Suasana sarapan pagi dikediam Herlan nampak begitu hangat. Farmasi keluarganya kali ini seakan lengkap saat Adinda ada di tengah-tengah mereka dengan senyum bahagia.
"Tumben nih putri ayah ceria sekali," tegur Herlan dengan menatap senang kearah Adinda yang tengah menikmati sarapannya dengan senyuman yang tak berhenti terbit di bibirnya.
"Ya jelas dong Yah dia bahagia, orang semalam dia cerita ada pangeran datang membantunya" ucap Heni,mengambilkan secentong nasi ke piring suaminya.
"Ih, mamah apaan sih. Dindakan bilang jangan cerita sama ayah" protes Adinda dengan malu-malu.
"Pangeran siapa Mah? Pacarnya Dinda?" tanya Herlan penasaran.
"Belum jadi pacar yah, tapi masih masa pendekatan" sela Adinda cepat. Ia menyelesaikan sarapannya dengan cepat.
"Oh ayah kira pacar kamu," gumam Herlan yang masih bisa mereka dengar.
"Bukan, pacar Dinda sudah dinda putuskan" ucapnya miris, hatinya terasa kembali tersayat ketika mengingat pe
Siang ini, meski terik matahari begitu menyengat tak membuat seorang Ayana Wiratmi Kencana Sari mengeluh. Ia tetap gigih dan tukuh akan bekerja meski kakinya belum pulih total."Lo yakin, masih mau bekerja? Kaki lo masih sakitkan?" tanya Asep khawatir. Ayana mengangguk dengan senyuman manisnya."Gue yakin Sep, lagian kalian tanpa gue tuh bagai taman tak berbunga" kekehnya."Hey begitulah kata para pujangga, aduh hai begitu ...""Stop! Suara lo bikin pusing telinga gue tau Le," sela Tika dengan tangan membekam mulut Leo cepat."Aduh Tik, apaan sih. Lepasin gak? Tangan lo bau terasi," canda Leo dengan kasar melepas tangan Tika."Sembarangan!" pekik Tika kuat membuat para sahabatnya menutup telinga cepat."Aduh! Tika! Lo tuh ya bikin pengang telinga kita aja!" bentak Marteen yang seketika membuat Tika diam membeku dengan sesak yang menyeruak secara perlahan-lahan. Pikirannya bergelut keheranan, entah kenapa akhir-akhir ini Marteen
Sepulangnya ayah mertua, secepat kilat Candra berjalan kearah dapur. Tangannya dengan cekatan mengambil baskom lalu ia isi dengan air hangat.Sejujurnya Candra tak terima ketika melihat wanitanya babak belur, apalagi dengan kejamnya sang ayah mertua menyiksa Ayana membuat beberapa kali hatinya memberontak penuh penyesalan, beberapa kali hatinya mengatakan kalau ini salahnya yang malah diam saja menyaksikan kekejaman sang ayah mertua hingga ia terlambat menyelamatkan Ayana.Saat Candra membuka pintu kamar dengan membawa baskom yang telah diisi air hangat untuk membersihkan luka-lukanya serta peralatan medis lainnya. Ia malah tak sengaja melihat punggung Ayana yang bergetar hebat, sepertinya ia sedang menangis."Makannya kalau mau apa-apa itu izin dulu. Kasih kabar, biar saya bisa menjawab pertanyaan ayah kamu" ucap Candra berjalan masuk, mendekati Ayana. Buru-buru Ayana mengusap air matanya, lalu membalikkan badan kearah Candra."Sini, lukanya biar di bers
'Cemburu itu memang tanda cinta, namun cinta uang bagaimana yang layak dicemburui?'🍃🍃🍃Allah huakbar ... Allah huakbar ...Kumandang suara adzan subuh mengagetkan kedua anak manusia yang sedang tertidur pulas dengan posisi terduduk saling berpelukan satu sama lain."Astagfirullah," kaget Candra. Sontak Ayana terbangun dengan cepat melepaskan pelukanya dan menjauh dari tubuh Candra."Kesiangan," lirih Candra yang masih merutuki kebodohannya. Bisa-bisa subuh ini ia kesiangan dan yang mengumandangkan adzan di mesjid bukanlah dirinya. Sial, ini pasti gara-gara keasikan tertidur dalam hangatnya pelukan Ayana.Wajah merah padam kini telihat jelas di wajah Ayana. Malu! Ya, itulah yang saat ini Ayana rasakan. Orang yang selama ini ia anggap musuhnya malah menjadi orang yang paling peduli serta tempat ternyaman baginya. Ah sial, mengapa ini bisa terjadi?"Kamu sudah tidak papakan kalau saya tinggal ke mesjid?" tanya Candra dengan buru
'coba tanyakan pada hati kecilmu, siapa yang lebih kamu cintai saat ini. Apa iya masih orang dimasalalumu atau dia yang saat ini sedang bersamamu? Coba tanyakan! Tanyakan sejujur mungkin!' 🍃🍃🍃Kedua kaki jenjang Candra memasuki rumah sakit dengan gontai. Wajah dinginnya ia tekuk, sapaan-sapaan para pegawainya pun tak ia jawab sama sekali. Rasa kesal yang masih menyelimuti hatinya membuat semua orang dirumah sakit ini kena imbasnya.Bayangan-bayangan Bisma yang begitu akrab merangkul Ayana kini berputar-putar bak kaset rusak di pikirannya. Sial, kenapa ia bisa sekesal ini melihat tingkah mereka?"Sus!" teriak Candra. Matanya menatap tajam kearah berkas yang ia baca saat ini."Iya pak, ada apa?" tanya suster tersebut dengan membungkukan badannya."Panggilkan dokter Qori sekarang juga!" pintanya tegas."Baik pak, segera saya panggil" Suster tersebut pun segera pergi dengan perasaan yang penuh keta
'coba tanyakan pada hati kecilmu, siapa yang lebih kamu cintai saat ini. Apa iya masih orang dimasalalumu atau dia yang saat ini sedang bersamamu? Coba tanyakan! Tanyakan sejujur mungkin!' 🍃🍃🍃Kedua kaki jenjang Candra memasuki rumah sakit dengan gontai. Wajah dinginnya ia tekuk, sapaan-sapaan para pegawainya pun tak ia jawab sama sekali. Rasa kesal yang masih menyelimuti hatinya membuat semua orang dirumah sakit ini kena imbasnya.Bayangan-bayangan Bisma yang begitu akrab merangkul Ayana kini berputar-putar bak kaset rusak di pikirannya. Sial, kenapa ia bisa sekesal ini melihat tingkah mereka?"Sus!" teriak Candra. Matanya menatap tajam kearah berkas yang ia baca saat ini."Iya pak, ada apa?" tanya suster tersebut dengan membungkukan badannya."Panggilkan dokter Qori sekarang juga!" pintanya tegas."Baik pak, segera saya panggil" Suster tersebut pun segera pergi dengan perasaan yang penuh keta
'Seperti berharap pada hembusan angin kosong yang harus siap menelan pahitnya kekecewaan' 🍃🍃🍃Canda tawa yang mengiringi langkah Ayana dan Bisma sungguh membuat hati Tika muak. Ia sudah tak bisa lagi menahan sabar kala dihadapkan dengan suasana yang seperti ini."Lama banget lo di toilet, ngapain?" keberadaan Leo yang bersandar di tembok dekat toilet perempuan, membuat Tika sontak mundur teratur saking terkejutnya."Ya ampun Le, ngagetin aja. Untung Tika gak jantungan!" suara Tika yang begitu memekikan telinga, membuat Leo dengan sigap menutup kedua telinganya."Ya emang untung, tapi Tik bisa gak kalau volume suara lo itu diturunin sedikit? Pengang nih kuping, masih untung kalau suara lo bagus kaya Ayana. Lah, ini? Cempreng!"Lagi, lagi Ayana yang ia puji dihadapan Tika. Mau sampai kapan mereka mengagung-agungkan Ayana pada siapa pun? Sungguh, moodnya sekarang begitu sangat buruk."Terserah lo aja Le, gue pusing!"
Ujian itu akan terus ada selama kamu hidup sebab percaya atau tidak sejatinya manusia itu ada untuk di uji🎉🎉🎉"Sudahlah Tik, lo gak usah nangis pilu kaya gini. Cowok mah banyak, bukan si Bisma doang" Leo menghela napas berkali-kali saat mendengar isakan tangis Tika yang tak kunjung berhenti. Di usapnya punggung Tika dengan lembut, beharap isak tangis itu segera mereda."Lo gampang banget Le kalau ngomong, ini masalah hati mana mungkin bisa secepat itu menghapuskan" ucap Tika lirih setelah berhasil menguasai tangisnya."Iya gak akan mungkin cepat, tapi lo harus cepat sadar Tik. Dia tidak mencintai lo," Leo mengingatkan Tika begitu lembut."Tapi gue mencintainya Le, dan betapa sialnya. Kenapa harus Ayana dan Ayana lagi yang dicintai oleh setiap laki-laki yang gue inginkan, kenapa harus dia? Kenapa gak gue aja!" nada Tika berubah menjadi tegas. Matanya yang bengkak bahkan mencerminkan kegetiran hatinya.Leo hanya terdiam, mencoba berusaha unt
Decakan serta geraman berkali-kali Adinda lakukan saat panggilannya di tutup sepihak."Sial, kenapa dia susah sekali di dapatkan!" kembali Adinda menggeram kesal. Bahkan kini tangannya telah meremas kuat ponsel yang ia genggam."Loh dok, kenapa?" tanya salah seorang suster yang tak sengaja melewatinya dan melihat tingkah Adinda yang menakutkan."Gak!" jawab Adinda ketus."Oh," ucap suster tersebut kembali berjalan melewatinya.Adinda pun menggeleng, segera pergi menuju ruangan Haris. Berharap ia mendapatkan informasi lebih jauh dari Haris sang sahabat pria yang dicintainya.Tangan Adinda menggantung di udara kala ia ingin mengetuk pintu ruangan Haris."Ketuk gak ya?" gumam Adinda bertanya pada dirinya sendiri.Clek ...Baru saja tangan adinda hendak mengetuk, tiba-tiba saja pintu sudah terbuka menampakan sosok Haris yang menatapnya dengan kening mengerut bingung."Eh pak," ujar Dinda kikuk. Tangannya segera ia turun
"Bunda! Bangun, shalat subuh yuk"Teriakan dua orang yang berbeda nada suara itu begitu mengganggu waktu tidur Ayana pagi ini. Bukannya bangun, Ayana malah sengaja menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya membuat kedua laki-laki beda usia itu berkacak pinggang tak terima. Keduanya saling menatap lekat seolah memberi pesan jika keduanya telah merencanakan sesuatu. SatuDuaTiga"Ayo bangun Bunda, nanti subuhnya telat!"Keduanya kembali berteriak dengan menarik kuat selimut yang tengah Ayana kenakan. Sabiru sudah tidak sabar, ia menaiki ranjang dan memeluk Ayana erat. "Bunda, ayo dong" Sabiru kembali membangunkan Ayana dengan mencium wajah cantiknya. Menyadari ada yang tidak beres membuat Ayana segera membuka mata, ia memeluk Sabiru erat. "Sayang, Ummah masih ngantuk. Kalian duluan aja ya nanti Ummah nyusul" Sabiru menggeleng, ia menarik lengan Ayana untuk segera bangun dari pembaringan. "Ayo bunda, kita berjamaah sama Ayah"Kedua mata Ayana memicing, indra pendengarann
Mata Bisma menyala, jarum suntik yang ia pegang pun mampu dipatahkannya. Ia semakin tersulut emosi, dimana otak Ayana kali ini? Bukankah telat satu jam saja nyawa Sabiru taruhannya sementara jarak pesantren dan rumah sakit ini bisa ditempuh tiga puluh menit belum proses pengecekan golongan darah dan kesehatan. "TOLONGLAH PAHAM, AYA! DIA AYAHNYA, DIA YANG PALING BERHAK MENOLONG SABIRU!" teriak Bisma begitu kencang. Candra begitu syok mendengar pernyataan Bisma, ia pun turun dari ranjang pasien menghampiri Ayana yang berdiri kaku diambang pintu."Apakah yang Bisma katakan itu benar?" tanya Candra tak percaya. Ayana masih membeku enggan menjawab. Kedua tangan Candra terangkat, ia mengguncang tubuh Ayana. "Jawab Aya, apakah itu benar?"Melihat pemandangan tersebut membuat Bisma semakin geram, ia tidak mau membuang banyak waktu hanya karena ini. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah Sabiru, ia ingin Sabirunya selamat. "Aya aku tidak akan pernah memaafkamu jika Sabiruku tidak selamat," lir
Selepas kepergian Candra, Ayana menangis sesenggukan dengan Sabiru yang sudah tertidur dipelukannya. Dengan datar Bisma mengambil sabiru untuk ia tidurkan lalu menyuruh Ayana untuk menjauh agar tidak mengganggu Sabiru. Ayana menurut, ia menjauh dari Sabiru dan terduduk di kursi tunggu yang tersedia diruangan tersebut. "Kenapa tidak jujur saja? pernyataan yang kamu lontarkan itu suatu kebohongan yang suatu saat akan merugikan kamu sendiri" Bisma menyodorkan tisu pada Ayana dengan kecewa. Kenapa Ayana seolah-olah kembali memberikan harapan besar padanya padahal jelas-jelas ia akan kembali merasakan sakitnya kembali ditolak oleh Ayana. Ayana mendongak, ia menerima tisu tersebut untuk menghapus ingusnya. Bisma duduk disampinya, mendengarkan tangis Ayana yang tidak mau berhenti itu dengan setia."Kenapa dia datang disaat aku hampir saja berhasil melupakannya?" tanya Ayana disela tangisnya. "Yang dia bilang itu benar Ya, pertemuan kalian itu sudah menjadi takdir Tuhan. Kamu tidak bisa
Tiga tahun berlaluSenja, kelabu masih saja menjadi peneman hari-hari Candra sejak tiga tahun terakhir setelah ia tidak pernah menemukan Ayana dimana pun. Kedua orangtua pun tidak ada yang memberitahu kemana perginya Ayana sebenarnya. Sejak tigak tahun terakhir pula, hidup Candra diambang keputus asaan. Ia begitu bingung ingin melanjutkan hidupnya seperti apa sementara kehidupan telah berakhir sejak penyesalan terbesarnya itu."Sudah tiga tahun loh, lu gak mau bangkit melupakannya? Gue aja udah punya anak tiga loh" sindir Haris menemui Candra yang tengah terduduk di balkon kantornya. Ya, Candra kembali bekerja di rumah sakit miliknya sebagai CEO sejak ayahnya mengetahui jika Candra sudah putus dengan Hanin. Candra tak tergerak untuk menjawab, ia masih saja menikmati senja yang akan kembali digantikan dengan gelapnya malam. "Gue masih menunggu dia balik, sekali pun dia sudah bukan jadi istri gue tapi gue akan tetap menjadi miliknya. Gue gak mau nikah dengan siapa pun kecuali dengan
Hari-hari berikutnya adalah penderitaan bagi Candra, sesak yang menggunung dihatinya tidak akan pernah runtuh sebelum ia meminta maaf pada Ayana dan Ayana memaafkannya. Menyesal, merasa bersalah dan rindu yang amat besar membuat hari-hari Candra menjadi sangat kelabu.Untuk menuntaskan semuanya pagi ini bahkan Candra bergegas untuk menjemput Ayana dan meminta maaf padanya, wajah yang sayu itu kini sudah menatap sendu pekarangan rumah Herlan. Disana nampak begitu sepi pagi ini dan Candra tidak begitu yakin kalau Herlan akan mengizinkannya masuk. Namun bukan Candra namanya kalau tidak mencoba. Ia berusaha menguatkan hatinya, bersikap bodo amat memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah tersebut. Beberapa penjaga bahkan menyambutnya dengan ramah. Menghela nafas dalam, Candra keluar dari mobil dan berjalan menuju depan pintu rumah tersebut. Belum sempat Candra mengetuk pintu tiba-tiba Adinda keluar dari rumah tersebut dengan pakaian dinasnya. "Kamu, sedang apa disini?" tanya Adinda beg
Sudah hampir tiga bulan sejak perpisahan Candra dengan Ayana, kini dirinya sudah kembali terbiasa menjalani hari-hari. Melakukan pekerjaan rumah tanpa di bantu oleh Ayana. Keterbiasaan itu entah kenapa menjadikan hatinya suram untuk menjalani hari-hari. Ia merasa harinya kurang lengkap tanpa ada pengganggu di hidupnya. Siapa lagi kalau bukan Ayana. Sudah hampir tiga bulan juga Candra tak lagi menjadi seorang CEO dirumah sakit miliknya atau pun di perusahaan milik ayahnya. Hidup Candra kembali lagi kemassa dimana ia hanyalah seorang pegawai rumah sakit biasa di salah satu rumah sakit swasta. Haris, yang merupakan sahabatnya pun tak peduli dengannya. Entah, mungkin ini memang hukuman baginya atas apa yang ia lakukan pada Ayana dulu. Candra menarik napas dalam, menatap kearah sebrang rumah sakit. Dimana ia melihat seseorang yang tidak asing baginya, perempuan yang sedari dulu ia cintai tengah menunggunya duduk santai menikmati secangkir kopi andalan yang disajikan di kafe tersebut.
Rembulan malam telah tenggelam, menghilang di gantikan dengan sinar matahari yang terbit dengan malu-malu. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, tapi Candra masih asik duduk melamun di kursi meja makan. Ada hati kecil yang menyesal saat ini, luka di wajahnya bahkan masih terasa perih. Setelah malam itu, sepertinya Candra akan benar-benar kehilangan Ayananya. Kemarahan Herlan nampaknya akan mengibarkan bendera permusuhan. Pikirnya. Candra meringis saat melihat pemandangan rumah yang begitu acak-acakan tidak seperti biasanya yang nampak rapi dan harum. Ia menghembuskan nafas kasar ketika cucian yang menggunung seperti melambai-lambai kearahnya. Ini baru beberapa hari Ayana pergi dari rumahnya namun Candra sudah dibuat stres dengan pekerjaan rumah yang menggunung. Kenapa harus takut jika Ayana pergi kan ada Hanin yang akan merawatnya, menggantikan posisi Ayana. Pikirnya Candra begitu dulu tapi Candra salah. Setelah malam itu, Hanin malah seperti terkesan menjauh. Ia begitu sulit d
Mobil berplat nomor dinas itu berhenti tepat di pekarangan rumah Candra. Nampak Herlan bersama kedua ajudannya keluar dari mobil tersebut, mata Herlan memejam lama saat kakinya hendak melangkah ke depan pintu rumah yang sedikit terbuka. Samar-samar Herlan mendengar suara perempuan yang tengah asik berbincang dengan menantunya itu, tentu saja bukan Ayananya. Tangan Herlan terangkat hendak mengetuk pintu, namun dihalangi oleh kedua ajudannya."Izin komandan, sebaiknya jika memang komandan ingin memastikan benar tidaknya jika menantu komandan itu berselingkuh sebaiknya kita tunggu dulu jangan dulu masuk, kita intip saja dari jendela dan dengarkan percakapannya" ujar Roni salah satu ajudan yang paling keluarga Herlan percayai.Herlan menurunkan tangannya, ia menuruti apa yang dikatakan Roni. "Ayo tuan sebaiknya kita intip disini," ajak Roni sedikit menjauhi pintu utama tepat pada jendela besar yang hanya di tutupi kain gorden yang sangat tipis. Dari sana terlihat jelas Candra tengah du
Lantunan surat Al-Baqarah terdengar melangalun lembut menghiasi kamar kos-koasan berukuran 2.5 m kali 3 m itu.Si pembaca begitu menjiwai setiap ayat demi ayat yang ia lantunkan. Apalagi saat ia membaca dan merenungi salah satu arti dari surat al-baqarah ayat 216 yang berbunyi :كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ“Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”Melalui surat Al Baqarah 216 Allah telah menjelaskan bahwa kewajiban perang harus dilaksanakan meski hal tersebut bukan sesuatu yang menyenangkan. Dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa “boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu” yang berarti peperangan