-mesraan lagi sama suaminya.” Vivian menunjuk dengan dagunya. “Tuh, baru aja dibilang.”Robin menoleh ke arah yang ditunjuk Vivian dengan gerakan tak kentara. Mereka sedang duduk di bawah payung lebar yang dipasang di halaman tea house. Pasangan asal Australia yang kemarin bertengkar hebat itu, kini tampak berbisik-bisik mesra. Tanpa sadar, Robin meraba hidungnya. Keputusannya mengompres hidung dan pipi mendatangkan manfaat yang melegakan. Tidak ada bagian wajahnya yang membengkak.“Cinta memang buta, kan?” gumam Robin pelan. Ada rasa takut yang mulai menyelusup di dadanya. Orang yang terlalu mud

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-27

Bab terbaru

  • Chemistrick   Epilog

    Tujuh bulan kemudian....Vivian membenahi letak pigura yang berada di atas lemari pajangan. Benda itu berisi salah satu fotonya saat balita. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah yang ditempati Serena sejak pindah ke Ubud ini, foto itu mengejutkan Vivian. Dia tak pernah mengira jika ibunya menyimpan beberapa hasil jepretan kamera ayahnya di masa lalu.Gadis itu menghela napas. Dokter memperkirakan ibunya hanya memiliki waktu selama tiga bulan maksimal. Namun Tuhan memberi hadiah yang luar biasa, berupa tambahan waktu selama empat bulan lagi. Total Vivian sudah tinggal di Ubud selama tujuh bulan terakhir.Jika diingat lagi, Vivian menyayangkan pilihan Serena untuk menyembunyikan penyakit fatal yang dideritanya dari semua orang. Hanya Shinta yang tahu. Jika Vivian sudah tahu sejak awal, mungkin dia akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Serena yang berubah menjadi ibu yang penuh cinta di saat-saat terakhirnya.Kini, penderitaan Serena sudah b

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [4]

    Vivian dan Serena menghabiskan waktu bersama sekita satu jam di teras. Setelah hari kian sore dan suhu lebih dingin, mereka pun masuk ke dalam rumah. Vivian menggandeng lengan kiri ibunya. Robin tidak kembali ke teras, tampaknya memberi waktu pada Vivian dan Serena. Ternyata cowok itu sedang menonton televisi di ruang keluarga.Robin tersenyum lebar begitu melihat Vivian dan ibunya. Serena bergabung dengan Robin sementara Vivian memilih untuk mandi. Sebelumnya, dia sempat mendatangi dapur untuk membantu Shinta yang tampaknya sedang menyiapkan makan malam.“Ada yang bisa saya bantu nggak, Mbak?” tanya Vivian. Dia baru tahu dari Serena bahwa Shinta berasal dari kota Demak. Tadinya, perempuan itu bekerja sebagai petugas kebersihan di resor. Saat kontraknya habis dan tak dilanjutkan, Shinta pun sempat tak memiliki pekerjaan. Di saat yang sama, Serena pindah di rumah itu. Shinta yang sering dimintai tolong oleh Serena pun diajak serta dan ditawari pekerjaan seba

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [3]

    Ketiga paman Vivian menyambut Vivian dengan pelukan hangat karena mereka memang sudah lumayan lama tak bersua. “Apa kamu bakalan lama di sini, Vi?” tanya kakak tertua ayahnya, Herman. Keluarga ayah Vivian tahu betul apa yang terjadi pada rumah tangga Barry-Serena. Namun semua orang tetap bersikap baik pada ibunda Vivian.“Sampai Mama sembuh, Om,” sahut Vivian dengan penuh keyakinan.“Om pun nggak tau kalau mamamu sakit. Tiap kali ke sini untuk ngantor atau rapat, nggak ada tanda-tanda kalau Serena lagi sakit. Cuma memang belakangan berat badannya mulai turun. Tiap kali ditanya, mamamu cuma bilang kalau dia lagi diet,” imbuh paman Vivian yang lain, Mirza.Robin juga disambut dengan sikap hangat oleh ketiga saudara ayah Vivian. Semua tertarik saat tahu bahwa Robin pernah berkuliah mendalami bidang forensik yang kemudian malah terjun menjadi seorang perancang cincin. Banyak pertanyaan yang ditujukan untuk cowok itu. Menurut Vivia

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [2]

    “Jangan marahin Mbak Shinta, Ma. Memang udah seharusnya aku dan Papa tau kalau kondisi Mama lagi sakit. Kenapa selama ini Mama nggak pernah ngomong apa-apa?” tanyanya dengan suara bergelombang. Serena tak segera menjawab. Perempuan itu mengelus punggung putrinya dengan lembut. Vivian juga menangkap isak halus yang meluncur dari bibir ibunya. “Karena Mama nggak mau nyusahin siapa pun, Vi. Apalagi, Mama punya banyak salah sama kamu dan Papa. Mama nggak punya nyali untuk ngomongin penyakit Mama.” Hati Vivian tercabik-cabik. Dia memang memiliki banyak sekali kebencian pada ibunya sejak bertahun silam. Namun, di detik ini, Vivian tahu bahwa semua perasaan negatifnya itu sudah mendebu. Membayangkan ibunya tak ada lagi di dunia ini sebelum hubungan mereka membaik, membuat Vivian susah untuk bernapas. “Aku akan tinggal di sini, nemenin Mama. Sampai Mama sembuh,” ungkap Vivian sembari merenggangkan dekapannya. Gadis itu mengusap air matanya dengan punggung tangan kana

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [1]

    Vivian benar-benar kehilangan tenaga. Dia terduduk di tepi ranjang dengan tubuh seolah baru saja berubah menjadi jeli. Dia cuma memandangi Debby dan Barry yang sibuk menyiapkan koper berikut segala keperluan gadis itu. Dia akan terbang ke Bali beberapa jam lagi untuk melihat sendiri kondisi Serena.Sekitar satu jam lalu, Barry ditelepon oleh asisten rumah tangga Serena di Bali, Shinta. Perempuan itu mengontak ayah Vivian karena kondisi Serena memburuk usai kembali dari Jakarta. Alhasil Serena terpaksa dirawat di rumah sakit. Ini sudah hari ketiga. Dan Shita memutuskan bahwa ini saatnya memberi tahu mantan suami Serena.Namun, bukan itu bagian yang paling mengejutkan Vivian. Melainkan fakta yang selama ini diam-diam disimpan ibunya. Bahwa Serena menderita kanker serviks stadium awal. Dokter bahkan meramalkan bahwa perempuan itu takkan bisa bertahan hingga tiga bulan ke depan karena penyakitnya telat ditangani. Serena bahkan menolak kemoterapi karena dinilai tak ada guna

  • Chemistrick   You are The Reason [2]

    “Hah?” Tubuh Robin mendadak tegak. “Kenapa telat?”“Karena aku udah ngomong sama Papa soal kamu.” Vivian tersenyum lebar. “Nggak ada masalah sama sekali, Bin. Jadi, kamu nggak perlu cemas lagi.”Robin memajukan tubuh dengan pupil mata melebar. “Serius, kamu udah ngomong?”“Iya, udah.” Sebagai penegasan, Vivian mengangguk. “Kaget pastinya, tapi cuma sebatas itu doang. Papa malah cemas akunya yang bakalan ribet karena inget semua yang udah kejadian. Kubilang, masa-masa itu udah lewat.” Gadis itu tertawa kecil.“Papamu nggak keberatan sama sekali?” Robin tak percaya.“Nggak, Bin. Buat Papa, yang terpenting kamu itu orang yang bertanggung jawab. Bukan playboy murahan yang bakal bikin anak kesayangannya patah hati,” respons Vivian.“Playboy murahan,” ulang Robin sambil tergelak. “Aku cowok baik-baik, Vi.

  • Chemistrick   You are The Reason [1]

    Robin duduk di depan Barry dengan bahu tegang dan keringat membasahi punggung. Padahal, suhu di dalam Super Bakery sama sekali tidak panas karena dilengkapi dengan pendingin udara yang suaranya berdengung samar. Di sebelah kirinya, Vivian berceloteh santai tentang sahabatnya yang akan pulang untuk berlibur.“Kamu kok diam aja dari tadi, sih?” Vivian menyenggol Robin dengan bahunya.“Kan aku lagi dengerin kamu ngomong,” elak Robin. Cowok itu mati-matian menekan rasa gugup yang meremas-remas sekujur tulangnya.Sebenarnya, dia ingin menolak saat Vivian menelepon dan memintanya datang ke toko roti tadi sore. Selain karena dia masih belum menyelesaikan desain cincin terbaru yang diminta ayahnya, Robin juga belum siap untuk bertemu Barry. Mendatangi Super Bakery seusai magrib, hampir pasti akan bertemu pemiliknya. Robin belum menemukan ide cemerlang untuk membuat ayah Vivian menyukainya meski tahu dirinya adalah putra bungsu Ariel.Bahka

  • Chemistrick   I Found Heaven [3]

    Serena sempat menawari putrinya untuk menginap, tapi Vivian merasa itu langkah yang terburu-buru. Karena itu dia pun menolak dengan halus. “Lain kali aja ya, Ma,” balas gadis itu tanpa merinci alasan penolakannya. “Nggak apa-apa, kan?”Serena menjawab sambil tersenyum. Matanya berkaca-kaca. “Iya, lain kali juga nggak apa-apa.” Tangan kanannya mengelus pipi putrinya dengan lembut.Saat berjalan bersisian meninggalkan lantai sembilan belas yang dihuni Serena, Vivian menggenggam tangan Robin dengan erat. Perasaannya sulit untuk digambarkan dengan detail. Tadi pun Vivian masih mengira harus melewatkan satu malam yang menyiksa bersama ibunya. Namun dia memaksakan diri karena mempertimbangkan dorongan dari Robin dan juga ayahnya. Ternyata, yang terjadi sama sekali tidak mengerikan. Malah, bisa dibilang, Vivian menikmati makan malam tadi.“Makasih ya, Bin. Karena kamu … bikin semuanya terwujud. Makasih juga karena kamu n

  • Chemistrick   I Found Heaven [2]

    Tadinya Vivian mengira bahwa hubungannya dengan Robin akan berat untuk dijalani. Namun pertemuannya dengan Ariel itu justru memberi efek yang tak terduga. Vivian akhirnya bisa percaya bahwa hidupnya baik-baik saja dan berlimpah cinta. Dari keluarga dan juga Robin. Semua masa lalu yang pahit itu justru membuatnya lebih kuat. Satu lagi, hubungannya dengan Serena ternyata tidak mustahil untuk diperbaiki. Meski mungkin saja interaksi mereka tidak akan pernah benar-benar cair.“Jujur aja, tadinya aku nggak berani ngebayangin bakalan ketemu sama papa kamu, Bin. Aku udah mikir yang jelek-jelek. Tapi kadang Tuhan memang ngasih kejutan yang sama sekali nggak disangka. Pas beneran ketemu papamu di apartemen kemarin, ternyata nggak seberat yang ada di kepalaku,” aku Vivian jujur.“Makanya, jangan suka mikir yang negatif melulu,” komentar Robin. Telunjuk kanan lelaki itu diusapkan di kening Vivian. “Seringnya, bayangan di kepala kita jauh lebih dramat

DMCA.com Protection Status