Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 26.***Team Polisi mencari keberadaan wanita yang bernama Yuli tersebut. Bahkan Polisi mencurigai dalang penculikanku kemarin adalah orang yang sama!Aku dan keluarga Tuan Reza pulang ke rumah. Pak Hermansyah berkata akan memanggil lagi nanti ketika sudah menemui Yuli.Aku membawa Tuan Reza beristirahat di kamar! Ia terlihat begitu kuat, padahal lukanya cukup serius. Kaki kiri diperban, kepala dan sebelah tangannya juga diperban. Namun, tak sedikit pun Tuan Reza mengeluh."Tuan. Kalau boleh saya tau, siapa wanita yang bernama Yuli itu?" tanyaku hati-hati.Tuan Reza menutup matanya beberapa detik, kemudian dibukanya lagi sambil membuang nafas kasar."Tante Yuli adalah Ibu dari cinta masa lalu saya," papar Tuan Reza terlihat sedih."Maksud Tuan, Ibunya Fiona?" tanyaku memastikan."Dari mana kamu tau tentang Fiona?" Tuan Reza memandangku heran. "Mama yang menceritakan semuanya," jawabku jujur."Jadi kamu sudah tau tentang kisah masa la
Judul: Sepuluh juta perbulan Gadis bayaran)Part: 27.***Kini aku dan Tuan Reza sudah berada di rumah. Mama dan Papa bersemangat ingin mengetahui kebenarannya."Jadi benar Bu Yuli yang merencanakan ini semua?" tanya Mama penasaran."Benar, Ma!" jawab Tuan Reza yang terlihat lelah."Keterlaluan! Belum sadar juga itu perempuan. Dulu dia juga yang memisahkan Fiona dari kamu. Sekarang malah dia mau menghancurkan kembali kehidupan rumah tangga kalian," ungkap Mama penuh kekesalan.Tuan Reza hanya diam, tak merespon ucapan Mama tersebut. Ia bangkit dari duduknya, kemudian berlalu masuk kedalam kamar."Mama sih pake bawa-bawa Fiona segala," ucap Papa."Mama gak sadar tadi, Pa. Habisnya Mama kesal sama Si Yuli tuh," sahut Mama dengan cemberut."Bunga nyusul Mas Reza dulu ya, Ma!" Aku pun berlalu.Aku tau Tuan Reza tengah bersedih, karna mengingat kembali akan sosok Fiona. Aku mencoba membawakannya segelas teh hangat. Aku tidak mau ia bersedih sendirian."Tuan ... ini minum dulu," ucapku sam
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 28.***Tiba-tiba fikiranku tertuju pada Mona. Apa Mona yang melakukan ini. Ah tapi tidak mungkin. Mona bahkan sangat ramah padaku tadi. Lalu siapa??"Kamu sudah tidak bisa mengelak lagi sekarang. Keluar kamu dari rumah ini. Saya tidak ingin melihat wajahmu lagi. Ternyata saya sudah salah menilai kepolosanmu itu," papar Tuan Reza sembari menunjuk penuh tuduhan padaku."Saya tidak melakukannya Tuan!" Aku terus meyakinkan Tuan Reza."Saya sudah tidak mau mendengar apa pun. Sekarang kemasi semua barangmu, dan tinggalkan rumah ini," usir Tuan Reza dengan penuh amarah.Aku menangis sesegukan. Bagaimana caranya agar aku bisa membuktikan bahwa aku tidak melakukannya. Aku memasukan baju-bajuku ke dalam tas. Dengan langkah yang lemah kini aku sudah berada di ruangan tengah."Bunga ... kamu mau kemana? Apa yang terjadi Nak?" tanya Mama heran melihat aku membawa tas dengan mata yang basah."Kamu bertengkar sama Reza?" Papa juga ikut bertanya.Be
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 29.***Saat aku membuka mata tiba-tiba aku sudah berada di kamar."Kamu sudah siuman Nak?" tanya Ibu yang telihat cemas."Bunga kenapa Bu?" Aku balik bertanya."Tadi kamu pingsan di kamar mandi," jawab Ibu sambil mengusap lembut kepalaku."Kepala Bunga pusing," ucapku yang masih terasa lemas."Mungkin kamu kecapean. Sekarang istirahat ya, nanti Ibu buatin nasi lemak kesuka'an kamu!" Ibu berkata sambil menyelimuti tubuhku.Sementara Ayah memandangku dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Aku merasa ada yang aneh dari tatapan Ayah itu.Ibu sudah ke dapur menyiapkan makanan untukku. Kini hanya Ayah yang berada di kamar. Ayah menggenggam erat tanganku, seolah-olah ia tidak akan pernah melihatku lagi."Ayah kenapa terlihat sedih? Bunga kan gak kenapa-napa," ucapku mencoba tersenyum.Ayah pun membalas senyumanku. Namun, beliau tidak berkata apa-apa. Aku berfikir apakah Ayah mengetahui kebohonganku. Aku semakin merasa bersalah. Bulir bening
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 30.***Setelah dua hari Mama serta Papa mertuaku menyemangati kami di sini, sekarang mereka pun pamit pulang. "Kami pamit dulu, Buk Rini. Untuk sementara waktu biarlah Bunga menemani Buk Rini di sini," ucap Mama.Sebelumnya aku sudah meminta Mama agar tidak menceritakan masalah rumah tanggaku bersama Tuan Reza. Aku tidak mau Ibu tambah sedih jika mengetahui itu. Mama pun mengerti dan setuju dengan permintaanku.Mama juga berjanji akan membuat Tuan Reza menjemputku nanti. Namun, aku tidaklah berharap terlalu banyak dari Tuan Reza lagi."Terima kasih, karna telah mengizinkan Bunga menemani saya di sini," sahut Ibu dengan raut wajah yang masih bersedih.Sementara itu terlihat Mbak Luna yang bergegas menghampir Mama dan Papa."Tante Inda ... Luna ikut bareng Tante aja ya pulangnya," ucap Mbak Luna sambil menenteng tas ditangannya."Lho ... mau pulang sekarang?" tanya Mama heran."Iya. Saya gak bisa lama-lama di sini, lagian Dea juga ha
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 31.***POV Mona: Aku telah memasukkan sebuah obat ke dalam minuman, Pak Reza hingga ia tidak sadarkan diri.Kemudian aku membawanya masuk ke sebuah kamar hotel yang memang sudah aku siapkan sedari awal. "Terima kasih! Ambil bayaranmu ini ...." ucapku pada seorang karyawan hotel yang membantu aksiku.Ia hanya mengangguk dan segera berlalu.Aku dan Pak Reza sudah berada satu ranjang. Aku memandangi wajahnya dengan jarak yang lebih dekat. Sungguh telah lama aku mendambakan dirinya. Aku segera berbaring di sebelahnya. Pelukan serta ciuman mesraku mendarat ketubuhnya yang terbaring kaku. Aku sangat bahagia membayangkan setiap harinya akan hidup berdua seperti ini. Namun, seketika aku sadar. Pak Reza tidak pernah memikirkan tentang aku, apa lagi mencintaiku. Itu semua tidak akan pernah aku dapatkan dari Pak Reza."Maafkan, aku Pak Reza! Hanya dengan cara ini, aku bisa mendapatkanmu. Sejatinya aku lebih pantas mendampingimu ketimbang Bung
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 32.***Aku tersadar, ku lihat Ibu sudah berada di sampingku. Dengan rawut wajah cemasnya, beliau mengusap lembut kepalaku."Katakan yang sejujurnya pada Ibu!" ucap Ibu serius padaku.Aku menangis, kali ini tak bisa lagi aku sembunyikan kesedihanku."Maafkan, Bunga ...." Aku tidak sanggup mengatakannya pada Ibu.Ibu memelukku seolah sudah mengetahui semuanya."Ibu sudah membaca pesan yang dikirim Reza padamu," papar Ibu.Tangisku semakin pecah, aku terlalu rapuh untuk memikul beban ini sendirian. "Mas Reza juga sudah mengkhianati Bunga, Bu! Bunga sudah tidak bisa memaafkannya kali ini," ucapku dengan Isak tangis."Apa suamimu sudah mengetahui kehamilan ini, Nak?" tanya Ibu dengan lemah."Sudah, Bu. Dia tidak ingin menerima anak ini, biarlah Bunga merawatnya sendiri kelak," sahutku yang mencoba menguatkan diri."Malang sekali nasibmu Nak. Bagaimana tanggapan dari mertuamu?" Ibu kembali bertanya."Bunga yakin, Mama dan Papa tidak menge
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 33.***POV Reza: Aku bodoh sekali, kenapa aku tidak mengetahui akan hal ini. Aku bergegas meninggalkan acara pernikahan. Jika Bunga benar hamil, maka aku akan membawanya kembali. Hampir empat bulan aku berpisah dengannya. Pasti perutnya sudah mulai membuncit.Aku larut dalam perasaan bersalahku. Mona sudah keterlaluan. Apa pun alasannya ia tidak berhak menyembunyikan kabar besar seperti ini.Dengan kecepatan tinggi, kini mobilku sampai di depan rumah. Aku berlari masuk ke dalam. Mama dan Papa kaget melihat ke datanganku."Lho, bukannya kamu hari ini akan melangsungkan pernikahan," ucap Mama datar.Aku tidak menjawab ucapan Mama. Aku hanya menangis memeluknya."Katakan, ada apa lagi?" tanya Mama yang masih bersikap dingin padaku."Maafkan, Reza, Ma! Reza baru mengetahui kehamilan Bunga," paparku dengan mata yang basah.Mama melepaskan pelukanku seketika. Papa pun terlihat menatapku serius. Kini Mama dan Papa bertukar pandangan."Siap
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 25.***POV Reno.***Hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupku. Ibu akan berangkat umroh memenuhi impiannya. "Titip Sita ya, Ren. Tolong jaga dia dengan baik selama Ibu tidak di rumah," kata Ibu. Sebelum ia berangkat.Aku tersenyum mengiyakannya. Betapa Ibu sangat menyayangi Sita..Waktu berjalan, aku dan Sita kompak mengurusi usaha yang kini tengah naik daun."Rumah terasa sepi ya, Mas tanpa Ibu," ucap Sita sedih."Iya, Dek. Tapi Ibu kan tidak lama di sana," sahutku."Aku sudah tak bisa jauh-jauh dari Ibu," papar istriku.Aku meraihnya ke dalam dekapanku. "Terima kasih, Dek. Terima kasih karena telah membuat Mas begitu bangga padamu.".10 hari kemudian ....Ibu pulang dan kami kembali berkumpul. Rasanya sangat membahagiakan."Ibu," lirih Sita memeluk tubuh Ibu."Kenapa, sayang? Kau pasti merindukan Ibu kan?" Ibu tersenyum sambil membelai kepala Sita.Sita menangis tanpa menjawab. Sedangkan aku turut bergabung da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 24.***POV Sita.Sore itu aku mendapat pesan dari aplikasi biru yang sedang aku buka. Seorang teman lama mengajakku bertemu dengan dalih ingin memperkenalkan produk kosmetik ternama miliknya.Aku yang memang sedang bosan di rumah, akhirnya setuju dan menemuinya.Kami bertemu di restoran yang sudah disepakati."Hay, Sita! Kamu tampak lebih cantik sekarang," sapa Budi sekaligus memuji.Ya, namanya Budi. Teman sekolahku dulu waktu masih SMA."Hey, terima kasih.""Oya, langsung saja aku kasih kamu lihat tentang produkku ini."Budi mengeluarkan berbagai jenis skincare. Aku memeriksanya satu persatu. Namun, aku ragu dan tak tertarik."Hem, aku sebenarnya sudah cocok dengan skincare lamaku, Bud.""Cobain dulu aja! Atau kamu coba lipstik ini. Biar aku pasangkan."Budi dengan sigap ingin mengoleskan lipstik itu di bibirku, tapi aku menepis tangannya dengan cepat."Jangan kurangajar! Aku sudah menikah, dan jika ada yang melihat maka pasti akan
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 23.***Aku menggeleng dan hendak berlalu dari gudang ini.Namun, pintu tak bisa dibuka."Tolong! Tolong!"Buk Fatma tiba-tiba menjerit minta tolong sembari merobek bajunya sendiri."Apa maksud Buk Fatma melakukan ini?" tanyaku dengan raut wajah entah bagaimana."Tolong! Tolong saya!" teriaknya lagi.Aku panik dan tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali aku memutar gagang pintu.Namun, seketika Buk Fatma memelukku dari belakang."Tolong!""Lepas, Buk! Anda sudah kehilangan akal!" hardikku.Buk Fatma terus berteriak minta tolong sambil mendekapku erat.Hingga tiba-tiba pintu dibuka dari luar."Tolong saya," lirih Buk Fatma yang ambruk ke lantai."Buk Fatma, ayo cepat bantu Buk Fatma," ujar sekuriti.Saat ini di depan gudang sudah ramai para pegawai berkumpul. Mereka menatapku tajam serta memaki berbagai umpatan kasar."Dasar tak tahu terima kasih! Sudah diberi jabatan tinggi, malah ingin memperkosa atasan sendiri," ucap para wanita ya
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 22.***POV Reno. Sore ini aku pulang dengan penuh semangat. Rasa rinduku menumpuk ingin segera bertemu Sita. Hubungan kami yang renggang membuah aku begitu tersiksa. Dan perubahan sikap istriku sudah cukup mengobati lukaku yang sebelumnya tercipta..Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar mencari keberadaan Sita. Namun, istriku tak ada di dalam kamarnya. Kemudian aku ke dapur untuk mengecek. "Bu, Sita ke mana?" tanyaku pada Ibu."Tadi katanya ada teman lamanya yang ngajak bertemu di luar. Ibu sudah menyuruh Sita untuk meminta izinmu terlebih dahulu," ujar Ibu."Oh, ya sudah kalau begitu." Aku tak ingin memperpanjang masalah kecil lagi. Mungkin Sita suntuk dan butuh hiburan di luar. Tentang izin dariku, aku mengerti Sita masih marah. Jadi mana mungkin dia mau menghubungiku terlebih dahulu..Hampir satu jam berlalu, Sita pulang dengan wajah sumringah."Kamu habis ketemu siapa, Dek?" tanyaku menyelidik."Seseorang, Mas
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 21.***POV Fatma.Setelah mendapat alamat rumah orang tua Sita, aku langsung bergegas menemuinya di sana. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan pada keluarga Reno.Sampai di kediaman orang tua Sita, aku dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangganya."Buk Fatma, dari mana tahu alamat rumah orang tuaku?" tanya Sita menatap sinis padaku."Dari siapa lagi kalau bukan dari Reno," jawabku santai.Sita semakin menatapku tak suka. Tak lama kemudian kedua orang tuanya turut bergabung duduk di dekat kami."Jadi kamu yang bernama Fatma?" tanya lelaki yang masih tampak gagah di usia yang tidak muda lagi itu.Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Wanita ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Pa. Dibalik sikap lembutnya, tersimpan racun yang berbisa," cibir Sita.Aku berdehem pelan menanggapi ucapannya. Senyumku masih terpasang. Menghadapi orang seperti Sita cukup dengan ketenangan."Sebelumnya saya minta maaf. Namun, saya tak mau berlama-lama m
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 20***"Dalam rangka apa Ibu ingin mengundang Buk Fatma?" tanyaku menyelidik."Ingin meminta maaf. Ibu dan Sita sudah sepakat untuk meminta maaf secara langsung pada Fatma. Tolong kau undang dia malam ini ya, Ren." Lembut suara Ibu membuat aku tak bisa menolak."Baiklah, Bu."Aku berlalu ke dalam kamar dan meninggalkan mereka yang tengah sibuk memasak.Rasanya sedikit lega jika Sita benar-benar bisa menyayangi Ibuku seperti aku menyayanginya..Di dalam kamar, aku menelepon atasanku untuk memberitahu kabar bahagia ini.Panggilanku berdering dan dijawab dengan cepat."Halo, Ren! Tumben telepon. Ada apa?" tanya-nya terdengar senang."Iya, Buk Fatma. Maaf jika saya mengganggu. Saya hanya ingin mengundang Buk Fatma untuk makan malam. Ini adalah permintaan dari Ibu," ujarku."Alhamdulillah, saya senang sekali menerima undangan dari beliau. Saya pasti datang, Ren.""Terima kasih, Buk Fatma. Kami semua menunggu kedatangan Buk Fatma nanti mala
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 19***"Sita sudah berubah jadi lebih baik. Tak pantas jika Ibu mencampakkannya. Silakan keluar, Ren. Bawa ponselmu ini! Ibu tak butuh bukti rekaman semacam ini."Langkahku terdorong mundur. Rasanya tak percaya mendapat tanggapan seperti ini dari Ibu.Kenapa Ibu dibutakan oleh Sita?Apa yang telah Sita katakan pada Ibu?Benarkah ada ancaman?Akhirnya aku berjalan menuju kamar. Di dalamnya tentu ada Sita yang sedang bersantai."Mas," lirihnya canggung saat melihat wajahku.Aku menatap matanya tajam tanpa sebuah senyuman. Hatiku telah panas, sepanas suasana siang hari di ibukota ini."Apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibu seolah melindungimu walau kenyataannya telah membuktikan kau bersalah, Dek." Bergetar suaraku mengutarakan hal tersebut."Kenyataan apa maksudmu, Mas?" tanya Sita berlagak heran."Jangan pura-pura lagi, Sita! Lihatlah ini!"Aku melempar ponselku ke ranjang dan membiarkan rekaman itu terputar.Sita meraihnya da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 18***POV Reno.Aku ke kantor dengan perasaan resah dan gelisah. Melihat sikap Ibu yang bersikeras membela Sita, membuat aku ikut merasa bersalah.Kenapa aku sebagai seorang suami tak bisa mempercayainya sedikit saja seperti Ibu?Apakah istriku seburuk itu?.Sampai aku di kantor dan masuk ke dalam ruangan. Bukannya mengerjakan tugas, aku malah merenungi semua yang sedang terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Dapat dipastikan yang datang adalah Buk Fatma."Masuk," lirihku dengan malas.Senyum indah Buk Fatma terukir saat menatap wajahku."Ren, maaf untuk keributan yang tercipta di rumahmu tadi. Saya benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Tidak lebih dari itu Ren," ujarnya."Iya, Buk Fatma. Saya yang minta maaf atas sikap Ibu saya. Namun, biasanya beliau memang memiliki feeling yang kuat," paparku.Wajah Buk Fatma langsung berubah jadi kesal. Aku sadar, ucapanku mungkin sedikit menyinggungnya."Ibu terlalu baik d
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 17***POV Sita.Setelah suamiku berangkat ke kantor. Tak lama bel berbunyi. Aku mengintip dari balik tirai, ternyata wanita munafik itu yang datang."Nak, kenapa tak dibuka pintunya?" tanya Ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku.Aku menarik pelan tangan Ibu untuk segera menjauh."Bu, di luar ada Buk Fatma. Apa Ibu mau bekerjasama denganku?"Alis Ibu mertua bertaut saat mendengar ucapanku."Bekerjasama apa, Sita?""Ibu bukain pintu, dan jangan bilang kalau aku sudah kembali. Aku ingin mendengar apa saja yang akan dia katakan.""Tapi, Nak. Ibu tidak terbiasa berbohong.""Ayolah, Bu. Aku hanya ingin membuktikan pada Ibu, kalau Buk Fatma itu tidak sebaik yang kalian kira."Dengan ragu, akhirnya Ibu mengangguk.Aku langsung bersembunyi di balik sudut pembatas ruangan.Setelah Ibu membuka pintu, keduanya pun segera duduk di sofa.Aku dapat melihat dengan jelas kalau saat ini Buk Fatma memasang wajah sedih dan sangat polos.Berbeda saat i