Home / Romansa / Catatan Si Boi / BAB 24. Promosi

Share

BAB 24. Promosi

Author: macayp
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suasana kantor masih sepi saat aku tiba. Sebagian besar karyawan masih belum kembali ke meja kerjanya. Wajar saja, karena memang jam istirahat siang belum selesai. Aku tiba lebih awal dari biasanya. Kelas terakhir lebih cepat selesai karena dosenku ada urusan keluarga. Baru kali ini aku shalat dzuhur di masjid dekat kantor.

Aku langsung ke meja sekretaris untuk mengambil makan siang. Aku sudah menghubunginya agar menyiapkan makan lebih cepat, tapi tidak perlu menunggu aku datang jika ingin istirahat. Kuambil makan siangku lalu masuk ke ruang kerja. Saat mau duduk, aku melihat sesuatu yang asing di meja kerjaku. Bentuknya hanya secarik kertas terlipat, tapi seharusnya tidak ada apa-apa di situ kecuali ada orang yang sengaja meletakkannya untuk meninggalkan pesan. Benar saja, itu pesan peringatan.

"Sebaiknya Anda berhati-hati. Anda masih sangat muda."

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Catatan Si Boi   BAB 25. Bandung Lautan Budi

    Mobil di depanku sudah kembali berjalan karena lampu sudah hijau. Putri Kang Asep cukup jauh dari mobilku, jadi kuputuskan untuk tidak menghampirinya. Nanti saja dari Geger Kalong aku mampir ke rumahnya, pikirku. Setiba di Geger Kalong aku katakan pada papa bahwa aku tidak ikut kajian sore karena akan mengunjungi teman. Sudah beberapa kali ini papa ikut kajian sore tanpa kuminta. Aku rasa papa akan tetap pergi ke sini meski aku tidak ikut bersamanya. Aku pergi ke rumah Kang Asep menggunakan ojek. Jalanan Bandung di sore hari cukup ramai, dan aku ingin kembali lagi ke sini sebelum malam. Benar saja perkiraanku, motorku melewati jejeran mobil-mobil yang sedang menuju kota. Dengan demikian aku telah menghemat waktu berjam-jam. Bapak tukang ojek hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mengantarku ke rumah Kang Asep. K

  • Catatan Si Boi   BAB 26. Empat Gadis Cantik

    Malam sudah larut. Para jamaah sudah banyak yang kembali ke tempatnya masing-masing. Wajar saja, kajian malam sudah selesai lebih dari setengah jam yang lalu. Entah mengapa malam ini aku ingin berlama-lama di masjid. Papa dan mama pasti sudah kembali ke penginapan, jadi kurasa tak perlu aku mencari mereka.Pertemuan dengan Hana memang sudah menjadi takdir. Jika aku keluar lebih awal, mungkin sosoknya tertutup oleh jamaah. Setelah masjid agak sepi, aku bisa melihatnya dengan jelas. Itu memang Hana, dia sedang membereskan sisa buku yang ada.Aku menghampirinya dari arah samping sehingga dia tidak melihatku. Baru saat sudah dekat aku membuka suara."Masih menjual buku di kajian malam? Kan sudah tidak ada target lagi."Hana sepertinya terkejut mendengar suaraku. Buku yang di

  • Catatan Si Boi   BAB 27. Peresmian Dewan Direksi

    Hari sudah berganti malam. Sebentar lagi waktu pertemuan dengan tim ahli, jadi aku segera pergi ke Cafe. Setelah kami berkumpul, aku ceritakan bahwa aku mendapat promosi sebagai direktur utama, jadi pekerjaan selanjutnya lebih banyak terkait laporan. Karena itu pertemuan seperti ini tidak perlu lagi rutin dilakukan. Laporan akan kuteruskan melalui email dan mereka bisa membacanya lalu mengirimkan saran untuk kebaikan perusahaan. Setelah mendengar penjelasanku, para juara itu lalu pergi. Kini hanya tinggal aku dan Santi."Bagaimana denganku?" Tanya Santi setelah hening beberapa saat. "Aku tak punya keahlian apa-apa yang kamu perlukan.""Kapan kamu lulus?" Aku balik bertanya. "Jika tidak terlalu mengganggu, kamu bisa bekerja di perusahaan. Kurasa menjadi staf PR cocok untukmu."Santi berpikir sejenak, lalu akhirnya se

  • Catatan Si Boi   BAB 28. Restorasi Pesantren Gunung Merapi

    Jalan di kota Bandung pada sabtu sore sangat padat. Sudah hampir satu jam aku keluar dari gerbang tol tapi belum juga sampai tujuan. Hari sudah berganti malam, sepertinya aku akan melewati dua kali adzan jika memaksa menginap di Geger Kalong. Akhirnya aku putuskan singgah di penginapan terdekat. Aku telah memberi tahu Kang Asep akan datang menjemput Mila esok pagi. Rencananya selesai kajian shubuh aku berangkat ke rumahnya. Tapi setelah tidak jadi menginap di Geger Kalong, sepertinya aku harus mengubah rencanaku. Aku katakan bahwa aku akan datang lebih awal, saat matahari belum terbit. Keesokan harinya aku berangkat dari penginapan setelah shalat shubuh dan tiba di rumah Kang Asep 15 menit kemudian. Hari masih gelap, tapi Kang Asep dan Mila sudah menunggu di teras rumah. Dia sudah membawa tas ransel kecil dan sebuah koper. Aku menyapa Kang Asep, mengobrol seb

  • Catatan Si Boi   BAB 29. Pertemuan di Gunung Merapi

    Peresmian pesantren di Gunung Merapi semakin dekat. Sudah ada tiga orang sebagai wakil perusahaan untuk pergi ke sana. Tapi hanya aku yang bisa menyetir. Karena jarak dari bandara ke pesantren cukup jauh, aku memerlukan teman yang bisa mengemudi. Jadi aku putuskan untuk mengajak Mila ke sana. Aku memintanya untuk memesan tiket ke Jogja."Untuk siapa saja Pak tiketnya?" dia bertanya."Untuk empat orang. Aku, tunanganku, Santi dari bagian PR dan kamu."Dia agak terkejut mendengarnya, dengan agak ragu Mila bertanya."Saya ikut juga Pak?""Iya," jawabku. "Dari bandara membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai ke pesantren. Kita akan menyewa mobil, dan kamu akan menjadi sopirnya."Mila tida

  • Catatan Si Boi   BAB 30. Foto di Situs Kantorku

    Udara malam terasa menusuk sampai kulit. Di luar, kabut tebal masih menyelimuti. Namun aktivitas di pesantren Gunung Merapi sudah dimulai. Sayup-sayup terdengar suara santri mengaji. Seingatku, dulu waktu masih belajar di sini, kegiatan pesantren tidak dimulai secepat ini. Mungkin karena dulu santrinya sedikit, pikirku.Aku menarik selimut kembali. Baru saat adzan terdengar aku bangkit dari tempat tidur. Kini ada acara di masjid sampai matahari terbit. Aku mengikutinya, toh memang tidak ada kegiatan apapun. Barang-barang sudah siap, dan pesawatku dijadwalkan pukul 11. Jadi kuputuskan untuk berangkat setelah sarapan.Saat sarapan, kulihat rombonganku sudah siap. Ternyata Sisca bisa bangun pagi, batinku dalam hati. Saat kami makan, pengurus pesantren memasukkan barang yang kami bawa ke mobil. Setelah semua selesai, kami lalu berpamitan. Kusalami Mas Rangga, dia m

  • Catatan Si Boi   BAB 31. Tragedi Cipularang

    Dua hari kemudian akhirnya facebook mengabulkan permintaan kami. Grup itu ditutup, dan dampaknya orang makin penasaran. Saatnya beraksi. Aku memerintahkan untuk membuka kembali komentar di situs perusahaan. Kubuat grup facebook baru, dan kutulis komentar secara anonymous untuk mengajak bergabung di grup baru tersebut. Setelah cukup banyak yang bergabung, komentar pun dihapus.Aku mengikuti skema mereka yaitu menampilkan foto setiap setengah jam. Foto pertama yang kutampilkan mendapat ratusan view hanya dalam waktu beberapa menit. Demikian foto kedua dan ketiga. Setelah foto keempat jumlah view sudah turun. Demikian seterusnya sampai akhirnya foto-foto tersebut tidak lagi menarik.Setelah dua hari, gosip di kantor pun mereda. Setiap kali ada perbincangan tentang foto-fotoku, komentar yang muncul adalah itu foto biasa. Apalagi obrolan dari karyawati yang fotonya

  • Catatan Si Boi   BAB 32. Derita Hati Mila

    Jalan tol menuju Bandung di siang hari cukup sepi. Setelah melaju hampir setengah jam, kami sudah masuk tol cipularang. Aku menyetir mobil, sedangkan Mila menceritakan siapa diriku sebenarnya kepada Kang Asep."Ooo ternyata kamu beneran Si Boy toh. Dulu cuma pura-pura." Kata Kang Asep meledekku. Aku hanya tersenyum mendengarnya."Tidak sepenuhnya tepat kang," jawabku. "Waktu itu aku memang tidak memiliki apa-apa. Sekarang pun semua masih pemberian papa, termasuk jabatanku ini.""Tapi 'Aa pintar kok memimpin perusahaan. Semua karyawan sayang sama 'Aa." Mila ikut menimpali. Sepertinya dia keceplosan. Selain tidak menggunakan panggilan bapak, dia juga menggunakan kata sayang. Tak heran wajahnya jadi memerah."Mila juga sayang sama saya?" aku bertanya untuk meledeknya. Wajah

Latest chapter

  • Catatan Si Boi   BAB 118. Istri untuk Papa

    Milna, Australia.Kegiatan pesantren kilat yang aku ikuti ternyata memang menyenangkan. Selain mendapat banyak teman baru, aku juga mendapat pengalaman yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Pelajarannya sih pernah aku dapat di sekolah, tapi kegiatan luar kelasnya yang membuat aku ingin kembali mendaftar lagi tahun depan.Salah satu kegiatan yang aku suka adalah Jumat berbagi. Kami menyiapkan makanan lalu membagikannya ke orang yang membutuhkan. Aku sangat senang melihat reaksi mereka. Tatapan terima kasih itu sangat tulus dan menjadi energi baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Tapi yang paling aku suka adalah kegiatan lintas alam. Ternyata mereka memiliki hutan di tengah kota. Di sinilah kegiatan kami dilaksanakan. Bahkan kami berkemah meski hanya satu malam. Baru kali ini aku tidur di bawah bintang-bintang.Entah benar atau hanya perasaanku saja, Hana seperti memberikan perhatian lebih padaku. Mungkin karena aku anak piatu, bisa juga karena

  • Catatan Si Boi   BAB 117. Pesantren Kilat di Australia

    Milna, Jakarta.Kegiatan di sekolah sudah mulai bertambah. Sebentar lagi ujian akhir semester akan dilaksanakan, jadi ada saja kelas tambahan setiap harinya. Kelas itu ditujukan untuk siswa yang tertinggal dalam pelajaran. Meski demikian, kelas tambahan itu harus diikuti oleh seluruh siswa tanpa kecuali.Sayangnya, akhir-akhir ini aku sulit berkonsentrasi. Sejak kembali dari Bandung, aku terus memikirkan bagaimana caranya aku bisa pergi ke Australia. Aku bisa saja meminta papa mengajak aku berlibur ke sana, tapi nanti aku jadi tak bisa mencari jejak Hana dengan leluasa. Aku harus pergi ke sana seorang diri. Baru nanti jika semua sudah siap, papa akan aku minta untuk menyusul.Sampai saat ini aku belum juga menemukan alasan untuk bisa diizinkan pergi ke Australia seorang diri. Akhirnya aku mencoba mencari informasi mengenai tempat kerja Hana di internet. Siapa tahu aku menemukan sesuatu. Ternyata benar, baru saja aku membuka situs mereka, aku langsung menemukan j

  • Catatan Si Boi   BAB 116. Mencari Jejak Hana

    Milna, Bandung.Hari sudah mulai gelap. Dari jendela aku sempat melihat seorang bapak tua menyusuri pekarangan untuk menyalakan lampu-lampu. Orang itu tidak ada di sini tadi pagi, saat aku dan papa tiba. Sepertinya papa menyewa orang untuk menjaga rumah ini tapi tidak memperbolehkan dia tinggal di sini. Jadi dia hanya datang seperlunya.Karena buku cerita papa sudah selesai kubaca, aku mencoba mencari hal menarik lain. Tapi setelah mencari beberapa lama, aku tidak menemukan apa-apa. Mungkin semua yang ingin diceritakan mama sudah tertuang di buku itu. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari kamar waktu.Di luar kamar, aku melihat papa sedangmenelepon. Rupanya dia sedang memesan makan malam. Setengah jam kemudian makanan yang papa pesan datang. Kami lalu makan sambil mengobrol. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mencari informasi dari papa."Papa tahu, aku mendapat informasi tentang mama dari internet. Waktu itu aku mencari data pernikahan

  • Catatan Si Boi   BAB 115. Misi Rahasia

    Milna, Bandung.Kamar lama mama berukuran sangat besar. Bahkan mungkin ukurannya dua kali lipat dari kamarku. Tapi kamar ini tidak memiliki pemandangan yang luas, berbeda dengan kamar yang aku tempati. Karena memang kamar ini ada di rumah lama yang tidak bertingkat, sedangkan kamarku ada di lantai 7 apartemen yang tinggi.Tapi pemandangan di luar boleh juga. Ada pohon-pohon rindang dan tanaman kecil dengan bunga berwarna-warni. Jarang sekali aku melihat pemandangan alam seperti ini. Karena itu aku memilih duduk di dekat jendela sambil membaca buku cerita papa.Saat baru membaca sepertiga bagian dari buku itu, aku mendengar pintu diketuk. Tak lama kemudian papa berkata dari balik pintu."Milna, hari sudah siang. Makan dulu nak, papa sudah memesan makanan kesukaan kamu."Aku menampilkan mode jam pada gelang saktiku. Ternyata memang sudah lewat tengah hari. Cerita papa memang sangat menarik, sampai-sampai aku jadi lupa waktu. Segera aku letakkan buku

  • Catatan Si Boi   BAB 114. Kamar Waktu

    Milna, Jakarta.Namaku Milna. Umurku sepuluh tahun. Kurang sedikit sih, karena dua hari lagi baru aku ulang tahun. Aku tinggal di sebuah apartemen di Jakarta bersama papa. Hanya bersama papa, karena mama sudah tiada.Papa adalah seorang pengusaha. Dia punya perusahaan yang besar. Gedung kantornya saja tinggi sekali. Aku sesekali diajak ke sana. Tapi hanya sesekali saja, biasanya aku belajar dan bermain di sekolah. Papa mengantarku ke sekolah saat berangkat kerja dan menjemput aku ketika dia pulang. Di akhir pekan, kami biasanya ke rumah opa di Bandung.Berbeda dengan teman-temanku yang lain, aku tak pernah mengenal mama. Katanya sih mama meninggal saat melahirkan aku. Sayangnya papa tidak pernah mau cerita tentang mama. Setiap aku bertanya, papa selalu menjawab 'Pada saatnya nanti kamu akan punya kesempatan untuk mengenalnya'. Aku sampai bosan mendengar jawaban itu.Karena papa tidak pernah mengatakan kapan kesempatan itu aku dapat, aku tak mau menunggu.

  • Catatan Si Boi   BAB 113. Janin dalam Kandungan

    Mila, Bandung.Rasa mual yang beberapa bulan terakhir terus menyiksaku kini sudah mereda. Sesuai perkiraan perawat, di trimester kedua ini rasa itu akan hilang dengan sendirinya. Memang sudah hampir lima bulan aku menjadi seorang calon ibu. Selama itu sudah aku memiliki janin dalam kandungan.Anugerah itu aku dapat setelah aku mencabut gugatan cerai. Pengacaraku sampai tak percaya dengan keputusan itu. Padahal hanya dengan diam saja, aku akan mendapat separuh harta Galang. Dan jumlahnya sangat banyak, karena dia adalah pemilik salah satu perusahaan ternama di Jakarta.Keputusan itu aku pilih bukan mengandalkan naluri. Saat hakim akan mengambil keputusan, aku menerima pesan dari Detektif Parkin. Dia adalah orang yang aku minta untuk mencari informasi tentang Dewi. Informasi itu datang tepat pada waktunya.'Dewi adalah seorang foto model profesional. Saya belum bisa memastikan, tapi sejauh penyelidikan saya dia bukan wanita panggilan.'Dari informasi

  • Catatan Si Boi   BAB 112. Ternyata Aku Istri Kedua

    Hana, Jakarta.Kamar rias pengantin adalah tempat yang sakral bagi mempelai wanita. Jangankan orang lain, bahkan mempelai pria pun tidak boleh memasukinya. Dan sebab itu sebagian besar wanita belum pernah berada di dalamnya. Termasuk aku, baru kali ini aku berada di kamar itu. Karena memang akulah sang mempelai wanita.Di luar sana, semua orang sibuk menyiapkan acara. Dimulai dari akad nikah, makan bersama keluarga, sampai acara resepsi. Pagi ini belum terlalu ramai karena memang hanya keluarga dan beberapa relasi dekat yang hadir. Tapi siang nanti, dua ribu undangan telah disebar dan biasanya mereka hadir membawa pasangan.Karena ayah sudah tiada, yang menjadi waliku adalah paman. Ketiga orang itu telah duduk di satu meja. Paman, Galang dan penghulu. Sebelum akad nikah, penghulu menjelaskan teknis acara. Agar suasana menjadi cair, penghulu itu mencoba bergurau."Sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah Pak Galang sudah pernah menikah?"Galang berpik

  • Catatan Si Boi   BAB 111. Foto Mesra Suamiku

    Mila, Bandung.Suasana kafe di salah satu sudut kota Bandung masih sepi. Sebenarnya kafe ini cukup banyak pelanggannya, tapi hari ini bukan akhir pekan dan waktu juga masih sore. Jadi wajar saat ini hanya ada aku, Galang dan dua orang pengunjung lain.Galang mengajak aku ke sini bukan tanpa alasan. Biasanya kami ke sini jika dia ingin mengobrol agak serius. Benar saja, setelah kami duduk dan memesan makanan Galang langsung mengutarakan maksudnya."Mila pasti sudah pernah mendengar bahwa aku bekerja sambil kuliah. Dan saat ini aku sudah lulus. Orang tuaku sudah menanyakan kapan aku akan menikah. Karena itu beberapa pekan lalu aku melamar Sisca." kata Galang membuka percakapan."Jadi, kapan kalian akan menikah?" Aku bertanya dengan suara serak saking gemetar menahan penasaran."Dia menolak lamaranku. Jadi bisa dikatakan kami sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Dan aku bebas memilih siapa saja untuk menjadi pendamping.""Saya rasa tidak

  • Catatan Si Boi   BAB 110. Proposal Cinta

    Hana, Jogjakarta.Kesibukan santri di akhir semester memang luar biasa. Selain mengikuti ujian, para santri juga harus menyetor hafalan yang menjadi target kami. Tidak heran jam tidur kami jadi jauh berkurang. Sering kali kami tidur setelah larut malam dan bangun sebelum ayam jantan berkokok.Bagi santri yang berlatar belakang pendidikan umum, kami harus berusaha lebih giat lagi. Selain karena kami harus mempelajari bahasa arab terlebih dahulu, jumlah hafalan kami juga kalah jauh dibanding santri lain. Akibatnya selama seminggu ini aku hanya tidur tiga jam sehari.Untunglah masa itu sudah selesai. Kini adalah masa liburan. Kebanyakan santri daerah pulang ke kotanya masing-masing. Tapi aku memutuskan untuk tetap di pesantren. Bisnis yang diwariskan ayah bisa dibilang sudah autopilot, jadi ibu tidak terlalu repot mengurusnya. Karena itu, ibu bebas jika ingin ke mana saja dan jadi sering menginap di tempatku.Berbeda dengan santri lain, aku tidak pe

DMCA.com Protection Status