Share

Pacar Bayangan

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Dasar perempuan kurang ajar.”

Harvie membanting ponselnya ke atas meja. Dia baru saja menelepon perempuan yang menumpahkan teh ke kemeja dan jas miliknya yang berharga ribuan dollar itu.

Menurut pihak laundry, nodanya mungkin tidak akan hilang dengan sempurna. Karena itulah, dia menelepon perempuan dengan nama Star untuk meminta ganti rugi. Asisten pribadinya, untuk menyelidiki tentang Star berdasar kartu nama sana.

Sayang, yang bisa dia dapatkan hanyalah data-data yang terdapat di aplikasi sugar dady terkenal, tempat Star terdaftar. Dia adalah sugar baby termahal dengan segudang syarat dan ketentuan berlaku. Termasuk tidak menerima ajakan ‘tidur’ bersama.

“Omong kosong. Tidak mungkin dia tidak pernah tidur dengan seorang pria pun,” gumam Harvie dengan sangat kesal.

Yang membuat Harvie makin kesal, Star meminta dirinya yang menentukan waktu janjian karena dia sedang sekolah.

“Masih sekolah saja sudah jual diri. Dengan generasi muda bobrok, bagaimana masa depan bumi ini kedepannya?” Harvie kembali bergumam.

“Jadi bagaimana Pak? Apakah ada jadwal yang perlu saya rubah?” Brian bertanya dengan sopan.

“Gadis itu meminta bertemu jam tiga. Memangnya jam segitu aku ada jadwal apa?”

“Seharusnya di jam seperti itu anda sudah selesai rapat, Pak. Setelahnya anda sudah tidak punya jadwal lain untuk hari ini.”

Harvie berpikir sejenak. Mengingat-ingat apa saja kebiasaan setiap perempuan yang pernah dikencaninya, atau yang hanya sekedar mengahangatkan ranjangnya.

“Rata-rata wanita itu suka jam karet sih. Tapi gak ada salahnya jaga-jaga sih ya.” Harvie menganggukkan kepala tanda setuju dengan pemikirannya.

“Mundurkan rapatnya. Kita akan mulai rapat sepuluh menit sebelum jam tiga,” Harvie memberi perintah pada Brian.

“Baik, Pak akan segera saya beritahukan pada yang lain.”

“Lalu, coba kau periksa sidik jari yang tertempel di kartu nama ini. Lakukan secepat mungkin.”

Harvie memberikan kartu nama milik Star dan Brian segera menerimanya. Entah kenapa Harvie merasa penasaran dengan perempuan bernama Star itu.

“Katakan juga pada Mandy, kalau perempuan itu sudah datang suruh tunggu di dalam sini. Aku ingin melihat seberapa sabarnya dia.” Harvie tersenyum jahil.

*****

Star mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai dengan pelan dan teratur. Dia tadi memang sampai lima menit lebih cepat di perusahaan tempat lelaki yang meneleponnya tadi bekerja, jadi dia tidak masalah disuruh menunggu.

Ketika sekretaris pria itu mempersilahkannya duduk di dalan ruangan bosnya, kemudian mengatakan pria itu masih sedang meeting dan mungkin akan terlambat. Sampai di sana, Star masih bisa memaklumi.

Dia tidak keberatan menunggu selama beberapa menit, tapi jika disuruh menunggu selama sejam lebih, tentu saja lain ceritanya. Star juga punya hal yang harus dikerjakan.

“Maafkan saya, Nona. Rapatnya berakhir lebih lama dari yang seharusnya.”

Harvie mengucap maaf dengan sopan, tapi ekspresi wajahnya tidak seperti itu. Star merasa sedang dikerjai oleh pria di depannya ini, apalagi dia baru mau beranjak.

“Tidak masalah, Tuan. Saya tahu anda sibuk dan saya mengerti, karena saya juga kadang seperti itu.”

Harvie menaikkan sebelah alisnya. Si Star ini sepertinya sedang mengejeknya bukan?

“Memangnya anda sudah punya janji lain?”

“Kebetulan saya baru saja membatalkan janji saya dan harus membayar denda. Jadi karena saya masih harus bertemu dengan orang lain, mari kita selesaikan urusan ini secepatnya.”

Harvie suka gadis kecil ini. Dia sangat berani memprovokasi pria dewasa sepertinya, terlebih lagi di daerah kekuasaannya sendiri. Sangat menarik.

“Brian, coba berikan rinciannya.” Harvie memberikan kode pada asistennya.

Harvie menunggu dengan tenang. Dia ingin melihat reaksi perempuan di depannya ini begitu melihat rincian harga yang diberikan. Tentu tidak akan ada anak sekolah manapun yang bisa membayarnya, bahkan yang punya penghasilan besar sebagai sugar baby.

“Harus saya kirim ke rekening mana?” tanya Star dengan wajah tenang dan datar. Membuat Harvie mengernyit.

“Nona Star sudah membaca nominalnya?” Harvie berpikir mungkin gadis itu salah lihat nominal.

“Dua belas ribu lima ratus tiga puluh dollar kan? Untuk kemeja dan jasnya.”

Wajah datar Star ketika mengatakan itu membuat Harvie gusar. Penghasilan berkencan dengan pria tua kaya raya pasti banyak, tapi biasanya kan wanita enggan mengeluarkan uang untuk hal tidak penting seperti ini. Apa mungkin wanita itu akan meminta salah satu pacarnya untuk membayar?

“Berikan nomor rekeningnya." Harvie memberi perintah pada Brian.

Setelah Star diberikan nomor rekening, dia segera mengutak-atik ponselnya. Hanya dalam dua menit saja, ponsel Harvie berdenting pelan memperlihatkan notifiksi uangnya telah diterima. Dan nama tertera disana adalah Star.

“Berapa sih penghasilanmu?” tanya Harvie penasaran.

“Itu adalah rahasia." Star menjawab dengan cukup bijak, membuat Harvie makin penasaran.

“Karena saya sudah menyelesaikan semuanya, saya pamit pergi.”

Star sudah berdiri dari sofa yang telah didudukinya selama lebih dari satu jam, ketika Harvie memanggilnya lagi.

“Nona Star, bagaimana kalau kita berkencan sekali?”

Star menatap Harvie dengan seksama. Pria ini jelas terlihat sangat mampu menarik perempuan manapun ke atas ranjangnya, kenapa harus repot-repot menyewa jasa orang sepertinya?

Star baru saja mau memberikan penolakan, ketika dering ponsel terdengar. Itu ponsel Harvie dan dia langsung mengangkat ponsel yang diberikan Brian.

“Ya Ma?” Harvie menjawab dengan sangat malas.

“Aku kan sudah bilang tidak mau. Alasan apa sih Ma?” Harvie terlihat sangat frustasi.

Baru juga Harvie ingin menjawab sang Mama, dia tidak sengaja menatap Star yang masih berdiri sambil melihat dirinya dan tiba-tiba saja sebuah ide brilian muncul.

“Ma, sebenarnya Harvie sudah punya pacar dan kami sedang bersama sekarang ini.” Harvie sengaja berbisik, tapi masih bisa didengar Star.

Star menghela napas. Sepertinya pria yang mungkin bernama Harvie ini sedang menjadikannya pacar bayangan. Jujur saja, Star kurang suka itu. Apalagi tanpa izin.

“Silahkan saja kalau Mama tidak percaya.” Harvie mengakhiri teleponnya.

“Anda menggunakan saya sebagai alasan pada ibu Anda?” Star bertanya dengan wajah datarnya.

“Saya tidak menyebutkan namamu,” Harvie menjawab tidak merasa bersalah.

“Anda tadi berkata ‘sedang bersama pacar’. Kenyataannya anda sedang bersama saya. Itu artinya, secara tidak langsung anda menuduh saya sebagai pacar anda.”

“Menuduh? Bahasamu bisa diperbaiki tidak? “ Harvie mulai lelah memakai bahasa formal. “Aku sedang butuh jasamu sekarang juga. Jadi mari kita melakukan transaksi.”

“Saya menolak, Pak. Semua transaksi harus melalui aplikasi dan harus punya dasar hukum yang kuat,” Star menjawab dengan tegas.

“Aku akan membayar tiga kali lipat dari tarif normalmu.” Harvie segera memberi penawaran.

“Saya tidak butuh uang Anda,” balas Star masih dengan wajah datar dan tenangnya.

“Lalu apa? Kau ingin ‘dipuaskan’? Aku bisa melakukannya sampai kau pingsan.”

Harvie yang menjawab dengan senyum pongahnya, hanya bisa membuat Star geleng-geleng kepala. Pria ini jelas keras kepala dan sombong.

“Saya juga tidak mencari kepuasan. Saya hanya ikut aturan. Kalau tidak ada lagi yang mau dibicarakan, saya permisi. Silakan lewat aplikasi, kalau memerlukan jasa saya..”

Star melangkah dengan percaya diri ke arah pintu besar dengan dua daun pintu di ruangan itu. Baru mau menyentuh kenop pintu, pintu itu malah terbuka dari luar. Membuat Star terlonjak kaget.

“Oh, maaf. Saya tidak…” Kata-kata wanita berumur empat puluhan itu terhenti. Dia memperhatikan Star sekilas dan beralih pada Harvie.

“Oops, ketahuan.” Harvie berucap dengan santai.

***To be continued***

Related chapters

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Pedofil

    “Ini siapa Vie?” tanya wanita yang ada di depan pintu pada Harvie. “Maaf saya… “ Star menghentikan kata-katanya ketika sebuah tangan mendarat di bahunya. Star perlu mendonggak untuk melihat siapa pemilik tangan itu. Sesuai dugaan itu adalah tangan Harvie. “Karena Mama udah tahu, sekalian kenalan saja deh. Ini pacar aku. Mama bisa panggil dia Star,” Harvie menjelaskan dengan santai. Penjelasan singkat dari Harvie membuat Star cukup terkejut. Wanita yang dipanggil Harvie sebagai Mama lebih terkejut lagi. Dia bahkan menatap gadis mungil di sebelah Harvie dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan dilihat berkali-kali sekalipun gadis itu terlihat seperti anak junior high school. Wanita paruh baya itu menganga sambil menatap anaknya dan anak kecil di sebelah Harvie secara bergantian. Apakah anaknya ini pedofil? “Biar saya jelas…” “Karena Mama sudah kenalan. Biar Harvie antar Star ke lobi dulu ya, Ma. Jemputannya sudah datang.” “Tapi saya…” “Ayo sayang.” Harvie sama sekali tid

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Kontrak?

    "Nona, ponsel anda berdering." Irina memberitahu Star. Yang empunya ponsel, hanya melirik sekilas benda yang diletakkannya di kursi sebelahnya. Star tidak menyimpan nomor yang tertera, tapi dia tahu siapa yang menelepon. Itu adalah nomor yang tadi pagi meneleponnya. Nomor milik pria pemarah yang baru saja dia temui. "Blokirkan nomor ini." Star menyerahkan ponselnya pada Irina dengan malas. Star tidak ingin lagi berurusan dengan pria seperti itu, bikin sakit kepala. Baru baju yang dibeli di luar negeri saja ributnya minta ampun. Bukan tidak mampu, tapi menyebalkan. "Apa Nona akan langsung pulang ke rumah?" Irina bertanya sambil melakukan tugas yang baru saja diberikan Star. "Ya, kalau bisa aku ingin dipijat dan spa juga. Irish hari ini free kan?" "Akan saya tanyakan," Irina menjawab sambil menyerahkan ponsel nonanya. Kemudian Irina mengambil ponselnya sendiri dan menelepon saudariya. Sementara Irina sibuk dengan ponselnya, Star memilih untuk menatap keluar jendela mobil. Memi

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Duda

    "Pacar? Bukan teman tidur kan? Saya tidak ...." "Pacar saja." Harvie memotong kalimat perempuan di depannya. Star menaikkan sebelah alisnya mendengar permintaan yang menurutnya absurd itu. Kenapa pula harus pura-pura jadi pacar? Pria ini kan bisa menarik siapa saja, kenapa harus dirinya? Tidak mungkin tidak ada perempuan di sekitar Harvie. "Kenapa harus seperti itu?" tanya Star tidak mengerti. Bukan karena Star bodoh, tapi dia tidak bisa mengerti sikap Harvie. "Apa omonganku tadi kurang jelas? Aku tidak mau dijodohkan," balas Harvie sedikit kesal. "Anda kan tinggal menolak saja." Star makin bingung saja mendengar pernyataan pria di depannya itu. Apa susahnya menolak? "Ini tidak segampang yang kau pikirkan bodoh." Harvie menggeram kesal. "Mamaku itu orangnya pantang menyerah sudah berkali-kali kutolak, tapi tetap saja dia ngotot. Lagipula. aku tidak bisa terus-terusan menolaknya. Jadi hal yang harus kulakukan adalah membawa seorang wanita ke hadapannyai." "Maaf, saya masih

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Mahal

    "What the ...." Harvie nyaris saja mengumpat, ketika melihat Star keluar dari ruang ganti.Ini sudah baju yang kelima, tapi Harvie masih kesulitan menentukan gaun yang tepat, semua terlihat bagus dipakai Star. Padahal Harvie sudah sengaja memilih butik yang biasa saja, tapi tetap saja Star terlalu sempurna. Niatnya menghemat uang, karena biaya kontrak sudah mahal. Eh, malah rasanya kini Harvie merasa tawaran yang dia berikan terlihat murah. "Pilihlah yang mana saja," Harvie berucap dengan helaan napas frustasi. "Kalau begitu, aku mau dress off shoulder selutut berwarna merah, dengan desain rok berbentuk huruf a itu." Pemilihan yang sangat bagus sebenarnya. Warna merah menyala membuat Star yang putih jadi makin bersinar. Star mengangguk melihat penampilannya dicermin. Dia menyukai pilihannya. Harganya tidak mahal. Hanya sekitar sejutaan, tapi bahan dan jahitannya cukup bagus. Dan terlihat cocok dengannya. Sebaliknya, Harvie malah mengumpat dalam hati begitu melihat pilihan S

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Pertemuan Kembali

    "Tidak mungkin," gumam Helena dengan mata melotot melihat penampilan Star yang jelas-jelas terlihat mahal itu. Paling sedikit juga sepuluh juta. "Nih, kalau Mama mau lihat notanya." Harvie yang sudah menduga ini, telah menyiapkan nota pembelian tadi dan menyerahkannya pada sang ibu. Helena menyambar kertas-kertas itu dengan kasar dan melihat jumlah yang tertera di sana. Beberapa detik kemudian dia ternganga, tidak percaya dengan angka-angka yang dilihatnya itu. Benda-benda yang dipakai Star memang tidak semahal kelihatannya. "Pacarku ini memang masih muda, Ma. Tapi dia gak matre. Bahkan tadi kami sempat bertengkar mempermasalahkan siapa yang harus membayar." Helena mendelik ke arah anaknya itu. Jelas terlihat diamerasa marah dan juga malu, tapi yang namanya emak-emak tidak akan pernah mau disalahkan. "Pada akhirnya kan tetap kamu yang bayar. Lagi pula Yvonne belum tentu suka padanya," sergah Helena ketus. "Helena, bisa gak sih kamu lebih sopan pada tamu?" Isaac yang sedari

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ketahuan

    Star bergeming mendengarkan jawaban dari Hera. Jangankan diakui, wanita itu bahkan tidak mengenali dirinya sama sekali. Seorang ibu yang sangat luar biasa. "Apa yang kamu harapkan Star?" bisiknya pada diri sendiri. Star kembali menghadap ke arah cermin untuk memperbaiki ekspresi wajah nelangsanya. Star menepuk pelan kedua pipinya beberapa kali, sebelum beranjak keluar dari toilet. Baru saja beberapa langkah berjalan menjauhi toilet, Star sudah menabrak seseorang. Star bisa merasakan dress barunya basah. Bisa dipastikan, minuman orang itu tertumpah. "Astaga, maafkan saya! Apakah anda tidak apa-apa Nona?" suara bariton seseorang terdengar. "Ah, iya. Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit basah," jawab Star datar. "Anda boleh membersihkan dress anda dengan ini." Lelaki itu mengulurkan sapu tangan yang terlihat mahal. Star tidak langsung menerima saputangan itu. Dirinya memilih untuk melihat wajah orang yang menabraknya dan menunggu reaksi pria itu selanjutnya. Begitu Star menatap

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Tamu di Malam Hari

    Star bersandar di pintu dalam bilik toilet. Dia dengan terpaksa ikut dengan Harvie karena kata-kata pria itu tadi. Padahal sudah disembunyikan dengan baik, tapi kenapa pria itu bisa tahu. Bagaimanapun caranya, dirinya harus bisa meminta Harvie tutup mulut. Star tidak ingin mencari masalah dengan keluarga besar Arwen. Walau mereka tidak pernah peduli padanya, setidaknya keluarga itu memberikan penghidupan pada Star. Setidaknya Star tidak ingin menjadi orang yang tidak tahu balas budi. "Lama amat sih," Harvie mengeluh begitu melihat Star keluar dari toilet. Star tidak menjawab Harvie dan berjalan mendahului pria itu, menuju ke arah lift yang bisa dilihatnya dari jarak jauh. Kelakuan Star ini jelas membuat Harvie merasa geram. Baru kali ini ada perempuan yang berani-beraninya mencueki dirinya. "Hei, aku bicara padamu." Harvie mencekal lengan Star dengan kasar, sampai gadis itu sedikit oleng dan menubruk tubuh Harvie. "Tadi sok jual mahal, sekarang cari kesempatan. Mau main tari

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Namanya Derina

    "Derina? Apa yang kau lakukan di sini?" Harvie terlihat heran melihat adik dari sahabatnya itu. "Pacar Kak Harvie?" Bukannya menjawab, Derina malah bertanya balik. "Aku duluan yang bertanya padamu Derina." "Maaf." Derina meminta maaf sambil menjepit rambutnya ke telinga. "Tadi aku tanya Tante Helena, katanya Kak Harvie pulang sebelum makan malam. Jadi aku membawakan makan malam," lanjut Derina sambil memberi tote bag kertas. "Thanks perhatiannya, tapi sebenarnya gak perlu. Aku sama pacarku mau keluar cari makan. Yuk Star." Baru juga Harvie mau melangkah, tiba-tiba saja dia teringat sesuatu. Awalnya Harvie ragu, tapi dia memutuskan untuk menanyakan apa yang dikhawatirkannya. "Apa kau mengambil kartu akses dari Mark lagi?" "Aku tidak mengambil, Kak. Aku meminjam," Harvie mengulurkan tangannya dengan santai pada Derina. "Kembalikan padaku." "Ini punya Kak Mark, Kak. Harus aku balikin ke dia lagi." Derina enggan memberikan kartu akses pintu milik Mark yang dipegangnya. "K

Latest chapter

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Suatu Saat Nanti (TAMAT)

    Tidak ada satu manusia pun yang tahu apa yang direncanakan oleh Tuhan. Semisal tentang jangka waktu hidup seorang manusia. Setelah kematian Ronald Arwen yang sudah diprediksi. Berita duka yang lain datang dua tahun kemudian. Secara tiba-tiba Peter Carlton meninggal dalam kecelakaan kerja, saat sedang meninjau lokasi pembangunan. Tepat di saat cucu keempatnya lahir. Anak itu kemudian diberi nama Peter Carlton Jr. Ada juga kejadian tak terduga lain ditahun yang sama. Ketika Marvel Leonard Carlton masuk rumah sakit karena ada masalah pada jantungnya. Lubang di jantung yang dulu membuatnya harus masuk NICU, nyatanya tidak berhasil menutup sempurna. Hal itu baru diketahui ketika berumur tujuh tahun. Untungnya, tidak ada yang membuat nyawanya terancam. Marvel hanya perlu operasi untuk menyumbat lubang tersebut, setelahnya Marvel bisa hidup normal. Hal lain yang perlu dirawat dari Marel hanya matanya. Dari usia enam tahun dia sudah harus menggunakan kacamata tebal. Itu terjadi bukan

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Semua Ada Hikmahnya

    Marvel menunduk dengan wajah terpesona. Matanya dan bibirnya membuka dengan lucunya, saking terpesonanya dia pada adik bayinya yang baru lahir. Marvel tiap hari bertemu dengan adiknya, tapi tetap saja berekspresi seperti itu. "Eh, Marvel. Pipinya adiknya jangan ditusuk-tusuk gitu dong, Nak." Star mengambil tangan anaknya dengan lembut, agar tidak lagi menjahili si kecil July. Dilarang menggunakan jarinya, kini Marvel kembali mengganggu adiknya dengan cara lain. Kali ini si kecil marvel mengecup pipi July dengan gemas. "Astaga, kecil-kecil sudah ada bibit playboynya." Gumaman asal Helena membuat semua orang tertawa. Helena kembali mengadakan acara syukuran kecil-kecilan untuk cucu ketiganya yang cantik, tepat sebulan setelah kelahirannya. Seperti biasa, bukan hanya Carlton dan Arwen saja yang datang. Keluarga besar Langton juga datang. "Ma, tolong jangan didoaiin yang aneh-aneh dong." Harvie langsung protes mendengar Helena berkata seperti itu. Harvie mengakui kalau dulu dia m

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Kembar Tiga

    "Mari kita dengar sambutan dari siswa paling berprestasi kita." Seseorang diatas podium mempersilakan Star bergabung. Star berdiri dari tempatnya duduk di barisan paing depan. Dia tersenyum lebar dan berjalan pelan ke atas podium dengan perutnya yang sudah mulai membuncit. "Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih pada Tuhan Yang Maha Esa." Star memulai pidatonya dengan ucapan terima kasih pada berbagai pihak. "Terakhir terima kasih untuk keluargaku. Papa, Mama, adik-adik, Mertua, serta suami dan anak-anakku." Star tersenyum penuh haru ke arah keluarganya duduk. Hanya ada Harvie dan kedua orang tua Star di sana, tapi itu saja sudah lebih dari cukup. Lagi pula akan sangat merepotkan kalau anak-anak juga ikut ke acara wisudanya, jadi Helena dan Peter yang mendapat jatah menjaga anak-anak. "Mungkin banyak yang bingung bagaimana saya membagi waktu jadi ibu rumah tangga dan kuliah, tapi ... Saya bisa jadi seperti ini karena keluarga saya. Karena punya suami yang mendukung ser

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Di Atas Mobil

    "Star ada diatas main sama anak-anak." Hera memberitahu ketika melihat Harvie. "Thank you, Ma." Harvie segera berlari ke lantai atas, tempat anak-anak biasa bermain. Ini sudah hari ketiga sejak Star menginap di rumah orang tuanya dan dia sudah amat sangat rindu dengan keluarga kecilnya. "Star?" Harvie membuka pintu ruang bermain dengan pelan dan menemukan kalau semua penghuninya tengah tertidur di atas karpet tebal. Star tertidur dengan laptop yang terbuka, dikelilingi oleh Yvonne, Marvel, Amora dan Benedict. Pemandangan yang sangat manis dan Harvie sungguh berharap bisa punya keluarga besar seperti ini. Tidak ingin mengganggu istirahat mereka, Harvie mengendap-ngendap untuk mematikan laptop Star. Dan dia mulai memindahkan satu persatu manusia itu ke kamar masing-masing. *** "Sudah bangun?" Star mengerjap perlahan mendengar suara Harvie yang sudah dia rindukan. Star pikir dia masih bermimpi dan mengeratkan pelukannnya pada Harvie. "Masih ngantuk ya?" Harvie bertanya de

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Pak Dosen

    Star mengetukkan kaki ke teras rumah dengan wajah amat kesal. Irina yang berdiri di sebelahnya dengan memegang setumpuk kertas, tidak berani menatap bosnya itu. "Daddy ke mana sih?" tanya Star dengan ketus. "Biar saya teleponkan." Irina segera bergerak cepat mengambil ponselnya dan menyerahkannya pada Star untuk bicara. "Daddy tahu sudah berapa lama aku nungguin?" tanya Star dengan luar biasa ketusnya. "Maaf, Sayang. Rapatnya selesai lebih lama dar ..." "I don't care. Kan aku sudah bilang berhenti kerja dan suruh Brian yang urus semuanya. Susah banget ya gak kerja selama beberapa bulan?" "Gak bisa gitu, Sayang. Soalnya ini proyek be ...." "Lebih penting proyek atau anakmu? Datang dalam lima menit atau aku pulang ke rumah Mama." Star mematikan sambungan secara sepihak. Setelah penolakan yang dilakukan Star tempo hari, dia akhirnya melakukan test kehamilan karena merasa khawatir. Tentu saja hasilnya positif, dan membuat Star mengamuk. Sekali lagi, Star bukannya tidak mau punya

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Adik Baru

    "Mami. Mami." Marvel berlari-lari untuk menghampiri ibunya yang sedang mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Star yang sedang sakit kepala pun refleks tersenyum melihat bocah empat tahun itu. "Kenapa sayang?" Star mengangkat Marvel dan mendudukkan anak yang kini sudah membulat itu di pangkuannya. "Vel mo ade." Usia Marvel sudah empat tahun lebih, tapi belum bisa bicara lancar seperti Yvonne dulu. Dia memang terlambat mulai bicara, jadi kosakatanya masih minim. "Marvel mau adek?" tanya Star dengan ekspresi sedikit horor. "Maksudnya mau punya adek?" Ekspresi Star terlihat makin horor saja ketika anak bungsunya ini mengangguk. Kenapa juga si Marvel bisa tiba-tiba minta adek? "Kenapa Marvel mau minta adek?" tanya Star penasaran. "Lion punya ade," jawab Marvel dengan senyum mengembang. Sepertinya pria kecil Star itu mulai memikirkan indahnya punya adik lagi. “Rion?” Star mengumpat dalam hati. Lain kali Star tidak akan membiarkan Marvel main dengan Rion. “Kakak Von uga.” "Ka

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Minta Adik

    “DONI.” Doni menggeram kesal mendengar suara ayahnya yang menggelegar. Dengan sangat terpaksa, dia meninggalkan permainan game onlinenya dan menghampiri sang ayah. “Kamu ini sebenranya ngapain sih?” tanya sang ayah dengan wajah terlihat sedikit kesal. “Maksud Ayah apaan sih?” tanya Doni bingung. Tapi tiba-tiba saja ayahnya tersenyum. “Kita sekeluarga diundang untuk grand opening mal. Kerjasama Olympus Grup dan Constate Enterprise.” Ayah Doni berteriak riang sambil memeluk anaknya. Bagi para pengusaha, diundang oleh perusahaan kondang saja merupakan suatu kebanggaan. Apalagi yang mengundang ini merupakan perusahaan kelas dunia. “Lalu? Hubungannya denganku apa?” tanya Doni makin bingung. “Katanya pimpinan Constate dan anak tertua dari Olympus Grup mengenalmu secara pribadi, makanya mereka mau mengundang. Ini kesempatan yang sangat baik Doni.” “Apanya?” tanya Doni makin bingung. “Kamu ini gimana sih? Kuliah bisnis, tapi tidak tahu apa-apa soal bisnis. Katanya pemimpin Olympus,

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Pantang Menyerah

    Waktu bergulir dengan cepat. Tidak terasa ujian semester pertama sudah dekat dan Star mah didera banyak masalah yang membuatnya tidak fokus. Marvel terserang flu berat dan menulari Yvonne. Karena Marvel punya masalah pada jantungnya, dia terpaksa harus diinapkan di rumah sakit. Lalu karena Yvonne juga merengek ingin menginap di rumah sakit, dia juga terpaksa dirawat. Kata dokter sih tidak ada masalah karena Star dan Harvie membawa mereka ke rumah sakit tepat waktu, tapi tetap saja Star khawatir dan mempengaruhi fokusnya untuk kuliah. Belum lagi gosip-gosip yang mulai bermunculan. Sama seperti dulu, banyak yang menggosipkannya sebagai wanita panggilan, hamil diluar nikah, peliharaan om-om dan lain sebagainya. Kehadiran Yvonne dan Marvel yang selalu datang menjemput jadi pemicunya. Bukan berarti Star menyalahkan anak-anak. Dia dulu juga sudah digosipkan seperti itu dan kebetulan saja kemunculan anak-anak seolah jadi pembenar gosip itu. Selain itu, Doni yang sudah lama tidak me

  • Callista: Bukan Sugar Baby Biasa   Ekstra-Kejutan

    "Kok sedari tadi kamu cemberut sih?" Harvie yang baru pulang langsung mengecup puncak kepala Star yang masih menemani anak-anak main. Dua anak kecil itu juga ikut-ikutan minta dikecup oleh ayah mereka. Hanya dikecup, tidak di peluk apalagi digendong karena Harvie belum mandi. "Tante Nadine udah mau balik ke Inggris." Star menjawab dengan jujur. "Terus?" "Terus aku jadi gak punya teman ngobrol seasik dia lagi. Jadinya kalau lagi pusing urusin anak-anak, gak ada teman curhat." Bibir Star maju sedikit, membuat wajahnya makin cemberut saja. "Kalau cuma curhat kan ada banyak orang yang bisa ditemani curhat. Lagi pula kan masih bisa saling telepon atau chat. Beda waktu Indonesia - Inggris kan tidak terlalu jauh." "Oh, iya juga ya. Baru sadar." Cengiran Star membuat Harvie menggeleng pelan. "Tapi kalau kamu memang butuh pengalihan ketika merasa lelah dengan anak-anak, Daddy punya ide yang bagus untuk itu." Harvie tersenyum melihat wajah bingung Star yang selalu membuatnya gemas

DMCA.com Protection Status